Anda di halaman 1dari 15

prinsip-prinsip pemerintahan daerah berdasarkan Pasal 18 UUD RI Tahun 1945

Pasal 18 Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945, berbunyi:


(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan
undang-undang.
(2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan.
(3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan
umum.
(4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah
daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
(5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluasluasnya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah
Pusat.
(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-
peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
(7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam
undang-undang.
Pasal ini menjelaskan bahwa hierarki pemerintahan adalah sebuah sistem terpadu di
bawah pemerintahan pusat yaitu Pemerintahan Provinsi dan Pemerintahan
Kabupaten/Kota serta Pemerintahan Desa, yang masing-masing merupakan suatu
sistem yang bulat dan utuh dalam menjalankan tugasnya. Pemerintahan daerah
memperoleh transfer kewenangan dari Pemerintah Pusat guna mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan di wilayah jurisdiksinya. Selain kewenangan
Pemerintah Pusat juga memberikan kewenangan kepada Pemerintahan Daerah
untuk mengatur dan mengelola sumber keuangan yang dapat digali sendiri oleh
daerah yang bersangkutan selain dana dari pusat.
Jadi, dapat dipahami bahwa dalam Pasal 18 UUD RI tahun 1945 tersebut
mengandung prinsip-prinsip pemerintahan daerah, yaitu Prinsip Dekonsentrasi dan
dan Prinsip Desentralisasi.
Menurut UU No. 24 Tahun 2014, pengertian dekonsentrasi adalah pelimpahan
sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat kepada
gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, kepada instansi vertikal di wilayah
tertentu, dan/atau kepada gubernur dan bupati/wali kota sebagai penanggung
jawab urusan pemerintahan umum. Pelaksanaan prinsip dekonsentrasi diletakkan
pada wilayah provinsi dalam kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk
melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan kepada gubernur
sebagai wakil pemerintah di wilayah provinsi. Gubernur sebagai kepala daerah
provinsi berfungsi untuk menjembatani dan memperpendek rentang kendali
pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah. Tujuan dekonsetrasi antara lain:
1. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemerintahan
2. Pengelolaan pembangunan dan pelayanan umum
3. Menjaga keharmonisan pembangunan nasional
4. Menjaga keutuhan NKRI
Sedangkan prinsip desentralisasi menurut Liang Gie The dalam “Masalah-
masalah ketatanegaraan & administrasi negara yang dihadapi provinsi Irian Barat
(1967:34) ialah sentralisasi yaitu segenap wewenang pemerintahan dipusatkan
dalam tangan aparatur (daerah otonom) pemerintah pusat. Desentralisasi bertujuan
untuk pemerintah daerah memiliki wewenang membangun dan mengembangkan
daerahnya sesuai dengan potensi yang dimiliki daerahnya masing-masing serta
memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah.
Dimana menurut UU No. 12 Tahun 2008 dan UU No. 32 Tahun 2004, otonomi
daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Jadi pelaksanaan desentralisasi dan otonomi
daerah diwujudkan dengan adanya pembagian urusan antara pusat dan daerah.
Urusan yang menjadi kewenangan daerah adalah urusan-urusan yang menyangkut
pelayanan dasar untuk public dan yang berkaitan dengan potensi daerah.

hubungan kepala daerah dan kepala DPRD

Hubungan antara Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan.
Hubungan Kepala Daerah dengan DPRD dalam hubungan kerja dan fungsi menurut
Undang-Undang Pemerintahan Daerah, yaitu:
1. Hubungan dalam pembuatan kebijakan Daerah
2. Pembahasan dan pengesahan Peraturan Daerah
3. Hubungan dalam pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (RAPBD)
4. Hubungan dalam bidang kepegawaian daerah
5. Hubungan dalam kebijakan pengelolaan barang daerah
6. Hubungan dalam bidang pengawasan kebijakan dan politik daerah
Keterkaitan antara keduanya secara tegas dirumuskan dalam UU No. 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) Pasal 57 Ayat 2 bahwa keduanya sebagai
mitra sejajar yang sama-sama melakukan tugas sebagai penyelenggara
pemerintahan daerah. Itu berarti bahwa salah satu dari keduanya tidak boleh ada
yang disubordinatkan. Tidak ada peran yang bisa disubstitusikan oleh lembaga lain.
Berdasarkan hal tersebut, antar kedua lembaga wajib memlihara dan membangun
hubungan kerja yang harmonis dan satu sama lain harus saling mendukung,
diperlukan adanya pengaturan tentang hak-hak protokoler dan keuangan Pimpinan
dan Anggota DPRD.
Hal ini bertujuan agar masing-masing memperoleh hak dan melaksanakan kewajiban
meningkatkan peran dan tanggung jawab mengembangkan kehidupan demokrasi,
menjamin keterwakilan rakyat dan daerah dalam melaksanakan tugas dan
kewenangannya, mengembangkan hubungan dan mekanisme check and balance
antara lembaga eksekutif dengan lembaga legislatif, meningkatkan kualitas,
produktifitas dan kinerja demi terwujudnya keadilan da kesejahteraan masyarakat.
Namun, walaupun kedudukan antara kepala Daerah dengan Kepala DPRD sejajar
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, pengawasan tetap berjalan sebagaimana
tugas DPRD selalu melakukan pengawasan baik terhadap pemerintah dalam
menjalankan roda pemerintah maupun penggunaan APBD dan kebijakan daerah.
Apabila dalam satu masa sidang DPRD dan Gubernur menyampaikan rancangan
Peraturan Daerah mengenai materi yang sama, maka yang dibahas adalah
rancangan Perda yang disampaikan Gubernur untuk ditetapkan sebagai Perda.
Penyampaian rancangan Perda ditetapkan oleh Gubernur paling lama 30 (tiga puluh)
hari sejak rancangan tersebut disetujui bersama.

hubungan antar Lembaga Daerah

Menurut Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang No. 3 Tahun 2014, “Pemerintahan


Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan
dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945”. Hubungan kerja antara Pemerintah Daerah dan
DPRD, sebagai berikut:
 Hubungan kerja didasarkan atas kemitraan yang sejajar
 Bentuk hubungan kemitraan:
a. Persetujuan bersama dalam bentuk pembentukan perda
b. Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD
(tidak sebagai sarana pemberhentian kepala daerah)
c. Persetujuan terhadap kerja sama yang akan dilakukan Pemerintahan
Daerah
d. Rapat konsultasi DPRD dengan kepala daerah secara berkala dan
e. Bentuk lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. (Terkait Hak DPRD)
Selain dua unsur tersebut, di dalam pemerintahan daerah, Pemerintah Daerah dan
DPRD juga dibantu oleh Perangkat Daerah. Jadi, dapat dipahami bahwa Lembaga
Daerah / Lembaga Pemerintahan Daerah ini terdiri dari:
 Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
 Perangkat Daerah, yang meliputi:
1. Sekretariat Daerah
2. Sekretariat DPRD
3. Inspektorat
4. Dinas
5. Badan
Perangkat Daerah dalam menyelenggaraan tugas, fungsi, dan wewenang
dilaksanakan melalui hubungan kerja yang meliputi Hubungan kerja konsultatif,
Hubungan kerja kolegial, Hubungan kerja fungsional, Hubungan kerja struktural, dan
Hubungan kerja koordinatif. Bentuk hubungan Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD,
Inspektorat, Dinas, dan Badan dengan perangkat daerah lainnya, antara lain:
1. Hubungan kerja Sekretariat Daerah dengan perangkat daerah lainnya
a. Sekretariat Daerah melaksanakan koordinasi, pembinaan,
pemantauan dan evaluasi pelaksanaan administrasi kesekretariatan
dan aparatur pemerintahan daerah terhadap seluruh perangkat
daerah, baik secara hierarkis maupun secara fungsional
b. Sekretariat Daerah melaksanakan koordinasi fungsional Dalam
perencanaan program/kegiatan tahunan kepada Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah.
c. Sekretariat Daerah memberikan pembinaan, pengkoordinasian,
pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan
umum/teknis/spesifik, administrasi dan aparatur pemerintah daerah
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
d. Sekretariat Daerah menerima laporan secara berkala maupun
insidental dari dinas dan lembaga Teknis Daerah dalam pelaksanaan
kebijakan teknis/spesifik, administrasi dan aparatur pemerintah
daerah.
2. Hubungan kerja Sekretariat DPRD dengan perangkat daerah lainnya
a. Sekretariat DPRD dalam membuat perencanaan kebijakan, program
dan kegiatan dalam bidang administrasi kesekretariatan dan aparatur
pemerintah daerah berkoordinasi dengan Sekretariat Daerah
b. Sekretariat DPRD dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan
administrasi kesekretariatan dan aparatur pemerintah daerah
berkoordinasi dan menyampaikan laporan pelaksanaannya kepada
Sekretariat Daerah.
3. Hubungan kerja Inspektorat Daerah dengan perangkat daerah lainnya
a. Inspektorat Daerah mempunyai tugas membantu kepala daerah
membina dan mengawasi pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Daerah dan Tugas Pembantuan oleh Perangkat
Daerah
b. Inspektorat Daerah dalam melaksanakan tugasnya bertanggung
jawab kepada kepala daerah melalui Sekretariat Daerah
4. Hubungan kerja Dinas Daerah dengan perangkat daerah lainnya
a. Dinas Daerah dalam membuat perencanaan kebijakan
program/kegiatan bersifat teknis/spesifik, administrasi dan aparatur
pemerintah daerah, berkoordinasi dengan Sekretariat Daerah
b. Dinas Daerah dalam perencanaan kebijakan/program/kegiatan teknis
melaksanakan koordinasi fungsional dengan badan perencanaan
Pembangunan Daerah
c. Dinas Daerah dalam melaksanakan kebijakan/program/kegiatan
bersifat umum/teknis/spesifik, administrasi dan aparatur pemerintah
daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan, berkoordinasi dengan
Sekretariat Daerah
d. Dinas Daerah dalam melaksanakan kebijakan/program/kegiatan
teknis melaksanakan hubungan koordinasi fungsional dengan
Lembaga Teknis Daerah yang terkait atau mempunyai fungsi sama
e. Dinas Daerah dalam menyusun perencanaan
kebijakan/program/kegiatan teknis melakukan koordinasi fungsional
dengan Lembaga Teknis Daerah yang terkait atau mempunyai fungsi
sama
5. Hubungan kerja Badan dengan perangkat daerah lainnya
a. Kepala badan mempunyai tugas membantu kepala daerah
melaksanakan fungsi penunjang Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah
b. Kepala badan dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab
kepada kepala daerah melalui sekretariat Daerah

peraturan daerah dan produk hukum otonomi khusus

Secara umum, pengertian peraturan daerah dapat disebut juga sebagai


instrument aturan yang diberikan kepada pemerintah daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah di masing-masing daerah otonom. Menurut
Prof. Dr. Jimmly Asshiddiqie, S.H., pengertian peraturan daerah adalah sebagai salah
satu bentuk aturan pelaksana undang-undang sebagai peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi. Setelah Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 diganti
dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, prinsip-prinsip pembentukan Perda
ditentukan sebagai berikut:
1. Perda ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan
Bersama DPRD
2. Perda dibentuk dalam rangka menyelenggarakan otonomi, tugas
pembantuan dan penjabaran lebih lanjut peraturan perundangundangan
yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah
3. Perda tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
4. Perda dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-
undangan
5. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam
rangka menyiapkan atau pembahasan Raperda
6. Perda dapat memuat ketentuan beban biaya paksaan penegakan hukum,
atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau denda sebanyak-
banyaknya Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)
7. Peraturan Kepala Daerah dan atau Keputusan Kepala Daerah ditetapkan
untuk melaksanakan Perda
8. Perda berlaku setelah diundangkan dalam lembaran berita daerah
9. Perda dapat menunjukkan pejabat tertentu sebagai pejabat penyidik
tertentu sebagai pejabat penyidik pelanggaran Perda (PPNS Perda)
10. Pengundangan Perda dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah
dalam Berita Daerah
Suatu peraturan perundangan tidak berlaku abadi, karena perkembangan
masyarakat, maka peraturan juga mengalami perubahan ataupun dinyatakan tidak
berlaku. Suatu peraturan perundang-undangan dinyatakan tidak berlaku apabila:
1. Dibatalkan
Pembatalan peraturan perundang-undangan dapat secara nyata artinya
peraturan perundang-undangan yang baru secara tegas menyebitkan peraturan
perundang-undangan yang lama dicabut.
2. Undang-Undangan dinyatakan tidak berlaku apabila waktu berlakunya telah
lampau
3. Pada kenyataannya peraturan perundang-undangan tersebut tidak dapat
diberlakukan lagi yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Selanjutnya, Otonomi Khusus merupakan kewenangan khusus yang diakui dan
diberikan kepada provinsi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Istilah otonomi
ini dapat diartikan sebagai kebebasan rakyat untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri. Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
menurut Undnag-Undang Dasar negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengakui
dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau
bersifat istimewa. Daerah-daerah yang diberikan otonomi khusus antara lain:
1. Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta
2. Daerah Istimewa Yogyakarta
3. Nanggroe Aceh Darussalam
4. Provinsi Papua dan Papua Barat
Yang diatur dalam undang-undang:
1. Undang-Undang No. 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia
2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi
Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai NAD
3. Undang-Undang No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa
Yogyakarta
4. Undang-Undang No. 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua
Produk hukum dari otonomi khusus yang dimiliki keempat daerah tersebut antara
lain:
1. DKI Jakarta
Produk hukumnya yakni penetapan daerah Jakarta yang berfungsi sebagai
Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sebagai daerah otonom
yang setingkat dengan provinsi, memiliki kekhusussan tugas, hak, kewajiban,
dan tanggung jawab tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
sebagai tempat kedudukan perwakilan negara asing dan pusat/perwakilan
lembaga internasional. Selain itu mengenai Dana guna pelaksanaan
kekhusussan tersebut ditetapkan Bersama antara Pemerintah dan DPR dalam
APBN berdasarkan usulan Pemprov DKI Jakarta.
2. Aceh
Produk hukumnya yakni Qanun, yang pengertiannya dalam Pasal 1 angka 8
dinyatakan “Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah Peraturan
Daerah sebagai pelaksanaan undang-undang di wilayah Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam dalam rangka penyelenggaraan otonomi khusus”.
Dimana penetapannya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor
18 Tahun 2001 Pasal 31 ayat (1) dinyatakan bahwa “Ketentuan pelaksanaan
Undang-Undang ini menyangkut kewenangan pemerintah ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah,” sedang pada ayat (2) dinyatakan bahwa
“Ketentuan pelaksanaan Undang-Undang ini yang menyangkut kewenangan
Pmerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ditetapkan dengan Qanun
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.”
3. Yogyakarta
Produk hukumnya yakni sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU No. 13 Tahun
2012 dimana kewenangan dalam urusan Keistimewaan DIY meliputi:
a. Tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang
Gubernur dan Wakil Gubernur
b. Kelembagaan Pemerintah Daerah DIY
c. Kebudayaan
d. Pertanahan
e. Tata ruang
Yang didasarkan pada nilai-nilai kearifn local dan keberpihakan kepada
rakyat. Posisi Gubernur tersebut hanya bisa diduduki oleh Sultan Hamengku
Buwono dan posisi Wakil Gubernur oleh Adipati Paku Alam yang bertakhta
pada masa itu.
4. Papua dan Papua Barat
Produk hukumnya dari otonomi khusus melalui UU No. 2 Tahun 2021 pada
intinya menempatkan orang asli Papua dan penduduk Papua sebagai subjek
utama. Orang asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras
Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di Provinsi Papua dan/atau orang
yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat
Papua. Sedangkan penduduk Papua adalah semua orang yang menurut
ketentuan yang berlaku terdaftar dan bertempat tinggal di Provinsi Papua.

1. Bagaimana pengaturan pemilihan kepala daerah di Indonesia?


Pemilihan kepala daerah dimaksudkan untuk memilih kepala daerah di tingkat
provinsi dan kabupaten/kota yaitu gubernur di tingkat provinsi dan bupati/walikota
di tingkat kabupaten/kota. Pengisian jabatan kepala daerah di tingkat provinsi
adalah sama dengan pengisian jabatan kepala daerah di kabupaten kota, yaitu
dipilih secara langsung oleh rakyat. Konstitusi memberi dasar bahwa pemilihan
umum kepala daerah diselenggarakan secara demokratis Pasal 18 ayat (4) UUD 1945
menyatakan: “(4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala
pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.”,
melalui mekanisme pemilihan secara langsung oleh rakyat.
Mengenai pemilihan kepala daerah (PILKADA) diatur lebih lanjut pada Undnag-
Undang tersendiri, antara lain:
 Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang perubahan atas undang-undang
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
 Undang-Undang No. 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,
dan Walikota
 Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang
 Undang-Undang No. 8 Tahun 2015 tentang perubahan atas Undang-Undang
No. 1 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU
No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota
menjadi Undang-Undang
 Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undnag-
Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undnag-Undang.
Menurut Undang-Undang tersebut, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih
dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Pemilihan ini dilaksanakan setiap 5
(lima) tahun sekali secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Pasangan calon diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau
perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang yang memenuhi persyaratan
sebagaimana dalam ketentuan undang-undang.
Di dalam Undang-Undang nomor 1 dan nomor 8 tahun 2015, KPU dan KPUD
merupakan institusi yang memiliki tugas menyelenggarakan Pilkasa dan hanya
melaporkan kegiatan setiap tahapan penyelenggaraan kepada DPRD provinsi dan
KPU Pusat dengan tembusan kepada Presiden melalui menteri untuk pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur dan KPU Kabupaten/Kota menyampaikan laporan
kegiatan setiap tahapan penyelenggaraan kepada KPU Provinsi dan Gubernur untuk
pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta pemilihan Walikota dan Wakil Walikota.
Berdasarkan Pasal 10 Undnag-Undang Nomor 8 Tahun 2015, KPU memgang
tanggung jawab akhir atas penyelenggaraan Pemilihan oleh KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, dan petugas pemutakhiran data Pemilih.

2. Desa merupakan daerah yang sifatnya asli, artinya ada sebelum Indonesia ada. Di
Indonesia dikenal dengan desa dan kelurahan. Bagaimana keberadaan desa dan
kelurahan dalam pemerintahan daerah. Sebutkan urgensi desa dalam otonomi
daerah!
Mengenai kedudukan Desa (atau nama lainnya), Rosjidi Ranggawidjaja
menautkannya dari pengakuan dan penghormatan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dengan Undang-Undang (Ranggawidjaja:
2013).
Landasan ini memisahkan antara satuan pemerintahan daerah yang diberi otonomi
dengan kesatuan masyarakat hukum. Urusan yang dikelola oleh satuan
pemerintahan daerah menunjukkan pemencaran kekuasaan, sementara, sepanjang
masih ada, urusan yang dikelola oleh Desa merupakan pengakuan. Tentunya tetap
dimungkinkan terdapat tugas pembantuan yang diberikan oleh Kabupaten, Provinsi,
maupun Pemerintah Pusat.
Dalam Undang-Undang Desa yang baru (UU No. 6 Tahun 2014), diartikan bahwa:
“Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya
disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau
hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 1)”.
Kedudukan Desa tercermin dalam Pasal 2 dan Pasal 5 Undang-Undang tersebut,
sebagai berikut:
PASAL 2
“Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa
berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika”.
PASAL 5
“Desa berkedudukan di wilayah Kabupaten/Kota”.
Selanjutnya mengenai urgensi desa dalam otonomi daerah, yakni:
 Pasal 371 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 2014, menyatakan: "Dalam
pemerintahan daerah kabupaten/kota dapat dibentuk pemerintahan Desa".
Penggunaan istilah "dibentuk" ini menegaskan bahwa pemerintah Desa
merupakan subsitem atau bagian dari pemerintah kabupaten/kota,
karenanya ia menjalankan sebagian kewenangan pemrintah kabupaten/kota.
 Desa dengan segala karakter khusus dan keunikan sumber daya serta adat
istiadatnya merupakan salah satu komponen penting dalam percepatan laju
pembangunan nasional
 Secara historis desa merupakan embrio bagi terbentuknya masyarakat politik
dan pemerintahan di Indonesia sehingga entitas sosial sejenis desa atau
masyarakat adat dan lain sebagainya telah menjadi institusi sosial yang
mempunyai posisi sangat penting.
 Partisipasi masyarakat pedesaan sebagaimana diungkapkan Sorensen (2003)
amat diperlukan bagi berhasilnya pembangunan sekaligus akan dapat
meningkatkan penghidupan masyarakat di pedesaan.
 Masyarakat desa memiliki kemandirian yang cukup tinggi dalam memnuhi
kebutuhan hidupnya, mengembangkan potensi diri dan keluarganya, serta
membangun sarana dan prasarana di desa.
 Pembangunan desa adalah penting di negara-negara yang sedang
berkembang karena desa merupakan pintu masuk pembangunan daerah,
bahkan berbagai metode telah dibuat dan digunakan oleh organisasi-
organisasi yang terlibat dalam pembangunan internasional.
 Pembangunan di desa mempunyai peranan penting dan strategis dalam
pembangunan daerah dan pembangunan nasional karena pembangunan
pedesaan menyentuh langsung kepentingan masyarakat
 NKRI akan menjadi lebih kuat bila ditopang oleh kedaulatan rakyat serta
kemandirian lokal (daerah dan Desa), yakni pusat yang "menghargai" lokal
dan lokal yang "menghormati" pusat.

Anda mungkin juga menyukai