Ainisiasi 1
Inisiasi 1 Hubungan Pusat- Daerah Hubungan Pusat-Daerah dapat diartikan sebagai
hubungan kekuasaan pemerintah pusat dan daerah sebagai konsekuensi dianutnya
azas desentralisasi dalam pemerintahan negara. Secara umum hubungan antara pusat
dan daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah sebagai berikut:
a. Pemerintah Pusat yang mengatur hubungan antara Pusat dan Daerah yang
dituangkan dalam peraturan perundangan yang bersifat mengikat kedua belah pihak.
Namun dalam pengaturan hubungan tersebut haruslah memperhatikan aspirasi daerah
sehingga tercipta sinerji antara kepentingan pusat dan daerah
b. Tanggung jawab akhir dari penyelenggaraan urusan-urusan pemerintahan yang
diserahkan kepada daerah adalah menjadi tanggung jawab pemerintah pusat karena
dampak akhir dari penyelenggaraan urusan tersebut akan menjadi tanggung jawab
negara
c. Peran pusat dalam kerangka otonomi daerah akan banyak bersifat menentukan
kebijakan makro, melakukan supervisi, monitoring,evaluasi, kontrol dan pemberdayaan
sehingga daerah dapat menjalankan otonominya secara optimal. Sedangkan peran
daerah akan lebih banyak bersifat pelaksanaan otonomi tersebut. Dalam melaksanakan
otonominya, daerah berwenang membuat kebijakan daerah. Kebijakan yang diambil
daerah adalah dalam batas-batas otonomi yang diserahkan kepadanya dan tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi. Model-model Hubungan
Pusat dan Daerah
A. Hubungan kedudukan pemerintah daerah terhadap pusat menurut Dennis
Kavanagh:
1. Agency Model : pemerintah daerah dianggap sebagai pelaksana belaka
2. Partnership Model : pemerintah daerah memiliki kebebasan untuk melakukan local
choice
B. Sistem Hubungan Pusat dan Daerah menurut Nimrod Raphaeli:
1. Comprehensive Local Government System : pemerintah pusat banyak sekali
menyerahkan urusan dan wewenangnya kepada pemerintah daerah. Pemerintah
Daerah memiliki kekuasaan yang besar.
2. Partnership System : beberapa urusan yang jumlahnya cukup memadai diserahkan
oleh pusat kepada daerah, wewenang lain tetap di pusat.
3. Dual System : imbangan kekuasaan pusat dan daerah telah mulai lebih banyak
dimiliki pusat pada daerah yang bersangkutan.
4. Integrated Administrative System : Pusat mengatur secara langsung daerah
bersangkutan mengenai segala pelayanan teknis melalui koordinatornya yang berada di
daerah/wilayah. Beberapa lingkup hubungan pusat dan daerah meliputi hubungan
kewenangan, organisasi, keuangan, pelayanan publik, pembangunan dan pengawasan.
Hubungan Pusat-Daerah dalam beberapa hal yang berkaitan dengan keuangan, antar
pemerintahan, pelayanan umum diatur dalam pasal 15 UU No. 32 Tahun 2004.
Hubungan Pusat-Daerah dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber
daya lainnya (pasal 17 UU No. 32 tahun 2004). Kewenangan untuk mengelola sumber
daya di wilayah laut pasal 18 UU No. 32 tahun 2004). Penyelenggaraan Pemerintahan
dalam konteks Hubungan Pusat-Daerah secara menyeluruh diatur dalam Bab IV, pada
bagian kesatu-bagian keempat UU No. 32 Tahun 2004. Pada bagian kesatu pasal 19
UU No. 32 Tahun 2004, Dimana disebutkan dalam ayat 1 UU No. 32 Tahun 2004,
bahwa penyelenggara pemerintahan adalah Presiden dibantu oleh 1 (satu) orang wakil
Presiden, dan oleh menteri negara. ayat 2, menyatakan bahwa Penyelenggara
pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah dan DPRD.
inisiasi 2
Inisiasi 2
Hubungan Pusat-Daerah Bidang Kewenangan
Dalam penyelenggaraan desentralisasi terdapat dua elemen penting, yakni
pembentukan daerah otonom dan penyerahan kekuasaan secara hukum dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus bagianbagian tertentu urusan pemerintahan. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila
penyelenggaraan desentralisasi menuntut persebaran urusan pemerintahan oleh
pemerintah kepada daerah otonom sebagai badan hukum publik. Urusan pemerintahan
yang didistribusikan hanyalah merupakan urusan pemerintahan yang menjadi
kompetensi pemerintah dan tidak mencakup urusan yang menjadi kompetensi lembaga
negara tertinggi dan/atau lembaga tinggi negara. Secara teoritis, persebaran urusan
pemerintahan kepada daerah dapat dibedakan dalam 3 (tiga) ajaran rumah tangga
yaitu
a. Ajaran formal
Di dalam ajaran rumah tangga formil (formele huishoudingsleer), tidak ada perbedaan
sifat urusan-urusan yang diselenggarakan pemerintah pusat dan daerah otonom. Pada
prinsipnya urusan yang dapat dikerjakan oleh masyarakat hukum yang satu juga dapat
dilakukan oleh masyarakat yang lain. Bila dilakukan pembagian tugas, hal itu sematamata didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan yang rasional dan praktis. Artinya,
2
pembagian itu tidak karena materi yang diatur berbeda sifatnya, tetapi semata-mata
karena keyakinan bahwa kepentingan-kepentingan daerah itu dapat lebih baik dan lebih
berhasil diselenggarakan sendiri oleh setiap daerah daripada oleh pemerintah pusat.
b. Ajaran materiil
Dalam ajaran rumah tangga materiil (materiele huishoudingsleer), antara pemerintah
pusat dan daerah terdapat pembagian tugas yang diperinci secara tegas di dalam
peraturan perundang-undangan. Kewenangan setiap daerah hanya meliputi tugastugas yang ditentukan satu per satu secara nominatif. Jadi, apa yang tidak tercantum
dalam rincian itu tidak termasuk kepada urusan rumah tangga daerah. Daerah yang
bersangkutan tidak mempunyai kewenangan untuk mengatur kegiatan di luar yang
sudah diperinci atau secara apriori telah ditetapkan.
c. Ajaran riil
Sistem ini nampaknya mengambil jalan tengah antara ajaran rumah tangga materiil dan
formil dengan tidak melepaskan prinsip sistem rumah tangga formil. Konsep rumah
tangga riil bertitik tolak dari pemikiran yang mendasarkan diri kepada keadaan dan
faktor-faktor yang nyata untuk mencapai keserasian antara tugas dengan kemampuan
dan kekuatan, baik yang ada pada daerah sendiri maupun di pusat. Dengan demikian,
pemerintah pusat memperlakukan pemerintah daerah sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari pusat.
Di dalam ajaran rumah tangga riil dianut kebijaksanaan bahwa setiap undang-undang
pembentukan daerah mencantumkan beberapa urusan rumah tangga daerah yang
dinyatakan sebagai modal pangkal dengan disertai segala atributnya berupa
kewenangan, personil, alat perlengkapan, dan sumber pembiayaan.
Inisiasi 4
Hubungan Pusat- Daerah Bidang Keuangan
Menurut Kenneth J. Davey (1988) hubungan keuangan pusat-daerah menyangkut
pembagian tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu, antara
tingkat-tingkat pemerintahan dan pembagian sumber penerimaan untuk menutup
pengeluaran sebagai akibat dari kegiatan-kegiatan tersebut. Tujuan hubungan tersebut
adalah untuk mencapai perimbangan antara potensi dan sumber daya masing-masing
daerah dapat sesuai satu sama lain di bawah supervisi pusat.
Fungsi pemerintahan suatu negara pada hakikatnya mengemban tiga fungsi utama,
yaitu:
1. Fungsi Alokasi, a.l: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk barang dan jasa
pelayanan masyarakat.
2. Fungsi Distribusi, a.l: pendapatan, kekayaan masyarakat, pemerataan pembangunan
Inisiasi 6
Hubungan Keuangan Pusat- Daerah
Hubungan keuangan pusat- daerah berkaitan dengan pembagian keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah. Hubungan ini timbul seiring dengan adanya pembagian
kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pengelolaan
keuangan. Dalam pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah harus mempunyai
sumber-sumber keuangan yang memadai untuk membiayai penyelenggaraan
otonominya. Kapasitas keuangan pemerintah daerah akan menentukan kemampuan
pemerintah daerah dalam menjalankan fungsi-fungsinya seperti melaksanakan fungsi
pelayanan masyarakat (public service function), melaksanakan fungsi pembangunan
(development function) dan perlindungan masyarakat (protective function). Berkaitan
dengan penyelenggaraan otonomi daerah, maka penyerahan, pelimpahan, dan
penugasan urusan pemerintahan kepada daerah secara nyata dan bertanggung jawab
harus diikuti dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional
secara adil, termasuk perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah
Daerah. Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal
apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumbersumber penerimaan yang cukup kepada daerah. Daerah harus memiliki hak untuk
mendapatkan sumber keuangan yang antara lain berupa : kepastian tersedianya
pendanaan dari Pemerintah sesuai dengan urusan pemerintahan yang diserahkan;
kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah dan hak
untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional yang berada di
daerah dan dana perimbangan lainnya; hak untuk mengelola kekayaan daerah dan
mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber
pembiayaan.
Dengan demikian, hubungan keuangan pusat-daerah menyangkut pembagian
kekuasaan dalam pemerintahan,dan hak mengambil keputusan mengenai anggaran
pemerintah (bagaimana memperoleh dan membelanjakannya). Hubungan keuangan
pusat daerah mencerminkan tujuan politik yang mendasar sekali karena peranannya
dalam menentukan bobot kekuasaan yang dijalankan pemerintah daerah dalam
keseluruhan sistem pemerintahan.
Model Hubungan Keuangan Pusat-Daerah:
Ada beberapa model hubungan keuangan pusat- daerah yang dapat digunakan, yaitu:
a. By Percentage : distribusi penerimaan ke daerah didasarkan pada persentase
tertentu, seperti ditetapkan pada pajak bumi dan bangunan, royalti/license fee di bidang
kehutanan dan pertambangan diberikan sebagai hasilnya kepada daerah dengan
berdasarkan persentase tertentu
b. By Origin : distribusi penerimaan ke daerah didasarkan pada/menurut asal sumber
penerimaan
6
nisiasi 8
Hubungan Pusat-Daerah Bidang Pengawasan
Penyelenggaraan pemerintahan pada Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut
azas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Untuk mewujudkan adanya
ketegasan dan konsistensi penyelenggaraan pemerintahan negara yang berdaya guna
dan berhasil guna bagi pembangunan nasional dan kesejahteraan masyarakat, maka
terhadap kewenangan yang dimiliki daerah otonom perlu dilakukan pembinaan dan
pengawasan untuk menghindari agar kewenangan tersebut tidak mengarah kepada
kedaulatan. Hal ini dikarenakan Pemerintahan daerah pada hakikatnya merupakan
subsistem dari pemerintahan nasional.
A. Pembinaan
Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah merupakan upaya yang
dilakukan oleh pemerintah dan/atau gubernur selaku wakil pemerintah di daerah untuk
mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi daerah. Dalam rangka
pembinaan oleh pemerintah, menteri dan pimpinan lembaga pemerintah non
departemen melakukan pembinaan sesuai dengan fungsi dan kewenangan masingmasing yang dikoordinasikan oleh menteri dalam negeri untuk pembinaan dan
pengawasan provinsi serta oleh gubernur untuk pembinaan dan pengawasan
kabupaten/kota.
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
ditegaskan bahwa pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah yang
dilaksanakan oleh pemerintah meliputi:
a. Koordinasi pemerintahan antar susunan pemerintahan yang dilaksanakan secara
berkala pada tingkat nasional, regional atau provinsi.
b. Pemberian pedoman dan standar pelaksanaan urusan pemerintahan.
c. Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan urusan pemerintahan.
d. Pendidikan dan pelatihan.
e. Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan
8