Anda di halaman 1dari 13

Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah

Pendahuluan

Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah selalu menjadi sorotan menarik untuk
ditelaah. Setelah berdirinya Republik Indonesia dan dibentuknya pemerintahan pusat dan daerah,
tak selalu hubungan yang terjalin penuh keharmonisan. Ada kalanya terjadi beberapa
perselisihan. Baik sejak zaman orde lama, orde baru, bahkan pada era reformasi ini.

Pada dasarnya, guna mencapai tujuan Negara yaitu kemakmuran rakyat, perlu adanya
hubungan harmonis dari berbagai pihak. Termasuk pemerintah pusat dan daerah. Dengan adanya
hubungan yang harmonis, diharapkan terjalin kinerja yang sinergis sehingga pelayanan negara
terhadap rakyat dapat diwujudkan. Perbincangan tentang hubungan pemerintahan antara pusat
dan daerah senantiasa selalu menjadi perdebatan panjang dinegara manapun didunia ini, baik
pada negara-negara yang telah maju seperti Amerika Serikat dan Inggeris apalagi bagi negara
yang baru berkembang dan sedang berusaha mencari bentuk dan bereksprimen tentang
bentuk hubungan yang serasi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat seperti Republik
Indonesia ini.

Bentuk perdebatan tentang hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah tersebut selalu tidak lepas dari cara-cara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam
berbagi wewenang dan kekuasaan. Dalam literatur tentang pemerintahan sebenarnya hanya
dikenal 2 cara yang menghubungkan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, yaitu cara
pertama dikenal dengan istilah sentralisasi, dimana segala urusan, tugas, fungsi dan wewenang
penyelenggaraan pemerintahan ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilakukan
secara dekonsentrasi. Cara yang lain adalah dengan desentralisasi yang berkonotasi sebaliknya
yaitu pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab (akan fungsi-fungsi publik) dari pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah.

Kekuasaan yang bersifat desentralisasi memiliki banyak manfaat, baik dari segi ekonomi, social
budaya, maupun politik dan keamanan. Keuntungan dari segi ekonomi adalah pemerintahan
daerah akan mudah untuk mengelola sumber daya alam yang dimilikinya, dengan demikian
apabila sumber daya alam yang dimiliki telah dikelola secara maksimal maka pendapatan daerah
dan pendapatan masyarakat akan meningkat. Dari segi social budaya dengan diadakannya
desentralisasi, akan memperkuat ikatan sosial budaya pada suatu daerah. Karena dengan
diterapkannya sistem desentralisasi ini pemerintahan daerah akan dengan mudah untuk
mengembangkan kebudayaan yang dimiliki oleh daerah tersebut. Bahkan kebudayaan tersebut
dapat dikembangkan dan di perkenalkan kepada daerah lain. Yang nantinya merupakan salah
satu potensi daerah tersebut. Dan dari segi politik keamanan, dampak positif yang didapat
melalui desentralisasi adalah sebagian besar keputusan dan kebijakan yang berada di daerah
dapat diputuskan di daerah tanpa adanya campur tangan dari pemerintahan di pusat. Hal ini
menyebabkan pemerintah daerah lebih aktif dalam mengelola daerahnya.

Sebagai Negara berdaulat, Indonesia memiliki dasar hubungan antara pemerintah pusat
dan daerah yang diatur dalam UUD 1945 Bab VI yang terdiri dari Pasal 18, 18A dan 18B.
Pengaturan dalam pasal-pasal tersebut merupakan satu kesatuan pengaturan yang meliputi
susunan pemerintahan, pengakuan terhadap keanekaragaman dan keistimewaan daerah, dan
kerangka sistem otono mi. Berdasarkan konstruksi dalam UUD 1945 tersebut, maka untuk
penyelenggaraan pemerintahan dalam negara kesatuan Indonesia dibagi atas daerah-daerah
provinsi, dan provinsi dibagi lagi menjadi daerah-daerah kabupaten dan kota. Setiap daerah
propinsi, kabupaten dan kota merupakan pemerintah daerah yang diberi kewenangan mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan yang berdasarkan pada asas otonomi luas, nyata dan
bertanggung jawab.

Walau demikian, sebenarnya kebijakan desentralisasi telah dibuat sebelum kemerdekaan


Indonesia itu sendiri. kebijakan desentralisasi dimulai pada 1903 dengan diundangkannya
Decentralisatie Wet 1903. Sejak saat ini pemerintah pusat membentuk local
government, pemerintahan daerah, yang sebelumnya hanya ada pemerintahan pusat dengan
satuan pemerintahan hirarkis cabang pemerintah pusat pada wilayah-wilayah negara. Pada masa
pemerintahan bala tentara Jepang pemerintahan daerah dibubarkan. Akan tetapi, Jepang
menghidupkan kembali dewan-dewan daerah menjelang kekalahannya (Hanif Nurkholis, 2011).

Pada masa reformasi sekarang ini, pola hubungan pemerintah pusat dan daerah telah
diatur lebih jauh dalam bingkai otonomi daerah sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 dan diperkuat oleh Undang- undang Nomor 32 Tahun 2004. Dibuatnya
undang- undang ini tidak lain adalah demi menjaga keharmonisan antara pusat dan daerah dalam
berbagai bidang serta meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik,
mengembangkan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta memelihara hubungan
yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar Daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Hubungan Pusat-Daerah dapat diartikan sebagai hubungan kekuasaan pemerintah pusat dan
daerah sebagai konsekuensi dianutnya asas desentralisasi dalam pemerintahan negara. Denga
adanya kekuasaan yang terdesentralisasi, diharapkan semua stake holder yang terlibat dapat
bersinergi dan mendapatkan hak dan kewajiban sebagaimana seharusnya. Secara umum
hubungan antara pusat dan daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah sebagai berikut:

1. Pemerintah Pusat yang mengatur hubungan antara Pusat dan Daerah yang dituangkan
dalam peraturan perundangan yang bersifat mengikat kedua belah pihak. Namun dalam
pengaturan hubungan tersebut haruslah memperhatikan aspirasi daerah sehingga tercipta
sinerji antara kepentingan pusat dan daerah
2. Tanggung jawab akhir dari penyelenggaraan urusan-urusan pemerintahan yang
diserahkan kepada daerah adalah menjadi tanggung jawab pemerintah pusat karena
dampak akhir dari penyelenggaraan urusan tersebut akan menjadi tanggung jawab negara
3. Peran pusat dalam kerangka otonomi daerah akan banyak bersifat menentukan kebijakan
makro, melakukan supervisi, monitoring, evaluasi, kontrol dan pemberdayaan sehingga
daerah dapat menjalankan otonominya secara optimal. Sedangkan peran daerah akan
lebih banyak bersifat pelaksanaan otonomi tersebut. Dalam melaksanakan otonominya,
daerah berwenang membuat kebijakan daerah. Kebijakan yang diambil daerah adalah
dalam batas-batas otonomi yang diserahkan kepadanya dan tidak boleh bertentangan
dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi.

Model-Model Hubungan Pusat Daerah

A. Hubungan kedudukan pemerintah daerah terhadap pusat menurut Dennis Kavanagh:

1. Agency Model : pemerintah daerah dianggap sebagai pelaksana belaka


2. Partnership Model : pemerintah daerah memiliki kebebasan untuk melakukan local
choice

B. Sistem Hubungan Pusat dan Daerah menurut Nimrod Raphaeli:

1. Comprehensive Local Government System : pemerintah pusat banyak sekali menyerahkan


urusan dan wewenangnya kepada pemerintah daerah. Pemerintah Daerah memiliki
kekuasaan yang besar.
2. Partnership System : beberapa urusan yang jumlahnya cukup memadai diserahkan oleh
pusat kepada daerah, wewenang lain tetap di pusat.
3. Dual System : imbangan kekuasaan pusat dan daerah.
4. Integrated Administrative System : Pusat mengatur secara langsung daerah bersangkutan
mengenai segala pelayanan teknis melalui koordinatornya yang berada di daerah/wilayah.

Lingkup hubungan pusat dan daerah antara lain meliputi hubungan kewenangan, kelembagaan,
keuangan, dan pengawasan.

A. Bidang Kewenangan

Dalam penyelenggaraan desentralisasi terdapat dua elemen penting, yakni pembentukan daerah
otonom dan penyerahan kekuasaan secara hukum dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah untuk mengatur dan mengurus bagian-bagian tertentu urusan pemerintahan. Oleh karena
itu, tidaklah mengherankan apabila penyelenggaraan desentralisasi menuntut persebaran urusan
pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom sebagai badan hukum publik. Urusan
pemerintahan yang didistribusikan hanyalah merupakan urusan pemerintahan yang menjadi
kompetensi pemerintah dan tidak mencakup urusan yang menjadi kompetensi lembaga negara
tertinggi dan/atau lembaga tinggi negara.

Secara teoritis, persebaran urusan pemerintahan kepada daerah dapat dibedakan dalam 3
(tiga) ajaran rumah tangga berikut :

1. Ajaran Formil

Di dalam ajaran rumah tangga formil (formele huishoudingsleer), tidak ada perbedaan sifat
urusan-urusan yang diselenggarakan pemerintah pusat dan daerah otonom. Pada prinsipnya
urusan yang dapat dikerjakan oleh masyarakat hukum yang satu juga dapat dilakukan oleh
masyarakat yang lain. Bila dilakukan pembagian tugas, hal itu semata-mata didasarkan atas
pertimbangan-pertimbangan yang rasional dan praktis. Artinya, pembagian itu tidak karena
materi yang diatur berbeda sifatnya, tetapi semata-mata karena keyakinan bahwa kepentingan-
kepentingan daerah itu dapat lebih baik dan lebih berhasil diselenggarakan sendiri oleh setiap
daerah daripada oleh pemerintah pusat. Urusan rumah tangga daerah tidak diperinci secara
nominatif di dalam undang-undang pembentukannya, tetapi ditemukan dalam suatu rumusan
umum. Rumusan umum hanya mengandung prinsip-prinsipnya saja, sedangkan pengaturan lebih
lanjut diserahkan kepada prakarsa daerah yang bersangkutan. Walaupun keleluasaan pemerintah
daerah dalam sistem rumah tangga formil lebih besar, tetapi ada pembatasan, yaitu :

1. pemerintah daerah hanya boleh mengatur urusan sepanjang urusan itu tidak atau belum
diatur dengan undang-undang atau peraturan daerah yang lebih tinggi tingkatannya.
2. Bila negara atau daerah yang lebih tinggi tingkatnya kemudian mengatur sesuatu yang
semula diatur oleh daerah yang lebih rendah, peraturan daerah yang lebih rendah tersebut
dinyatakan tidak berlaku.

2. Ajaran Materiil

Dalam ajaran rumah tangga materiil (materiele huishoudingsleer), antara pemerintah pusat dan
daerah terdapat pembagian tugas yang diperinci secara tegas di dalam peraturan perundang-
undangan. Kewenangan setiap daerah hanya meliputi tugas-tugas yang ditentukan satu per satu
secara nominatif.

Rasio dari pembagian tugas ini didasarkan kepada suatu keyakinan bahwa ada perbedaan tugas
yang azasi dalam menjalankan pemerintahan dan memajukan kemakmuran serta kesejahteraan
masyarakat antara negara dan daerah otonom yang lebih kecil. Daerah otonom sebagai
masyarakat hukum yang lebih kecil mempunyai urusan sendiri yang secara prinsipil berbeda dari
negara sebagai kesatuan masyarakat hukum yang lebih besar dan berada di atasnya. Negara dan
daerah otonom masing-masing mempunyai urusan sendiri yang spesifik.
3. Ajaran Riil

Di dalam ajaran rumah tangga riil dianut kebijaksanaan bahwa setiap undang-undang
pembentukan daerah mencantumkan beberapa urusan rumah tangga daerah yang dinyatakan
sebagai modal pangkal dengan disertai segala atributnya berupa kewenangan, personil, alat
perlengkapan, dan sumber pembiayaan. Dengan modal pangkal itu, daerah yang bersangkutan
mulai bekerja, dengan catatan bahwa setiap saat urusan-urusan tersebut dapat ditambah sesuai
dengan kesanggupan dan kemampuan daerah yang bersangkutan.

Namun, dalam praktik hubungan Pusat-Daerah di bidang kewenangan di negara kita,


permasalahan yang dihadapi Indonesia adalah tidak jelasnya pilihan yang dijatuhkan antara
sentralisasi atau desentralisasi yang lebih dominan agar supaya secara konsisten prinsip tersebut
dapat diterapkan. Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 beserta penjelasannya yang menjadi
landasan konstitusional bagi penyelenggaran pemerintahan di daerah juga tidak memberikan
petunjuk jelas azas mana yang dipilih.

Pasang surut hubungan pusat dan daerah telah menunjukkan dinamika. UU Nomor 5 Tahun
1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, dianggap sangat sentralisitis (dalam arti
serba pusat); UU nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang lahir diawal reformasi
ini, justru dianggap pula lebih desentralistis, sehingga kesan yang terbangun khususnya antara
pemerintah provinsi dan kabupaten/kota hubungannya kurang harmonis.

Bahkan UU No 22 tahun 1999 ini, justru ambivalen, dalam arti di satu sisi UUD RI 1945
menganut sistem pemerintahan presidential, sedangkan dalam UU 22 itu bersifat parlementer,
dimana kepala daerah bertanggungjawab dalam penyelenggaraan pemerintahannya kepada
DPRD, dan apabila pertanggungjawabannya ditolak oleh DPRD, harus diperbaiki, namun setelah
diperbaiki masih ditolak dapat berakibat pada pemberhentian kepala daerah. Perubahan
mendasar pada kewenangan daerah otonom dalam pemberian yang sangat besar dalam proses
dan pengambilan keputusan,

B. Bidang Kelembagaan

Organisasi pada dasarnya adalah wadah sekaligus sistem kerjasama orang-orang untuk
mencapai tujuan. Pada organisasi pemerintah, kegiatan yang dijalankan untuk mencapai tujuan
didasarkan pada kewenangan yang dimilikinya. Organisasi pemerintah daerah di Indonesia pada
masa lalu disusun dengan dasar perhitungan :

1. adanya kewenangan pangkal yang diberikan kepada daerah melalui undang-


undang pembentukan daerah otonom;
2. adanya tambahan penyerahan urusan berdasarkan pandangan pemerintah pusat;
3. adanya pemberian dana/anggaran yang diikuti dengan pembentukan organisasi untuk
menjalankan urusan dan menggunakan dana (prinsip Function Follow Money).

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pembentukan


organisasi pemerintah daerah untuk menjalankan urusan/kewenangan didasarkan pada
prinsip money follow function (pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi
kewajiban dan tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan). Bentuk dan susunan
organisasi pemerintah daerah menurut undang-undang tersebut didasarkan pada kewenangan
pemerintahan yang dimiliki daerah; karakteristik, potensi dan kebutuhan daerah; kemampuan
keuangan daerah; ketersediaan sumber daya aparatur; pengembangan pola kerjasama antar
daerah dan/atau dengan pihak ketiga. Sebagai penjabaran lebih lanjut dari ketentuan tersebut
antara lain dapat kita lihat pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007.

Hubungan Pusat-Daerah Bidang Kelembagaan Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41


Tahun 2007

Dengan perubahan terminologi pembagian urusan pemerintah yang bersifat konkuren


berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, maka dalam implementasi kelembagaan
setidaknya terwadahi fungsi-fungsi pemerintahan pada masing-masing tingkatan pemerintahan.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007, ditegaskan bahwa dasar utama penyusunan
perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah, yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan, namun tidak
berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi
tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor
keuangan, kebutuhan daerah, cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan,
jenis dan banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan kondisi geografis, jumlah dan kepadatan
penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani, sarana dan
prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi
masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam. Kriteria untuk menentukan jumlah
besaran organisasi perangkat daerah masing-masing pemerintah daerah dengan variabel jumlah
penduduk, luas wilayah dan jumlah APBD, yang kemudian ditetapkan pembobotan masing-
masing variabel yaitu 40% (empat puluh persen) untuk variabel jumlah penduduk, 35% (tiga
puluh lima persen) untuk variabel luas wilayah dan 25% (dua puluh lima persen) untuk variabel
jumlah APBD.

Susunan Organisasi Perangkat Daerah Provinsi

Susunan Organisasi Perangkat Daerah Provinsi terdiri dari :

1. Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD


1. Sekretariat daerah terdiri dari asisten, dan masing-masing asisten terdiri dari paling
banyak 3 (tiga) biro, dan masing-masing biro terdiri dari paling banyak 4 (empat) bagian,
dan masing-masing bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga) subbagian.
2. Sekretariat DPRD terdiri dari paling banyak 4 (empat) bagian, dan masing-masing bagian
terdiri dari paling banyak 3 (tiga) subbagian.

2. Dinas Daerah

1. Dinas terdiri dari 1 (satu) sekretariat dan paling banyak 4 (empat) bidang, sekretariat
terdiri dari 3 (tiga) subbagian, dan masing-masing bidang terdiri dari paling banyak 3
(tiga) seksi.
2. Unit pelaksana teknis pada dinas terdiri dari 1 (satu) subbagian tata usaha dan kelompok
jabatan fungsional.
3. Unit pelaksana teknis dinas yang belum terdapat jabatan fungsional dapat dibentuk paling
banyak 2 (dua) seksi.

3. Lembaga Teknis Daerah

1. Inspektorat terdiri dari 1 (satu) sekretariat dan paling banyak 4 (empat) inspektur
pembantu, sekretariat terdiri dari 3 (tiga) subbagian, serta kelompok jabatan fungsional.

Susunan Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten/Kota

Susunan Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten/Kota terdiri dari :

1. Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD

1. Sekretariat daerah terdiri dari asisten, masing-masing asisten terdiri dari paling banyak 4
(empat) bagian, dan masing-masing bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga) subbagian.
2. Sekretariat DPRD terdiri dari paling banyak 4 (empat) bagian, dan masing-masing bagian
terdiri dari 3 (tiga) subbagian.

2. Dinas Daerah

1. Dinas terdiri dari 1 (satu) sekretariat dan paling banyak 4 (empat) bidang, sekretariat
terdiri dari 3 (tiga) subbagian, dan masing-masing bidang terdiri dari paling banyak 3
(tiga) seksi.
2. Unit pelaksana teknis pada dinas terdiri dari 1 (satu) subbagian tata usaha dan kelompok
jabatan fungsional.

3. Lembaga Teknis Daerah

1. Inspektorat terdiri dari 1 (satu) sekretariat dan paling banyak 4 (empat) inspektur
pembantu, sekretariat terdiri dari 3 (tiga) subbagian, serta kelompok jabatan fungsional.
2. Badan terdiri dari 1 (satu) sekretariat dan paling banyak 4 (empat) bidang, sekretariat
terdiri dari 3 (tiga) subbagian, dan masing-masing bidang terdiri dari 2 (dua) subbidang
atau kelompok jabatan fungsional.

C. Bidang Keuanga n

Dalam pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah harus mempunyai sumber-sumber


keuangan yang memadai untuk membiayai penyelenggaraan otonominya. Kapasitas keuangan
pemerintah daerah akan menentukan kemampuan pemerintah daerah dalam menjalankan fungsi-
fungsinya seperti melaksanakan fungsi pelayanan masyarakat (public service function),
melaksanakan fungsi pembangunan (development function) dan perlindungan masyarakat
(protective function). Rendahnya kemampuan keuangan daerah akan menimbulkan siklus efek
negatif antara lain rendahnya tingkat pelayanan masyarakat yang pada gilirannya akan
mengundang campur tangan pusat atau bahkan dalam bentuk ekstrim menyebabkan dialihkannya
sebagian fungsi-fungsi pemerintah daerah ke tingkat pemerintahan yang lebih atas ataupun
kepada instansi vertikal (unit dekonsentrasi). Kemampuan keuangan daerah ditentukan oleh
ketersediaan sumber-sumber pajak (tax objects) dan tingkat hasil (buoyancy) dari objek tersebut.
Tingkat hasil pajak ditentukan oleh sejauhmana sumber pajak (tax bases) responsif terhadap
kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi objek pengeluaran, seperti inflasi, pertambahan
penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang pada gilirannya akan berkorelasi dengan tingkat
pelayanan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Di samping itu, sumber-sumber pendapatan
potensial yang dimiliki oleh daerah akan menentukan tingkat kemampuan keuangannya. Setiap
daerah mempunyai potensi pendapatan yang berbeda karena perbedaan kondisi ekonomi,sumber
daya alam, besaran wilayah, tingkat pengangguran, dan besaran penduduk

Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat
dan Pemerintahan Daerah ditegaskan bahwa penerimaan Daerah dalam pelaksanaan
Desentralisasi terdiri atas Pendapatan Daerah dan Pembiayaan. Pendapatan Daerah bersumber
dari Pendapatan Asli Daerah; Dana Perimbangan; dan Lain-lain Pendapatan.

A. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut
berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Pendapatan Asli
Daerah (PAD) bersumber dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, hasil pengelolaan kekayaan
Daerah yang dipisahkan; dan lain-lain PAD yang sah (meliputi hasil penjualan kekayaan Daerah
yang tidak dipisahkan;jasa giro;pendapatan bunga;keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap
mata uang asing; dan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan
dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah).

B. Dana Perimbangan

Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

Telly Sumbu (2010) menemukan berbagai ketidak selarasan dalam perundangan pengelolaan
keuangan Negara. Sebagai contoh Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 yang mengandung isi
dan pokok pengelolaan keuangan Negara dan daerah, namun jika ditelaah secara mendalam latar
belakang dan penyatuan tersebut tidak ditemukan dalam UU ini.

Bahkan lebih tidak selaras lagi (disharmoni) dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara, tidak ditemukan istilah
keuangan daerah, pada hal keuangan daerah ini merupakan obyek pemeriksaan Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK).

D. Pengawasan

Penyelenggaraan pemerintahan pada hakikatnya tidak terlepas dari prinsip-prinsip manajemen


modern, di mana fungsi-fungsi manajemen senantiasa berjalan secara simultan dan proporsional
dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. Fungsi-fungsi organik manajemen yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi merupakan sarana yang harus ada dan
dilaksanakan oleh manajemen secara profesional dalam rangka pencapaian sasaran dan tujuan
organisasi secara efektif dan efisien. Pengawasan sebagai salah satu fungsi organik manajemen
merupakan proses kegiatan untuk memastikan dan menjamin bahwa tujuan, sasaran serta tugas-
tugas organisasi akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana, kebijaksanaan,
instruksi dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dan yang berlaku. Hakikat pengawasan
adalah untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan, pemborosan, penyelewengan,
hambatan, kesalahan dan kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran serta pelaksanaan
tugas-tugas organisasi

Penyelenggaraan pemerintahan pada Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut asas


desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang pemerintahan daerah antara lain memberikan penekanan pada aspek demokrasi,
keadilan, pemerataan, dan partisipasi masyarakat serta memperhatikan potensi, kekhususan dan
keanekaragaman daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai wujud
dari penekanan berbagai prinsip tersebut adalah adanya peluang dan kesempatan yang luas bagi
daerah otonom untuk melaksanakan kewenangannya secara mandiri dan luas.

Hubungan Pusat-Daerah Bidang Pengawasan Menurut UU No.32 Tahun 2004

A. Pembinaan

Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah merupakan upaya yang dilakukan oleh
pemerintah dan/atau gubernur selaku wakil pemerintah di daerah untuk mewujudkan tercapainya
tujuan penyelenggaraan otonomi daerah. Dalam rangka pembinaan oleh pemerintah, menteri dan
pimpinan lembaga pemerintah non departemen melakukan pembinaan sesuai dengan fungsi dan
kewenangan masing-masing yang dikoordinasikan oleh menteri dalam negeri untuk pembinaan
dan pengawasan provinsi serta oleh gubernur untuk pembinaan dan pengawasan kabupaten/kota.
Pembinaan yang dilakukan oleh departemen dan lembaga pemerintah non departemen terhadap
penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi dilaporkan kepada presiden dengan tembusan
kepada Menteri Dalam Negeri. Pembinaan oleh gubernur terhadap penyelenggaraan
pemerintahan daerah kabupaten/kota dilaporkan kepada presiden melalui menteri dalam negeri
dengan tembusan kepada departemen/Lembaga pemerintah non departemen terkait.

Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dilaksanakan oleh pemerintah


meliputi:

1. Koordinasi pemerintahan antar susunan pemerintahan yang dilaksanakan secara berkala


pada tingkat nasional, regional atau provinsi.
2. Pemberian pedoman dan standar pelaksanaan urusan pemerintahan.

Pemberian pedoman dan standar dalam kaitan ini mencakup aspek perencanaan, pelaksanaan,
tata laksana, pendanaan, kualitas, pengendalian, dan pengawasan.

1. Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan urusan pemerintahan.

Pemberian bimbingan, supervisi dan konsultasi dilaksanakan secara berkala dan/atau sewaktu-
waktu baik secara menyeluruh kepada seluruh daerah maupun kepada daerah tertentu sesuai
dengan kebutuhan.

1. Pendidikan dan pelatihan.

Pendidikan dan pelatihan dilaksanakan secara berkala bagi kepala daerah atau wakil kepala
daerah, anggota DPRD, perangkat daerah, pegawai negeri sipil daerah, dan kepala desa.
1. Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan urusan
pemerintahan yang dilaksanakan secara berkala ataupun sewaktu-waktu dengan
memperhatikan susunan pemerintahan.

B. Pengawasan

Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah merupakan proses kegiatan yang


ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan yang dilaksanakan oleh pemerintah
terkait dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan terutama terhadap peraturan daerah dan
peraturan kepala daerah. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ditegaskan bahwa
pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dilaksanakan oleh pemerintah
meliputi :

1. Pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah. Pengawasan ini


dilaksanakan oleh aparat pengawas intern pemerintah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
2. Pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.

Dalam hal pengawasan terhadap rancangan peraturan daerah dan peraturan daerah, pemerintah
melakukan dengan 2 (dua) cara sebagai berikut:

1. Pengawasan terhadap rancangan peraturan daerah, yaitu terhadap rancangan peraturan


daerah yang mengatur pajak daerah, retribusi daerah, APBD,dan rencana umum tata
ruang sebelum disahkan oleh kepala daerah terlebih dahulu dievaluasi oleh menteri dalam
negeri untuk rancangan peraturan daerah provinsi dan oleh gubernur terhadap rancangan
peraturan daerah kabupaten/kota. Mekanisme ini dilakukan agar pengaturan tentang hal-
hal tersebut dapat mencapai daya guna dan hasil guna yang optimal
2. Setiap peraturan daerah wajib disampaikan kepada menteri dalam negeri untuk provinsi
dan gubernur untuk kabupaten/kota untuk memperoleh klarifikasi. Peraturan daerah yang
bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan yang lebih tinggi dapat dibatalkan
sesuai dengan mekanisme yang berlaku.

Sebagai contoh, dalam rangka pengawasan, Perda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
disampaikan kepada Pemerintah paling lambat 15 hari setelah Perda tersebut ditetapkan. Jika
bertentangan dengan kepentingan umum dan /atau peraturan perundangan yang lebih tinggi,
Pemerintah dapat membatalkan Perda tersebut, paling lambat sebulan setelah Perda tersebut
diterima.
Penutup

Hubungan pusat daerah sejatinya adalah sebuah keniscayaan dari dibentuknya pemerintahan
sebuah Negara. Namun ironisnya Undang- undang yang dijadikan acuan pengelolaan pusat dan
daerah masih banyak kerancuan. Tentunya dengan ini tidak baik adanya. Karena seharusnya
antara pemerintah pusat dan daerah memiliki porsi masing- masing baik dari bidang
kelembagaan, kewenangan, keuangan dan pengawasan.

Tugas Materi

SISTEM PERBENDAHARAAN NEGARA


Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
KELOMPOK 4

Marni (1620532020)

Irfani Lil Islami (1620532026)

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMIUNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2017

Anda mungkin juga menyukai