Anda di halaman 1dari 8

Nama : Ridha Fauzar

NIM : 043353939
Jurusan : Ilmu Administrasi Negara
UPBJJ : Palangka Raya
TUGAS 1 USAHA-USAHA MILIK NEGARA DAN DAERAH

PERIODISASI PERKEMBANGAN USAHA-USAHA MILIK NEGARA DAN


DAERAH
1. Periode tahun 1800-1948, pemerintah Kerajaan Belanda menerapkan kultur-stelsel
untuk mendapatkan keuntungan dari Hindia Belanda sebelum era Ministeriele
Verantwoordelijkheid. Kemudian, pada masa open door policy, para pengusaha swasta
Belanda mulai berdatangan ke Indonesia dan meninggalkan penduduk pribumi dengan
kehidupan ekonomi mereka sendiri. Usaha milik negara kemudian dibentuk sebagai
Naamlosche Venootschap (N.V) pada masa itu. Pada tahun 1921, didirikan Nederland
Indische Maatschappij sebagai usaha bersama antara Pemerintah Hindia Belanda dengan
Bataavsche Petrolium Mij (BPM). Pada tahun 1927, Indische Bedrijven Wet dikeluarkan
untuk mengatur tata usaha perusahaan yang menunjang usaha-usaha milik negara, seperti
Jawatan Resi, Madat dan Garam, Jawatan Pegadaian, serta Jawatan Kereta Api.
2. Periode tahun 1948-1960, sektor korporasi minim peran dan didominasi perusahaan
asing atau dengan kepemilikan yang terpusat. Pemerintah terbatas dalam perannya, dan
lembaga yang dibutuhkan belum dibangun. Investasi swasta belum tersedia.
Pemerintah menggunakan modalnya untuk mengembangkan usaha ekonomi tertentu
yang bersifat strategis dan vital, seperti BUMN/D untuk hajat hidup orang banyak.
BUMN/D dikelompokkan menjadi 3 kategori:
1) Perusahaan Negara dalam IBW, contohnya Jawatan Kereta Api, Pelabuhan Tanjung
Priok, Pegadaian, Percetakan Negara, Pusat Perkebunan Negara, Perusahaan
Tambang Batu Bara Bukit Asam, Damri, dan Perusahaan Negara Gas.
2) Perusahaan Negara dalam ICW, contohnya Percetakan Departemen Penerangan,
Penerbit Balai Pustaka, Pabrik Alat Peralatan, Perusahaan Listrik, Negara Distribusi,
dan Perusahaan Air Minum Negara.
3) Perusahaan Negara di luar IBW dan ICW, yaitu.
 Perusahaan-perusahaan yang didirikan atas pembiayaan dan pembinaan dari
BIN, seperti pabrik Semen Gresik, pabrik Ban Mobil Intirub, pabrik
Pemintalan di Cilacap, pabrik Hardboard di Banyuwangi, pabrik Kertas di
Pematang Siantar, pabrik Tinta Cetak Tjemani di Jakarta, pabrik Karung Goni
di Surabaya, PT. Botol Iglas di Surabaya, dan PT Perusahaan Hotel dan
National Tourist.
 Di sektor perbankan, seperti BNI 1946 dan Perusahaan Niaga CTC (kini
dikenal sebagai PT Pantji Niaga.
 Perusahaan-perusahaan swasta milik Belanda di Indoenesia yang
dinasionalisasi tahun 1957, seperti Internatio menjadi PT Satya Negara, Geo
Wehry menjadi PT Triangle Corporation, Lindeteves menjadi PT Indestin,
Borsumij menjadi Pt Indevitra, dan Jacobson v/d berg menjadi PT Juda
Bhakti.
 Perusahaan yang bergerak dalam bidang hukum perdata, seperti PT Usaha
Pembagunan Perikanan, PT Pertambangan Timah Belitung, PT Pertambangan
Timah Singkep, PT Pertambangan Bauxit, dan PT Pertamina.
 Perusahaan yang modalnya berasal dari pemerintah atau penyertaan modal,
seperti PT Djakarta Lloyd, PT Pelayaran Nasional Indonesia, PT Garuda
Indonesia, dan PT Sampit Dayak.
 Perusahaan yang modalnya berasal dari pemerintah dan diselenggarakan oleh
suatu yayasan, seperti Yayasan Prapanca, Yayasan Karet Rakyat Pusat, dan
Yayasan Persediaan Badan Perindustrian.
3. Periode tahun 1960-1974, terjadi beberapa perkembangan dalam BUMN/D. Dalam
rangka menyeragamkan pengelolaan dan pengendalian, serta bentuk hukum perusahaan
negara dalam sistem ekonomi terpimpin, diterbitkan UU No. 19 Tahun 1960 tentang
Perusahaan Negara. Pada periode ini, Badan Pimpinan Umum (BPU) dibentuk untuk
mengkoordinasikan kelompok perdagangan, perkebunan, dan perindustrian. BPU
didirikan sesuai dengan kebutuhan departemen yang bersangkutan.
Pada pertengahan tahun 60-an, terjadi perubahan ke arah debirokratisasi dan deetatisme,
di mana swasta semakin besar sehingga menyaingi peranan BUMN/D. Regulasi
dilakukan melalui berbagai produk hukum seperti UU No. 5 Tahun 1962 tentang
Perusahaan Daerah, UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, UU No. 6
Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, UU No. 14 Tahun 1967 tentang
Bank Pemerintah, dan UU No. 9 Tahun 1969 yang mengelompokkan BUMN ke dalam
tiga bentuk.
Pada dasawarsa 70-an, pemerintah menyadari pentingnya sektor korporasi dalam
membangun perekonomian nasional, sehingga mulai mengembangkan sektor korporasi
(BUMN) yang sebagian berasal dari hasil nasionalisasi perusahaan eks Belanda.
BUMN/D termasuk PERSERO dipercayakan untuk menjalankan tugas-tugas
pembangunan. Sumber menunjukkan bahwa meskipun beberapa sektor yang
menyangkut hajat hidup orang banyak belum terkelola dengan baik, meningkatnya
tuntutan pembangunan di semua sektor kehidupan mendorong BUMN/D menjalankan
tugas-tugas pembangunan.
4. Periode tahun 1974-1982, Indonesia mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi
mencapai 7-8%, dan minyak bumi menjadi penyumbang terbesar dalam penerimaan
negara. Peningkatan harga minyak bumi pada tahun 1973 mendorong pemerintah untuk
melakukan ekspansi besar-besaran dalam pembangunan infrastruktur ekonomi dengan
mendirikan Badan-badan Usaha Milik Negara. Dalam periode ini, tercatat 222 BUMN
yang didirikan, terdiri dari 2 Perusahaan Jawatan, 27 Perusahaan Umum, 151 Persero,
dan 42 Perusahaan Bentuk Lain. BUMN dapat berperan sebagai agen pembangunan pada
masa ini, di mana PERTAMINA sebagai salah satu bentuk BUMN menjadi bibit
konglomerasi di Indonesia.
5. Periode tahun 1982-1990, harga minyak bumi mengalami kemerosotan setelah masa
kejayaannya pada dasawarsa sebelumnya. Dampak dari krisis ini terasa pada
menurunnya tingkat pertumbuhan ekonomi nasional, terutama pada penerimaan negara
dari migas yang turun menjadi 8% dari GDP. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah
melakukan berbagai tindakan penyesuaian seperti kebijakan pengetatan anggaran belanja
negara, penjadwalan ulang proyek-proyek, penyesuaian kurs mata uang, kebijakan
deregulasi, dan reformasi pajak.
Meski demikian, tuntutan terhadap pembangunan masih terus meningkat, termasuk
penyediaan lapangan kerja. Oleh karena itu, pemerintah memaksimalkan peran sektor
korporasi swasta dan koperasi, sementara peran BUMN dikurangi secara perlahan-lahan.
Kebijakan pembangunan pada periode ini mengarah pada peningkatan peran sektor
korporasi swasta.
Seiring dengan itu, sektor publik yang semula dikelola oleh BUMN mengalami
transformasi ke arah privatisasi, terutama pada pelayanan publik dan bidang usaha yang
menyangkut kebutuhan hidup orang banyak. Kepemilikan bukan lagi menjadi prioritas
utama, melainkan unsur pelayanan publik. Jumlah BUMN/D pada periode ini mengalami
penurunan menjadi sekitar 186 buah, terdiri dari 34 Perusahaan Umum, 138 Persero, dan
14 Perusahaan Bentuk Lain.
6. Periode tahun 1990-2003, terjadi fenomena perekonomian antarbangsa yang semakin
terbuka dan arus liberalisasi perdagangan semakin kuat. Hal ini diwujudkan melalui
kesepakatan multilateral dan regional seperti GATT, APEC, dan AFTA yang memberikan
peluang bagi aliran barang dan jasa, modal, serta tenaga kerja untuk melewati batas-batas
wilayah negara. Perkembangan dan pertumbuhan BUMN/D di Indonesia dalam periode
ini mengalami dampak sebagai berikut:
a. Peran BUMN/D semakin terdesak oleh kekuatan swasta nasional dan asing.
b. Negara kehilangan sumber penerimaan, seperti dari bea masuk dan pajak.
c. Terjadi kesenjangan yang semakin dalam di antara pelaku ekonomi.
d. Dorongan untuk meningkatkan efisiensi, daya saing dan profesionalisme.
Pemerintah telah membuat pedoman pembinaan BUMN sesuai dengan UU No. 9 Tahun
1969, yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan mekanisme pembinaan,
pengelolaan dan pengawasan BUMN dalam beberapa peraturan pemerintah, antara lain
PP No. 12 tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (PERSERO), PP No. 45 Tahun
2001, PP No. 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum (PERUM), dan PP No. 6 Tahun
2000 tentang Perusahaan Jawatan (PERJAN).
Dalam rangka meningkatkan kinerja dan efisiensi BUMN, Kantor Menteri Negara
BUMN dibentuk pada Kabinet Gotong Royong melalui PP No. 64 Tahun 2001.
Kedudukan, tugas, dan kewenangan Menteri Keuangan selaku Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS)/Pemegang Saham pada Persero/Perseroan Terbatas, Wakil Pemerintah
pada Perum dan Pembina Keuangan pada Perjan dialihkan kepada Menteri Negara
BUMN.
Penerapan prinsip-prinsip good corporate governance menjadi penting dalam
pengelolaan dan pengawasan BUMN untuk menumbuhkan budaya korporasi dan
profesionalisme. Oleh karena itu, Menteri BUMN mengeluarkan Keputusan Menteri
BUMN No.: KEP-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktik Good Corporate
Governance Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Pada tahun 2003, jumlah BUMN mencapai 157 perusahaan dengan perincian 14 Perjan,
13 Perum, 119 Persero, 11 Persero Tbk, 37 sektor BUMN, dan 21 kepemilikan
minoritas. Untuk mengoptimalkan peran dan eksistensi BUMN dalam perkembangan
ekonomi dunia yang semakin terbuka dan kompetitif, BUMN harus meningkatkan
efisiensi, daya saing, dan profesionalisme sesuai dengan prinsip-prinsip good corporate
governance.
7. Periode tahun 2003-2008, terdapat 139 BUMN di Indonesia yang terdiri dari 13 Perum,
114 Persero, 12 Persero Tbk, 35 sektor BUMN, dan 21 kepemilikan minoritas. Pada
tahun 2005, 13 BUMN seperti Perjan Rumah Sakit, Perjan Radio Republik Indonesia
(RRI), dan Perjan Televisi Republik Indonesia (TVRI) berubah status menjadi Badan
Layanan Umum (BLU) dalam upaya meningkatkan peran dan fungsi layanannya kepada
masyarakat. Selain itu, 4 BUMN perikanan digabungkan untuk meningkatkan efisiensi
perusahaan.
Pada tahun 2007/2008, 5 BUMN unggulan yang memiliki competitiveness tinggi
ditetapkan untuk bersaing dalam skala global, yaitu PT Telkom, Pertamina, Holding
Pertambangan, Perusahaan Gas Negara, Tbk, dan holding perkebunan. Dalam rangka
mengoptimalkan peran BUMN dalam perkembangan ekonomi dunia yang semakin
terbuka dan kompetitif, beberapa produk hukum telah ditetapkan, antara lain:
a. UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN yang mengelompokkan BUMN ke dalam
Perusahaan Umum (PERUM) dan Perusahaan Perseroan (PERSERO).
b. PP No. 41 Tahun 2003 tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas, dan Kewenangan
Menteri Keuangan Pada Persero, Perum, dan Perjan Kepada Menteri Negara
BUMN.
c. Keputusan Menteri BUMN No.: Kep-236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan
BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan yang bertujuan untuk
memberdayakan dan mengembangkan kondisi ekonomi, sosial, dan lingkungan
sekitarnya melalui program kemitraan BUMN dengan usaha kecil dan program bina
lingkungan.
d. Peraturan Menteri Negara BUMN No.: PER-05/MBU/2006 tentang Komite Audit
Bagi Badan Usaha Milik Negara.
e. Peraturan Menteri Negara BUMN No.: PER-05/MBU/2007 tentang Program
Kemitraan BUMN Dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.
BENTUK DAN KARAKTERISTIK BADAN USAHA MILIK NEGARA DAN
DAERAH
Bentuk dan karakteristik BUMN/BUMD versi UU No. 9 tahun 1969, yakni sebagai berikut.
1. Perusahaan Jawatan (PERJAN), memiliki karakteristik:
a. Sifat Usaha
 Memiliki makna usaha public service, yaitu pengabdian dan pelayanan kepada
masyarakat.
 Menghasilkan barang dan atau jasa yang merupakan kewajiban pemerintah.
 Bidang usahanya adalah monopoli pemerintah dan tidak menarik minat sektor
wisata.
b. Kedudukan dan tugas
 Dipimpin oleh seorang kepala, bawahan suatu bagian dari
Departemen/Direktorat Jenderal/Direktorat yang diangkat oleh pemerintah.
 Bagian dari organisasi formal suatu Departemen/Direktorat Jenderal/Direktorat.
 Mempunyai dan memperoleh fasilitas negara.
 Memiliki tugas dan perusahaan dan pemerintahan yang tercermin dalam
susunan organisasi.
 Mempunyai hubungan hukum publik
 Hubungan usaha antar pemerintah (yang melayani) dengan masyarakat (yang
dilayani), sekalipun terdapat sistem bantuan, harus selalu didasarkan atas
business-zakelijkheid, cost accounting principles, and management
effectiveness.
c. Modal dan keuangan
 Mutasi dan modal permulaan tercermin dalam APBN.
 Biaya eksploitasi ditutup dengan pendapatan PERJAN.
 Tarif ditetapkan oleh Menteri yang bersangkutan bersama-sama dengan Menteri
Keuangan.
 Modal PERJAN merupakan kekayaan Negara yang tidak dipisahkan.
 Mempunyai dan memperoleh fasilitas dalam perencanaan anggaran, transaksi
anggaran, dan pengawasan anggaran.
d. Kepegawaian
 Pegawai PERJAN berstatus pegawai negeri dan terikat oleh ketentuan-ketentuan
yang berlaku bagi pegawai negeri lainnya.
e. Pengawasan
 Dilakukan secara hierariki maupun secara fungsional, seperti bagian-bagian
suatu Departemen.
2. Perusahaan Umum (PERUM), memiliki karakteristik:
a. Sifat Usaha
 Memiliki maksud dan tujuan menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk
kemanfaatan umum.
 Melayani kepentingan umum yang bergerak di bidang yang dianggap oleh
pemerintah vital.
b. Kedudukan dan tugas
 Tempat kedudukan dalam wilayah NKRI yang ditentukan dalam Anggaran
Dasar.
 Dipimpin oleh seorang direksi yang diangkat dan atau diberhentikan oleh
Menteri Negara BUMN.
 Berstatus badan hukum dan dapat melaksanakan hubungan hukum.
 Dapat dituntut dan menuntut
 Menjalankan tugas perusahaan dan dapat mengembang tugas pemerintahan.
c. Modal dan keuangan
 Modal dimiliki sepenuhnya oleh negara.
 Dapat mempunyai dan memperoleh dana dari kredit dalam dan luar negeri atau
dari obligasi dari masyarakat.
 Tidak diperkenankan mempunyai anak perusahaan atau menyertakan
kekayaannya dalam permodalan perusahaan lain.
 Mempunyai nama da kekayaan sendiri serta kebebasan bergerak seperti
perusahaan swasta.
 Setiap tahun buku, wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih untuk
cadangan tujuan, penyusutan dan pengurangan yang wajar lainnya.
d. Kepegawaian
 Pegawai merupakan pekerja PERUM yang pengangkatan dan pemberhentian,
kedudukan, hak serta kewajibannya ditetapkan berdasarkan Perjanjian kerja.
 Status dan penghasilan pegawai diatur tersendiri dalam PP.
 Tidak berlaku segala ketentuan eselonisasi jabatan yang berlaku bagi pegawai
negeri.
e. Pengawasan
 Dewan pengawas PERUM bertugas untuk melaksanakan pengawasan terhadap
pengurusan PERUM oleh Direksi.
 Dewan pengawas PERUM terdiri dari unsur-unsur pejabat departemen teknis
yang bersangkutan, Departenen Keuangan dan Departemen/ instansi lainnya.
 Satuan Pengawasan Intern nerupakan aparat pengawas intern perusahaan yang
dipimpin oleh seorang kepala dan bertanggung jawab kepada Direktur Utama.
 Satuan Pengawasan Intern bertugas membantu Direktur Utama dalam
melaksanakan pemeriksaan intern keuangan dan operasional PERUM.
3. Perusahaan Perseroan (PERSERO), memiliki karakteristik:
a. Sifat Usaha
 Menyediakan barang atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat di
pasar dalam negeri atau internasional.
 Memiliki sifat usaha tertentu.
 Melakukan kegiatan perusahaan yang bisa dilakukan swasta dan bukan semata-
mata menjadi tugas pemerintah.
 Bidang usahanya harus dapat memberikan keuntungan finansial kepada negara.
 Barang atau jasa yang dihasilkan bukan merupakan kewajiban negara.
 Tidak diberi hak monopoli, fasilitas maupun perlakuan khusus oleh negara.
b. Kedudukan dan tugas
 Dipimpin oleh seorang Direksi di bawah pengawasan Komisaris yang masing-
masing bertanggung jawab kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
 Berstatus badan hukum perdata.
 Laporan tahunan disahkan oleh RUPS.
c. Modal dan keuangan
 Modal usaha dipisahkan dalam bentuk saham dari kekayaan negara atau
campuran antara modal negara dengan modal swasta.
 Perusahaan dapat melakukan penyertaan modal/pemilikan saham pada
perusahaan swasta.
 Negara dapat mengurangi, menambah atau melepaskan pemilikan saham
PERSERO dari perusahaan.
d. Kepegawaian
 Pegawai merupakan pekerja PERSERO yang diangkat, diberhentikan, diberi
kedudukan, hak, serta kewajiban berdasarkan Perjanjian kerja.
 Status pegaai sebagai pegawai perusahaan swasta biasa.
e. Pengawasan
 Komisaris yang diangkat dan diberhentikan oleh RUPS bertugas mengawasi
kebijakan Direksi dalam menjalankan Perseroan.
 Dibentuk Satuan Pengawasan Intern pada setiap PERSERO.
 Satuan Pengawasan Intern bertugas membantu Direktur Utama dalam
melaksanakan pemeriksaan intern keuangan dan pemeriksaan operasional
PERSERO.

Bentuk dan karakteristik BUMN/BUMD versi UU No. 19 tahun 1969, yakni sebagai berikut.
1. Perusahaan Umum (PERUM), memiliki karakteristik sebagai berikut.
a. Maksud dan tujuan pendirian, yaitu menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk
kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas
dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan
perusahaan yang sehat.
b. Organ, terdiri dari Menteri, Direksi, dan Dewan Pengawas
c. Pengawasan, dilakukan oleh Dewan Pengawas, yang memberikan nasihat serta
mengawasi Direksi dalam menjalankan kepengurusan.
2. Perusahaan Perseroan (PERSERO), memiliki karakteristik sebagai berikut.
a. Maksud dan tujuan pendirian, yaitu menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu
tinggi dan berdaya saing kuat, serta mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai
perusahaan.
b. Organ, terdiri dari Menteri selaku RUPS, Direksi dan Komisaris.
c. Pengawasan dilakukan oleh Komisaris yang memberikan nasihat serta mengawasi
Diereksi.

ANALISIS SWOT TENTANG MENGAPA TERJADI PERUBAHAN ATAS NAMA


DAN STATUS BUMN
1. Kekuatan (Strengths), yaitu memiliki kekuatan dalam hal akses ke sumber daya yang
besar, seperti modal, tenaga kerja, dan infrastruktur. BUMN juga dapat menjalankan
proyek-proyek besar yang berorientasi jangka panjang dan memiliki akses ke sumber
daya teknologi yang canggih.
2. Kelemahan (Weaknesses), yaitu dalam hal birokrasi yang berat dan proses pengambilan
keputusan yang lambat. Selain itu, BUMN cenderung kurang fleksibel dalam
menanggapi perubahan pasar dan kebutuhan pelanggan.
3. Peluang (Opportunities), yaitu kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa yang
berkualitas, terutama dalam hal infrastruktur, energi, dan layanan publik. BUMN juga
dapat mengembangkan bisnisnya ke luar negeri dan melakukan kerja sama dengan
perusahaan swasta untuk memperluas pasar dan meningkatkan daya saing.
4. Ancaman (Threats), yaitu persaingan yang semakin ketat dari perusahaan swasta dalam
berbagai sektor, serta risiko regulasi dan kebijakan pemerintah yang tidak stabil. Selain
itu, perkembangan teknologi yang cepat juga dapat menjadi ancaman bagi BUMN yang
tidak mampu menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut.
Berdasarkan analisis SWOT terhadap BUMN di atas, maka dapat dipahami bahwa alasan
mengapa terjadi perubahan atas nama dan status BUMN adalah untuk meningkatkan daya
saing dan fleksibilitas dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat dan perkembangan
teknologi yang cepat. Dengan mengubah nama atau status BUMN, perusahaan dapat
menciptakan citra yang lebih modern dan inovatif, serta meningkatkan efisiensi dalam
pengambilan keputusan dan tindakan.
Selain itu, perubahan atas nama dan status BUMN dapat membuka peluang baru dalam
mengembangkan bisnis, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Dengan memiliki citra
yang lebih modern dan inovatif, BUMN juga dapat menarik lebih banyak investor dan mitra
bisnis, sehingga dapat memperluas pasar dan meningkatkan daya saing.

CONTOH PRAKTIS MENGAPA TERJADI KEGAGALAN DAN KEBERHASILAN


BUMN ATAU BUMD DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI ATAU
KESEJAHTERAAN RAKYAT
1. Kurangnya Keefektivitasan Manajemen yang ada, contoh praktisnya: PLN, yang pada
tahun 2018 memiliki beban pokok energi yang meningkat tajam dan kebutuhan investasi
yang besar untuk infrastruktur, namun masih mengalami defisit keuangan dan belum
mampu menghasilkan keuntungan.
2. Inovasi dan Perkembangan Teknologi yang masih belum mumpuni, contoh praktisnya:
PT KAI, yang masih mengandalkan jalur kereta api konvensional dan belum berhasil
mengembangkan teknologi kereta api cepat yang lebih efisien dan hemat energi.
3. Tanggung Jawab Sosial yang minim, contoh praktisnya: PDAM, yang sering kali gagal
memberikan layanan air bersih yang memadai kepada masyarakat karena kurangnya
investasi dalam infrastruktur dan kurangnya pengelolaan yang efektif.
4. Tidak mampu bersaing, contoh praktisnya: Bank Mandiri, yang pada tahun 2018
mengalami penurunan laba bersih sebesar 8,5% karena meningkatnya kredit macet dan
ketidakmampuan untuk bersaing dengan bank swasta yang lebih efisien.

Daftar Pustaka

Kartiwa, Asep & Sawitri Budi Utami. (2022). Usaha-usaha Milik Negara dan Daerah.
Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai