Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan UUD 1945, negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang


berbentuk Republik. Sesuai ketentuan pasal 4 ayat (1) UUD 1945, dalam
penyelenggaraan pemerintahan dinyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia
memegang kekuasaan pemerintahan.

Mengingat wilayah Indonesia yang sangat luas, UUD 1945 beserta


perubahannyan telah memberikan landasan konstitusional mengenai penyelenggaraan
pemerintahan daerah di Indonesia. Di antara ketentuan tersebut yaitu : 1) prinsip
pengakuan dan penghormatan negara terhadap kesatuan-kesatuan masyarakat hukum
adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia; 2) Prinsip
daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan; 3) prinsip menjalankan otonomi seluas-luasnya; 4 ) prinsip mengakui
dan menghormati pemerintahan daerah yang bersifat khusus dan istimewa; 5) prinsip
badan perwakil an dipilih langsung dalam suatu pemilu; 6) prinsip hubungan pusat dan
daerah harus dilaksanakan secara selaras dan adil; 7) prinsip hubungan wewenang antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus memperhatikan kekhususan dan
keragaman daerah; 8) prinsip hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfatan sumber
daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah
dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang; dan 9) prinsip
pengakuan dan penghormatan negara terhadap satuan-satuan pemerintahan daerah yang
bersifat khusus atau bersifat istimewa.

Sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari dasar konstitusional tersebut, satuan


pemerintahan di bawah pemerintah pusat yaitu daerah provinsi dan kabupaten/kota
memiliki urusan yang bersifat wajib dan pilihan. Provinsi memiliki urusan wajib dan
urusan pilihan. Selain itu ditetapkan pula kewenangan pemerintah Pusat menjadi urusan
Pemerintahan yang meliputi: a) politik luar negeri; b) pertahanan; c) keamanan; d)
yustisi; e) moneter dan fiskal nasional; dan f) agama. Walaupun dengan ketentuan
pemberlakuan otonomi seluas-luasnya dalam UUD 1945, namun muncul pula pengaturan
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 yang membagi urusan pemerintahan
antara pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah
kabupaten/kota.

Hubungan-hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memiliki


empat dimensi penting untuk dicermati, yaitu meliputi hubungan kewenangan,
kelembagaan, keuangan, dan pengawasan. Pertama, pembagian kewenangan untuk
menyelenggarakan urusan-urusan pemerintahan tersebut akan sangat mempengaruhi
sejauhmana Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memiliki wewenang untuk
menyelenggarakan urusan-urusan Pemerintahan, karena wilayah kekuasaan Pemerintah
Pusat meliputi Pemerintah Daerah, maka dalam hal ini yang menjadi obyek yang diurusi
adalah sama, namun kewenangannya yang berbeda. Kedua, pembagian kewenangan ini
membawa implikasi kepada hubungan keuangan, yang diatur dalam UU No. 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Ketiga, implikasi terhadap hubungan kelembagaan antara Pusat dan Daerah
mengharuskan kehati-hatian mengenai besaran kelembagaan yang diperlukan untuk
melaksanakan tugas-tugas yang menjadi urusan masing-masing. Keempat, hubungan
pengawasan merupakan konsekuensi yang muncul dari pemberian kewenangan, agar
terjaga keutuhan Negara Kesatuan. Kesemuanya itu, selain diatur dalam UU No. 32
Tahun 2004 tersebut, juga tersebar pengaturannya dalam berbagai UU sektoral yang pada
kenyataannya masing-masing tidak sama dalam pembagian kewenangannya. Pengaturan
yang demikian menunjukkan bahwa tarik menarik hubungan tersebut kemudian
memunculkan apa yang oleh Bagir Manan disebut dengan spanning antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah.

Dewan Perwakilan Daerah juga mengidentifikasi adanya kewenangan yang


tumpah tindih antar instansi pemerintahan dan aturan yang berlaku, baik aturan di tingkat
pusat dan/atau peraturan di tingkat daerah. Hal tersebut terutama berhubungan dengan a)
otoritas terkait tanggungjawab pemerintah pusat dan daerah; b) kewenangan yang
didelegasikan dan fungsi-fungsi yang disediakan oleh Departemen kepada daerah; dan c)
kewenangan yang dalam menyusun standar operasional prosedur bagi daerah dalam
menterjemahkan setiap peraturan perundang-undangan yang ada.

Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut, penulis mengambil judul: "


PELAKSANAAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN PENERAPAN SANKSI
ADMINISTRASI DALAM PERATURAN DAERAH”.
B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia dalam kaitannya dengan


Sistem Pemerintahan Indonesia ?

2. Bagaimana Pelaksanaan Pemerintahan Daerah dan Penerapan Sanksi Administrasi


Dalam Peraturan Daerah?

C. Tujuan Penulisan

Melalui penulisan paper ini tujuan yang ingin dicapai yaitu agar pembaca
mendapatkan pengetahuan mengenai lembaga pemerintahan daerah yang memiliki peran,
kedudukan serta fungsi yang penting di dalam jalannya penyelenggaraan kegiatan
pemerintahan di daerah.
BAB II

TINJAUAN UMUM

A. Pemerintahan Daerah

1. Pengertian Pemerintahan Daerah

Pengertian pemerintahan daerah menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun


2014 Tentang Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan
oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menggunakan
asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam
sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Susunan dan
tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam pasal 18 ayat (7)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penyelenggaraan
pemerintah daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta
masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip
demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi.


Daerah provinsi itu dibagi lagi atas daerah kabupaten dan daerah kota. Setiap daerah
provinsi, daerah kabupaten dan daerah kota mempunyai pemerintahan daerah yang
diatur dengan undang-undang. Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan
daerah kota mengatur sendiri urusan pemerintahannya. Pemerintah dearah
menjalankan otonomi yang seluasluasnya kecuali urusan pemerintah yang oleh
undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. Pemerintah daerah
mempunyai hak untuk menempatkan peraturan daerah dan peraturan lainnya untuk
melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Pemerintah daerah adalah unsur
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terdiri dari Gubernur, Bupati, atau
walikota, dan perangkat daerah.
Pasal 18 A ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa:

“hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah


provinsi, kabupaten, dan kota diatur oleh undang-undang dengan
memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.”

Hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak hanya sebatas
oleh kekhususan dan keragaman daerah saja. Hubungan tersebut juga berlanjut
mengenai hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya.

Pasal 18 A ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa:

“hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan


sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur
dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang- undang.”

Menurut Harson, pemerintahan daerah memiliki eksistensi sebagai:

a. Local Self Government atau pemerintah lokal daerah dalam sistem pemerintah
daerah di Indoneisa adalah semua daerah dengan berbagai urusan otonom bagi
local self government tentunya harus berada dalam kerangka sistem
pemerintahan negara. Dalam mengurus rumah tangganya sendiri pemerintah
lokal mempunyai hak inisiatif sendiri, mempunyai wewenang untuk
menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri atas kebijaksanaannya sendiri.
Selain diberikan urusan-urusan tertentu oleh pemerintah pusat, dapat juga
diberikan tugas-tugas pembantuan dalam lapangan pemerintahan (tugas
medebewind). Tugas ini adalah untuk turut serta (made) melaksanakan peraturan
perundangundangan, bukan hanya yang ditetapkan oleh pemerintah pusat saja,
namun juga meliputi yang ditentukan oleh pemerintah lokal yang mengurus
rumah tangga sendiri tingkat diatasnya.

b. Local State Government atau pemerintah lokal administratif dibentuk karena


penyelenggaraan seluruh urusan pemerintahan negara yang tidak dapat
dilakukan sendiri oleh pemerintah pusat. Penyelenggaraan pemerintahan
semacam ini disebabkan karena sangat luasnya wilayah dan banyaknya urusan
pemerintahan. Pejabat-pejabat yang memimpin pemerintah lokal administtratif
itu diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah pusat, bekerja menurut aturan-
aturan dan kehendak dari pemerintah pusat, berdasarkan hierarki kepegawaian,
ditempatkan di wilayah-wilayah administratif yang bersangkutan dibantu oleh
pegawaipegawai yang juga diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah pusat.
Segala pembiayaan pemerintah lokal administratif dikeluarkan oleh pemerintah
pusat.

2. Asas Pemerintahan Daerah

Pemerintahan daerah dalam pelaksanaan fungsi dan urusannya memiliki


beberapa asas. Terdapat empat asas utama pemerintah daerah yang berkaitan dengan
kewenangan otonomi daerah, antara lain adalah sebagai berikut:

a. Asas Senralisasi, asas yang menyatakan bahwa kewenangan berada di pemerintah


pusat.

b. Asas Desentralisasi, asas yang menyatakan bahwa kewenangan pemerintah pusat


dilimpahkan kepada daerah otonom.

c. Asas Dekonsentrasi, asas yang menyatakan bahwa kewenangan pemerintah pusat


dilimpahkan kepada pemerintah daerah dan instansi serta perangkat daerah yang
membantu kerja pemerintah daerah.

d. Asas Tugas Pembantuan, asas yang menyatakan bahwa pemerintah daerah


memberi kewenangan penugasan terhadap tingkatan di bawahnya. Contohnya
adalah penugasan dari Gubernur kepada Bupati atau Walikota kepada perangkat
camat atau desa.

Asas desentralisasi daerah mempunyai prakarsa sepenuhnya untuk


menentukan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan maupun menyangkut segi-segi
pembiayaannya. Asas desentralisasi itu sendiri memiliki tiga bentuk yaitu:

a. Desentralisasi Teritorial, yaitu kewenangan yang diberikan pemerintah pada


badan umum (oppenbaar lichaam) seperti persekutuan yang memiliki
pemerintahan sendiri (zelf regende gemmenchappen), yaitu persekutuan untuk
membina keseluruhan kepentingan yang saling berkaitan dari berbagai golongan
penduduk, biasanya terbatas dalam satu wilayah atau daerah.
b. Desentralisasi Fungsional (termasuk juga yang menurut dinas/kepentingan), yaitu
desentralisasi kewenangan untuk menjalankan fungsi pemerintahan daerah
tertentu oleh suatu organ atau badan ahli khusus yang dibentuk untuk itu.

c. Desentralisasi Administratif (dikatakan juga sebagai dekonsentrasi atau


ambtelyk), yaitu desentralisasi kewenangan untuk menjalankan tugas pemerintah
pusat dalam menyelenggarakan pemerintahan di daerah oleh pejabat-pejabat
daerah itu sendiri.

3. Tujuan Pemerintahan Daerah

Tujuan pemerintahan daerah menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014


sebagaimana yang tercantum dalam bagian menimbang Undang-Undang tersebut
adalah terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah
dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu
daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan pemerintah daerah
dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dianggap sudah sesuai dengan salah
satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tercantum dalam alinea
keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yaitu memajukan kesejahteraan umum.

4. Tugas Pemerintahan Daerah

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan


Daerah, tugas atau urusan pemerintah daerah dapat dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu
urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren dan urusan
pemerintahan umum. Urusan Pemerintahan Absolut adalah urusan yang termasuk
dalam fungsi pemerintahan dalam memiliki kewenangan pada pemerintah pusat (asas
sentralisasi). Namun demikian ada kalanya pemerintah pusat dapat memberikan
kewenangan ini pada pemerintah daerah baik kepada kepala daerah maupun instansi
perangkat daerah.

5. Kewenangan Pemerintahan Daerah

Kewenangan berasal dari kata dasar “wewenang” yang dalam bahasa hukum
tidak sama dengan kekuasaan “macht”. Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk
berbuat atau tidak berbuat. Menurut hukum, wewenang sekaligus hak dan kewajiban
(rechten en plichten). Wewenang memiliki keterkaitan dengan otonomi daerah, hak
mengandung pengertian kekuasaan untuk mengatur sendiri (selfregelen) dan
mengelola sendiri (self besturen). Sedangkan kewajiban mempunyai dua pengertian
yaitu horizontal dan vertikal. Secara horizontal berarti kekuasaan untuk
menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana mestinya. Kemudian wewenang dalam
pengertian vertikal memiliki arti kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan dalam
suatu tertib ikatan pemerintah negara secara keseluruhan. Kewenangan Pemerintah
Daerah Kabupaten atau Kota terkait otonomi daerah telah dipaparkan dalam peraturan
perundang-undangan.
BAB III

PEMBAHASAN

A. Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia

Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi. Daerah


Provinsi itu dibagi lagi atas daerah Kabupaten dan daerah Kota. Setiap daerah Provinsi,
daerah Kabupaten, dan daerah Kota mempunyai Pemerintahan Daerah yang diatur
dengan undang-undang. Pemerintah Daerah dan DPRD adalah penyelenggara
Pemerintahan Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan Perangkat


Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Perangkat Daerah adalah
organisasi atau lembaga pada pemerintah daerah yang bertanggung jawab kepada Kepala
Daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Pada Daerah Provinsi,
Perangkat Daerah terdiri atas Sekretariat Daerah, Dinas Daerah, dan Lembaga Teknis
Daerah. Pada Daerah Kabupaten/Kota, Perangkat Daerah terdiri atas Sekretariat Daerah,
Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan, dan Kelurahan. Perangkat Daerah
dibentuk oleh masing-masing Daerah berdasarkan pertimbangan karakteristik, potensi,
dan kebutuhan Daerah. Organisasi Perangkat Daerah ditetapkan dengan Peraturan
Daerah setempat dengan berpedoman kepada Peraturan Pemerintah. Pengendalian
organisasi perangkat daerah dilakukan oleh Pemerintah Pusat untuk Provinsi dan oleh
Gubernur untuk Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Formasi dan persyaratan jabatan perangkat daerah ditetapkan dengan Peraturan Kepala
Daerah dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi


kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-undang ditentukan
menjadi urusan pemerintah pusat. Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah
Pusat meliputi :

1. politik luar negeri;

2. pertahanan;
3. keamanan;

4. yustisi;

5. moneter dan fiskal nasional; dan

6. agama

Penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah dibagi berdasarkan kriteria


eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan
antar susunan pemerintahan. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
pemerintahan daerah, yang diselenggarakan berdasarkan kriteria di atas terdiri atas
urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan
daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi 16 buah urusan.
Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang
secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai
dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan


daerah, pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.
Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan
dengan pemerintah pusat dan dengan pemerintahan daerah lainnya. Hubungan tersebut
meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya
alam, dan sumber daya lainnya. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan
sumber daya alam, dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras.
Hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan antar
susunan pemerintahan. Penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten atau daerah
kota yang terdiri atas pemerintah daerah kabupaten atau kota dan DPRD kabupaten atau
kota.

Dalam menyelenggarakan pemerintahan, pemerintah pusat menggunakan asas


desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintahan daerah
menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan. Dalam menyelenggarakan otonomi,
daerah mempunyai hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban tersebut diwujudkan dalam
bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan,
belanja, dan pembiayaan daerah yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan
daerah. Pengelolaan keuangan daerah dimaksud dilakukan secara efisien, efektif,
transparan, akuntabel, tertib, adil, patut, dan taat pada peraturan perundang-undangan.
Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang disebut kepala daerah.

Kepala daerah untuk provinsi disebut gubernur, untuk kabupaten disebut bupati
dan untuk kota adalah wali kota. Kepala daerah dibantu oleh satu orang wakil kepala
daerah, untuk provinsi disebut wakil Gubernur, untuk kabupaten disebut wakil bupati
dan untuk kota disebut wakil wali kota. Kepala dan wakil kepala daerah memiliki tugas,
wewenang dan kewajiban serta larangan. Kepala daerah juga mempunyai kewajiban
untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah,
dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta
menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat.
Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil pemerintah pusat di
wilayah provinsi yang bersangkutan, dalam pengertian untuk menjembatani dan
memperpendek rentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi Pemerintah termasuk
dalam pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan pada
strata pemerintahan kabupaten dan kota. Dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah
pusat sebagaimana dimaksud, Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden.

Pemerintah daerah bersama-sama DPRD mengatur (regelling) urusan


pemerintahan daerah yang menjadi kewenangannya. Pemerintah daerah mengurus
(bestuur) urusan pemerintahan daerah yang menjadi kewenangannya. Pemerintah daerah
wajib menyebarluaskan Perda yang telah diundangkan dalam Lembaran Daerah dan
Peraturan Kepala Daerah yang telah diundangkan dalam Berita Daerah.

Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman yang bersumber dari Pemerintah,


pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan
masyarakat untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pemerintah daerah
dapat melakukan pinjaman yang berasal dari penerusan pinjaman hutang luar negeri dari
Menteri Keuangan atas nama Pemerintah setelah memperoleh pertimbangan Menteri
Dalam Negeri. Perjanjian penerusan pinjaman tersebut dilakukan antara Menteri
Keuangan dan Kepala Daerah.
Pemerintah daerah dengan persetujuan DPRD dapat menerbitkan obligasi daerah
untuk membiayai investasi yang menghasilkan penerimaan daerah. Pemerintah daerah
dalam meningkatkan perekonomian daerah dapat memberikan insentif dan/atau
kemudahan kepada masyarakat dan/atau investor yang diatur dalam Perda dengan
berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Pemerintah daerah dapat melakukan penyertaan modal pada suatu Badan Usaha
Milik Pemerintah dan/atau milik swasta. Penyertaan modal tersebut dapat ditambah,
dikurangi, dijual kepada pihak lain, dan/atau dapat dialihkan kepada badan usaha milik
daerah. Pemerintah daerah dapat memiliki BUMD yang pembentukan, penggabungan,
pelepasan kepemilikan, dan/atau pembubarannya ditetapkan dengan Perda yang
berpedoman pada peraturan perundangundangan.

Pemerintah daerah dapat membentuk dana cadangan guna membiayai kebutuhan


tertentu yang dananya tidak dapat disediakan dalam satu tahun anggaran. Pengaturan
tentang dana cadangan daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pemerintah daerah wajib melaporkan posisi surplus/defisit APBD kepada Menteri


Dalam Negeri dan Menteri Keuangan setiap semester dalam tahun anggaran berjalan.
Pemerintah daerah mengajukan rancangan Perda tentang perubahan APBD, disertai
penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD.

Pemerintah daerah dapat membentuk badan pengelola pembangunan di kawasan


perdesaan yang direncanakan dan dibangun menjadi kawasan perkotaan. Pemerintah
daerah mengikutsertakan masyarakat sebagai upaya pemberdayaan masyarakat dalam
perencanaan, pelaksanaan pembangunan, dan pengelolaan kawasan perkotaan.
BAB IV

PEMBAHASAN

1. Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Kedaulatan yang terdapat dalam negara kesatuan tidak dapat dibagi-bagi, bentuk
pemerintahan desentralisasi dalam negara kesatuan adalah sebagai usaha mewujudkan
pemerintahan demokrasi, di mana pemerintahan daerah dijalankan secara efektif, guna
pemberdayaan kemaslahatan rakyat.

Kewenangan dalam pelaksanaan pemerintahan daerah, meliputi kewenangan


membuat perda-perda (zelfwetgeving) dan penyelenggaraan pemerintahan (zelfbestuur)
yang diemban secara demokratis. Pelimpahan atau penyerahan wewenang dari
pemerintah pusat kepada daerah-daerah otonom bukanlah karena hal itu ditetapkan
dalam konstitusinya, melainkan disebabkan oleh hakikat Negara kesatuan itu sendiri.
Prinsip pada negara kesatuan ialah bahwa yang memegang tampuk kekuasaan tertinggi
atas segenap urusan negara adalah pemerintah pusat (central government), tanpa adanya
gangguan oleh suatu delegasi atau pelimpahan kekuasaan kepada pemerintah daerah
(local government). Pengaturan pelaksana kekuasaan negara mempunyai dua bentuk,
yaitu dipusatkan atau dipancarkan. Jika kekuasaan negara dipusatkan maka terjadi
sentralisasi, demikian pula sebaliknya, jika kekuasaan negara dipencarkan maka terjadi
desentralisasi. Dalam berbagai perkembangan pemerintahan, dijumpai arus balik yang
kuat ke sentralistik, yang disebabkan faktor-faktor tertentu.

Kekuasaan pemerintah pusat tidak terganggu dengan adanya kewenangan pada


daerah otonom yang diberikan otonomi yang luas dan tidak bermakna untuk mengurangi
kekuasaan pemerintah pusat. Pemberian sebagian kewenangan (kekuasaan) kepada
daerah berdasarkan hak otonomi (negara kesatuan dengan sistem desentralisasi), tetapi
pada tahap akhir, kekuasaan tertinggi tetap di tangan pemerintah pusat. Jadi, kewenangan
yang melekat pada daerah tidaklah berarti bahwa pemerintah daerah itu berdaulat sebab
pengawasan dan kekuasaan tertinggi masihtetap terletak di tangan pemerintah pusat.
Hubungan pusat dengan daerah di mana suatu negara kesatuan yang gedecentraliseerd,
pemerintahan pusat membentuk daerah-daerah, serta menyerahkan sebagian dari
kewenangannya kepada daerah.
a) Penerapan Asas Desentralisasi

Pemaknaan asas desentralisasi menjadi perdebatan di kalangan pakar dalam


mengkaji dan melihat harapan asas ini dalam pelaksanaan pemerintahan daerah.
Perdebatan yang muncul diakibatkan oleh cara pandang dalam mengartikulasikan sisi
mana desentralisasi diposisikan dalam pelaksanaan pemerintahan daerah. Dari
pemaknaan asas desentralisasi tersebut dapat diklasifikasi dalam beberapa hal, di
antaranya: (1) desentralisasi sebagai penyerahan kewenangan kekuasaan; (2)
desentralisasi sebagai pelimpahan kekuasaan dan kewenangan, (3) desentralisasi
sebagai pembagian, penyebaran,pemencaran, dan pemberian kekuasaan dan
kewenangan; serta (4) desentralisasi sebagai sarana dalam pembagian dan
pembentukan daerah pemerintahan.

Pertama, pandangan pakar yang menganggap bahwa desentralisasi merupakan


penyerahan kekuasaan dan kewenangan. Dalam arti ketatanegaraan, yang dimaksud
dengan desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah atau
daerah tingkat atasnya kepada daerah menjadi urusan rumah tangganya.

Pemaknaan desentralisasi dibedakan dalam empat hal; (1) kewenangan untuk


mengambil keputusan diserahkan dari seorang pejabat administrasi/pemerintah
kepada yang lain; (2) penjabat yang menyerahkan itu mempunyai lingkungan
pekerjaan yang lebih luas daripada penjabat yang diserahi kewenangan tersebut; (3)
penjabat yang menyerahkan kewenangan tidak dapat memberi perintah
kepadapenjabat yang telah diserahi kewenangan itu, mengenai pengambilan
keputusan atau isi keputusan itu; serta (4) penjabat yang menyerahkan kewenangan
itu tak dapat menjadikan keputusannya sendiri sebagai pengganti keputusan yang
telah diambil, tidak dapat secara bebas menurut pilihan sendiri sebagai pengganti
keputusan yang telah diserahi kewenangan itu dengan orang lain, tidak dapat
menyingkirkanpenjabat yang telah diserahi kewenangan itu dari tempatnya.

Kedua, pandangan pakar yang menganggap bahwa desentralisasi merupakan


pelimpahan kekuasaan dan kewenangan bahwa desentralisasi adalah sebagai
pelimpahan kewenangan dari pusat ke daerah. Desentralisasi di bidang pemerintahan
diartikan sebagai pelimpahan wewenang pemerintah pusat kepada satuansatuan
organisasi pemerintahan untuk menyelenggarakan segenap kepentingan setempat dari
kelompok yang mendiami suatu wilayah.
Desentralisasi politik merupakan pelimpahan kewenangan untuk pengambilan
keputusan kepada tingkat pemerintahan yang lebih rendah, mendorong masyc dan
perwakilan mereka untuk berpartisipasi di dalam proses pengambil keputusan. Dalam
suatu struktur desentralisasi, pemerintah tingkat bawah merumuskan dan
mengimplementasikan kebijakan secara independen, dan intervensi dari tingkatan
pemerintahan yang lebih tinggi. Adanya pelimpahan kewenangan kepada pemerintah
daerah tidak sebagai sesuatu yang harus ditakuti oleh pemerintah pusat karena
pemberian kewenangan tersebut tidak akan terlepas dari koordinasi dan pengawasan
pemerintah pusat. Pemberian otonomi kepada daerah hanya sebagai salah satu usaha
untuk lebih melancarkan tugas tanggung jawab pemerintah pusat dalam
penyelenggaraan urusan pemerintah pembangunan, dan pelayanan masyarakat di
setiap daerah.

Ketiga, pandangan pakar yang menganggap bahwa desentralisasi sistem


pemerintahan merupakan pembagian, penyebaran, pemencaran, pemberian kekuasaan
dan kewenangan.

Tresna berpandangan bahwa desentralisasi diartikan sebagai pemberian


kekuasaan mengatur diri kepada daerah-daerah dalam lingkungannya guna
mewujudkan asas demokrasi, di dalam pemerintahan negara. Sedangkan Soehino
berpandangan bahwa, desentralisasi kedaerahan memberi ruang kepada alat
perlengkapan suatu lembaga hukum untuk membentuk hukum in-abstractodan
pemberian delegasi kepada alat perlengkapan lembaga hukum publik untuk
membentuk aturan hukum in-concreto.

Keempat, pandangan pakar yang menganggap bahwa desentralisasi merupakan


sarana dalam pembagian dan pembentukan daerah, desentralisasi adalah pembentukan
daerah otonom dengan kekuasaan-kekuasaan tertentu dan bidang-bidang kegiatan
tertentu ya diselenggarakan berdasarkan pertimbangan, inisiatif, dan administrasi
sendiri. Jadi, desentralisasi menyangkut pembentukan daerah otonom dengan
dilengkapi kewenangan-kewenangan tertentu dan bidang-bidang kegiatan tertentu.
Pemaknaan desentralisasi yang dikaitkan dengan demokratisasi sendi-sendi
pemerintahan, bahwa otonomisasi tidak saja berarti melaksanakan demokrasi, tetapi
mendorong berkembangnya prakarsa sendiri untuk mengambil keputusan mengenai
kepentingan masyarakat sendiri. Desentralisasi dalam paham demokrasi diharapkan
dapat mewujudkan daerah-daerah otonom yang memiliki kewenangan menentukan
nasib sendiri, yaitu membuat peraturan dan menjalankannya serta menjalankan
peraturan yang dibuat oleh dewan yang lebih tinggi.

Dari beberapa pandangan pakar di atas, dengan jelas menafsirkan bahwa


dimensi makna desentralisasi melahirkan sisi penyerahan kewenangan, pembagian
kekuasaan, pendelegasian kewenangan, dan pembagian daerah dalam struktur
pemerintahan di negara kesatuan. Penyerahan, pendelegasian, danpembagian
kewenangan dengan sendirinya menciptakan kewenangan pal pemerintah daerah
dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah, yang didahului pembagian daerah
pemerintahan dalam bingkai daerah otonom.

Pendelegasian wewenang dalam desentralisasi bersifat hak dalam menciptakan


peraturan-peraturan dan keputusan penyelenggaraan lainnya dalam batas-batas urusan
yang telah diserahkan kepada badan-badan otonom itu. Jadi, pendelegasian wewenang
dalam desentralisasi berlangsung antara lembaga-lembaga di pusat dengan lembaga-
lembaga otonom di daerah, sementara pendelegasian dalam dekonsentrasi
berlangsung antara petugas perorangan pusat di pusat kepada petugas perorangan
pusat di daerah.

b) Penerapan Asas Dekonsentrasi

Pendelegasian wewenang pada dekonsentrasi hanya bersifat menjalankan atau


melaksanakan peraturan-peraturan dan keputusankeputusan pusat lainnya yang tidak
berbentuk peraturan, yang tidak dapat berprakarsa menciptakan peraturan dan atau
membuat keputusan bentuk lainnya untuk kemudian dilaksanakannya sendiri pula.
Pendelegasian dalam dekonsentrasi berlangsung antara petugas perorangan pusat di
pemerintahan pusat kepada petugas perorangan pusat di pemerintahan daerah.

Konsep pelaksanaan desentralisasi bisa bersifat administratif dan politik. Sifat


administratif disebut dekonsentrasi yang merupakan delegasi wewenang pelaksanaan
kepada tingkat-tingkat lokal dan sifat politik merupakan devolusi, yang berarti bahwa
wewenang pembuatan keputusan dan kontrol tertentu terhadap sumber-sumber daya
diberikan kepada pejabat-pejabat regional dan lokal. Pada hakikatnya, alat-alat
pemerintah pusat ini melakukan pemerintahan sentral di daerah-daerah. Penyerahan
kekuasaan pemerintah pusat kepada alatnya di daerah karena meningkatnya kemajuan
masyarakat di daerah-daerah dekonsentrasi merupakan salah satu jenis desentralisasi;
dekonsentrasi, desentralisasi, tetapi desentralisasi tidak selalu berarti dekonsentrasi
yang akan diambil/dibuat itu; (4) penjabat yang menyerahkan kewenangan itu (betul)
dapat mengganti keputusan yang pernah diambil/dibuat oleh penjabat yang diserahi
kewenangan itu dengan keputusan sendiri, dan penjabat yang menyerahkan
kewenangan itu (betul) dapat mengganti penjabat yang diserahi kewenangan dengan
yang lain menurut pilihan sendiri dengan bebas.

Dalam kajian hukum tata negara, pemerintah yang berdasarkan asas


dekonsentrasi merupakan pelimpahan kewenangan dari alat perlengkapan negara di
pusat kepada instansi bawahan guna melaksanakan pekerjaan tertentu dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintah pusat tidak kehilangan kewenangannya
karena instansi bawahan melaksanakan tugas atas nama pemerintah pusat.

c) Penerapan Asas Tugas Pembantuan (Medebewind)

Walaupun sifat tugas pembantuan penyelenggaraan pemerintahan di daerah


tidak mempunyai hak untuk menolak. Hubungan ini timbul oleh atau berdasarkan
ketentuan hukum atau peraturan perundang-undangan. Pada dasarnya, tugas
pembantuan adalah tugas melaksanakan peraturan perundangundangan tingkat lebih
tinggi. Daerah terikat melaksanakan peraturan perundang-undangan, termasuk yang
diperintahkan atau diminta dalam rangka tugas pembantuan.

UU No. 32/2004 menegaskan dalam Bab 1, Pasal 1 butir 9 bahwa tugas


pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan atau desa dari
pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan atau desa serta da pemerintah
kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

Tugas pembantuan dapat dijadikan sebagai terminal menuju pembantuan


merupakan tahap awal sebagai persiapan menuju kepada penyerahan penuh. Kaitan
tugas antara tugas pembantuan dengan desentralisasi dalam melihat hubungan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah, seharusnya bertolak dari: (1) tugas
pembantuan adalah bagian dari desentralisasi. Jadi, pertanggungjawaban mengenai
penyelenggaraan tugas pembantuan adalah tanggung jawab daerah yang
bersangkutan; (2) tidak ada perbedaan pokok antara otonomi dan tugas pembantuan
karena dalam tugas pembantuan terkandung unsur otonomi, daerah punya cara-cara
sendiri melaksanakan tugas pembantuan; serta (3) tugas pembantuan sama halnya
dengan otonomi, yang mengandung unsur penyerahan, bukan penugasan. Yang dapat
dibedakan secara mendasar bahwa kalau otonomi adalah penyerahan penuh, maka
tugas pembantuan adalah penyerahan tidak penuh.

2. Pembinaan, Pengawasan dan Sanksi Administrasi

Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh


pemerintah pusat. Koordinasi dilaksanakan secara berkala pada tingkat nasional,
regional, atau provinsi. Pemberian pedoman dan standar mencakup aspek perencanaan,
pelaksanaan, tata laksana, pendanaan, kualitas, pengendalian, dan pengawasan.
Pemberian bimbingan, supervisi dan konsultasi dilaksanakan secara berkala dan atau
sewaktu-waktu, baik secara menyeluruh kepada seluruh daerah maupun kepada daerah
tertentu sesuai dengan kebutuhan.

Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh


pemerintah. Pengawasan dilaksanakan oleh aparat pengawas intern pemerintah sesuai
peraturan perundang-undangan. Pemerintah memberikan penghargaan dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sanksi diberikan oleh pemerintah dalam rangka
pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sanksi diberikan kepada
pemerintahan daerah, kepala daerah atau wakil kepala daerah, anggota DPRD, perangkat
daerah, PNS daerah, dan kepala desa. Hasil pembinaan dan pengawasan digunakan
sebagai bahan pembinaan selanjutnya oleh pemerintah dan dapat digunakan sebagai
bahan pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah secara


nasional dikoordinasikan oleh Mendagri. Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan
pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota dikoordinasikan oleh gubernur. Pembinaan
dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa dikoordinasikan oleh
bupati/walikota. Bupati dan walikota dalam pembinaan dan pengawasan dapat
melimpahkan kepada camat. Pedoman pembinaan dan pengawasan yang meliputi
standar, norma, prosedur, penghargaan, dan sanksi diatur dalam peraturan pemerintah.

Pembinaan dan pengawasan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan


daerah adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan atau gubernur selaku wakil
pemerintah di daerah untuk mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi
daerah. Dalam rangka pembinaan oleh pemerintah, menteri dan pimpinan lembaga
pemerintah nondepartemen melakukan pembinaan sesuai dengan fungsi dan kewenangan
masing-masing yang dikoordinasikan oleh Mendagri untuk pembinaan dan pengawasan
provinsi serta oleh gubernur untuk pembinaan dan pengawasan kabupaten/kota.

Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah proses kegiatan


yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana
dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan yang
dilaksanakan oleh pemerintah terkait dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan dari
utamanya terhadap peraturan daerah dan peraturankepala daerah. Dalam hal pengawasan
terhadap peraturan daerah, pemerintah melakukan dengan 2 (dua) cara berikut.

a. Pengawasan terhadap rancangan peraturan daerah (Raperda), yaitu terhadap


rancangan peraturan daerah yang mengatur pajak daerah, retribusi daerah, APBD,
dan RUTR sebelum disahkan oleh kepala daerah, terlebih dahulu dievaluasi oleh
Mendagri untuk Raperda provinsi dan oleh gubernur terhadap Raperda
kabupaten/kota. Mekanisme ini dilakukan agarpengaturan tentang hal-hal tersebut
dapat mencapai daya guna dan hasil guna yang optimal.

b. Pengawasan terhadap semua peraturan daerah di luar yang termasuk dalam angka
1, yaitu setiap peraturan daerah wajib disampaikan kepada Mendagri untuk
provinsi dan gubernur untuk kabupaten/kota untuk memperoleh klarifikasi.
Terhadap peraturan daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum dan
peraturan yang lebih tinggi dapat dibatalkan sesuai mekanisme yang berlaku.

c. Optimalisasi fungsi pembinaan dan pengawasan, pemerintah dapat menerapkan


sanksi kepada penyelenggara pemerintahan daerah apabila ditemukan adanya
penyimpangan dan pelanggaran oleh penyelenggara pemerintahan daerah tersebut.

Adapun sanksi administrasi terhadap peraturan daerah, yang melanggar ketentuan


peraturan perundang-undangan yang berlaku dikenai sanksi administrasi ringan, bagi
pejabat pemerintah yang melanggar ketentuan mengubah alokasi anggaran wajib
memperoleh persetujuan atasan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, maka
dikenai sanksi administrasi sedangkan bagi pejabat yang melanggar ketentuan
menyalahgunakan wewenang maka dikenai sanksi administrasi berat, serta yang
melanggar ketentuan yang menimbulkan kerugian pada keuangan negara, perekonomian
nasional dan merusak lingkungan dikenal sanksi administrasi berat.

Sanksi administrasi ringan sebagaimana dimaksud berupa:


a. teguran lisan;

b. teguran tertulis; atau

c. penundaan kenaikan pangkat, golongan, dan/atau hak-hak jabatan.

Sanksi administratif sedangs ebagaimana berupa:

a. pembayaran uang paksa dan/atau, ganti rugi;

b. pemberhentian sementara dengan memperoleh, hak-hak jabatan; atau

c. pemberhentian sementara tanpa memperoleh hak-hak jabatan.

Sanksi administratif berat sebagaimana berupa:

a. pemberhentian tetap dengan memperoleh hak-hak keuangan dan fasilitas


lainnya;

b. pemberhentian tetap tanpa memperoleh hak-hak keuangan dan fasilitas


lainnya;

c. pemberhentian tetap dengan memperoleh hak-hak keuangan dan fasilitas


lainnya serta dipublikasikan di media massa; atau

d. pemberhentian tetap tanpa memperoleh hak-hak keuangan dan fasilitas lainnya


serta dipublikasikan di media massa.

Sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan:

(1) Penjatuhan sanksi sebagaimana dilakukan oleh:

a. atasan pejabat yang menentukan keputusan

b. kepala daerah apabila Keputusan ditetapkanoleh pejabat daerah;

c. menteri/pimpinan lembaga apabila Keputusan ditetapkan oleh pejabat di


lingkungannya; dan

d. Presiden apabila Keputusan ditetapkan oleh para menteri/pimpinan


lembaga.

(2) Penjatuhan sanksi sebagaimana dilakukan oleh:

a. gubernur apabila Keputusan ditetapkan oleh bupati/walikota; dan


b. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri
apabila Keputusan ditetapkan oleh gubernur.

(1) Sanksi administratif ringan, sedang atau berat dijatuhkan dengan


mempertimbangkan unsur proporsional dan keadilan.

(2) Sanksi administratif ringan dapat dijatuhkan secara langsung, sedangkan


sanksi administratif sedang atau berat hanya dapat dijatuhkan setelah melalui
proses pemeriksaan internal.

Penerapan sanksi administrasi pelanggaran peraturan daerah biasanya berlaku


pada peraturan daerah tentang pajak atau perda retribusi, hal ini dapat dilihat pentahapan
dari pelanggaran, misalnya dalam Perda Retribusi, pada tahap pertama tagihan hutang
bayar, (teguran/surat/peringatan), surat ketetapan yang menentukan besar tambahan atas
jumlah retribusi, yang telah ditetapkan Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya
dapat disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi
administrasi berupa bunga dan atau denda.

Dalam hal wajib retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktunya atau
kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa tambahan biaya sebesar 2%(dua
persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan
ditagih dengan menggunakan STRD. Sebaliknya untuk mengejar target kepada wajib
retribusi diberi kemudahan atau keringanan.

Ketentuan pidana, maka dapat dilakukan pemeriksaan. Pemeriksaan adalah


serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data dan atau
keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan kewajiban retribusi berdasarkan
Peraturan Perundang-undangan Retribusi Daerah. Penyidik Tindak Pidana di Bidang
Retribusi Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai
Negeri Sipil yang selanjutnya dapat disebut penyidik, untuk mencari data mengumpulkan
bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang retribusi daerah yang terjadi serta
menemukan tersangkanya.

Wajib retribusi yang tidak, melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan


keuangan daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (Tiga) bulan atau denda paling
banyak (tiga) kali jumlah retribusi terutang yang tidak atau kurang bayar tindak pidana
yang dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaranl denda sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan penerimaan Negara.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian dan analisis yang telah penyusun paparkan, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :

1. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah,


pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas
pembantuan. Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan
memiliki hubungan dengan pemerintah pusat dan dengan pemerintahan daerah yang
meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya
alam, dan sumber daya lainnya. Agar kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah
berjalan lancar, dibutuhkan lembaga pemerintahan daerah yang menjalankan
peranannya sesuai dengan kedudukan, tugas pokok, dan fungsinya dalam sistem
pemerintahan negara Indonesia.
2. Ketegangan atas tarik ulur kewenangan yang muncul sampai sekarang ini semuanya
mengacu kepada pembagian kekuasaan atau kewenangan, dan siapa yang paling
berwenang mengurus atau mengatur urusan tersebut. Bahwa desentralisasi dilihat dari
hubungan pusat dan daerah yang mengacu pada UUD 1945, maka: Pertama, bentuk
hubungan antara pusat dan daerah tidak boleh mengurangi hak-hak rakyat daerah untuk
turut serta (secara bebas) dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Kedua,
bentuk hubungan antara pusat dan daerah tidak boleh mengurangi hak-hak (rakyat)
daerah untuk berinisiatif atau berprakarsa. Ketiga, bentuk hubungan antara pusat dan
daerah dapat berbeda-beda antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya.
Keempat, bentuk hubungan antara pusat dan daerah adalah dalam rangka mewujudkan
keadilan dan kesejahteraan sosial di daerah. Adapun penerapan sanksi administrasi
berupa sanksi administrasi ringan, sedangkan sanksi administrasi berat dijatuhkan
dengan mempertimbangkan unsur proporsional dan keadilan.

B. Saran

Negara kita adalah negara yang kaya dan dibutuhkan pengelolaan yang baik agar
kekayaan ini dapat membawa kesejahteraan bagi seluruh warga negara. Salah satu cara
pengelolaannya adalah melalui lembaga pemerintahan daerah. Lembaga pemerintahan
daerah dapat dioptimalisasi fungsinya agar kegiatan pemerintahan di daerah dapat
berjalan sebagaimana mestinya. Karena daerah adalah bagian dari negara Indonesia yang
memiliki berbagai potensi yang dapat dikembangkan. Oleh karena itu saya harap
pemerintah pusat dapat mengawasi dan bekerjasama dengan pemerintah daerah melalui
lembaga-lembaga pemerintahan daerah untuk bersama-sama membangun daerah.
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Dasar 1945.

Gadjong Agus Salim Andi, Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum, Ghalia
Indonesia, Jakarta, 2004.

NasutionArif. Demokrasi dan Otonomi Daerah, Mandar Maju, Bandung.

Hoessein, Benyamin. Desentralisasi dan Otonomi Daerah, FH UI, Jakarta, 2000.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Anda mungkin juga menyukai