Anda di halaman 1dari 31

BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIS EMPIRIS

A. Kajian Teoritis

1. Pengertian Pemerintahan Daerah


Pemerintahan Daerah di Indonesia harus dipahami
sebagai bagian integral yang tidak terpisahkan dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Pemahaman tersebut juga
dipergunakan dalam memahami arti dari Pasal 18, Pasal 18 A
dan Pasal 18 B Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Politik konstitusi UUD 1945 tetap
menjadikan Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang
berbentuk Republik, meskipun sudah dilakukan amandemen
terhadap Pasal 1 UUD 1945 itu. Pasal 18 ayat (1) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menyebutkan Negara Kesatuan Indonesia dibagi atas daerah-
daerah provinsi dan daerah-daerah provinsi itu dibagi atas
kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan
kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan
undang-undang.
Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan Pemerintahan
Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintahan pemerintahan yang oleh undang-undang
ditentukan sebagai urusan pemerintah Pusat. Ketentuan Pasal
18 ayat (1) dan ayat (5) di atas tidak dapat dipisahkan
dengan ketentuan Pasal 1 ayat (1) yang berbunyi: Negara
Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik.
Tentang hal ini Laica Marzuki mengatakan bentuk Negara (de

II-1
staatsvorm) RI secara utuh harus dibaca dan dipahami dalam
makna Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang
berbentuk Republik, yang disusun berdasarkan desentalisatie,
dijalankan atas dasar otonomi yang seluas-luasnya, menurut
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 juncto Pasal 18 ayat (1) dan ayat (5)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Bentuk Negara Kesatuan yang berbentuk republik, dan
disusun berdasarkan desentralisasi itu merupakan
constitutionele kenmerken dari de staatsvorm van Republik
Indonesia (Imam Soebechi, 2012:50).
Selanjutnya Politik hukum dalam pengaturan
pemerintahan daerah dirumuskan dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,
disebutkan bahwa Pemerintahan daerah adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah
daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam
sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Secara faktual pentingnya dilaksanakan pemerintahan
daerah dilandasi oleh pertimbangan-pertimbangan berikut
(Hanif Nurcholis, 2005: 31-32):
a. Adanya perbedaan daerah dalam sistem sosial, politik
dan budaya
Umumnya kesatuan masyarakat daerah telah
tumbuh, berkembang, dan eksis sebagai kesatuan
masyarakat hukum sebelum terbentuknya negara

II-2
nasional. Kesatuan masyarakat hukum ini telah
mengembangkan lembaga sosial yang dikembangkan
mencakup lembaga politik, ekonomi, sosial, budaya, dan
pertahanan-keamanan.
Kondisi alamiah tersebut menjadi fakta politik,
sosial, dan budaya yang selanjutnya mempengaruhi
lembaga-lembaga formal yang dibentuk negara. Oleh
karena itu negara perlu mengakomodasi fakta tersebut
dengan menyelenggarakan sistem pemerintahan daerah.
Dengan menempuh cara ini maka struktur lembaga
formal akan diperkuat. Selanjutnya dengan sistem
pemerintahan daerah yang disepakati semua pihak maka
akan tercipta tingkat kohevisitas yang tinggi. Dengan
demikian, Pemerintahan daerah justru akan
memperkokoh integritas bangsa.

b. Upaya untuk mendekatkan pelayanan kepada


masyarakat.
Dalam sistem pemerintahan daerah, Pemerintah
Daerah diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus
urusan masyarakat setempat berdasarkan kepentingan
dan aspirasinya. Dengan kewenangan ini masyarakat
daerah setempat melalui wakil-wakilnya membuat
kebijakan publik/ kebijakan daerah. Kebijakan daerah ini
lalu dilaksanakan oleh pejabat-pejabat daerah setempat.
Dengan demikian urusan masyarakat diputuskan oleh
masyarakat sendiri. Oleh karena itu, jika muncul
masalah, dengan cepat masyarakat akan
menyelesaikannya. Pelayanan publik yang diberikan oleh
pejabat pelaksana dapat diterima masyarakat secara

II-3
cepat dan mudah karena tidak terdapat jalur birokrasi
yang panjang, komplek dan berbelit-belit.

c. Menciptakan administrasi pemerintahan yang efisien.


Penyelenggaraan pemerintahan dengan cara
terpusat akan melahirkan hirarki dan rantai komando
yang panjang. Melalui sistem pemerintahan daerah,
pemerintah daerah diberi kewenangan untuk mengatur
dan mengurus urusan-urusan yang diserahkan
kepadanya. Dengan demikian, pemerintah daerah tidak
sekedar melaksanakan ketentuan dari pusat tapi
membuat rencana, melaksanakan, mengendalikan dan
mengawasinya sendiri. Dalam hal ini pengambilan
keputusan berada di daerah, begitu juga tentang
pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawabannya.

2. Asas-asas Pemerintahan Daerah

II-4
Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja itu dikenal 3 (tiga) asas penyelenggaraan pemerintahan
di daerah, yaitu asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan asas
tugas pembantuan.
Asas-asas Desentralisasi adalah penyerahan wewenang
pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom dalam
rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Asas
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah
kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau
perangkat pusat di daerah, sedangkan asas Tugas
Pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada
daerah dan desa, dan dari daerah ke desa untuk
melaksanakan tugas tertentu yang disertai dengan
pembiayaan, saran dan prasarana serta sumber daya manusia
dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan
mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskannya.

3. Prinsip-prinsip Pemerintahan Daerah Menurut Undang-Undang


Nomor 23 Tahun 2014
Penjelasan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
menguraikan bahwa terdapat beberapa prinsip pemberian
otonomi daerah yang dipakai sebagai pedoman dalam
pembentukan dan penyelenggaraan daerah otonom yaitu:
a. Penyelenggaraan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan
serta potensi dan keanekaragaman Daerah;
b. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi
luas, nyata dan bertanggung jawab;
c. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh
diletakkan pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota,

II-5
sedangkan Daerah Provinsi merupakan otonomi yang
terbatas;
d. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan
konstitusi negara terjamin hubungan yang serasi antara
Pusat dan Daerah serta antar Daerah;
e. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan
kemandirian Daerah Otonom.

4.Tinjauan Penanaman Modal/ Investasi


a. Pengertian Penanaman Modal
Bidang penanaman modal (investasi) juga
merupakan salah satu urusan pemerintahan daerah wajib
yang sebagian penyelenggaraannya diserahkan oleh
Pemerintah Pusat kepada Pemerintahan Daerah termasuk
Kabupaten/ Kota. Penyelenggaraan urusan pemerintahan
di bidang penanaman modal (investasi) daerah
berpedoman antara lain dengan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2007 tentang Penanaman Modal sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja. Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2007 disebutkan pengertian
Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan
menanam modal baik penanaman modal di dalam negeri
maupun di luar negeri untuk melakukan usaha di wilayah
Republik Indonesia. Investasi sebagai salah satu pilar
ekonomi dan memberikan peran yang cukup besar kepada
pemerintah untuk meningkatkan penanaman modal dan
untuk mengolah potensi ekonomi. Peran tersebut
diperlukan dalam mengarahkan perekonomian nasional
untuk tumbuh lebih cepat dan mengejar ketertinggalan
dari negara lain yang lebih dahulu maju.

II-6
b. Tujuan dan Manfaat Penanaman Modal
Tujuan penyelenggaraan Penanaman Modal
tercantum dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja yang dimaksudkan untuk
melibatkan peran serta masyarakat dan sektor swasta
dalam pembangunan daerah. Dalam Undang-undang
penanaman modal tersebut menjelaskan terkait tujuan
penyelenggaraan penanaman modal, antara lain untuk:

1) meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional;


2) menciptakan lapangan kerja;
3) meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan;
4) meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi
nasional;
5) mendorong pembangunan ekonomi kerakyatan; dan
6) mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu
sistem perekonomian yang berdaya saing.

Penyelenggaraan penanaman modal dapat berjalan


lancar apabila faktor penunjang yang menghambat iklim
penanaman modal dapat diatasi. Program-program untuk
mengatasi permasalahan iklim penanaman modal itu
antara lain melalui perbaikan koordinasi antar instansi
Pemerintah Pusat dan Daerah, penciptaan birokrasi yang
efisien, kepastian hukum di bidang penanaman modal,
biaya ekonomi yang berdaya saing tinggi, serta iklim usaha
yang kondusif di bidang ketenagakerjaan dan keamanan
berusaha.

c. Prinsip Penanaman Modal

II-7
Penanaman modal menjadi bagian dari
penyelenggaraan perekonomian nasional dan ditempatkan
sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
nasional, menciptakan lapangan kerja, serta mendorong
pembangunan ekonomi kerakyatan. Penanaman modal
(investasi) mempunyai peranan yang sangat penting untuk
menggerakkan dan memacu pertumbuhan ekonomi suatu
negara atau daerah. Oleh karena itu penting untuk
memperbaiki iklim penanaman modal serta penguatan
landasan hukum penanaman modal.
Dalam upaya memperbaiki iklim penanaman modal di
Indonesia harus ditunjang oleh landasan hukum
penanaman modal yang disusun berdasarkan prinsip-
prinsip hukum penanaman modal. Persyaratan minimal
untuk mencapai iklim penanaman modal yang baik adalah
dengan adanya: Prinsip mendatangkan manfaat bagi
rakyat; Prinsip ketidaktergantungan ekonomi nasional dari
modal asing; Prinsip insentif; dan Prinsip jaminan
penanaman modal dan Prinsip tata Kelola perusahaan yang
baik (Pasal 5 huruf a UU Nomor 25 Tahun 2007).
Faktor penting dalam peningkatan dan
pengembangan penanamanan modal adalah pelayanan
terhadap perizinan dan non perizinan kegiatan penanaman
modal (investasi). Dalam rangka itu, pemerintah telah
mereformasi pelayanan perizinan dan non perizinan tahap
demi tahap dimulai dari penyelenggaraan pelayanan
terpadu satu pintu (PTSP). Pelayanan Terpadu Satu Pintu
merupakan kegiatan penyelenggaraan suatu perizinan dan
non perizinan yang mendapat pendelegasian atau
pelimpahan wewenang dari Lembaga atau instansi yang
memiliki kewenangan perizinan dan non perizinan yang

II-8
proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan
sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan
dalam satu tempat.
Perizinan usaha menjadi salah satu hal yang harus
dilalui pelaku usaha baik yang akan memulai usaha
maupun dalam tahap pengembangan usaha. Perizinan
merupakan salah satu faktor penentu kinerja tata kelola
ekonomi daerah. Kinerja pelayanan perizinan dan non
perizinan ditentukan oleh penyelenggaraan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu. Dengan kata lain keberadaan PTSP
ikut menentukan masuknya investasi di suatu daerah.
Pemerintah juga mendorong terjadinya percepatan
pelaksanaan berusaha melalui Peraturan Presiden Nomor
91 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha
(dicabut) dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018
tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara
Elektronik. Kemudian seiring berjalannya waktu dan
berkembangnya pengaturan di Indonesia, Peraturan
Presiden Nomor 91 Tahun 2017 tentang Percepatan
Pelaksanaan Berusaha dicabut dengan Perpres Nomor 82
Tahun 2020 tentang Komite Penanganan Corona Virus
Disease 2019 (COVID-19) dan Pemulihan Ekonomi
Nasional. Sementara itu Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha
Terintegrasi secara Elektronik dicabut dan digantikan
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021
tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis
Risiko.
Pada dasarnya, inti dari kebijakan percepatan
pelaksanaan berusaha yang tercantum dalam Peraturan
Presiden Nomor 91 Tahun 2017 mencakup dua tahapan

II-9
kegiatan: (1) tahap pertama melakukan : (a)
pembentukan Satuan Tugas untuk pengawalan dan
penyelesaian hambatan; (b) penetapan checklist di
Kawasan-kawasan yang telah beroperasi; dan (c)
penggunaan data sharing; (2) Tahap kedua adalah : (a)
pelaksanaan reformasi peraturan perizinan berusaha; dan
(b) penerapan system perizinan berusaha terintegrasi
secara elektronik (Online Single Submission = OSS). Dan
kebijakan ini telah ditindaklanjuti oleh Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian dengan menerbitkan pedoman
pelaksanaan Peraturan Presiden ini yaitu Peraturan Menteri
Koordinator Perekonomian Nomor 8 Tahun 2017.
Sementara itu reformasi peraturan perizinan dan
penggunaan sistem OSS dipertegas dengan penerbitan
Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2018 tentang
Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara
Elektronik dicabut dan digantikan dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.

5.Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal


a. Pengertian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal
Pengertian dari Pemberian Insentif menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2019 tentang
Pemberian Insentif dan Kemudahan Investasi di Daerah
yaitu dukungan kebijakan fiscal dari Pemerintah Daerah
kepada Masyarakat dan/atau Investor untuk meningkatkan
investasi di daerah. Sedangkan pengertian Pemberian
Kemudahan adalah penyediaan fasilitas nonfiskal dari
Pemerintah Daerah kepada Masyarakat dan/atau Investor
untuk mempermudah setiap kegiatan investasi dan untuk

II-10
meningkatkan investasi di daerah. Pada pelaksanaan
pemberian insentif dan kemudahan ini Pemerintah Daerah
dapat memberikan insentif dan kemudahan investasi di
daerah kepada Masyarakat dan/atau Investor sesuai
kewenangannya sebagaimana dilakukan berdasarkan
prinsip:
1) Kepastian hukum yaitu asas yang meletakkan hukum
dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai
dasar Pemerintah Daerah dalam setiap kebijakan dan
tindakan dalam Pemberian Insentif dan/atau Pemberian
Kemudahan Investasi.
2) Kesetaraan yaitu pelrakukan yang sama terhadap
Investor tanpa memihak dan menguntungkan satu
golongan, kelompok, atau skala usaha tertentu.
3) Transparansi yaitu keterbukaan informasi dalam
Pemberian Insentif dan/atau Kemudahan Investasi.
4) Akuntabilitas yaitu bentuk pertanggungjawaban atas
Pemberian Insentif dan/atau Kemudahan Investasi.
5) Efektif dan efisien yaitu pertimbangan yang rasional
dan ekonomis serta jaminan yang berdampak pada
peningkatan produktivitas serta pelayanan publik.

b. Kriteria Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal


Terdapat beberapa kriteria dalam Pemberian Insentif
dan Pemberian Kemudahan sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2019
tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Investasi di
Daerah, yaitu:
1) Memberikan kontribusi terhadap peningkatan
pendapatan Masyarakat;

II-11
2) Menyerap tenaga kerja;
3) Menggunakan sebagian besar sumber daya lokal;
4) Memberikan kontribusi bagi peningkatan pelayanan
publik;
5) Memberikan kontribusi dalam peningkatan produk
domestik regional bruto;
6) Berwawasan lingkungan dan berkelanjutan;
7) Pembangunan infrastruktur;
8) Melakukan alih teknologi;
9) Melakukan industri pionir;
10) Melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan,
dan inovasi;
11) Bermitra dengan usaha mikro, kecil, atau koperasi;
12) Industri yang menggunakan barang modal, mesin,
atau peralatan yang diproduksi di dalam negeri;
13) Melakukan kegiatan usaha sesuai dengan program
prioritas nasional dan/atau daerah; dan/atau
14) Berorientasi ekspor.
Selain itu Pemerintah Daerah dapat memprioritaskan
Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan untuk jenis
usaha tertentu atau kegiatan tertentu yang terdiri atas:
1) Usaha mikro, kecil, dan/atau koperasi;
2) Usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan;
3) Usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modalnya;
4) Usaha yang dipersyaratkan dengan lokasi tertentu;
5) Usaha yang dipersyaratkan dengan perizinan khusus;
6) Usaha yang terbuka dalam rangka penanaman modal
yang memprioritaskan keunggulan daerah;
7) Usaha yang telah mendapatkan fasilitas penanaman
modal dari pemerintah pusat;

II-12
8) Usaha lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

c. Bentuk Insentif dan Bentuk Kemudahan


Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 2019 tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan
Investasi di Daerah menyebutkan bahwa Pemberian
Insentif dapat berbentuk:
1) Pengurangan, keringanan, atau pembebasan pajak
daerah;
2) Pengurangan, keringanan, atau pembebasan retribusi
daerah;
3) Pemberian bantuan modal kepada usaha mikro, kecil,
dan/atau koperasi di daerah;
4) Bantuan untuk riset dan pengembangan untuk usaha
mikro, kecil, dan/atau koperasi di daerah;
5) Bantuan fasilitas pelatihan vokasi usaha mikro, kecil,
dan/atau koperasi di daerah; dan/atau
6) Bunga pinjaman rendah.
Pasal 6 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 2019 tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan
Investasi di Daerah menyebutkan bahwa Pemberian
Kemudahan dapat berbentuk:
1) Penyediaan data dan informasi peluang penanaman
modal;
2) Penyediaan sarana dan prasarana;
3) Fasilitasi penyediaan lahan atau lokasi;
4) Pemberian bantuan teknis;
5) Penyederhanaan dan percepatan pemberian perizinan
melalui pelayanan terpadu satu pintu;
6) Kemudahan akses pemasaran hasil produksi;

II-13
7) Kemudahan investasi langsung konstruksi;
8) Kemudahan investasi di kawasan strategis yang
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan
yang berpotensi pada pembangunan daerah;
9) Pemberian kenyamanan dan keamanan berinvestasi di
daerah;
10)Kemudahan proses sertifikasi dan standarisasi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
11)Kemudahan akses tenaga kerja siap pakai dan
terampil;
12)Kemudahan akses pasokan bahan baku; dan/atau
13)Fasilitasi promosi sesuai dengan kewenangan daerah.

d. Fasilitas Penanaman Modal


Fasilitas penanaman modal adalah keringanan yang
diberikan oleh pemerintah kepada pelaku usaha yang
memenuhi kriteria penerima fasilitas penanaman modal
pada bidang-bidang yang telah ditentukan oleh
pemerintah. Pengaturan mengenai fasilitas penanaman
modal diatur dalam Pasal 18 sampai dengan Pasal 24
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007. Ketentuan Pasal
18 mengatur mengenai pemberian fasilitas kepada
penanaman modal yang menurut Pasal 20, fasilitas
tersebut tidak berlaku bagi penanam modal asing yang
tidak berbadan hukum atau diartikan bahwa fasilitas yang
diberikan berdasarkan ketentuan Pasal 18 hanya diberikan
kepada penanam modal asing yang berbadan hukum.
Fasilitas penanaman modal diberikan dengan
pertimbangan tingkat daya saing perekonomian dan
kondisi keuangan negara dan harus promotif dibandingkan

II-14
dengan fasilitas yang diberikan negara lain. Pentingnya
kepastian fasilitas penanaman modal ini mendorong
pengaturan secara lebih detail terhadap bentuk fasilitas
yakni Fasilitas fiskal yang di dalamnya termasuk atau
dapat disebut fasilitas perpajakan dan pungutan lain (Pasal
19 Undang- Undang No. 25 Tahun 2007), yang merupakan
bagiannya adalah:
1) Fasilitas Pajak Penghasilan (PPh);
2) Pembebasan atau Keringanan Bea Impor Barang
Modal yang Belum Bisa Diproduksi di Dalam Negeri;
3) Pembebasan atau Keringanan Bea Masuk Bahan Baku
atau Bahan Penolong untuk Keperluan Produksi;
4) Pembebasan atau Penangguhan Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) atas Impor Barang Modal atau Mesin, yang
belum dapat Diproduksi di dalam Negeri;
5) Penyusutan dan Amortisasi yang Dipercepat;
6) Keringanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);
7) Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan
Badan.
Selain fasilitas perpajakan, pemerintah juga harus
memberikan kemudahan pelayanan dan/atau perizinan
kepada perusahaan penanaman modal untuk memperoleh
fasilitas sebagai berikut: Fasilitas hak atas tanah, Fasilitas
imigrasi, dan Fasilitas perizinan impor. Pemberian fasilitas
penanaman modal juga dilakukan dalam upaya mendorong
penyerapan tenaga kerja, keterkaitan pembangunan
ekonomi dengan perlakuan ekonomi kerakyatan, orientasi
ekspor dan intensif yang dilakukan menguntungkan kepada
penanam modal yang menggunakan barang modal atau
mesin atau peralatan produksi dalam negeri, serta fasilitas

II-15
terkait dengan lokasi penanaman modal di daerah
tertinggal dan di daerah dengan infrastruktur terbatas.

e. Syarat dan Ketentuan Dalam Memperoleh Insentif dan


Kemudahan Penanaman Modal
Pemerintah memberikan fasilitas kepada penanam
modal yang melakukan penanaman modal dengan latar
belakang yaitu Penanaman modal yang melakukan
perluasan usaha dan Penanaman modal yang melakukan
penanaman modal baru. Bagi penanam modal yang baru
melakukan penanaman modal akan memperoleh fasilitas
penanaman modal apabila sekurang- kurangnya memenuhi
salah satu kriteria sebagaimana ditentukan Pasal 18 ayat
(3), yaitu:
1) Menyerap banyak tenaga kerja;
2) Termasuk skala prioritas tinggi;
3) Termasuk pembangunan infrastruktur dan Melakukan
alih teknologi;
4) Melakukan industri pionir;
5) Berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah
perbatasan;
6) Menjaga kelestarian lingkungan hidup;
7) Melaksanakan kegiatan penelitian;
8) Bermitra dengan UKM atau koperasi;
9) Industri yang menggunakan barang modal atau
peralatan yang diproduksi di dalam negeri.

6.Urgensitas Pengaturan Penanaman Modal


Pengembangan wilayah membutuhkan peningkatan
investasi cukup besar untuk masing-masing daerah, karena
investasi dimaksud dapat mendukung terwujudnya

II-16
pertumbuhan ekonomi. Untuk itu setiap daerah perlu
melakukan reorientasi penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan daerahnya dari berorientasi pada peningkatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) menuju orientasi pada
“investment friendly”. (Materi Penyusunan RPJP Pusat dan
Daerah, BAPPEDA Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Tahun
2006).
Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah,
pelayanan publik dan reformasi birokrasi merupakan langkah
konkret yang harus dijalankan dengan fungsi fasilitator
pemerintahan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui pembangunan ekonomi yang bisa
dilakukan dengan mendatangkan penanaman modal atau
investasi melalui para investor agar mau berinvestasi di
daerahnya.
Kegiatan investasi merupakan bagian dari
penyelenggaraan perekonomian daerah dan ditempatkan
sebagai upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah,
menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan
ekonomi berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan
kemampuan teknologi daerah, mendorong pembangunan
ekonomi kerakyatan, serta mewujudkan kesejahteraan
masyarakat.
Tujuan penyelenggaraan investasi hanya dapat tercapai
apabila faktor penunjang yang menghambat iklim investasi
dapat diatasi, antara lain melalui:
1. Perbaikan koordinasi antarinstansi Pemerintah Pusat dan
daerah;
2. Penciptaan birokrasi yang efisien, kepastian hukum di
bidang penanaman modal;
3. Biaya ekonomi yang berdaya saing tinggi;

II-17
4. Iklim usaha yang kondusif di bidang ketenagakerjaan dan
keamanan berusaha.
Faktor non ekonomi yang menjadi motivasi investor
tentunya harus diperhatikan baik oleh pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah khususnya dalam memberikan
pelayanan publik yang baik dan menciptakan iklim investasi
yang kondusif. Pelayanan publik merupakan salah satu
kewenangan yang dilimpahkan dan menjadi urusan wajib
bagi daerah untuk pelaksanaannya.
Keberhasilan suatu daerah dalam menjalankan
otonomi daerah dapat dilihat dari indikator sejauhmana
keberhasilan pemerintah daerah (bersama DPRD dan
masyarakatnya) dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui berbagai bentuk pelayanan yang
diberikan bagi pemenuhan kebutuhan dasar (basic needs)
masyarakat seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur,
pengurangan angka kemiskinan, dan sebagainya secara
berkesinambungan. Untuk tujuan itu maka Pemda harus
mampu menyediakan pelayanan-pelayanan publik (public
service) yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang
bersangkutan.
Sejak reformasi bergulir yang sudah berjalan,
berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam
menciptakan iklim investasi yang kondusif dalam rangka
peningkatan investasi yaitu dengan mengeluarkan kebijakan
desentralisasi dan otonomi daerah, pelayanan publik dan
reformasi birokrasi namun jika dibandingkan dengan data
masuknya penanaman modal atau investasi di Indonesia
ataupun di Daerah hal tersebut belum nampak signifikan
secara time series.

II-18
B. Kajian Terhadap Asas-Asas Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan terkait dengan Penyusunan Norma

Untuk memahami asas-asas pembentukan peraturan


perundang-undangan yang baik, dapat dimulai dari pengertian
tentang asas hukum. Menurut Sudikno Mertokusumo asas hukum
atau prinsip hukum bukanlah peraturan hukum konkrit, melainkan
merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan
latar belakang dari peraturan konkrit yang terdapat dalam dan di
belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan
perundang-undangan dan putusan-putusan hakim yang
merupakan hukum positif dan dapat dikemukakan dengan
mencari sifat-sifat umum dari peraturan yang konkret tersebut.
Fungsi ilmu hukum adalah mencari asas hukum ini dalam hukum
positif (Yuliandri, 2009: 20).
Menurut ketentuan UU Nomor 23 Tahun 2014, dikenal 3
(tiga) asas penyelenggaraan pemerintahan di daerah, yaitu asas
desentralisasi, dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan. Asas-
asas Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan
oleh Pemerintah kepada daerah otonom dalam rangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Asas Dekonsentrasi adalah
pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada Gubernur sebagai
wakil pemerintah dan/atau perangkat pusat di daerah, sedangkan
asas Tugas Pembantuan adalah penugasan dari pemerintah
kepada daerah dan desa, dan dari daerah ke desa untuk
melaksanakan tugas tertentu yang disertai dengan pembiayaan,
saran dan prasarana serta sumber daya manusia dengan
kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggung-
jawabkannya kepada yang menugaskannya.
Menurut A. Hamid S. Attamimi, pembentukan peraturan
perundang-undangan Indonesia yang patut, adalah : a) Cita

II-19
Hukum Indonesia, b) Asas Negara Berdasar Atas Hukum dan Asas
Pemerintahan Berdasar Sistem Konstitusi dan c) Asas-asas
lainnya (Maria Farida , 2007 :228). Lebih lanjut dijelaskan Asas-
asas pembentukkan peraturan perundang-undangan yang patut
ini meliputi juga :
1. Asas tujuan yang jelas;
2. Asas perlunya pengaturan;
3. Asas organ/lembaga dan materi muatan yang tepat;
4. Asas dapatnya dilaksanakan;
5. Asas dapatnya dikenali;
6. Asas perlakuan yang sama dalam hukum;
7. Asas persatuan hukum;
8. Asas pelaksanaan hukum sesuai keadaan individual. (Maria
Farida, 2007 :230).
Pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia,
terdapat 2 (dua) asas hukum yang perlu diperhatikan, yaitu asas
hukum umum yang khusus memberikan pedoman dan bimbingan
bagi pembentukan isi peraturan dan asas hukum lainnya yang
memberikan pedoman dan bimbingan bagi penuangan peraturan
ke dalam bentuk dan susunannya, bagi metode pembentukannya
dan bagi proses serta prosedur pembentukannya. Asas hukum
yang terakhir ini dapat disebut asas peraturan perundang-
undangan yang patut. Kedua asas hukum tersebut berjalan seiring
berdampingan memberikan pedoman dan bimbingan serentak
dalam setiap kali ada kegiatan pembentukan peraturan
perundang-undangan masing-masing sesuai dengan bidangnya.
Asas-asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan
menurut Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undnag

II-20
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan tertuang dalam Pasal 5 dan Pasal 6. Pasal 5
menyebutkan dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan
harus dilakukan berdasarkan pada asas pembentukan Peraturan
perundang-undangan yang baik, yang meliputi:
1. Asas Kejelasan Tujuan
Bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan
harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
2. Asas Kelembagaan atau Organ Pembentuk Yang Tepat
Bahwa setiap jenis peraturan perundang-undangan harus
dibuat oleh lembaga/ pejabat Pembentuk peraturan
perundang-undangan yang berwenang. Peraturan perundang-
undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum,
apabila dibuat oleh lembaga/ pejabat yang tidak berwenang.
3. Asas Kesesuaian antara Jenis dan Materi Muatan
Bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan
harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat
dengan jenis peraturan perundang-undangannya.
4. Dapat Dilaksanakan
Bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
harus memperhitungkan efektifitas Peraturan Perundang-
undangan tersebut di dalam masyarakat baik secara fisiologis,
yuridis, maupun sosiologis.
5. Kedayagunaan dan Kehasilgunaan
Bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan dibuat karena
memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam
mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
6. Asas Kejelasan Rumusan
Bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus
memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan

II-21
Perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau
istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti
sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi
dalam pelaksanaannya.
7. Asas Keterbukaan
Bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan
pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat
transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan
masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya
untuk memberikan masukan dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
Sedangkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
menyebutkan bahwa materi muatan Peraturan perundang-
undangan harus mencerminkan asas :
a. Pengayoman;
b. Kemanusiaan;
c. Kebangsaan;
d. Kekeluargaan;
e. Kenusantaraan;
f. Bhineka Tunggal Ika;
g. Keadilan;
h. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i. Ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

C. Kajian Terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru untuk


Mengatur Kehidupan Masyarakat dan Dampaknya terhadap
Penanaman Modal dan Pemberian Insentif atau Kemudahan

II-22
Pada kondisi ekonomi dimana kepastian berusaha berada
pada posisi yang tinggi, sementara tingkat resiko kegagalan
dalam berusaha relative rendah, maka perhitungan dan kalkulasi
proyek-proyek investasi baru dapat dengan mudah
dilakukan. Resiko berusaha yang rendah ini didukung oleh iklim
politik yang stabil. Keamanan dalam perjalanan barang pasokan
dan bahan mentah untuk kegiatan industri dan proses logistik dari
produk dan barang jadi perusahaan dapat terkirim dengan mudah
dan murah ditangan konsumen.
Demikian juga sistem perizinan investasi masih ditangani
secara sentralistis sehingga sekaligus mengurangi rantai birokrasi
yang berlebihan. Tuntutan partai politik dan lembaga swadaya
masyarakat pun masih dalam koridor yang tidak banyak
mengganggu jalannya proses berbisnis.
Kondisi iklim berusaha dan resiko investasi yang positif
ternyata kemudian membuahkan hasilnya. Perusahaan-
perusahaan domestik tanpa ragu-ragu dapat melakukan ekspansi
usahanya di segala lini produksi. Minat untuk melakukan investasi
secara langsung pada sektor riil yang dilakukan oleh masyarakat
bisnis dan industri rumah tangga meningkat tajam baik di sektor
pertanian, perikanan, pertambangan, konstruksi, industri
pengolahan, industri berat, jasa keuangan dan perbankan, serta
pada sektor-sektor jasa lainnya. Minat investasi yang paling
menonjol dan menunjukkan peningkatannya adalah investasi
langsung dalam rangka mendapatkan fasilitas penanaman modal
asing (FDI). Kehadiran FDI telah memberikan kontribusi yang
besar dalam mendorong kinerja laju pertumbuhan ekonomi
Indonesia, mendorong timbulnya industri pasokan bahan baku
lokal, proses alih teknologi dan manajemen, serta manfaat bagi
investor lokal. Manfaat yang paling menonjol adalah berkembang
nya kolaborasi yang saling menguntungkan dan terjalin antar

II-23
investor asing dengan kalangan pebisnis lokal. Disini dapat
melihat bagaimana bisnis dan industri komponen berkembang
dengan pesat, termasuk berbagai kegiatan usaha yang
berorientasikan ekspor.
Perkembangan investasi langsung yang dahsyat tersebut
kemudian memberikan berbagai manfaat dan dampak positif
untuk perkembangan ekonomi nasional dan lokal. Devisa negara
mengalami peningkatan yang cukup berarti sehingga negara
dapat memiliki cadangan pendanaan untuk keperluan berjaga-
jaga dalam kondisi yang kurang baik. Lapangan kerja secara
nasional pun dapat diberikan pada jumlah yang tinggi, dimana
dengan satu persen laju pertumbuhan dalam perekonomian
nasional dapat secara langsung memberikan tambahan lapangan
kerja antara 700 ribu sampai dengan 800 ribu pekerja.
Jarang terdengar keluhan dari para calon pekerja di daerah
perkotaan yang sulit mendapatkan lapangan kerja. Tingkat
pengangguran dapat ditekan seminimal mungkin. Lapangan kerja
yang diberikan oleh kehadiran perusahaan asing dan domestik
berorientasi kan ekspor secara bersamaan telah dirasakan
manfaatnya oleh kalangan pekerja kerah putih, para lulusan
program pasca sarjana maupun para lulusan dari program
pendidikan sarjana di tanah air. Di tempat lokasi kerja perusahaan
asing putra-putra bangsa mendapatkan pengalaman yang sangat
luas dalam bidangnya masing-masing, dengan pengenalan pada
wawasan manajemen modern dan pengenalan terhadap kehadiran
pasar global. Beberapa diantara karyawan tersebut kemudian
beralih status menjadi entrepreneur-entrepreneur muda yang
telah membesarkan perkembangan usaha-usaha ekonomi
berskala menengah dan kecil.
Perkembangan investasi pengusaha domestik dan asing tadi
masih memberikan berbagai kontribusi positif untuk peningkatan

II-24
sumber-sumber pajak perusahaan dan perseorangan yang
berguna dalam pembangunan daerah pada tingkat satu dan
tingkat dua. Perkembangan ekonomi lokal di sekitar lokasi tempat
usaha perusahaan-perusahaan yang menanamkan investasinya
menunjukkan kecenderungan mendapatkan pengaruh dampak
langsung dari kehadiran mereka. Penyelenggaraan fasilitas umum
dan sosial dapat ditingkatkan sekaligus bertambahnya tingkat
konsumsi lokal terhadap kebutuhan pokok dan kebutuhan sehari-
hari.
Selanjutnya penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam
era otonomi daerah dimaksudkan untuk mengoptimalkan: (a)
Pelayanan Publik/ Masyarakat; (b) Pelaksanaan Pembangunan di
berbagai bidang kehidupan masyarakat; dan (c) Peningkatan
Kesejahteraan masyarakat. Salah satu urusan pemerintahan wajib
yang menjadi bidang pembangunan pusat sampai ke daerah
adalah urusan pemerintahan wajib Penanaman Modal.
Pelaksanaan program dan kegiatan penanaman modal di Daerah
dilaksanakan oleh Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (DPMPTSP). Gambaran kinerja DPMPTSP Kabupaten
Magetan dalam rangka mengemban tugas pengelolaan dan
pengembangan kegiatan investasi di Kabupaten Magetan adalah
sebagai berikut:

1. Dasar Pembentukan DPMPTSP Kabupaten Magetan


Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Magetan terbentuk berdasarkan
Peraturan Daerah Kabupaten Magetan Nomor 15 Tahun 2016
tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah
Kabupaten Magetan. Sebagai perangkat daerah yang diberi
tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan wajib bidang
penanaman modal secara operasional didasarkan pada

II-25
Peraturan Bupati Magetan Nomor 75 Tahun 2016 tentang
Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi, serta
Tata Kerja Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu Kabupaten Magetan.
2. Tugas dan Fungsi DPMPTSP Kabupaten Magetan
Tugas DPMPTSP sebagai salah satu perangkat daerah
bertugas untuk membantu Bupati melaksanakan urusan
pemerintahan bidang penanaman modal dan urusan
pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral yang
menjadi kewenangan Daerah dan tugas pembantuan.
Selanjutnya fungsi DPMPTSP Kabupaten Magetan
meliputi hal-hal sebagai berikut:
● Perumusan kebijakan di bidang penanaman modal,
pelayanan terpadu satu pintu dan bidang energi dan
sumber daya mineral;
● Pelaksanaan kebijakan di bidang penanaman modal,
pelayanan terpadu satu pintu dan bidang energi dan
sumber daya mineral;
● Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang penanaman
modal, pelayanan terpadu satu pintu dan bidang energi
dan sumber daya mineral;
● Pelaksanaan administrasi dinas di bidang penanaman
modal, pelayanan terpadu satu pintu dan bidang energi
dan sumber daya mineral; dan
● Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Bupati terkait
dengan tugas dan fungsinya.

3. Jenis-jenis Pelayanan DPMPTSP Kabupaten Magetan


Berdasarkan Peraturan Bupati Magetan Nomor 33
Tahun 2020 tentang Pendelegasian Wewenang Perizinan Dan
Nonperizinan Kepada Kepala Dinas Penanaman Modal Dan

II-26
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Magetan. DPMPTSP
Kabupaten Magetan melayani 15 bidang perizinan dengan 78
jenis perizinan dan non perizinan.

BIDANG PENDIDIKAN
1. Izin Pendirian Program atau Satuan Pendidikan Tingkat
Dasar
2. Izin Penyelenggaraan Satuan Pendidikan Nonformal
3. Izin Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini

BIDANG KESEHATAN
4. Izin Mendirikan Rumah Sakit Kelas C dan D
5. Izin Operasional Rumah Sakit Kelas C dan D
6. Izin Mendirikan Puskesmas
7. Izin Operasional Puskesmas
8. Izin Operasional Klinik
9. Izin Operasional Laboratorium
10. Izin Operasional Toko Optik
11. Izin Apotek
12. Izin Toko Obat
13. Izin Toko Alat Kesehatan
14. Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga
15. Izin Tukang Gigi
16. Izin Praktik Bidan
17. Izin Praktik Perawat
18. Izin Praktik Dokter

BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG


19. Izin Mendirikan Bangunan
20. Izin Usaha Jasa Konstruksi

II-27
21. Izin Pembangunan/Penempatan Bangunan Dan Jaringan
Utilitas
22. Izin Lokasi
23. Informasi Pemanfaatan Ruang
24. Sertifikat Laik Fungsi
25. Keterangan Rencana Kabupaten

BIDANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN


26. Izin Pembangunan dan Pengembangan Perumahan
27. Izin Pembangunan dan Pengembangan Kawasan
Permukiman

BIDANG TENAGA KERJA


28. Izin Lembaga Pelatihan Kerja (LPK)
29. Izin Usaha Lembaga Penempatan Tenaga Kerja Swasta
dalam 1 (satu) Kabupaten
30. Izin Usaha Lembaga Penyalur Pekerja Rumah Tangga
31. Izin Tempat Penampungan
32. Izin Operasional Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh
BIDANG LINGKUNGAN HIDUP
33. Izin Lingkungan
34. Izin Pengelolaan Sampah
35. Izin Pengangkutan Sampah
36. Izin Pemrosesan Akhir Sampah
37. Izin Penyimpanan Sementara Limbah B3
38. Izin Pengumpulan Limbah B3
39. Izin Pembuangan Limbah Cair

BIDANG PERHUBUNGAN
40. Izin Penyelenggaraan Angkutan Orang

II-28
41. Izin Penyelenggaraan Angkutan Barang
42. Izin Trayek (disesuaikan dengan OSS)
43. Izin Usaha Jasa Perawatan Dan Perbaikan Kapal/Perahu

BIDANG PARIWISATA
44. Tanda Daftar Usaha Pariwisata

BIDANG PERIKANAN
45. Surat Izin Usaha Perikanan

BIDANG PERTANIAN
46. Izin Usaha Perkebunan
47. Izin Usaha Tanaman Pangan
48. Izin Usaha Hortikultura
49. Izin Usaha Peternakan
50. Izin Mendirikan Rumah Sakit Hewan / Fasilitas
Pemeliharaan Hewan
51. Izin Mendirikan Rumah Potong Hewan
52. Izin Usaha Pemotongan Hewan
53. Izin Mendirikan Pasar Hewan
54. Izin Pemasukan dan Pengeluaran Benih Tanaman
55. Izin Pemasukan dan Pengeluaran Benih/Bibit Ternak
56. Izin Pemasukan dan Pengeluaran Obat Hewan
57. Izin Pemasukan dan Pengeluaran Hewan Peliharaan
58. Izin Praktek Dokter Hewan (Medik Veteriner)
59. Izin Praktek Paramedik Veteriner Inseminator
60. Izin Praktek Paramedik Veteriner Pemeriksaaan
Kebuntingan (PKB)
61. Izin Praktek Paramedik Veteriner Asisten Teknik
Reproduksi (ATR)

II-29
BIDANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
62. Izin Pemanfaatan Langsung Panas Bumi

BIDANG PERDAGANGAN
63. Nomor Induk Berusaha (NIB)
64. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
65. Tanda Pendaftaran Agen atau Distributor Barang dan/atau
Jasa
66. Tanda Daftar Gudang
67. Surat Tanda Pendaftaran Waralaba
68. Izin Usaha Pengelolaan Pasar Tradisional (IUP2T)

BIDANG PERINDUSTRIAN
69. Izin Usaha Industri
70. Izin Perluasan Usaha Industri
71. Izin Usaha Kawasan Industri
72. Izin Perluasan Usaha Kawasan Industri

BIDANG PERIZINAN LAINNYA


73. Izin Pemakaian Kekayaan Daerah
74. Izin Penyelenggaraan Hiburan
75. Izin Pemasangan Reklame
76. Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing
(IMTA)
77. Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung (SKBG)
78. Sertifikasi dan Registrasi Bagi Orang atau Badan Hukum
yang melaksanakan perancangan dan perencanaan rumah
serta perencanaan Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum
(PSU) tingkat kemampuan kecil

II-30
4. Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal
Dalam rangka mendorong peningkatan pelayanan
dalam bidang penanaman modal sehingga berdampak pada
peningkatan kegiatan penanaman modal di Kabupaten
Magetan, dilakukan pemberian insentif dan kemudahan
penanaman modal, yaitu:
a. Pemberian informasi secara mudah dan jelas kepada
pelaku usaha
b. Fasilitasi kepada pelaku usaha yang mau berinvestasi ke
Kabupaten Magetan
c. Penyediaan lounge OSS dan ruang investasi guna
kenyamanan pelaku usaha baik pada saat memperoleh
data investasi maupun pada saat mengurus perijinan
berusaha
d. Pendampingan kepada pelaku usaha yang mengurus
perijinan usaha melalui OSS;
e. Khusus kepada pelaku usaha tertentu seperti pengusaha
yang bergerak di bidang pendidikan diberikan keringanan
retribusi Ijin Mendirikan Bangunan (IMB);
f. Rencana Pendirian Mall Pelayanan Publik.

Guna meningkatkan kualitas pelayanan publik dan


pemberian kemudahan berusaha kepada masyarakat, maka
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(DPMPTSP) Kabupaten Magetan melaksanakan inovasi
pelayanan publik yaitu :
a. Pelayanan Perizinan Keliling (PEPELING)
b. Layanan Antar Izin Khusus (LA-ZIK)
c. Pelayanan Akhir Pekan (WEEKEND SERVICE)

II-31

Anda mungkin juga menyukai