Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH SISTEM ADMINISTRASI NEGARA INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


Hakekat ekonomi pada dasarnya harus diiringi dengan keseimbangan antara
kewajiban dan hak, keseimbangan kekuasaan antara pemerintah daerah, lembaga legislatif
daerah dan masyarakat, keseimbangan antara tugas dan tanggung jawab, beban pekerjaan,
anggaran yang tersedia dan prestasi kerja birokrasi.
Untuk tercapainya keseimbangan ideal tersebut, maka otonomi daerah harus
dikembalikan kepada hakekat yang tersirat dan tersurat dalam undang-undang nomor 5 tahun
1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, yang lebih menekankan kewajiban
daripada hak. Untuk itu, diperlukan yang namanya Administrasi  Pemerintahan Daerah yaitu
keseluruhan dari bentuk penyelenggaraan pelayanan pemerintah daerah secara intensif
kepada masyarakat baik itu pemerintahan tingkat I maupun pemerintahan tingkat II dengan
memanfaatkan dan mendayagunakan segala kemampuan sumber-sumber daya yang ada
supaya tujuan negara dapat tertata dengan baik.

B.     Rumusan Masalah


1.      Bagaimana perkembangan Sistem Administrasi Pemerintah Daerah sebelum dan sesudah
Orde Reformasi.
2.      Peran dan tanggung jawab Pemerintah Daerah terhadap pencapaian tujuan Negara.

C.      Tujuan
Agar para pembaca dapat mengetahui dan dapat turut serta berperan dalam usaha
pencapaian tujuan Negara yakni Pemerataan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat
Indonesia.
  
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Amandemen UUD 1945 Pasal 18


Reformasi mahasiswa yang menjatuhkan pemerintah Soeharto dan perlahan-lahan
pemerintah Orde Baru, mengubah negeri ini hampir secara keseluruhan. Buktinya UUD 1945
yang semula oleh MPR RI Orde Baru ciptaan Pak Harto, dinyatakan sebagai tidak
berkehendak mengubahnya, kini setelah reformasi dirombak total.
Akan halnya Pasal 18 UUD 1945 tentang Pemerintahan Daerah diubah dalam
perubahan kedua yang semula berbunyi sebagai berikut: “Pembagian daerah Indonesia atas
daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-
undang dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem
pemerintahan negara dan hak-hak asal usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewah.”
Mengingat besarnya penguasaan pusat kepada daerah, namun kenyataannya sekaligus
menjadi penguasaan ekonomi, maka dibentuklah pengganti UU No.5 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah yaitu menjadi UU No.22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan UU No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Selain itu, untuk pemerintahan daerah, UUD 1945 juga diamandemen sebagai berikut
:
Pasal 18
(1)   Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan  daerah provinsi
itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu
mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang.
(2)   Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
(3)   Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki DPRD yang anggota-
anggotanya dipilih melalui pemilu.
(4)   Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah
provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
(5)   Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan
yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.
(6)   Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
(7)   Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintah daerah diatur dalam undang-undang.
Pasal 18A
(1)   Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten,
dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota diatur dengan undang-undang dengan
memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
(2)   Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya
lainnya, antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil
dan selaras berdasarkan undang-undang.
Pasal 18B
(1)   Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus
atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
(2)   Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-
hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang.

B.     Undang-Undang Pemerintahan Daerah


Sebagai pelaksanaan Pasal 18 UUD 1945 di bidang ketatanegaraan pemerintah RI
melaksanakan pembagian daerah-daerah dengan bentuk susunan pemerintahan yang
ditetapkan dengan undang-undang pemda.
Oleh karena itu, sejak Proklamasi Kemerdekaan RI kita lihat beberapa kali
pemerintah membentuk undang-undang pemda. Perubahan-perubahan terlihat karena masing-
masing undang-undang menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi waktu terjadinya.
Beberapa undang-undang pemda yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1.      Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Kedudukan Komite Nasional Daerah (KND)
yang merupakan langkah pertama menerapkan demokrasi di daerah. Selanjutnya, di daerah
KND berubah menjadi BPRD (Badan Perwakilan Rakyat Daerah).
2.      Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pemda. Undang-Undang ini merupakan
penghapusan perbedaan antara cara pemerintahan di Jawa dan Madura (uniformitas).
3.      Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1950 tentang NIT (Negara Indonesia Timur) ini hanya
bersifat separatis. Hal ini akibat berlakunya konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat).
Untunglah, undang-undang ini tidak sempat dilaksanakan karena disusul dengan
pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) kembali yang berakibat terhadap
pembubaran NIT.
4.      Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemda. Undang-undang ini
sebagai usaha untuk uniformitas menyatukan undang-undang tentang pokok-pokok otonomi
daerah bagi seluruh Indonesia yang berakibat keadaan sebelumnya menjadi beraneka warna,
pada undang-undang ini ditemukan istilah daerah swatantra.
5.      Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemda. Undang-undang ini
dibuat sebelum meletusnya pemberontakan PKI. Dalam undang-undang ini kental bermuatan
PKI karena pada setiap keberadaan kepemimpinan DPRD untuk terwujudnya demokrasi
terpimpin. Jadi, walaupun hanya satu orang PKI yang ada di suatu daerah akan tetap terjamin
menduduki pimpinan DPRD.
6.      Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah.
Undang-undang ini mencerminkan adanya pemberian otonomi yang nyata, dinamis, dan
bertanggungjawab. Penekanan kata bertanggung jawab adalah agar pembangunan sejalan dan
tidak bertentangan dengan pengarahan-pengarahan yang telah diberikan, yaitu serasi dengan
pembinaan politik dan kesatuan bangsa.
7.      Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Bahwa begitu
kentalnya penguasaan pemerintah pusat terhadap pemerintahan daerah maka undang-undang
ini memberikan keleluasaan kepada pemerintahan daerah untuk mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri. Resikonya adalah negara federalistik yang semula ditolak tampak
hanya dalam pernyataan. Karena daerah begitu mudahnya mengangkat pegawai daerah,
sehingga pada gilirannya nanti akan menjadi pengangguran terhormat.

C.    Administrasi Pemerintahan Provinsi


Kekuatan separatisme sepanjang sejarah NKRI adalah berkekuatan provinsi.
Penyebabnya antara lain kekuatan tersebut umumnya mempunyai basis suatu suku bangsa.
Administrasi pemerintahan provinsi secara politis merupakan wilayah administratif yang
dikelola sebagai dari pemerintah pusat termasuk dengan keberadaan instansi vertikal
berdasarkan asas dekonsentrasi. Sedangkan otonomi daerah seluas-luasnya berdasarkan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 berbasis pada pemerintah kabupaten.
Namun demikian, tidak menutup kemungkinan reformasi yang memberikan
desentralisasi kepada daerah juga akan menyentuh pemerintah daerah provinsi. Misalnya,
kemandirian provinsi bukan hanya menyentuh wilayah darat tetapi juga wilayah laut yang
menyulitkan untuk nelayan tradisional.
Sulitnya desentralisasi bagi administrasi pemerintah provinsi adalah karena antara
pemerintah provinsi dengan pemerintah daerah kabupaten dan pemerintah daerah kota yang
selama ini disebut dengan tingkat II, tidak lagi mempunyai hubungan hierarki menurut
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Sehingga bupati dan walikota tampak mengacuhkan
keberadaan gubernur dalam penyelenggaraan administrasi daerah. Hanya saja keberadaan
kultur bapakisme yang membuat hubungan ini masih terjaga bagi suatu daerah tertentu yang
kuat kultur kedaerahannya.
Pembentukan daerah otonom yang kini berdasarkan pertimbangan kemampuan
ekonomi, potensi daerah sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah dan lain-
lain pertimbangan, membuat banyaknya kabupaten tertentu yang ingin memisahkan diri
untuk membentuk administrasi pemerintahan provinsi tersendiri. Contohnya Banten,
Gorontalo, Bangka Belitung, dan Tanjung Pinang. Sedangkan pembagian Papua menjadi tiga
wilayah administrasi pemerintahan provinsi masih berkonotasi pusat, daripada keingingan
masyarakat Papua sendiri secara politis. Kewenangan provinsi sebagai daerah otonom dan
juga administratif mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas
pemerintah kabupaten dan pemerintah kota. Selain itu juga kewenangan bidang pemerintahan
tertentu lainnya, terutama yang belum diatur oleh pemerintahan kabupaten dan kota.
Termasuk juga kewenangan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.

D.    Administrasi Pemerintahan Kabupaten dan Kota


Dalam rangka peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat daerah maka
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 benar-benar memberikan otonomi kepada
pemerintahan kabupaten dan kota (istilah kota dimaksudkan untuk mengganti istilah
kotamadya yang berlaku pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974).
Jadi, berbeda dengan otonomi desa yang berasal dari bawah (kehendak masyarakat)
maka otonomi daerah berasal dari atas (pemberian pemerintah pusat). Oleh karena itu, setiap
penyerahan urusan diikuti oleh pembentukan dinas daerah. Sedangkan penyerahan
pengaturan diikuti dengan pembentukan DPRD sebagai pembuat peraturan daerah yang
mengatur rumah tangganya sendiri.
Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten dan kota meliputi
pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri,
perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan tenaga kerja.
Pemerintah daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di
wilayahnya namun tetap memelihara kelestarian lingkungan hidup. Untuk wilayah laut
meliputi eksplorasi, eskploitasi, konservasi, pengelolaan kekayaan laut, dan tata ruang.
Khusus untuk pemerintah daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
Pemerintah daerah kabupaten mempunyai kewenangan untuk melakukan
pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan, dan
kesejahteraan pegawai. Selain itu, pendidikan dan pelatihan sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
Karena akan berhadapan dengan persaingan global di kemudian hari, kendati
pemerintah daerah kabupaten dapat saja sedapat mungkin mengorbitkan sumber daya
manusianya tanpa melihat batas kriteria yang berlaku umum  sebagai standar di luar
daerahnya maka pemerintah provinsi perlu melakukan pengawasan pelaksanaan administrasi
kepegawaian dan karier di wilayahnya.
Sebagaimana kita ketahui era globalisasi dewasa ini membuat pemerintah daerah
kabupaten mempunyai banyak organisasi saingan yang akan mengkritiknya seperti LSM,
Grup Penekan, Kelompok Kepentingan, Pers Daerah, Mahasiswa, dan Partai Politik yang
dengan kritis mengikuti kemajuan dunia lewat data internet. Dalam keadaan yang tidak stabil
dan lingkungan yang tidak lagi toleran, pemerintah kabupaten dapat saja kalah bersaing
dalam perkembangan dunia yang sangat cepat ini.

E.     DPRD Provinsi


DPRD Provinsi adalah lembaga legislatif daerah yang mempunyai tugas dan
wewenang antara lain sebagai berikut :
1.      Memilih gubernur dan wakil gubernur;
2.      Memilih anggota MPR utusan daerah;
3.      Mengusulkan pemberhentian gubernur dan wakil gubernur;
4.      Membentuk peraturan daerah;
5.      Menetapkan APBD;
6.      Mengawasi pelaksanaan peraturan daerah;
7.      Mengawasi pelaksanaan SK gubernur;
8.      Mengawasi pelaksanaan APBD;
9.      Mengawasi pelaksanaan kebijakan daerah;
10.  Mengawasi pelaksanaan kerja sama internasional; dan
11.  Menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat daerah.
Oleh karena apa yang telah disampaikan tersebut di atas maka DPRD Provinsi berhak
untuk :
1.      Meminta pertanggungjawaban gubernur;
2.      Meminta keterangan kepada pemerintahan daerah;
3.      Mengadakan penyelidikan
4.      Mengadakan perubahan rancangan peraturan daerah; dan
5.      Mengajukan pernyataan pendapat.
Jadi, DPRD dalam melaksanakan tugasnya berhak meminta pejabat negara, pejabat
pemerintah atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan tentang suatu hal yang
perlu ditangani demi kepentingan negara, bangsa, pemerintah, dan pembangunan. Mereka
yang menolak permintaan ini bahkan dapat diancam dengan pidana kurungan. Namun
demikian, hal ini hendaknya tidak menggoyahkan persatuan dan kesatuan bangsa sehingga
para anggota DPRD wajib mempertahankan keutuhannya dari akibat keanarkisan eksesnya.

F.     DPRD Kabupaten dan Kota


DPRD Kabupaten dan Kota adalah lembaga legislatif daerah yang mempunyai tugas
dan wewenang antara lain sebagai berikut :
1.      Memilih bupati/walikota dan wakil walikota;
2.      Memilih anggota MPR utusan daerah;
3.      Mengusulkan pemberhentian bupati/walikota dan wakilnya;
4.      Membentuk peraturan daerah kabupaten/kota;
5.      Menetapkan APBD kabupaten/kota;
6.      Mengawasi pelaksanaan daerah kabupaten/kota;
7.      Mengawasi pelaksanaan SK bupati/walikota;
8.      Mengawasi pelaksanaan APBD kabupaten/kota;
9.      Mengawasi pelaksanaan kebijakan daerah kabupaten/kota;
10.  Mengawasi pelaksanaan kerja sama internasional; dan
11.  Menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat daerah.
Oleh karena apa yang telah disampaikan tersebut di atas maka DPRD kabupaten/kota
berhak untuk :
1.      Meminta pertanggungjawaban bupati/walikota;
2.      Meminta keterangan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota;
3.      Mengadakan penyelidikan;
4.      Mengadakan perubahan rancangan peraturan daerah;
5.      Mengajukan penyataan pendapat.
Jadi, DPRD kabupaten/kota dalam melaksanakan tugasnya berhak meminta pejabat
negara, pejabat pemerintah, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan tentang
suatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan negara, bangsa, pemerintah, dan
pembangunan. Mereka yang menolak permintaan ini bahkan dapat diancam dengan pidana
kurungan. Namun demikian, hal ini hendaknya tidak menggoyahkan persatuan dan kesatuan
bangsa sehingga para anggota DPRD kabupaten/kota wajib mempertahankan keutuhannya.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari pembahasan makalah di atas kami menyimpulkan bahwa :
1.      Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai perangkat hukum yang mengatur
pemerintahan daerah sesuai amanat UUD 1945, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah, yakni penguasaan pemerintah pusat terhadap
pemerintahan daerah atau memberikan keleluasaan  kepada pemerintah daerah untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri
2.      Dalam sistem otonomi daerah dikenal istilah yang amat penting dalam pelaksanaannya, yaitu
desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.

B.     Saran
Senantiasa tetap menjaga dan menerapkan hubungan hierarki desentralisasi antara
pemerintah provinsi dengan pemerintah daerah daerah kabupaten dan pemerintah daerah
kota.

DAFTAR PUSTAKA

Syafiie Kencana Inu  H., M.Si., Drs, Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia (SANRI), Penerbit
Bumi Aksara.p

Anda mungkin juga menyukai