PENDAHULUAN
Otonomi daerah tidak hanya pelaksanaan demokrasi pemerintahan dari, oleh, dan
untuk rakyat. Rakyat tidak saja menentukan nasibnya melainkan juga
memperbaiki nasibnya sendiri. Di dalam UUD 1945 antara lain tersurat bahwa
sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia memberikan
keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Namun
dalampraktiknya hal tersebut belum dilaksanakan secara proporsional sesuai
dengan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan pemerataan bahkan dalam
kenyataannya, terlihat sangat kuatnya kekuasaan yang terpusat dan lemahnya
kekuasaan daerah. Dalam perkembangannya, pemerintah pusat yang semula
dalam posisi kuat, kenyataannya justru mengandung kelemahan. Hal ini antara
1
lain disebabkan oleh berbagai permasalahan yang muncul. Salah satunya yang
paling rawan adalah ancaman beberapa daerah untuk melepaskan diri dari
pemerintah pusat.Merespon perkembangan tuntutan reformasi yang berkaitan
dengan pemerintahan daerah ini, pertimbangan yang sangat strategis adalah perlu
adanya Undang-undang yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan di daerah
yang sesuai dengan perkembangan baru dan mengantisipasi perkembangan masa
depan dengan tetap memperhatikan faktor eksistensi, efektifitas, dan keserasian
dengan tujuan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
2
belum menunjukkan perkembangan yang signifikan bagi pemenuhan harapan
masyarakat tersebut.
3
1.3. Tujuan
1.4. Manfaat
Tulisan dalam makalah ini dapat digunakan sebagai bahan yang mendukung
proses perenungan serta diskusi untuk mengkaji sistem yang dinilai tepat
digunakan dalam sistem pemerintahan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 terkait dengan pewujudan peningkatan kesejahteraan
rakyat melalui otonomi daerah.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
“Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”UU Nomor 32 Tahun
2004 juga mendefinisikan daerah otonom sebagai berikut. “Daerah otonom,
selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.”
6
Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah (PP Nomor 6 Tahun 2005).
7
mengasimilasi kepentingan golongan minoritas. Untuk mengatasi masalah
asimilasi, pada awal 1970-an, Presiden Soeharto membentuk Badan Kesatuan
Bangsa dan Pembaruan Masyarakat (BKBPM), dan setelah reformasi, mengubah
namanya menjadi Badan Kesatuan Bangsa (BKB). Badan ini memberikan dana
kepada lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bertujuan untuk menjalankan
program asimilasi dan membangkitkan sensitif suku, agama, ras, dan
antargolongan (SARA) dan saling pengertian antarkelompok minoritas. Program
BKB juga menggunakan LSM dan aparat pemerintah dalam membangun program
asimilasi kebudayaan dan kelompok etnis plural.
1. Menjamin keamanan negara dari segala kemungkinan serangan dari luar, dan
menjaga agar tidak terjadi pemberontakan dari dalam yang dapat menggulingkan
pemerintah yang sah melalui cara-cara kekerasan;
8
2. Memelihara ketertiban dengan mencegah terjadinya perselisihan di antara
warga masyarakat, menjamin agar perubahan apapun yang terjadi di dalam
masyarakat dapat berlangsung secara damai;
9
ketertiban, pertahanan keamanan,termasuk kependudukan. Fungsi ini merupakan
monopoli pemerintah, dalam arti pihak lain tidakmempunyai kewenangan untuk
melaksanakannya. Fungsi penyediaan pelayanan masyarakat dalam arti luas,
antara lain, kesehatan, pendidikan, pos, telekomunikasi, dan sebagainya. Fungsi
ini bukan monopoli pemerintah, terbuka untuk fihak swasta yang melakukannya.
Selain dua fungsi tersebut, dalam negara berkembang pemerintah juga dibebani
fungsi ke tiga yaitu fungsi pembangunan.
10
keadaan penduduk, kegiatan ekonomi, watak kebudayaan atau latar belakang
sejarahnya;
11
untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban khusus. Pendelegasian wewenang
adalah untuk memutuskan perkara yang cenderung menjadi kewajibannya.
Walaupun demikian, manajer yang mendelegasikan wewenang tidak
menyerahkan secara permanen baik wewenang maupun tanggung jawabnya. Hal-
hal yang dilakukan itu merupakan penyerahan hak untuk mengelola tugas-tugas di
dalam batas-batas yang telah ditentukan, namun wewenang akhir tetap berada
pada manajer yang memegang wewenang untuk mengelola seluruh kegiatan dan
memikul tanggung jawab terakhir.
keputusan.
12
Melengkapi pendapat di atas, menurut Purbopranoto dalam Nihin (1999 : 47),
untuk mewujudkan pemerintahan yang dikehendaki “good governance” adalah
melalui asas-asas umum pemerintahan yang baik, antara lain sebagai berikut : asas
jangan mencampuradukkan kewenangan, bahwa keputusan badan-badan
pemerintah yang dikeluarkan harus sesuai dengan tujuan dan kewenangan yang
diberikan kepada badan-badan pemerintah itu, atau dengan perkataan lain, bahwa
tidak boleh menggunakan kewenangan untuk lain tujuan selain daripada tujuan
yang telah ditetapkan oleh kewenangan tersebut.Apabila rambu-rambu tersebut
diikuti dengan baik, maka akan memberi manfaat yang signifikan. Terry (2000 :
105) mengemukakan bahwa manfaat yang diperoleh dari desentralisasi
wewenang, yaitu antara lain : mendorong efektifitas hubungan, terdapat
kesempatan yang lebih besar berkembang.
1. Sistem Residu; Dalam sistem ini, secara umum telah ditentukan lebih dahulu
tugas-tugas yang menjadi wewenang Pemerintah Pusat, sedangkan sisanya
menjadi urusan rumah tangga Daerah.
2. Sistem Material; Dalam sistem ini tugas Pemerintah Daerah ditetapkan satu per
satu secara limitative atau terinci. Selain dari tugas yang telah ditentukan,
merupakan urusan Pemerintah Pusat.
3. Sistem Formal; Dalam sistem ini urusan yang termasuk dalam urusan rumah
tangga Daerah tidak secara apriori ditetapkan atau dengan Undang-Undang.
Daerah boleh mengatur dan mengurus segala sesuatu yang dianggap penting bagi
daerahnya, asal tidak mencakup urusan yang telah diatur oleh pemerintah pusat
atau pemerintah daerah yang lebih tinggi tingkatnya.
4. Sistem Riil; Dalam sistem ini, penyerahan urusan atau tugas dan kewenangan
kepada daerah didasarkan pada faktor yang nyata atau riil, sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan riil dari Daerah maupun Pemerintah Pusat serta
pertumbuhan kehidupan masyarakat yang terjadi.Faktor yang menjadi dasar
13
pembagian wewenang antara pusat dan daerah adalah : Fungsi yang sifatnya
berskala nasional dan berkaitan dengan eksistensi negara sebagai kesatuan politik,
wewenangnya diserahkan kepada Pemerintah Pusat; fungsi yang menyangkut
pelayanan masyarakat yang perlu disediakan secara seragam atau standard untuk
seluruh daerah, kewenangan ini lebih sesuai dikelola oleh Pemerintah Pusat
mengingat lebih ekonomis bila diusahakan dalam skala besar (economic of scale);
fungsi pelayanan yang bersifat lokal. Fungsi ini melibatkan masyarakat luas tetapi
tidak memerlukan tingkat pelayanan yang seragam, untuk melaksanakan fungsi
tersebut wewenangnya dapat diserahkan pada Pemerintah Daerah.
Otonomi Daerah yang dilaksanakan saat ini adalah Otonomi Daerah yang
berdasarkan kepada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah. Menurut UU ini, otonomidaerah dipahami sebagai
kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
kepentinganmasyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Prinsip otonomi daerah
yang digunakan adalah otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab.
Kewenangan otonomi yang luas adalah keleluasaan daerah untuk
menyelengarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang
pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan
keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Yang dimaksud dengan otonomi
nyata adalah keleluasaan Daerah untuk menyelenggarakan kewenangan
pemerintahan dibidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta
tumbuh hidup, dan berkembang di daerah, sedangkan yang dimaksud dengan
otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggung-
jawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah
dalam wujud tugas dan kewajiban yang dipikul oleh daerah dalam mencapai
tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan
masyarakat yang semkain baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan,
pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan daerah
14
serta antara daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Prinsip-prinsip pemberian Otonomi Daerah dalam UU 22/1999 adalah :
3. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah
kabupaten dan daerah kota.
karenanya dalam daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak ada lagi wilayah
administratif.
15
segera dicarikan pemecahannya. Namun sebagian kalangan beranggapan
timbulnya berbagai permasalahan tersebut merupakan akibat dari kesalahan dan
kelemahan yang dimiliki oleh UU 22/1999, sehingga merekapun mengupayakan
dilakukannya revisi terhadap UU 22/1999 tersebut. Jika kita mengamati secara
obyektif terhadap implementasi kebijakan Otonomi Daerah berdasarkan UU
22/1999 yang baru berjalan memasuki bulan kesepuluh bulan ini, berbagai
permasalahan yang timbul tersebut seharusnya dapat dimaklumi karena masih
dalam proses transisi. Timbulnya berbagai permasalahan tersebut lebih banyak
disebabkan karena terbatasnya peraturan pelaksanaan yang bisa dijadikan
pedoman dan rambu-rambu bagi implementasi kebijakan Otonomi Daerah
tersebut.
16
Dari aspek politik, pemberian otonomi dan kewenangan kepada Daerah
merupakan suatu wujud dari pengakuan dan kepercayaan Pusat kepada Daerah.
Pengakuan Pusat terhadap eksistensi Daerah serta kepercayaan dengan
memberikan kewenangan yang luas kepada Daerah akan menciptakan hubungan
yang harmonis antara Pusat dan Daerah. Selanjutnya kondisi akan mendorong
tumbuhnya dukungan Derah terhadap Pusat dimana akhirnya akan dapat
memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Kebijakan Otonomi Daerah sebagai
upaya pendidikan politik rakyat akan membawa dampak terhadap peningkatan
kehidupan politik di Daerah.
17
kewenangan kepada Daerah akan menumbuhkan kepercayaan Daerah terhadap
Pusat. Tumbuhnya hubungan dan kepercayaan Daerah terhadap Pusat akan dapat
mengeliminir gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia .
Namun demikian prospek yang bagus tersebut tidak akan dapat terlaksana jika
berbagai kendala dan tantangan yang dihadapi tidak dapat diatasi dengan baik.
Untuk dapat mewujudkan prospek Otonomi Daerah di masa mendatang tersebut
diperlukan suatu kondisi yang kondusif diantaranya yaitu:
Dengan kondisi tersebut bukan merupakan suatu hal yang mustahil Otonomi
Daerah mempunyai prospek yang sangat cerah di masa mendatang. Kita berharap
melalui dukungan dan kerjasama seluruh komponen bangsa kebijakan Otonomi
Daerah dapat diimplementasikan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
18
BAB III
PEMBAHASAN
Di dalam pokok-pokok perubahan UUD 1945 pada bab IV pasal 18 ayat 1 tentang
pengaturan pemerintahan daerah, dijelaskan bahwa negara Republik Indonesia
dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten
dan kota. Setiap provinsi, kabupaten dan kota mempunyai pemerintahan daerah
yang diatur dengan undang-undang. Sebagai negara kesatuan, kita tidak mengenal
adanya negara dalam negara, karena memang bukan negara federal(serikat).
Pembagian daerah adalah sekedar suatu desentralisasi dengan otonomi yang luas
untuk melancarkan jalannya pemerintahan. Selanjutnya dalam ayat 2 diatur
tentang otonomi pemerintahan daerah. Dijelaskan dalam pasal tersebut bahwa
pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan. Selain mengatur tentang otonomi daerah, UUD 1945 hasil
amandemen juga mengakui keistimewaan pemerintahan daerah.
Dalam pasal 18B ayat 1, hubungan pemerintah pusat dan daerah provinsi,
kabupaten dan kota diatur dalam suatu undang-undang dengan memperhatikan
keistimewaan daerah masing-masing. Selain itu, negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat berserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip NKRI yan diatur dalam undang-undang (pasal 18B ayat2).
Hal ini merupakan perwujudan kebinekaan masyarakat dan wilayah Negara
Indonesia dengan segala kekayaan etnis, budaya, adat istiadat dan karakter
masing-masing.Kebebasan dan keterbukaan politik yang terjadi pasca Orde Baru
membawa konsekuensi logis pada pemerintahan untuk segera mengubah diri.
Segala macam kebijakan dan regulasi yang berbau orde baru yang sentralistis
diubah sedemikian besarnya menjadi sangat terdesentralisasi.
19
lebih luas, bahkan tuntutan federasi dan merdeka, serta semangat demokrasi yang
menuntut ruang partisipasi yang luas. Dengan setting sosial politik ini maka UU
No. 22/1999 dan UU 25/1999 hadir dengan dua misi utama. Untuk memuaskan
semua daerah dengan memberikan ruang partisipasi politik yang tinggi melalui
‘desentralisasi politik’ dari pusat kepada daerah, dan memberikan kesempatan
dankepuasan politik kepada masyarakat dengan memberikan kesempatan untuk
menikmati simbol-simbol utama demokrasi lokal (misal pemilihan Kepala
Daerah). Untuk memuaskan daerah-daerah kaya sumberdaya alam yang
‘memberontak’ dengan memberikan akses yang lebih besar untuk menikmati
sumberdaya alam yang ada di daerah mereka masing-masing.
Regulasi yang baru ini memberikan kewenangan yang luas kepada daerah otonom
yang meliputi seluruh bidang pemerintahan kecuali politik luar negeri, hankam,
peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta beberapa kewenangan bidang lain.
Disamping memperoleh kewenangan politik yang luas, daerah juga memperoleh
peluang partisipasi politik yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari kesempatan untuk
memilih Kepala Daerah secara langsung, juga pembentukan Badan Perwakilan
Desa sebagai perkembangan baru bagi kehidupan demokrasi di tingkat desa.
Secara lebih detail, UU No.22/1999 yang kemudian dilanjutkan dengan UU
No.32/2004 dengan beberapa revisi, telah melakukan perubahan signifikan
dibandingkan dengan sistem yang digunakan di masa Orde Baru.
Semangat otonomi daerah yang lebih besar ini dimulai dengan perubahan
simbolisasi pada nama daerah otonom. Istilah tingkatan daerah otonom (Dati I dan
Dati II) dihapuskan, dan diganti dengan istilah yang lebih netral, yaitu Propinsi,
Kabupaten dan Kota. Hal ini didasari semangat untuk menghindari citra bahwa
tingkatan lebih tinggi (Dati I) secara hierarkhis lebih berkuasa daripada tingkatan
lebih rendah (Dati II). Padahal dua-duanya merupakan badan hukum yang
terpisah dan sejajar yang mempunyai kewenangan berbeda. UU No.22/1999
memperpendek jangkauan asas dekonsentrasi yang dibatasi hanya sampai
pemerintahan Propinsi. Pemerintahan Kabupaten dan Kota telah terbebas dari
intervensi pusat yang sangat kuat melalui perangkapan jabatan Kepala Daerah
Otonom (Local Self-government) dan Kepala Wilayah Administratif (Field
20
Administration). Bupati dan Walikota adalah Kepada Daerah Otonom saja.
Sementara itu jabatan Kepala Wilayah pada kabupaten dan Kota (dulu
Kotamadya) sudah tidak dikenal lagi. UU No.22/1999 yang kemudian dilanjutkan
oleh UU No.32/2004 menghapuskan posisi wilayah administratif (field
administration) pada level Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Integrated
Bupati dan Walikota dipilih secara mandiri di daerah tanpa melibatkan pemerintah
Propinsi maupun pemerintah Pusat. Dalam UU No.22/1999, Kepala Daerah
dipilih oleh DPRD. Oleh karena itu, Bupati/Walikota harus bertanggung jawab
kepada dan bisa diberhentikan oleh DPRD sebelum masa jabatannya usai.
Sementara itu, pemerintah pusat (Presiden) hanya diberi kekuasaan untuk
‘memberhentikan sementara’ seorang Bupati/Walikota jika dianggap
membahayakan integrasi nasional. Pada tahun 2004, diperkenalkanlah Pilkada
Langsung di manaKepala Daerah dipilih secara langsung oleh rakyat dari para
pasangan calon yang diajukan oleh partai politik. Perubahan ke arah pendalaman
demokrasi ini terus berkembang. UU No.32/2004 ini kemudian direvisi di tahun
2008 dengan memberikan kesempatan kepada calon perseorangan untuk
berkompetisi dalam Pilkada Langsung.
Kewenangan yang lebih luas kepada daerah otonom yang meliputi seluruh bidang
pemerintahan kecuali politik luar negeri, hankam, peradilan, moneter dan fiskal,
agama, serta ‘kewenangan bidang lain’. Hanya saja, definisi ‘kewenangan bidang
lain’ ini ternyata masih sangat luas, sebab mencakup perencanaan dan
pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan,
sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan
pemberdayaan SDM, pendaya gunaan SDA serta teknologi tinggi strategis,
21
koservasi dan standarisasi nasional. Sementara itu, keuangan daerah juga
mengalami beberapa perubahan. Melalui UU No.25/1999 dan UU No. 33/2004,
secara makro sumber-sumber keuangan daerah diperbesar, sejalan dengan
dikembangkannya prinsip perimbangan. Jumlah alokasi transfer keuangan ke
daerah terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Jumlah ini juga semakin
terasa untuk dua provinsi yang memperoleh otonomi khusus, yaitu Papua dan
Aceh (Nanggroe Aceh Darussalam) melalui dana Otsus dan penyesuaian. Semua
ini dilakukan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah,
meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah, serta meningkatkan sinergi
perencanaan pembangunan pusat dan daerah.
22
secara nasional yang hasilnya dibawa secara penuh ke Jakarta.Mekanisme
sentralistis semacam ini terus berkepanjangan karena dua hal utama. Pada tingkat
nasional, elit politik pembuat keputusan tidak mempunyai basis politik lokal sama
sekali.
Kekuatan eksekutif nasional yang menjadi aktor tunggal dalam pentas politik
nasional tidak berakar dari bawah, dan bahkan tidak membutuhkan dukungan
politik dari masyarakat untuk kelangsungan kekuasaan politik mereka. Pada
tingkat daerah, masyarakat politik lokal teralienasidari mekanisme politik yang
telah sepenuhnya ternasionalisasi. Bahkan juga, arena politik lokal telah
dimonopoli oleh orang pusat yang ada di daerah.
Cara kerja politik yang sentralistis dan monolitis ini hanya mampu memperbaiki
keadaan sesaat dan bersifat semu belaka. Sinyal-sinyal kegagalan pengaturan
politik lokal Orde baru semakin mencolok ke permukaan tatkala beberapa
masyarakat daerah, terutama Irian Jaya dan Aceh, menuntut perubahan mendasar
dalam pengaturan politik lokal dan dalam hubungan pusat-daerah di tahun
1997an. Bahkan, salah satu bentuk tuntutan itu adalah tuntutan separatis untuk
membentuk negara sendiri. Tuntutan pembentukan negara sendiri atau
melepaskan diri dari bagian wilayah NKRI benar-benar terwujud yakni dengan
lepasnya Propinsi Timor Timur dari bagian wilayah NKRI melalui referendum
pada era Presiden Habibie.
23
masyarakat dalam sistem NKRI. Berdasarkan rumusan tersebut, dalam otonom
terdapat unsur-unsur sebagai berikut :
1. Unsur batas wilayah. Sebagai kesatuan masyarakat hukum, batas suatu wilayah
adalah sangat menentukan untuk kepastian hukum bagi pemerintah dan
masyarakat dalam melakukan interaksi hukum, misalnya dalam penetapan
kewajiban tertentu sebagai warga masyarakat serta pemenuhan hak-hak
masyarakat terhadap fungsi pelayanan umum pemerintahan dan peningkatan
kesejahteraan secara luas kepada masyarakat setempat. Di sisi lain, batas wilayah
ini sangat penting apabila ada sengketa hukum yang menyangkut wilayah
perbatasan antar daerah. Dengan perkataan lain, dapat dinyatakan bahwa suatu
daerah harus mempunyai wilayah dengan batas-batas yang jelas sehingga dapat
dibedakan antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya.
24
pembangunan masyarakat Papua. Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dalam
perimbangan keuangan pusat dan daerah, dirasakan kurang menampung aspirasi
masyarakat dan ulama berdasarkan hak keistimewaan Aceh di atas. Berdasarkan
kebijakan politik hukum pemerintah di atas, penyelenggaraan pemerintahan
wilayahNKRI dilakukan dengan penetapan strategi sebagai berikut:
3. Peningkatan daya saing daerah. Peningkatan daya saing daerah ini guna
tercapainya keunggulan lokal dan apabila dipupuk kekuatan ini secara nasional
akan terwujud resultan daya saing nasional.
Disamping itu daya saing nasional akan menunjang sistem ekonomi nasional yang
bertumpu pada strategi kebijakan perekonomian rakyat. Dalam politik hukum,
yang paling esensi dalam penyelenggaraan peemerintahan daerah yang bersifat
otonomi ialah pemberian kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai
dengan pemberian hak dan kewajiban tertentu. Dalam realita di lapangan, ternyata
kebijakan ini hanya tinggal kebijakan belaka, dalam beberapa kewenangan
25
tertentu yang berpotensial sering ditarik ulur sehingga berpengaruh terhadap
efektivitas dan efisien penyelenggaraan pemerintahandaerah. Hubungan antar
pemerintahan yakni hubungan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi,
dengan pemerintah kabupaten/kota, di era pemberlakuan otonomi daerah,
kebiasaan-kebiasaan penyelenggaraan pemerintahan daerah sering terjadi salah
tafsir yang berimplikasi pada hubungan masing-masing kepala daerah. Adapun
hubungan antar pemerintah daerah, khususnya hubungan antara pemerintah
daerah dengan Badan Legislatif Daerah sering terjadi disharmonisasi sehingga
mengganggu sistem kemitraan antara pemerintah daerah dan legislatif daerah.
Atas dasar itulah, Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan
daerah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan dan tuntutan
otonomi daerah sehingga perlu diganti dengan Undang-Undang nomor 32 tahun
2004.
26
Otonomi Daerah (KPPOD), Jawa Pos Institute of Pro Otonomi (JPIP), SMERU
Research Institute, Sustainable Capacity Building for Decentralization Project
(SCBD), Yayasan Inovasi Pemerintahan Daerah (YIPD), dan berbagai lembaga
lain telah berhasil mendokumentasikan sejumlah inovasi baru daerah yang
dikembangkan pada masa implementasi otonomi daerah.
27
Pemekaran di masing-masing daerah mempunyai kekhasannya sendiri yang tidak
mudah untuk digeneralisasikan. Untuk kepentingan perumusan kebijakan di
tingkat nasional, perlu dilakukan identifikasi dampak pemekaran secara umum.
Dampak ini tidak hanya terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan
publik dan pembangunan di tingkat nasional, tetapi juga dampak sosial, politik
dan ekonominya di tingkat daerah.Mengambil pelajaran dari studi-studi yang
dilakukan oleh beberapa lembaga riset, seperti Percik,LIPI dan beberapa lembaga
lainnya, dampak sosial dan politik kebijakan pemekaran tidak bisa digambarkan
secara generik. Sangat tidak mudah untuk disimpulkan apakah pemekaran daerah
berdampak positif ataukah negatif. Setiap dimensi, sosio-kultural, politik dan
pemerintahan, sertapelayanan publik dan pembangunan ekonomi, dampak
pemekaran selalu bermata ganda: bisa positif, tetapi pada saat yang sama juga
bersifat negatif. Belum lagi apabila dampak tersebut diletakkan dalam skala yang
berbeda dalam skala daerah ataukah dalam skala nasional.
Namun demikian, kebijakan pemekaran juga bisa memicu konflik yang pada
gilirannya juga menimbulkan masalah horisontal dan vertikal dalam masyarakat.
Sengketa antara pemerintah daerah induk dengan pemerintah daerah pemekaran
dalam hal pengalihan aset dan batas wilayah,seringkali berimplikasi pada
28
ketegangan antar kubu masyarakat dan antara masyarakat dengan pemerintah
daerah.
Pasca terbentuknya daerah otonom baru, terdapat peluang yang besar bagi
akselerasi pembangunan ekonomi di wilayah yang baru. Bukan hanya
infrastruktur pemerintahan yang terbangun, tetapi juga infrastruktur fisik dan
infrastruktur kebijakan pembangunan ekonomi yangdikeluarkan oleh pemerintah
daerah otonom baru. Semua infrastruktur ini membuka peluang yang lebih besar
bagi wilayah hasil pemekaran untuk mengakselerasi pembangunan ekonomi.
29
4. Dampak Bagi Pertahanan, Keamanan dan Integrasi Nasional
Dalam sudut pandang pemerintah pusat, kebijakan pemekaran juga sangat penting
ditempuh dalam kaitannya untuk mendorong munculnya aktivitas perekonomian
dan akselerasi pertumbuhan ekonomi di daerah perbatasan dan tertinggal,
penguatan identitas kenegaraan dengan mendekatkan pelayanan pada masyarakat
sehingga negara akan dirasakan kehadirannya sangat riil oleh masyarakat, dan
sebagai upaya untuk penjagaan wilayah aktif dalam rangka membangun
pertahanan dan keamanan di wilayah perbatasan. Namun, biaya politik untuk
menghadirkan pemerintahan daerah otonom baru ini seringkali juga bisa sangat
mahal, apabila pengelolaan politik selama proses dan pasca pemekaran tidak bisa
dilakukan dengan baik. Berdasarkan pengamatan pada beberapa daerah hasil
pemekaran, ketidakmampuan untuk membangun ornamen politik antar kelompok
dalam masyarakat mengakibatkan munculnya tuntutan untuk memekarkan lagi
daerah yang baru saja mekar.
30
tertentu yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional, Pemerintah dapat
menetapkan kawasan khusus dalam wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota.
31
menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan antarsusunan
pemerintahan.
Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah
adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani. Namun tidak berarti bahwa
setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi
tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerahsekurang-kurangnya
mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan; kebutuhan daerah; cakupan
tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya
tugas; luas wilayah kerja dan kondisi geografis; jumlah dan kepadatan penduduk;
potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani; sarana dan
prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu kebutuhan akan organisasi perangkat
daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.
Perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas
daerah, dan lembaga teknis daerah. Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas
sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah,
kecamatan, dan kelurahan. Susunan organisasi perangkat daerah ditetapkan dalam
Perda dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu dan berpedoman pada
Peraturan Pemerintah.
(d). menyediakan dan mengkoordinasi tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD
dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
32
Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. Kepala dinas daerah
bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah. Lembaga
teknis daerah merupakan unsurpendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan
dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik berbentuk badan, kantor,
atau rumah sakit umum daerah. Kepala badan, kantor, atau rumah sakit umum
daerah tersebut bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris
Daerah.
3.8 Pilkada
Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang
dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil. Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah warga
negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat tertentu.Pasangan calon kepala
daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 50 % (lima
puluh persen) jumlah suara sah ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih.
Apabila ketentuan tersebut tidak terpenuhi,pasangan calon kepala daerah dan
wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 25% (dua puluh lima
persen) dari jumlah suara sah, pasangan calon yang perolehan suaranya terbesar
dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih.Apabila tidak ada yang mencapai 25 %
(dua puluh lima persen) dari jumlah suara sah, dilakukan pemilihan putaran kedua
yang diikuti oleh pemenang pertama dan pemenang kedua. Pasangan calon kepala
daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara terbanyak pada putaran
kedua dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih.
33
Gubernur dan wakil Gubernur dilantik oleh Menteri Dalam Negeri atas nama
Presiden dalam sebuah sidang DPRD Provinsi. Bupati dan wakil bupati atau wali
kota dan wakil wali kota dilantik oleh Gubernur atas nama Presiden dalam sebuah
sidang DPRD Kabupaten atau Kota.
34
Untuk melaksanakan Perda dan atas kuasa peraturan perundang-undangan, kepala
daerah menetapkan peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah.
Peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah tidak boleh
bertentangan dengan kepentingan umum, Perda, dan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi.Perda diundangkan dalam Lembaran Daerah dan
Peraturan Kepala Daerah diundangkan dalam Berita Daerah. Pengundangan Perda
dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah dalam Berita Daerah
dilakukan oleh Sekretaris Daerah. Untuk membantu kepala daerah dalam
menegakkan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja.
35
Pemerintahan Daerah, dimana besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan
pembagian kewenangan antara Pemerintah dan Daerah. Semua sumber keuangan
yang melekat pada setiap urusan pemerintah yang diserahkan kepada daerah
menjadi sumber keuangan daerah.
Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang antara lain
berupa : kepastian tersedianya pendanaan dari Pemerintah sesuai dengan urusan
pemerintah yang diserahkan; kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak
dan retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber
daya nasional yang berada di daerah dan dana perimbangan lainnya; hak untuk
mengelola kekayaan Daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain
yang sah serta sumber-sumber pembiayaan. Dengan pengaturan tersebut, dalam
hal ini pada dasarnya Pemerintah menerapkan prinsip uang mengikuti fungsi.
36
1. pendapatan asli daerah ( PAD), yang meliputi: (a) hasil pajak daerah; (b) hasil
retribusi daerah; (c) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan (d)
lain-lain PAD yang sah;
2. dana perimbangan yang meliputi: (a). Dana Bagi Hasil; (b). Dana Alokasi
Umum;dan (c). Dana Alokasi Khusus; dan
37
dan pertanggungjawaban keuangan daerah diatur lebih lanjut dengan Perda yang
berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
38
penyelenggaraan urusan ppemerintahan pada stata pemerintahan kabupaten dan
kota. Kepala daerah dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah. Wakil kepala
daerah untuk provinsi disebut wakil gubernur, untuk kabupaten disebut wakil
bupati dan untuk kota disebut wakil wali kota.
d. menyusun dan mengajukan Perda tentang RPJPD dan rancangan Perda tentang
RPJMD kepada DPRD untuk dibahas bersama DPRD, serta menyusundan
menetapkan RKPD
f. mewakili daerah di dalam dan diluar pengadilan, dan menunjuk kuasa hukum
untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang – undangan
39
3. memantau dan mengevaluasi kegiatan pemda yang dilaksanakan oleh
perangkat daerah provinsi bagi wakil gubernur; dan
40
d.) melakukan evaluasi terhadap rancangan Perda kabupate/kota tentang RPJPD,
RPJMD, APBD, perubahan APBD, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, tata
ruang daerah, pajak daerah, dan retribus daerah;
41
5. memberikan persetujuan pembentukan instansi vertikal di wilayah provinsi
kecuali pembentukan instansi vertikal untuk melaksanakan pemerintahan absolute
dan kepala instansi vertikal yang dibentuk oleh kementrianyang nomenklaturnya
secara tegas disebutkan dalam UUD 1945
6. melantik kepala instansi vertikal dari kementrian dan lembaga pemerintah non
kementrian yang ditugaskan di wilayah daerah provinsi yang bersangkutan kecuali
untuk kepala instansi vertikal yang dibentuk oleh kementrian yang
nomenklaturnya secara tegas disebutkan dalam UUD 1945;
DPRD mempunyai fungsi, yaitu (a) Pembentukan Perda; (b) anggaran; dan (c)
pengawasan.
a. membahas KUA dan dan PPAS yang disusun oleh kepala daerah berdasarkan
RKPD
42
a. pelaksanaan perda dan peraturan kepala daerah
7. memberikan persetujuan tehadap rencana kerja sama dengan daerah lain atau
dengan pihak ketiga yang membebanimasyarakat dan daerah
8. melaksanakan tuas dan wewenng lain yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan
a. interpelasi
b. angket dan
c. menyatakan pendapat
43
Hak interpelasi adalah hak DPRD untuk meminta keterangan kepada
gubernur mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis sera
berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
b. mengaukan pertanyaan
e. membela diri
f. imunitas
h. protokoler
44
c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan
negara kesatuan republik indonesia
h. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
a. pimpinan
b. badan musyawarah
c. komisi
e. badan anggaran
f. badan kehormatan
g. alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna
C. Perangkat Daerah
1. Sekertariat Daerah
45
Sekertariat daerah merupakan unsur staf yang mempunyai tugas dan
kewajiban membantu kepala daerah dalam menyusun kebijakan dan
mengkoordinasikan dinas daerah dan badan daerah.
e. pelaksanaan tugas lain yang diberi oleh gubernur sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
46
2. penyelenggaraan administrasi keuangan DPRD
3. Inspektorat
4. Dinas
a. dinas tipe A yang dibentuk untuk mewadahi urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah dengan beban kerja yang besar
b. dinas tipe B yang dibentuk untuk mewadahi urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah dengan beban kera yang sedang
c. dinas tipe C yang dibentuk untuk mewadahi urusan pemerintahan yang mejadi
kewenangan daerah dengan beban kerja yang kecil.
5. Badan
a.) perencanaan
47
b.) keuangan
a.) badan tipe A yang dibentuk untuk mewadahi pelaksanaan fungsi penunjang
urusan pemerintahan dengan beban kerja yang besar
b.) badan tipe A yang dibentuk untuk mewadahi pelaksanaan fungsi penunjang
urusan pemerintahan dengan beban kerja yang sedang
c.) badan tipe A yang dibentuk untuk mewadahi pelaksanaan fungsi penunjang
urusan pemerintahan dengan beban kerja yang kecil
6. Kecamatan
48
7. melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/
yang belum dapat melaksanakan pemerintahan desa/kelurahan
7. Kelurahan
49
2. pemberdayaan masyarakat
3. pelayanan masyarakat
Lurah diangkat oleh bupati/wali kota atas usul camat dari PNS yang
menguasai pengetahuan eknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Dalam melaksanakan tugasnya lurah
bertanggung jawab kepada bupati/wali kota melalui camat. Lurah dalam
melaksanakan tugasnya dibantu oleh perangkat kelurahan. Perangkat kelurahan
tersebut bertanggung jawab kepada lurah. Untuk kelancaran peaksanaan tugas
lurah, dapat dibentuk lembaga lainnya sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan
dengan perda.
50
a.) aspek kewenangan yang secara tegas dipersyaratkan dalam ketentuan pasal 1
ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan.
c.) aspek pengawasan, yaitu dalam pembuatan peda harus dilakukan pengawasan,
baik berupa pengawasan preventif terhadap rancangan perda maupun pengawasan
represif terhadap perda.
Selain itu proses pembentukan perda yang dilakukan oleh DPRD dengan
kepala daerah juga didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut :
51
terhadap suatu isu. Partisipasi mengurangi kemungkinan terjadinya konflik dalam
menerapkan suatu keputusan dan mendukung penerapan suatu akunabilitas, serta
mendorong publik untuk mengamati apa yang dilakukan oleh pemerintah.
Partisipasi publik tercermin dalam :
Van der Vlies membegi asas dalam pembentukan peraturan yang patut ke dalam
asas formal dan asas materil. Adapun proses formal meliputi :
1. asas tujuan yang jelas, yang mencakup tiga hal, yaitu yang mengenai ketetapan
letak peraturan perundang-undangan dalam kerangka kebijakan umum
pemerintahan, tujuan khusus peraturandibentuk, dan tujuan dari bagian-bagian
yang akan dibentuk tersebut.
52
2. asas organ atau embaga yang tepat, hal ini untuk menegaskan kejelasan organ
yang menetapkan peraturan perundang-undangan tersebut
1. asas tentang terminology dan sistematika yang benar, artinya setiap peraturan
hendaknya dapat dipahami oleh rakyat
2. asas perlakuan yang sama dalam hukum, hal tersebut unutk mencegah praktik
ketidakadilan dalam memperoleh layanan hukum
4. asas pelaksanaan hukum sesuai dengan kondisi individual, asas ini bermaksud
memberikan penyelesaian yang khusus bagi hal-hal atau keadaan-keadaan tertentu
yang menyangkut kepentingan individual .
53
BAB IV
4.1 Kesimpulan
Untuk melaksanakan amanat memang tidak mudah, apalagi amanat yang di dalam
Undang-undang dasar 1945. Amandemen kedua tahun 2000 mengatur
pelaksanaan sistem pemerintahan khususnya pemerintahan daerah. UUD 1945
pasca-amandemen itu mencantumkan permasalahan pemerintahan daerah dalam
Bab VI, yaitu Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B. Sistem otonomi daerah sendiri
tertulis secara umum dalam Pasal 18 untuk diatur lebih lanjut oleh undang-
undang.
Kebijakan tersebut ternyata tidak serta merta membuat kekecewaan daerah usai.
Berangkat dari fenomena pambangunan daerah yang tidak merata, representasi
politik yang tidak adil, pembangunan ekonomi yang diskriminatif, dan praktek
54
korupsi yang merajalela, kekecewaan masyarakat lokal tetap berlanjut. Hal ini
terbukti dari semakin maraknya tuntutan untuk membentuk daerah-daerah otonom
baru. Di satu sisi pemekaran daerah ini menjadi obat 'penurun panas' yang efektif
untuk meredam kekecewaan masyarakat lokal, dan bahkan pula
memperbaikikinerja pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik. Namun,
jika tidak dikelola dengan baik, kebijakan pemekaran tersebut juga bisa membawa
menguatnya regionalisasi berbasis primordial jika tidak disertai dengan kebijakan
untuk merangkai sinergi lintas daerah.
4.2 Saran
55
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD
1945.
56
DAFTAR PUSTAKA
57