Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengertian "otonom" secara bahasa adalah "berdiri sendiri" atau "dengan


pemerintahan sendiri". Sedangkan "daerah" adalah suatu "wilayah" atau
"lingkungan pemerintah". Dengan demikian pengertian secara istilah "otonomi
daerah" adalah wewenang atau kekuasaan pada suatu wilayah atau daerah yang
mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah atau daerah masyarakat itu
sendiri. Pengertian yang lebih luas lagi adalah wewenang atau kekuasaan pada
suatu wilayah atau daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan
wilayah atau daerah masyarakat itu sendiri mulai dari ekonomi, politik, dan
pengaturan perimbangan keuangan termasuk pengaturan sosial, budaya, dan
ideologi yang sesuai dengan tradisi adat istiadat daerah lingkungannya.

Pelaksanaan otonomi daerah dipengaruhi oleh faktor-faktor yang meliputi


kemampuan pelaksana, kemampuan dalam keuangan, ketersediaan alat dan bahan,
dan kemampuan dalam berorganisasi. Otonomi daerah tidak mencakup bidang-
bidang tertentu, seperti politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan,
moneter, fiskal, dan agama. Bidang-bidang tersebut tetap menjadi urusan
pemerintah pusat. Pelaksanaan otonomi daerah berdasar pada prinsip demokrasi,
keadilan, pemerataan, dan keanekaragaman.

Otonomi daerah tidak hanya pelaksanaan demokrasi pemerintahan dari, oleh, dan
untuk rakyat. Rakyat tidak saja menentukan nasibnya melainkan juga
memperbaiki nasibnya sendiri. Di dalam UUD 1945 antara lain tersurat bahwa
sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia memberikan
keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Namun
dalampraktiknya hal tersebut belum dilaksanakan secara proporsional sesuai
dengan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan pemerataan bahkan dalam
kenyataannya, terlihat sangat kuatnya kekuasaan yang terpusat dan lemahnya
kekuasaan daerah. Dalam perkembangannya, pemerintah pusat yang semula
dalam posisi kuat, kenyataannya justru mengandung kelemahan. Hal ini antara

1
lain disebabkan oleh berbagai permasalahan yang muncul. Salah satunya yang
paling rawan adalah ancaman beberapa daerah untuk melepaskan diri dari
pemerintah pusat.Merespon perkembangan tuntutan reformasi yang berkaitan
dengan pemerintahan daerah ini, pertimbangan yang sangat strategis adalah perlu
adanya Undang-undang yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan di daerah
yang sesuai dengan perkembangan baru dan mengantisipasi perkembangan masa
depan dengan tetap memperhatikan faktor eksistensi, efektifitas, dan keserasian
dengan tujuan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

Sistem pemerintahan daerah di Indonesia menurut konstitusi Undang-Undang


Dasar 1945, berdasarkan penjelasan dinyatakan bahwa daerah Indonesia akan
dibagi dalam daerah provinsi dan daerah provinsi akan dibagi pula dalam daerah
yang lebih kecil. Di daerah yang bersifat otonom atau bersifat administrasi belaka,
semuanya menurut aturan yang ada akan ditetapkan dengan undang-undang. Di
daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerah. Oleh karena
itu walaupun di daerah, pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan.
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai amanat UUD Negara RI
tahun 1945 maka kebijakan politik hukum yang ditempuh oleh pemerintah
terhadap pemerintahan daerah yang dapat mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan, menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan
pelayanan, pemberdayaan, dan dan peran serta masyarakat, serta peningkatan
daya saing daerah, dengan mempertimbangkan prinsip demokrasi,
pemerataan,keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI. Seiring dengan dilaksanakannya
program otonomi daerah, pada umumnya masyarakat mengharapkan adanya
peningkatan kesejahteraan dalam bentuk peningkatan mutu pelayanan masyarakat,
partisipasi masyarakat yang lebih luas dalam pengambilan kebijakan publik, yang
sejauh ini hal tersebut kurang mendapat perhatian dari pemerintahan pusat.
Namun kenyataannya sejak diterapkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah sejak Januari 2001,

2
belum menunjukkan perkembangan yang signifikan bagi pemenuhan harapan
masyarakat tersebut.

Dengan berkembangnya globalisasi, demokratisasi dan transparansi


penyelenggaraan pemerintahan tidak akan terlepas dari pengaruh global tersebut.
Prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan menuntut adanya pemberian peran
serta kepada warga negara dalam sistem pemerintahan, antara lain perlindungan
konsitusional. Artinya, selain menjamin hak-hak individu, konstitusi harus pula
menentukan cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang
dijamin, badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak, pemilihan umum yang
bebas, kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan berserikat atau berorganisasi
dan beroposisi, serta pendidikan kewarganegaraan. Prinsip keistimewaan atau
kekhususan sehingga pemerintah memberikan otonomi khusus kepada daerah
tertentu dalam ikatan NKRI.

Kebijakan politik hukum pemerintahan guna efisiensi dan efektivitas


penyelenggaraan pemerintahan daerah, diperlukan peningkatan dengan lebih
memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar
pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dann
tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-
luasnya kepada daerah dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan
otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan
NKRI.Dalam penulisan makalah ini, kami mengkaji mengenai peran Otonomi
daerah yang dinilai mampu mewujudkan tujuan pemerintahan NKRI yaitu
peningkatan kesejahteraan, terkait pelaksanaan sistem pemerintahan dalam
wilayah NKRI

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa landasan hukum sistem otonomi Daerah?

2. Bagaimana karakter hubungan Pemerintah Pusat dengan Daerah?

3. Bagaimana realisasi otonomi daerah dalam pemerintahan NKRI?

4. Apa hasil penerapan kebijakan otonomi daerah di wilayah NKRI?

3
1.3. Tujuan

1. Mengetahui landasan hukum sistem otonomi Daerah.

2. Mengetahui karakter hubungan Pemerintah Pusat dengan Daerah.

3. Mengetahui realisasi otonomi daerah dalam pemerintahan NKRI.

4. Mengetahui penerapan kebijakan otonomi daerah di wilayah NKRI.

1.4. Manfaat

Tulisan dalam makalah ini dapat digunakan sebagai bahan yang mendukung
proses perenungan serta diskusi untuk mengkaji sistem yang dinilai tepat
digunakan dalam sistem pemerintahan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 terkait dengan pewujudan peningkatan kesejahteraan
rakyat melalui otonomi daerah.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Hukum Otonomi Daerah

Pemberlakuan sistem otonomi daerah merupakan amanat yang diberikan oleh


Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945)
Amandemen Kedua tahun 2000 untuk dilaksanakan berdasarkan undang-undang
yang dibentuk khusus untuk mengatur pemerintahan daerah. UUD 1945 pasca-
amandemen itu mencantumkan permasalahan pemerintahan daerah dalam Bab VI,
yaitu Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B. Sistem otonomi daerah sendiri tertulis
secara umum dalam Pasal 18 untuk diatur lebih lanjut oleh undang-undang.

Pasal 18 ayat (2) menyebutkan, “Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten,


dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan.” Selanjutnya, pada ayat (5) tertulis,
“Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusanpemerintah
pusat.” Dan ayat (6) pasal yang sama menyatakan, “Pemerintahan daerah berhak
menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan
otonomi dan tugas pembantuan.”

Secara khusus, pemerintahan daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22


Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Namun, karena dianggap tidak sesuai
lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan
penyelenggaraan otonomi daerah, maka aturan baru pun dibentuk untuk
menggantikannya. Pada 15 Oktober 2004, Presiden Megawati Soekarnoputri
mengesahkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(UU Nomor 32 Tahun 2004) memberikan definisi otonomi daerah sebagai
berikut.

5
“Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”UU Nomor 32 Tahun
2004 juga mendefinisikan daerah otonom sebagai berikut. “Daerah otonom,
selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.”

Dalam sistem otonomi daerah, dikenal istilah desentralisasi, dekonsentrasi, dan


tugas pembantuan. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan
oleh pemerintah pusat kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Sedangkan dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah
kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.Sementara itu, tugas pembantuan
merupakan penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah atau desa dari
pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota atau desa serta dari pemerintah
kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

Sebagai konsekuensi pemberlakuan sistem otonomi daerah, dibentuk pula


perangkat peraturan perundang-undangan yang 5 Indonesia (b), Undang-Undang
Tentang Pemerintahan Daerah, No. 32 Tahun 2004, LN No. 125 tahun 2004, TLN
No. 4437, ps. 1. mengatur mengenai perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan daerah, yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU Nomor 25
Tahun 1999) yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU
Nomor 33 Tahun 2004).Selain itu, amanat UUD 1945 yang menyebutkan bahwa,
“Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah
daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis” direalisasikan
melalui Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan,

6
Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah (PP Nomor 6 Tahun 2005).

2.2 Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia

Menurut amanat UU Nomor 32 Tahun 2004, publik seharusnya dilibatkan dalam


pembuatan kebijakan. Namun, di beberapa daerah yang sudah mengadopsi sistem
otonomi daerah, kenyataan yang terjadi masih jauh dari harapan. Pengambilan
keputusan belum melibatkan publik dan masih berada di lingkaran elite lokal
provinsi dan kabupaten/kota. Keterlibatan publikdalam pembuatan kebijakan itu
tercermin dari pembuatan peraturan daerah (perda).Otonomi daerah yang
dicanangkan sejak Januari 2001 telah membawa perubahan politik di tingkat lokal
(daerah). Salah satunya adalah menguatnya peran Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD). Jika di masa sebelumnya DPRD hanya sebagai simbol dan
kedudukannya di bawah legislatif, setelah otonomi daerah, peran legislatif
menjadi lebih besar, bahkan dapat memberhentikan kepala daerah.

Sebagai contoh dari gambaran tersebut, sejak pelaksanaan otonomi daerah,


Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Deli Serdang, Sumatera Utara, telah membuat
43 perda. Dari 43 perda itu, sebagian berkaitan dengan peningkatan pendapatan
daerah, yaitu perda tentang retribusi dan pajak. Pembuatan perda semuanya
berasal dari eksekutif, kemudian dibawa untuk dibahas di DPRD. Setelah
dilakukan pengesahan, perda-perda itu baru disosialisasikan ke publik. Meskipun
Pemkab Deli Serdang cukup produktif dalam mengeluarkan peraturan, tidak
demikian dengan pelayanan publik yang mereka berikan.Walaupun pelaksanaan
otonomi daerah lebih memikirkan peningkatan pendapatan daerah, seperti yang
ditunjukkan dari ringkasan penelitian tentang desentralisasi di 13 kabupaten/kota
di Indonesia, implementasi otonomi daerah selain telah mendekatkan pemerintah
setempat dengan masyarakat, juga mendorong bangkitnya partisipasi warga.

Otonomi daerah, di lain pihak, memperkenalkan kecenderungan baru, yaitu


banyaknya lembaga sosial masyarakat baru yang bertujuan untuk mengatasi
konflik, perbedaan etnis, dan masalah sosial-ekonomi dengan bantuan minimal
dari pemerintah lokal. Pemerintah lokal juga mencoba mengadopsikan peran aktif

7
mengasimilasi kepentingan golongan minoritas. Untuk mengatasi masalah
asimilasi, pada awal 1970-an, Presiden Soeharto membentuk Badan Kesatuan
Bangsa dan Pembaruan Masyarakat (BKBPM), dan setelah reformasi, mengubah
namanya menjadi Badan Kesatuan Bangsa (BKB). Badan ini memberikan dana
kepada lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bertujuan untuk menjalankan
program asimilasi dan membangkitkan sensitif suku, agama, ras, dan
antargolongan (SARA) dan saling pengertian antarkelompok minoritas. Program
BKB juga menggunakan LSM dan aparat pemerintah dalam membangun program
asimilasi kebudayaan dan kelompok etnis plural.

Dampak positif otonomi daerah adalah memunculkan kesempatan identitas lokal


yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat
mendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah
yang berada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak
daripada yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana
tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta
membangun program promosi kebudayaan dan juga pariwisata.Dalam kehidupan
modern yang kita jalani dewasa ini, eksistensi pemerintahan tidak dapat
dipungkiri lagi. Kehadiran pemerintah menjangkau hampir semua segi kehidupan,
mulai dari kelahiran anak (akte kelahiran), nikah (harus pakai akte nikah), bahkan
sampai seseorang meninggal dunia (harus mengurus akte kematian).

Tujuan utama dibentuknya pemerintahan adalah untuk menjaga suatu sistem


ketertiban di dalam mana masyarakat bisa menjalani kehidupannya secara wajar.
Pemerintahan modern, dengan kata lain, pada hakekatnya adalah pelayanan
kepada masyarakat. Pemerintahan tidaklah diadakan untuk melayani dirinya
sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat, menciptakan kondisi yang
memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan
kreatifitasnya demimencapai kemajuan bersama. Oleh karena itu, secara umum,
tugas-tugas pokok pemerintahan mencakup tujuh bidang pelayanan, yaitu :

1. Menjamin keamanan negara dari segala kemungkinan serangan dari luar, dan
menjaga agar tidak terjadi pemberontakan dari dalam yang dapat menggulingkan
pemerintah yang sah melalui cara-cara kekerasan;

8
2. Memelihara ketertiban dengan mencegah terjadinya perselisihan di antara
warga masyarakat, menjamin agar perubahan apapun yang terjadi di dalam
masyarakat dapat berlangsung secara damai;

3. Menjamin diterapkannya perlakuan yang adil kepada setiap warga masyarakat


tanpa membedakan status apapun yang melatarbelakangi keberadaan mereka.
Jaminan keadilan ini terutama harus tercermin melalui keputusan-keputusan
pengadilan, dimana kebenaran diupayakan pembuktiannya secara maksimal, dan
dimana konstitusi dan hukum yang berlaku dapat ditafsirkan dan diterapkan
secara adil dan tidak memihak, serta dimana perselisihan bisa didamaikan;

4. Melakukan pekerjaan umum dan memberikan pelayanan dalam bidang-bidang


yang tidak mungkin dikerjakan oleh lembaga non-pemerintah. Ini antara lain
mencakup pembangunan jalan,penyediaan fasilitas pendidikan yang terjangkau
oleh mereka yang berpendapatan rendah, pelayanan pos dan pencegahan penyakit
menular;

5. Melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan sosial : membantu


orang miskin dan memelihara orang-orang cacat, jompo dan anak-anak terlantar,
menampung serta menyalurkan para gelandangan ke sektor kegiatan yang
produktif, dan semacamnya;

6. Menerapkan kebijakan ekonomi yang menguntungkan masyarakat luas, seperti


mengendalikan laju inflasi, mendorong penciptaan lapangan kerja baru,
memajukan perdagangan domestik dan antar bangsa, serta kebijakan lain secara
langsung menjamin peningkatan ketahanan ekonomi negara dan masyarakat;

7. Menerapkan kebijakan untuk pemeliharaan sumber daya alam dan lingkungan


hidup, seperti air, tanah, dan hutan. Pemerintah juga berkewajiban mendorong
kegiatan penelitian dan pengembangan untuk pemanfaatan sumber daya alam
yang mengutamakan keseimbangan antara eksploitasi dan reservasi.

Sementara itu, untuk melaksanakan tugas-tugas pokok tersebut, pemerintah


mempunyai beberapa fungsi. Pada umumnya pemerintah menjalankan dua fungsi
pokok, fungsi pemerintahan umum. Yaitu mengatur kehidupan politik, sosial,

9
ketertiban, pertahanan keamanan,termasuk kependudukan. Fungsi ini merupakan
monopoli pemerintah, dalam arti pihak lain tidakmempunyai kewenangan untuk
melaksanakannya. Fungsi penyediaan pelayanan masyarakat dalam arti luas,
antara lain, kesehatan, pendidikan, pos, telekomunikasi, dan sebagainya. Fungsi
ini bukan monopoli pemerintah, terbuka untuk fihak swasta yang melakukannya.
Selain dua fungsi tersebut, dalam negara berkembang pemerintah juga dibebani
fungsi ke tiga yaitu fungsi pembangunan.

Tugas pokok dan fungsi pemerintahan yang tertera di atas menggambarkan


adanya jangkauan yang luas dan kompleks, dengan tanggung jawab yang sangat
berat, terpikul di atas pundak setiap pemerintahan. Untuk melakukan tugas pokok
dan fungsi tersebut, adalah hal yang sangatsulit jika dilaksanakan secara terpusat
(concentrated) oleh Pemerintah Pusat. Untuk itu, tugas pokok dan fungsi tersebut
harus diserahkan atau didelegasikan sebagian dalam bentuk kewenangan melalui
asas desentralisasi kepada daerah (otonom) untuk diselenggarakan.Pilihan
terhadap orientasi pemerintahan yang desentralistis didasarkan pada beberapa
alasan yang ditinjau dari beberapa dimensi, yaitu :

1. Dilihat dari sudut politik sebagai permainan kekuasaan, desentralisasi


dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada salah satu pihak saja,
yang pada akhirnya dapat menimbulkan tirani;

2. Dalam bidang politik penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai tindakan


pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih
diri dalam mempergunakan hak-hak demokrasi;

3. Dari sudut organisatoris pemerintahan, alasan mengadakan pemerintahan


daerah (desentralisasi) adalah semata-mata untuk mencapai suatu pemerintahan
yang efisien. Apa yang dianggap lebih utama diurus oleh pemerintah setempat
pengurusannya diserahkan kepada daerah. Hal-hal yang lebih tepat di tangan pusat
tetap diurus oleh Pemerintah Pusat;

4. Dari sudut kultural, desentralisasi perlu diadakan supaya perhatian dapat


sepenuhnya ditumpahkan kepada kekhususan suatu daerah, seperti geografi,

10
keadaan penduduk, kegiatan ekonomi, watak kebudayaan atau latar belakang
sejarahnya;

5. Dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, desentralisasi diperlukan


karena pemerintah daerah dapat lebih banyak dan secara langsung membantu
pembangunan tersebut.

Desentralisasi dalam tinjauan etimologis (Latin ; “de” lepas, “centrum” pusat)


dapat diartikan melepaskan dari pusat. Pengertian ini dapat dikonotasikan sebagai
pencerminan adanya pelepasan dalam konteks penyerahan kekuasaan atau
kewenangan dari pusat ke daerah. Scligmanmengemukakan bahwa desentralisasi
merupakan suatu proses penyerahan wewenang (authority) dari pemerintah yang
lebih tinggi yang mempunyai kekuasaan (power) kepada pemerintah yang lebih
rendah derajatnya, yang menyangkut bidang legislatif atau administratif. Senada
dengan hal tersebut, selanjutnya Ruiter meneruskan bahwa kewenangan tersebut
untuk secara mandiri dan berdasarkan kepentingan, sendiri mengambil keputusan
pengaturan dan pemerintahan, serta struktur wewenang yang terjadi dari hal
tersebut.

Format desentralisasi terdapat dalam dua bentuk, yakni : desentralisasi


administratif atau dekonsentrasi, yang berarti delegasi wewenang pelaksanaan
kepada tingkat lokal, dan desentralisasi politik atau devolusi, yang berarti bahwa
wewenang pembuatan keputusan dan kontrol tertentu terhadap sumber daya
diberikan kepada pejabat-pejabat regional dan lokal.

Desentralisasi adalah merupakan penyerahan wewenang dari Pemerintah Pusat


kepada Daerah Otonom, untuk secara mandiri dapat mengembangkan kreatifitas
dan prakarsa dalam penyelenggaraan pemerintahan. Hak dan wewenang untuk
mengurus rumah tangga sendiri (localself government) ini dikenal dengan
otonomi daerah.Wewenang dalam konsep organisasi dan manajemen diartikan
sebagai hak suatu unit kerja atau seseorang pejabat untuk melakukan sesuatu tugas
dengan penuh tanggung jawab. Terry (2000 : 101) berpendapat bahwa pada
organisasi-organisasi resmi yang berjalan, wewenang harus didelegasikan atau
dibagi dari seorang manajer atau kelompok kerja organisasi pada pihak-pihak lain

11
untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban khusus. Pendelegasian wewenang
adalah untuk memutuskan perkara yang cenderung menjadi kewajibannya.
Walaupun demikian, manajer yang mendelegasikan wewenang tidak
menyerahkan secara permanen baik wewenang maupun tanggung jawabnya. Hal-
hal yang dilakukan itu merupakan penyerahan hak untuk mengelola tugas-tugas di
dalam batas-batas yang telah ditentukan, namun wewenang akhir tetap berada
pada manajer yang memegang wewenang untuk mengelola seluruh kegiatan dan
memikul tanggung jawab terakhir.

Lebih lanjut Terry (2000 : 101) mengemukakan bahwa pendelegasian wewenang


merupakan suatu faktor yang vital di dalam organisasi dan manajemen, karena :

1. Menetapkan hubungan oraganisatoris format di antara anggota-anggota;

2. Memberikan kekuasaan manajerial;

3. Mengembangkan bawahan dengan cara memberi izin kepada mereka untuk


mengambil

keputusan.

Dalam melaksanakan pendelegasian wewenang, Nitisemito (1996 : 136-137)


berpendapat bahwa

hal-hal yang harus diperhatikan, yaitu :

1. Kemampuan mengkategorikan antara tugas yang penting dan yang kurang


penting;

2. Wewenang dan tanggung jawab harus dikemukakan dengan jelas;

3. Dalam pendelegasian wewenang diperlukan tanggapan, rasa tanggung jawab,


inisiatif dan kreatifitas yang diberi wewenang, untuk itu dibutuhkan kepercayaan
dari pemberi wewenang;

4. Dalam pendelegasian wewenang tidak setengah dan dalam batas kemampuan.

12
Melengkapi pendapat di atas, menurut Purbopranoto dalam Nihin (1999 : 47),
untuk mewujudkan pemerintahan yang dikehendaki “good governance” adalah
melalui asas-asas umum pemerintahan yang baik, antara lain sebagai berikut : asas
jangan mencampuradukkan kewenangan, bahwa keputusan badan-badan
pemerintah yang dikeluarkan harus sesuai dengan tujuan dan kewenangan yang
diberikan kepada badan-badan pemerintah itu, atau dengan perkataan lain, bahwa
tidak boleh menggunakan kewenangan untuk lain tujuan selain daripada tujuan
yang telah ditetapkan oleh kewenangan tersebut.Apabila rambu-rambu tersebut
diikuti dengan baik, maka akan memberi manfaat yang signifikan. Terry (2000 :
105) mengemukakan bahwa manfaat yang diperoleh dari desentralisasi
wewenang, yaitu antara lain : mendorong efektifitas hubungan, terdapat
kesempatan yang lebih besar berkembang.

Penyerahan atau pembagian kewenangan daerah dari Pemerintah Pusat kepada


daerah, membawa konsekuensi pada terbaginya urusan dan tugas pemerintahan.
Beberapa sistem dalam pembagian kewenangan, yaitu antara lain :

1. Sistem Residu; Dalam sistem ini, secara umum telah ditentukan lebih dahulu
tugas-tugas yang menjadi wewenang Pemerintah Pusat, sedangkan sisanya
menjadi urusan rumah tangga Daerah.

2. Sistem Material; Dalam sistem ini tugas Pemerintah Daerah ditetapkan satu per
satu secara limitative atau terinci. Selain dari tugas yang telah ditentukan,
merupakan urusan Pemerintah Pusat.

3. Sistem Formal; Dalam sistem ini urusan yang termasuk dalam urusan rumah
tangga Daerah tidak secara apriori ditetapkan atau dengan Undang-Undang.
Daerah boleh mengatur dan mengurus segala sesuatu yang dianggap penting bagi
daerahnya, asal tidak mencakup urusan yang telah diatur oleh pemerintah pusat
atau pemerintah daerah yang lebih tinggi tingkatnya.

4. Sistem Riil; Dalam sistem ini, penyerahan urusan atau tugas dan kewenangan
kepada daerah didasarkan pada faktor yang nyata atau riil, sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan riil dari Daerah maupun Pemerintah Pusat serta
pertumbuhan kehidupan masyarakat yang terjadi.Faktor yang menjadi dasar

13
pembagian wewenang antara pusat dan daerah adalah : Fungsi yang sifatnya
berskala nasional dan berkaitan dengan eksistensi negara sebagai kesatuan politik,
wewenangnya diserahkan kepada Pemerintah Pusat; fungsi yang menyangkut
pelayanan masyarakat yang perlu disediakan secara seragam atau standard untuk
seluruh daerah, kewenangan ini lebih sesuai dikelola oleh Pemerintah Pusat
mengingat lebih ekonomis bila diusahakan dalam skala besar (economic of scale);
fungsi pelayanan yang bersifat lokal. Fungsi ini melibatkan masyarakat luas tetapi
tidak memerlukan tingkat pelayanan yang seragam, untuk melaksanakan fungsi
tersebut wewenangnya dapat diserahkan pada Pemerintah Daerah.

2.3 Pelaksanaan Otonomi Daerah

Otonomi Daerah yang dilaksanakan saat ini adalah Otonomi Daerah yang
berdasarkan kepada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah. Menurut UU ini, otonomidaerah dipahami sebagai
kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
kepentinganmasyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Prinsip otonomi daerah
yang digunakan adalah otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab.
Kewenangan otonomi yang luas adalah keleluasaan daerah untuk
menyelengarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang
pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan
keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Yang dimaksud dengan otonomi
nyata adalah keleluasaan Daerah untuk menyelenggarakan kewenangan
pemerintahan dibidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta
tumbuh hidup, dan berkembang di daerah, sedangkan yang dimaksud dengan
otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggung-
jawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah
dalam wujud tugas dan kewajiban yang dipikul oleh daerah dalam mencapai
tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan
masyarakat yang semkain baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan,
pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan daerah

14
serta antara daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Prinsip-prinsip pemberian Otonomi Daerah dalam UU 22/1999 adalah :

1. Penyelengaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek


demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.

2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan


bertangung jawab.

3. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah
kabupaten dan daerah kota.

4. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga


tetap terjamin hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antara Daerah.

5. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian Daerah


Otonom, dan

karenanya dalam daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak ada lagi wilayah
administratif.

6. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi


badan legislatif Daerah, baik sebagai fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun
fungsi anggaran atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

7. Pelaksanaan azas dekonsentrasi diletakkan pada Daerah Propinsi dalam


kedudukannya sebagaiWilayah Administratis untuk melaksanakan pemerintahan
tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah.

8. Pelaksanaan azas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari


Pemerintah kepada Daerah, tetapi juga dari Pemerintah dan Daerah kepada Desa
yang disertai dengan pembiayaan sarana dan prasarana, serta sumber daya
manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan
mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.

Dalam implementasi kebijakan Otonomi Daerah berdasarkan UU 22/1999 yang


dilaksanakan mulai 1 Januari 2001 terdapat beberapa permasalahan yang perlu

15
segera dicarikan pemecahannya. Namun sebagian kalangan beranggapan
timbulnya berbagai permasalahan tersebut merupakan akibat dari kesalahan dan
kelemahan yang dimiliki oleh UU 22/1999, sehingga merekapun mengupayakan
dilakukannya revisi terhadap UU 22/1999 tersebut. Jika kita mengamati secara
obyektif terhadap implementasi kebijakan Otonomi Daerah berdasarkan UU
22/1999 yang baru berjalan memasuki bulan kesepuluh bulan ini, berbagai
permasalahan yang timbul tersebut seharusnya dapat dimaklumi karena masih
dalam proses transisi. Timbulnya berbagai permasalahan tersebut lebih banyak
disebabkan karena terbatasnya peraturan pelaksanaan yang bisa dijadikan
pedoman dan rambu-rambu bagi implementasi kebijakan Otonomi Daerah
tersebut.

2.4 Otonomi Daerah dan Masa Depannya

Perhatian dalam prinsip-prinsip pemberian dan penyelenggaraan otonomi Daerah


dapat diperkirakan prospek ke depan dari Otonomi Daerah tersebut. Untuk
mengetahui prospek tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai
pendekatan. Salah satu pendekatan yangkita gunakan disini adalah aspek ideologi,
politik, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Prinsip-prinsip dan dasar
pemikiran yang digunakan dianggap sudah cukup memadai dengan kondisi dan
kebutuhan masyarakat dan daerah. Kebijakan Otonomi Daerah yang pada
hakekatnya adalah upaya pemberdayaan dan pendemokrasian kehidupan
masyarakat diharapkan dapat mememnuhi aspirasi berbagai pihak dalam konteks
penyelenggaraan pemerintahan negara serta hubungan Pusat dan Daerah.

Dari aspek ideologi, sudah jelas dinyatakan bahwa Pancasila merupakan


pandangan, falsafah hidup dan sekaligus dasar negara. Nilai-nilai Pancasila
mengajarkan antara lain pengakuan Ketuhanan, semangat persatuan dan kesatuan
nasional, pengakuan hak azasi manusia, demokrasi,dan keadilan dan kesejahteraan
sosial bagi seluruh masyarakat. Jika kita memahami dan menghayati nilai-nilai
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan Otonomi Daerah dapat
diterima dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui
Otonomi Daerah nilai-nilai luhur Pancasila tersebut akan dapat diwujudkan dan
dilestarikan dalam setiap aspek kehidupan bangsa Indonesia.

16
Dari aspek politik, pemberian otonomi dan kewenangan kepada Daerah
merupakan suatu wujud dari pengakuan dan kepercayaan Pusat kepada Daerah.
Pengakuan Pusat terhadap eksistensi Daerah serta kepercayaan dengan
memberikan kewenangan yang luas kepada Daerah akan menciptakan hubungan
yang harmonis antara Pusat dan Daerah. Selanjutnya kondisi akan mendorong
tumbuhnya dukungan Derah terhadap Pusat dimana akhirnya akan dapat
memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Kebijakan Otonomi Daerah sebagai
upaya pendidikan politik rakyat akan membawa dampak terhadap peningkatan
kehidupan politik di Daerah.

Dari aspek ekonomi, kebijakan Otonomi Daerah yang bertujuan untuk


pemberdayaan kapasitas daerah akan memberikan kesempatan bagi Daerah untuk
mengembangkan dan meningkatkan perekonomiannya. Peningkatan dan
pertumbuhan perekonomian daerah akan membawa pengaruh yang signifikan
terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat di Daerah. Melalui kewenangan yang
dimilikinya untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat, daerah akan
berupaya untuk meningkatkan perekonomian sesuai dengan kondisi, kebutuhan
dan kemampuan. Kewenangan daerah melalui Otonomi Daerah diharapkan dapat
memberikan pelayanan maksimal kepada para pelaku ekonomi di daerah, baik
lokal, nasional, regional maupun global.

Dari aspek sosial budaya, kebijakan Otonomi Daerah merupakan pengakuan


terhadap keanekaragaman Daerah, baik itu suku bangsa, agama, nilai-nilai sosial
dan budaya serta potensi lainnya yang terkandung di daerah. Pengakuan Pusat
terhadap keberagaman daerah merupakan suatu nilai penting bgi eksistensi
daerah. Dengan pengakuan tersebut Daerah akan merasa setara dan sejajar dengan
suku bangsa lainnya, hal ini akan sangat berpengaruh terhadap upaya
mempersatukan bangsa dan negara. Pelestarian dan pengembangan nilai-nilai
budaya lokal akan dapat ditingkatkan dimana pada akhirnya kekayaan budaya
lokal akan memperkaya khasanah budaya nasional.

Selanjutnya dari aspek pertahanan dan keamanan, kebijakan Otonomi Daerah


memberikan kewenangan kepada masing-msing daerah untuk memantapkan
kondisi Ketahanan daerah dalam kerangka Ketahanan Nasional. Pemberian

17
kewenangan kepada Daerah akan menumbuhkan kepercayaan Daerah terhadap
Pusat. Tumbuhnya hubungan dan kepercayaan Daerah terhadap Pusat akan dapat
mengeliminir gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia .

Memperhatikan pemikiran dengan menggunakan pendekatan aspek ideologi,


politik, sosal budaya dan pertahanan keamanan, secara ideal kebijakan Otonomi
Daerah merupakan kebijakan yang sangat tepat dalam penyelenggaraan
pemerintahan di daerah. Hal ini berarti bahwa kebijakan Otonomi Daerah
mempunyai prospek yang bagus di masa mendatang dalam menghadapi segala
tantangan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasya-rakat, berbangsa dan
bernegara.

Namun demikian prospek yang bagus tersebut tidak akan dapat terlaksana jika
berbagai kendala dan tantangan yang dihadapi tidak dapat diatasi dengan baik.
Untuk dapat mewujudkan prospek Otonomi Daerah di masa mendatang tersebut
diperlukan suatu kondisi yang kondusif diantaranya yaitu:

• Adanya komitmen politik dari seluruh komponen bangsa terutama pemerintah


dan lembaga perwakilan untuk mendukung dan memperjuangkan implementasi
kebijakan Otonomi Daerah.

• Adanya konsistensi kebijakan penyelenggara negara terhadap implementasi


kebijakan OtonomiDaerah.

• Kepercayaan dan dukungan masyarakat serta pelaku ekonomi dalam pemerintah


dalam mewujudkan cita-cita Otonomi Daerah.

Dengan kondisi tersebut bukan merupakan suatu hal yang mustahil Otonomi
Daerah mempunyai prospek yang sangat cerah di masa mendatang. Kita berharap
melalui dukungan dan kerjasama seluruh komponen bangsa kebijakan Otonomi
Daerah dapat diimplementasikan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

18
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Landasan Hukum

Di dalam pokok-pokok perubahan UUD 1945 pada bab IV pasal 18 ayat 1 tentang
pengaturan pemerintahan daerah, dijelaskan bahwa negara Republik Indonesia
dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten
dan kota. Setiap provinsi, kabupaten dan kota mempunyai pemerintahan daerah
yang diatur dengan undang-undang. Sebagai negara kesatuan, kita tidak mengenal
adanya negara dalam negara, karena memang bukan negara federal(serikat).
Pembagian daerah adalah sekedar suatu desentralisasi dengan otonomi yang luas
untuk melancarkan jalannya pemerintahan. Selanjutnya dalam ayat 2 diatur
tentang otonomi pemerintahan daerah. Dijelaskan dalam pasal tersebut bahwa
pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan. Selain mengatur tentang otonomi daerah, UUD 1945 hasil
amandemen juga mengakui keistimewaan pemerintahan daerah.

Dalam pasal 18B ayat 1, hubungan pemerintah pusat dan daerah provinsi,
kabupaten dan kota diatur dalam suatu undang-undang dengan memperhatikan
keistimewaan daerah masing-masing. Selain itu, negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat berserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip NKRI yan diatur dalam undang-undang (pasal 18B ayat2).
Hal ini merupakan perwujudan kebinekaan masyarakat dan wilayah Negara
Indonesia dengan segala kekayaan etnis, budaya, adat istiadat dan karakter
masing-masing.Kebebasan dan keterbukaan politik yang terjadi pasca Orde Baru
membawa konsekuensi logis pada pemerintahan untuk segera mengubah diri.
Segala macam kebijakan dan regulasi yang berbau orde baru yang sentralistis
diubah sedemikian besarnya menjadi sangat terdesentralisasi.

Kebijakan desentralisasi diperkenalkan pada tahun 1999 melalui UU No.22/1999


dan UU 25/1999. Dua undang-undang ini lahir untuk merespon dua kondisi
sosial-politik yaitu merebaknya tuntutan daerah untuk memperoleh otonomi yang

19
lebih luas, bahkan tuntutan federasi dan merdeka, serta semangat demokrasi yang
menuntut ruang partisipasi yang luas. Dengan setting sosial politik ini maka UU
No. 22/1999 dan UU 25/1999 hadir dengan dua misi utama. Untuk memuaskan
semua daerah dengan memberikan ruang partisipasi politik yang tinggi melalui
‘desentralisasi politik’ dari pusat kepada daerah, dan memberikan kesempatan
dankepuasan politik kepada masyarakat dengan memberikan kesempatan untuk
menikmati simbol-simbol utama demokrasi lokal (misal pemilihan Kepala
Daerah). Untuk memuaskan daerah-daerah kaya sumberdaya alam yang
‘memberontak’ dengan memberikan akses yang lebih besar untuk menikmati
sumberdaya alam yang ada di daerah mereka masing-masing.

Regulasi yang baru ini memberikan kewenangan yang luas kepada daerah otonom
yang meliputi seluruh bidang pemerintahan kecuali politik luar negeri, hankam,
peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta beberapa kewenangan bidang lain.
Disamping memperoleh kewenangan politik yang luas, daerah juga memperoleh
peluang partisipasi politik yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari kesempatan untuk
memilih Kepala Daerah secara langsung, juga pembentukan Badan Perwakilan
Desa sebagai perkembangan baru bagi kehidupan demokrasi di tingkat desa.
Secara lebih detail, UU No.22/1999 yang kemudian dilanjutkan dengan UU
No.32/2004 dengan beberapa revisi, telah melakukan perubahan signifikan
dibandingkan dengan sistem yang digunakan di masa Orde Baru.

Semangat otonomi daerah yang lebih besar ini dimulai dengan perubahan
simbolisasi pada nama daerah otonom. Istilah tingkatan daerah otonom (Dati I dan
Dati II) dihapuskan, dan diganti dengan istilah yang lebih netral, yaitu Propinsi,
Kabupaten dan Kota. Hal ini didasari semangat untuk menghindari citra bahwa
tingkatan lebih tinggi (Dati I) secara hierarkhis lebih berkuasa daripada tingkatan
lebih rendah (Dati II). Padahal dua-duanya merupakan badan hukum yang
terpisah dan sejajar yang mempunyai kewenangan berbeda. UU No.22/1999
memperpendek jangkauan asas dekonsentrasi yang dibatasi hanya sampai
pemerintahan Propinsi. Pemerintahan Kabupaten dan Kota telah terbebas dari
intervensi pusat yang sangat kuat melalui perangkapan jabatan Kepala Daerah
Otonom (Local Self-government) dan Kepala Wilayah Administratif (Field

20
Administration). Bupati dan Walikota adalah Kepada Daerah Otonom saja.
Sementara itu jabatan Kepala Wilayah pada kabupaten dan Kota (dulu
Kotamadya) sudah tidak dikenal lagi. UU No.22/1999 yang kemudian dilanjutkan
oleh UU No.32/2004 menghapuskan posisi wilayah administratif (field
administration) pada level Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Integrated

Prefectoral System yang sentralistis yang digunakan UU No.5/1974 diubah


menjadi Functional System, dan bukan sekedar Unintegrated Prefectoral System
yang dikenal pada UU No.1/1957.UU tersebut menempatkan pemerintahan
kecamatan dan kelurahan sebagai perangkat Daerah otonom, yaitu Daerah
Kabupaten dan Daerah Kota. Dengan kata lain, pemerintahan kecamatan
menempati posisi sebagai kepanjangan tangan pemerintahan daerah otonom
(desentralisasi), dan bukan sebagai aparat dekonsentrasi.

Bupati dan Walikota dipilih secara mandiri di daerah tanpa melibatkan pemerintah
Propinsi maupun pemerintah Pusat. Dalam UU No.22/1999, Kepala Daerah
dipilih oleh DPRD. Oleh karena itu, Bupati/Walikota harus bertanggung jawab
kepada dan bisa diberhentikan oleh DPRD sebelum masa jabatannya usai.
Sementara itu, pemerintah pusat (Presiden) hanya diberi kekuasaan untuk
‘memberhentikan sementara’ seorang Bupati/Walikota jika dianggap
membahayakan integrasi nasional. Pada tahun 2004, diperkenalkanlah Pilkada
Langsung di manaKepala Daerah dipilih secara langsung oleh rakyat dari para
pasangan calon yang diajukan oleh partai politik. Perubahan ke arah pendalaman
demokrasi ini terus berkembang. UU No.32/2004 ini kemudian direvisi di tahun
2008 dengan memberikan kesempatan kepada calon perseorangan untuk
berkompetisi dalam Pilkada Langsung.

Kewenangan yang lebih luas kepada daerah otonom yang meliputi seluruh bidang
pemerintahan kecuali politik luar negeri, hankam, peradilan, moneter dan fiskal,
agama, serta ‘kewenangan bidang lain’. Hanya saja, definisi ‘kewenangan bidang
lain’ ini ternyata masih sangat luas, sebab mencakup perencanaan dan
pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan,
sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan
pemberdayaan SDM, pendaya gunaan SDA serta teknologi tinggi strategis,

21
koservasi dan standarisasi nasional. Sementara itu, keuangan daerah juga
mengalami beberapa perubahan. Melalui UU No.25/1999 dan UU No. 33/2004,
secara makro sumber-sumber keuangan daerah diperbesar, sejalan dengan
dikembangkannya prinsip perimbangan. Jumlah alokasi transfer keuangan ke
daerah terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Jumlah ini juga semakin
terasa untuk dua provinsi yang memperoleh otonomi khusus, yaitu Papua dan
Aceh (Nanggroe Aceh Darussalam) melalui dana Otsus dan penyesuaian. Semua
ini dilakukan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah,
meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah, serta meningkatkan sinergi
perencanaan pembangunan pusat dan daerah.

3.2 Karakter Hubungan Pusat dan Daerah

Sentralisasi sumberdaya politik dan ekonomi di tangan sekelompok kecil elit di


pemerintah pusatadalah konsekuensi yang melekat dari sistem politik otoritarian
tersebut. Bahkan, sentralisasi ini masih diperparah lagi dengan dikembangkannya
uniformitas supra- dan infra-struktur politik.Orde Baru mengatur pemerintahan
lokal secara detail dan diseragamkan secara nasional (Devas 1989). Organ-organ
supra-struktur politik lokal diatur secara terpusat dan seragam tanpa
mengindahkan heterogenitas ‘sistem politik’ lokal yang telah eksis jauh sebelum
terbentuknya konsep kebangsaan Indonesia. Melalui strategi korporatisme negara,
pemerintah Orde Baru melakukan penunggalan kelompok kepentingan yang
dikontrol secara terpusat. Para buruh di seluruh nusantara hanya diakui
eksistensinya apabila bernaung di bawah SPSI. Demikian pula halnya untuk
pegawai negeri yang telah disediakan Korpri, untuk guru telah disediakan PGRI,
untuk petani telah disediakan HKTI, untuk pengusaha telah disediakan KADIN,
untuk para wartawan telah disediakan PWI, dan lain-lain.

Mekanisme kontrol politik secara nasional tersebut bahu-membahu dengan


sentralisasi pengelolaan sumber daya ekonomi secara nasional yang sangat bias
pusat (Jakarta, dan kemudian Jawa). Dengan wacana pembangunan nasional,
pemerataan pembangunan antar daerahdan integrasi nasional, pemerintah
melakukan pengelolaan sumber daya ekonomi daerah secara nasional.
Pertambangan, hutan, beberapa hasil laut dan beberapa jenis perkebunan dikelola

22
secara nasional yang hasilnya dibawa secara penuh ke Jakarta.Mekanisme
sentralistis semacam ini terus berkepanjangan karena dua hal utama. Pada tingkat
nasional, elit politik pembuat keputusan tidak mempunyai basis politik lokal sama
sekali.

Kekuatan eksekutif nasional yang menjadi aktor tunggal dalam pentas politik
nasional tidak berakar dari bawah, dan bahkan tidak membutuhkan dukungan
politik dari masyarakat untuk kelangsungan kekuasaan politik mereka. Pada
tingkat daerah, masyarakat politik lokal teralienasidari mekanisme politik yang
telah sepenuhnya ternasionalisasi. Bahkan juga, arena politik lokal telah
dimonopoli oleh orang pusat yang ada di daerah.

Cara kerja politik yang sentralistis dan monolitis ini hanya mampu memperbaiki
keadaan sesaat dan bersifat semu belaka. Sinyal-sinyal kegagalan pengaturan
politik lokal Orde baru semakin mencolok ke permukaan tatkala beberapa
masyarakat daerah, terutama Irian Jaya dan Aceh, menuntut perubahan mendasar
dalam pengaturan politik lokal dan dalam hubungan pusat-daerah di tahun
1997an. Bahkan, salah satu bentuk tuntutan itu adalah tuntutan separatis untuk
membentuk negara sendiri. Tuntutan pembentukan negara sendiri atau
melepaskan diri dari bagian wilayah NKRI benar-benar terwujud yakni dengan
lepasnya Propinsi Timor Timur dari bagian wilayah NKRI melalui referendum
pada era Presiden Habibie.

Fakta-fakta tentang adanya tuntutan separatis yang akhirnya diwujudkan melalui


lepasnya TimorTimur dari wilayah Indonesia merupakan bukti bahwa ‘ketaatan’
komunitas politik lokal terhadap pusat yang terjadi selama ini adalah sebuah
ketaatan yang semu dan penuh keterpaksaan. Tentu saja konsep negara-bangsa
semacam ini sangat rentan terhadap gejolak.

3.3 Realisasi dalam Pemerintahan NKRI

Daerah otonom sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas


wilayah, yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintah dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri, berdasarkan aspirasi

23
masyarakat dalam sistem NKRI. Berdasarkan rumusan tersebut, dalam otonom
terdapat unsur-unsur sebagai berikut :

1. Unsur batas wilayah. Sebagai kesatuan masyarakat hukum, batas suatu wilayah
adalah sangat menentukan untuk kepastian hukum bagi pemerintah dan
masyarakat dalam melakukan interaksi hukum, misalnya dalam penetapan
kewajiban tertentu sebagai warga masyarakat serta pemenuhan hak-hak
masyarakat terhadap fungsi pelayanan umum pemerintahan dan peningkatan
kesejahteraan secara luas kepada masyarakat setempat. Di sisi lain, batas wilayah
ini sangat penting apabila ada sengketa hukum yang menyangkut wilayah
perbatasan antar daerah. Dengan perkataan lain, dapat dinyatakan bahwa suatu
daerah harus mempunyai wilayah dengan batas-batas yang jelas sehingga dapat
dibedakan antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya.

2. Unsur pemerintahan. Eksistensi pemerintahan di daerah didasarkan atas


legitimasi undang-undang yang memberikan kewenangan kepada pemerintah
daerah untuk menjalankan urusan pemerintahan yang berwenang mengatur
kreativitasnya sendiri. Elemen pemerintahan daerah adalah meliputi pemerintahan
daerah dan lembaga DPRD sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

3. Unsur masyarakat. Masyarakat sebagai suatu elemen pemerintahan daerah


merupakan kesatuan masyarakat hukum, kebiasaan dan adat istiadat yang turut
mewarnai sistem pemerintahan daerah, mulai dari bentuk cara berpikir, bertindak
dan kebiasaan tertentu dalam kehidupan masyarakat. Bentuk-bentuk partisipasi
budaya masyarakat antara lain gotong-royong, permusyawaratan, cara
menyampaikan pendapat dan pikiran yang menunjang pembangunan daerah untuk
meningkatkan kesejahteraan melalui pelayanan pemerintahan. Kebijakan
pemerintah memberikan pengakuan keistimewaan Provinsi Nangroe Aceh
Darussalam berupa pelaksanaan kehidupan beragama, adat dan pendidikan serta
memperhatikan peranan ulama dalam ikut serta menetapkan kebijakan daerah.
Adapun keistimewaan Provinsi Istimewa Yogyakarta adalah pengangkatan
gubernur dan wakil gubernur, sedangkan di Papua kekhususan adalah dengan
mempertimbangkan tentang peran kepala adat masyarakat Papua yang mendapat
wewenang dalam keikutsertaannya menetapkan kebijakan pemerintahan dan

24
pembangunan masyarakat Papua. Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dalam
perimbangan keuangan pusat dan daerah, dirasakan kurang menampung aspirasi
masyarakat dan ulama berdasarkan hak keistimewaan Aceh di atas. Berdasarkan
kebijakan politik hukum pemerintah di atas, penyelenggaraan pemerintahan
wilayahNKRI dilakukan dengan penetapan strategi sebagai berikut:

1. Peningkatan pelayanan. Pelayanan di bidang pemerintahan, kemasyarakatan


dan pembangunanadalah suatu hal yang bersifat esensial guna mendorong atau
menunjang dinamikan interaksi kehidupan masyarakat baik sebagai sarana untuk
memperoleh hak-haknya, maupun sebagai sarana kewajiban masyarakat sebagai
warga negara yang baik. Bentuk pelayanan pemerintahan tersebut antara lain
meliputi rekomendasi, perizinan, dispensasi, hak berusaha, surat keterangan
kependudukan dan sebagainya.

2. Pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Konsep pembangunan dalam rangka


otonomi daerah ini, bahwa peran serta masyarakat lebih menonjol yang dituntut
kreativitas masyarakat baik pengusaha, perencana, pengusaha jasa, pengembang
dalam menyusun konsep strategi pembangunan daerah, dimana peran pemerintah
hanya terbatas pada memfasilitasi dan mediasi. Disamping itu dalam kehidupan
berpolitik, berbangsa dan bernegara memberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada masyarakat khususnya partai politik untuk memberikan pendidikan
politikrakyat guna meningkatkan kesadaran bernegara dan berbangsa guna
tercapainya tujuan nasional dalam wadah NKRI.

3. Peningkatan daya saing daerah. Peningkatan daya saing daerah ini guna
tercapainya keunggulan lokal dan apabila dipupuk kekuatan ini secara nasional
akan terwujud resultan daya saing nasional.

Disamping itu daya saing nasional akan menunjang sistem ekonomi nasional yang
bertumpu pada strategi kebijakan perekonomian rakyat. Dalam politik hukum,
yang paling esensi dalam penyelenggaraan peemerintahan daerah yang bersifat
otonomi ialah pemberian kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai
dengan pemberian hak dan kewajiban tertentu. Dalam realita di lapangan, ternyata
kebijakan ini hanya tinggal kebijakan belaka, dalam beberapa kewenangan

25
tertentu yang berpotensial sering ditarik ulur sehingga berpengaruh terhadap
efektivitas dan efisien penyelenggaraan pemerintahandaerah. Hubungan antar
pemerintahan yakni hubungan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi,
dengan pemerintah kabupaten/kota, di era pemberlakuan otonomi daerah,
kebiasaan-kebiasaan penyelenggaraan pemerintahan daerah sering terjadi salah
tafsir yang berimplikasi pada hubungan masing-masing kepala daerah. Adapun
hubungan antar pemerintah daerah, khususnya hubungan antara pemerintah
daerah dengan Badan Legislatif Daerah sering terjadi disharmonisasi sehingga
mengganggu sistem kemitraan antara pemerintah daerah dan legislatif daerah.
Atas dasar itulah, Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan
daerah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan dan tuntutan
otonomi daerah sehingga perlu diganti dengan Undang-Undang nomor 32 tahun
2004.

3.4 Hasil Penerapan Kebijakan

Berbagai daerah juga telah semakin maju mengembangkan lembaga-lembaga


kerjasama antar daerah untuk memfasilitasi manajemen konflik, pengembangan
ekonomi lintas daerah, efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, dan sebagainya.
Beberapa lembaga kerjasama antar daerah yang sudah mulai dikenal antara lain
Javapromo (kerjasama 13 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah dan D.I.
Yogyakarta di bidang Pariwisata), Kartamantul (kerjasama Kota Yogyakarta, Kab
Sleman, dan Kab Bantul), Subosuko Wonosraten (mencakup daerah Surakarta,
Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, dan Klaten), Pawonsari
(Pacitan, Wonogiri, Wonosari), Barlingmascakeb (Banjarnegara, Purbalingga,
Banyumas, Cilacap dan Kebumen), Gerbangkertosusilo (Gresik, Bangkalan,
Mojokerto, Surabaya, Sidoardjo dan Lamongan), dan lain-lain.

Gambaran di atas telah memperluas arena dan memperbesar sumberdaya yang


tersedia di daerah.Melalui desentralisasi dan otonomi, pemerintah daerah
memiliki kesempatan lebih luas untuk memperbaiki kondisi pelayanan publik,
perkembangan perekonomian daerah, serta dalam mengembangkan berbagai
terobosan baru dalam pengelolaan pemerintahan daerah. Lembaga-lembaga
pemantau pelaksanaan otonomi daerah seperti Komite Pemantauan Pelaksanaan

26
Otonomi Daerah (KPPOD), Jawa Pos Institute of Pro Otonomi (JPIP), SMERU
Research Institute, Sustainable Capacity Building for Decentralization Project
(SCBD), Yayasan Inovasi Pemerintahan Daerah (YIPD), dan berbagai lembaga
lain telah berhasil mendokumentasikan sejumlah inovasi baru daerah yang
dikembangkan pada masa implementasi otonomi daerah.

Berbagai kemajuan tersebut menunjukkan bahwa daerah-daerah semakin memiliki


kebebasan untuk mengembangkan wilayahnya sesuai kebutuhan masyarakat lokal
dengan bekal kebijakan otonomi yang diberikan oleh pusat.Namun di sisi lain,
masyarakat lokal belum sepenuhnya menikmati desentralisasi fungsi dan fiskal
yang diberikan ke daerah. Banyak bagian-bagian dari daerah yang kecewa
terhadap kebijakan daerah otonom maupun pemerintah pusat yang pada gilirannya
kemudian menuntut mandiri menjadi daerah otonom sendiri. Fenomena inilah
yang disebut dengan pemekaran daerah.

Hanya dalam waktu setengah dekade, jumlah daerah otonom di Indonesia


bertambah menjadi hampir dua kali lipat. Sejak Oktober 1999 sampai Januari
2008, tercatat telah terbentuk 164 daerah baru terdiri dari 7 provinsi baru, 23 kota
baru, dan 134 kabupaten baru,Fenomena pemekaran daerah pada dasarnya
merupakan bentuk lain dari upaya daerah dalam menarik perhatian pusat. Jika
pada era Orde Lama daerah menyuarakan tuntutannya melalui pemberontakan,
pada era Orde Baru pemberontakan daerah diredam melalui mekanisme
penyuapan loyalitas yang elitis dari pusat, maka pada era reformasi pusat
merespon tuntutan dari daerah dengan lebih terlembaga melalui pemberian
rekognisi politik dan kultural serta alokasi sumberdaya ekonomi yang tidak
merata ke seluruh bagian daerah.

Sebagian besar kajian akademis tentang pemekaran daerah menunjukkan bahwa


inisiasi pemekaran daerah dipicu oleh kebutuhan untuk pemerataan ekonomi, dan
upaya memperbaiki kondisi pelayanan publik dengan menghadirkan negara di
tengah-tengah masyarakat. Disamping itu, adanya insentif pemekaran dalam
bentuk alokasi DAU dan DAK juga menjadi daya tarik tersendiri bagi daerah-
daerah untuk mengajukan usul pemekaran.Kebijakan pemekaran daerah yang
berjumlah lebih dari 160 kasus tersebut tidak membawa dampak yang sama.

27
Pemekaran di masing-masing daerah mempunyai kekhasannya sendiri yang tidak
mudah untuk digeneralisasikan. Untuk kepentingan perumusan kebijakan di
tingkat nasional, perlu dilakukan identifikasi dampak pemekaran secara umum.
Dampak ini tidak hanya terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan
publik dan pembangunan di tingkat nasional, tetapi juga dampak sosial, politik
dan ekonominya di tingkat daerah.Mengambil pelajaran dari studi-studi yang
dilakukan oleh beberapa lembaga riset, seperti Percik,LIPI dan beberapa lembaga
lainnya, dampak sosial dan politik kebijakan pemekaran tidak bisa digambarkan
secara generik. Sangat tidak mudah untuk disimpulkan apakah pemekaran daerah
berdampak positif ataukah negatif. Setiap dimensi, sosio-kultural, politik dan
pemerintahan, sertapelayanan publik dan pembangunan ekonomi, dampak
pemekaran selalu bermata ganda: bisa positif, tetapi pada saat yang sama juga
bersifat negatif. Belum lagi apabila dampak tersebut diletakkan dalam skala yang
berbeda dalam skala daerah ataukah dalam skala nasional.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, gambaran tentang dampak pemekaran dalam


tulisan ini diletakkan dalam pandangan ganda. Menghindari ataupun
meminimalisasi dampak negatif pada dasarnya adalah mengelola proses kebijakan
pemekaran dan proses pasca pemekaran.

1. Dampak Sosio Kultural

Pemekaran daerah membawa implikasi positif dalam bentuk pengakuan sosial,


politik dan kultural masyarakat daerah. Melalui kebijakan pemekaran, entitas
masyarakat yang mempunyai sejarah kohesivitas dan kebesaran yang panjang,
memperoleh pengakuan sebagai daerah otonom baru. Pengakuan ini pada
gilirannya memberikan kontribusi positif terhadap kepuasan masyarakat, sehingga
meningkatkan dukungan daerah terhadap pemerintah nasional.

Namun demikian, kebijakan pemekaran juga bisa memicu konflik yang pada
gilirannya juga menimbulkan masalah horisontal dan vertikal dalam masyarakat.
Sengketa antara pemerintah daerah induk dengan pemerintah daerah pemekaran
dalam hal pengalihan aset dan batas wilayah,seringkali berimplikasi pada

28
ketegangan antar kubu masyarakat dan antara masyarakat dengan pemerintah
daerah.

2. Dampak Pada Pelayanan Publik

Kebijakan pemekaran daerah mampu memperpendek jarak geografis antara


pemukiman penduduk dengan sentra pelayanan, juga mempersempit rentang
kendali antara pemerintah daerah dengan unit pemerintahan di bawahnya.
Disamping itu, pemekaran juga memungkinkan untuk menghadirkan jenis-jenis
pelayanan baru, seperti pelayanan listrik, telepon, serta fasilitas urban lainnya,
terutama di wilayah ibukota daerah pemekaran.

Tetapi, pemekaran juga menimbulkan implikasi negatif bagi pelayanan publik,


terutama pada skala nasional, terkait dengan alokasi anggaran untuk pelayanan
publik yang berkurang. Hal ini disebabkan adanya kebutuhan belanja aparat dan
infrastruktur pemerintahan lainnya yang bertambah dalam jumlah yang signifikan
sejalan dengan pembentukan DPRD dan birokrasi di daerah hasil pemekaran.

3. Dampak Bagi Pembangunan Ekonomi

Pasca terbentuknya daerah otonom baru, terdapat peluang yang besar bagi
akselerasi pembangunan ekonomi di wilayah yang baru. Bukan hanya
infrastruktur pemerintahan yang terbangun, tetapi juga infrastruktur fisik dan
infrastruktur kebijakan pembangunan ekonomi yangdikeluarkan oleh pemerintah
daerah otonom baru. Semua infrastruktur ini membuka peluang yang lebih besar
bagi wilayah hasil pemekaran untuk mengakselerasi pembangunan ekonomi.

Namun, kemungkinan akselerasi pembangunan ini harus dibayar dengan besarnya


anggaran yangdikeluarkan untuk membiayai belanja pegawai dan belanja
operasional pemerintahan daerah. Dari sisi teoritik, belanja ini bisa diminimalisir
melalui kebijakan pembangunan ekonomi yang menjangkau seluruh wilayah,
sehingga akselerasi pembangunan ekonomi tetap dimungkinkan dengan harga
yang murah. Namun, dalam perspektif masyarakat daerah, selama ini tidak ada
bukti yang meyakinkan bahwa pemerintah nasional akan melakukannya tanpa
kehadiran pemerintah daerah otonom.

29
4. Dampak Bagi Pertahanan, Keamanan dan Integrasi Nasional

Pembentukan daerah otonom baru, bagi beberapa masyarakat pedalaman dan


masyarakat di wilayah perbatasan merupakan isu politik nasional yang penting.
Bagi masyarakat tersebut, bisa jadi mereka tidak pernah melihat dan merasakan
kehadiran 'Indonesia', baik dalam bentuk simbolpemerintahan, politisi, birokrasi
dan bahkan kantor pemerintah. Pemekaran daerah otonom, oleh karenanya, bisa
memperbaiki kenangan politik nasional di daerah melalui peningkatan
dukunganterhadap pemerintah nasional dan menghadirkan pemerintah pada level
yang lebih bawah.

Dalam sudut pandang pemerintah pusat, kebijakan pemekaran juga sangat penting
ditempuh dalam kaitannya untuk mendorong munculnya aktivitas perekonomian
dan akselerasi pertumbuhan ekonomi di daerah perbatasan dan tertinggal,
penguatan identitas kenegaraan dengan mendekatkan pelayanan pada masyarakat
sehingga negara akan dirasakan kehadirannya sangat riil oleh masyarakat, dan
sebagai upaya untuk penjagaan wilayah aktif dalam rangka membangun
pertahanan dan keamanan di wilayah perbatasan. Namun, biaya politik untuk
menghadirkan pemerintahan daerah otonom baru ini seringkali juga bisa sangat
mahal, apabila pengelolaan politik selama proses dan pasca pemekaran tidak bisa
dilakukan dengan baik. Berdasarkan pengamatan pada beberapa daerah hasil
pemekaran, ketidakmampuan untuk membangun ornamen politik antar kelompok
dalam masyarakat mengakibatkan munculnya tuntutan untuk memekarkan lagi
daerah yang baru saja mekar.

3.5 Pembentukan dan Penghapusan

Pembentukan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota ditetapkan


dengan undang-undang. Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan
beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu
daerah menjadi dua daerah atau lebih. Daerah dapat dihapus dan digabung dengan
daerah lain apabila daerah yang bersangkutan tidak mampu menyelenggarakan
otonomi daerah. Penghapusan dan penggabungan daerah beserta akibatnya
ditetapkan dengan undang-undang. Untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan

30
tertentu yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional, Pemerintah dapat
menetapkan kawasan khusus dalam wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota.

3.6 Urusan Pemerintahan Daerah

Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas,


akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar
susunan pemerintahan. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
pemerintahan daerah, yang diselenggarakan berdasarkan kriteria di atas terdiri
atas urusan wajib dan urusan pilihan.Urusan wajib yang menjadi kewenangan
pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang
meliputi 16 buah urusan. Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan
meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan
potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah kabupaten atau


daerah kota merupakan urusan yang berskala kabupaten atau kota meliputi 16
buah urusan. Urusan pemerintahan kabupaten atau kota yang bersifat pilihan
meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan
potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan


daerah, pemerintahandaerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas
pembantuan.Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan
memiliki hubungan dengan pemerintah pusat dan dengan pemerintahan daerah
lainnya. Hubungan tersebut meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan
umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya. Hubungan
keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya
lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras. Hubungan wewenang, keuangan,
pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya

31
menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan antarsusunan
pemerintahan.

3.7 Perangkat Daerah

Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah
adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani. Namun tidak berarti bahwa
setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi
tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerahsekurang-kurangnya
mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan; kebutuhan daerah; cakupan
tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya
tugas; luas wilayah kerja dan kondisi geografis; jumlah dan kepadatan penduduk;
potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani; sarana dan
prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu kebutuhan akan organisasi perangkat
daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.

Perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas
daerah, dan lembaga teknis daerah. Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas
sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah,
kecamatan, dan kelurahan. Susunan organisasi perangkat daerah ditetapkan dalam
Perda dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu dan berpedoman pada
Peraturan Pemerintah.

Sekretariat daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah. Sekretaris daerah mempunyai


tugas dan kewajiban membantu kepala daerah dalam menyusun kebijakan dan
mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah. Sekretariat DPRD
dipimpin oleh Sekretaris DPRD. SekretarisDPRD mempunyai tugas:

(a). menyelenggarakan administrasi kesekretariatan DPRD;

(b). menyelenggarakan administrasi keuangan DPRD;

(c). mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD; dan

(d). menyediakan dan mengkoordinasi tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD
dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.

32
Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. Kepala dinas daerah
bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah. Lembaga
teknis daerah merupakan unsurpendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan
dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik berbentuk badan, kantor,
atau rumah sakit umum daerah. Kepala badan, kantor, atau rumah sakit umum
daerah tersebut bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris
Daerah.

Kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/kota dengan Perda berpedoman pada


Peraturan Pemerintah. Kecamatan dipimpin oleh camat yang dalam pelaksanaan
tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau wali kota
untuk menangani sebagian urusan otonomidaerah. Kelurahan dibentuk di wilayah
kecamatan dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kelurahan
dipimpin oleh lurah yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan
dari Bupati/Walikota.

3.8 Pilkada

Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang
dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil. Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah warga
negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat tertentu.Pasangan calon kepala
daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 50 % (lima
puluh persen) jumlah suara sah ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih.
Apabila ketentuan tersebut tidak terpenuhi,pasangan calon kepala daerah dan
wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 25% (dua puluh lima
persen) dari jumlah suara sah, pasangan calon yang perolehan suaranya terbesar
dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih.Apabila tidak ada yang mencapai 25 %
(dua puluh lima persen) dari jumlah suara sah, dilakukan pemilihan putaran kedua
yang diikuti oleh pemenang pertama dan pemenang kedua. Pasangan calon kepala
daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara terbanyak pada putaran
kedua dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih.

33
Gubernur dan wakil Gubernur dilantik oleh Menteri Dalam Negeri atas nama
Presiden dalam sebuah sidang DPRD Provinsi. Bupati dan wakil bupati atau wali
kota dan wakil wali kota dilantik oleh Gubernur atas nama Presiden dalam sebuah
sidang DPRD Kabupaten atau Kota.

3.9 Kepegawaian Daerah

Pemerintah pusat melaksanakan pembinaan manajemen pegawai negeri sipil


daerah dalam satu kesatuan penyelenggaraan manajemen pegawai negeri sipil
secara nasional. Manajemen pegawainegeri sipil daerah meliputi penetapan
formasi, pengadaan, pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan
pensiun, gaji, tunjangan, kesejahteraan, hak dan kewajiban kedudukanhukum,
pengembangan kompetensi, dan pengendalian jumlah. Pembinaan dan
pengawasan manajemen pegawai negeri sipil daerah dikoordinasikan pada tingkat
nasional oleh Menteri Dalam Negeri dan pada tingkat daerah oleh Gubernur.

3.10 Perda dan Perkada

Peraturan daerah ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan


bersama DPRD. Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah
provinsi/ kabupaten/kota dan tugas pembantuan. Perda merupakan penjabaran
lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan
memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. Perda tidak boleh bertentangan
dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi.Perda dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan peraturan
perundangundangan. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau
tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan Perda. Persiapan
pembentukan, pembahasan, dan pengesahan rancangan Perda berpedoman kepada
peraturan perundang-undangan.Perda berlaku setelah diundangkan dalam
lembaran daerah. Perda disampaikan kepada Pemerintah pusat paling lama 7
(tujuh) hari setelah ditetapkan. Perda yang bertentangan dengan kepentingan
umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan
oleh Pemerintah pusat.

34
Untuk melaksanakan Perda dan atas kuasa peraturan perundang-undangan, kepala
daerah menetapkan peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah.
Peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah tidak boleh
bertentangan dengan kepentingan umum, Perda, dan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi.Perda diundangkan dalam Lembaran Daerah dan
Peraturan Kepala Daerah diundangkan dalam Berita Daerah. Pengundangan Perda
dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah dalam Berita Daerah
dilakukan oleh Sekretaris Daerah. Untuk membantu kepala daerah dalam
menegakkan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja.

3.11 Perencanaan Pembangunan

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah disusun perencanaan


pembangunan daerah sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan
pembangunan nasional. Perencanaan pembangunan daerah disusun oleh
pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten atau daerah kota sesuai dengan
kewenangannya yang dilaksanakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah.

1. Rencana pembangunan jangka panjang daerah (RPJP Daerah) untuk jangka


waktu20 (dua puluh) tahun yang ditetapkan dengan Perda;

2. Rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJM Daerah) untuk jangka


waktu 5 (lima) tahun yang ditetapkan dengan Perda

3. Rencana kerja pembangunan daerah (RKPD) merupakan penjabaran dari RPJM


daerah untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dengan mengacu kepada rencana kerja
Pemerintah pusat.

3.12 Keuangan Daerah

Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal


apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-
sumber penerimaan yang cukup kepada daerah, dengan mengacu kepada Undang-
Undang yang mengatur Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

35
Pemerintahan Daerah, dimana besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan
pembagian kewenangan antara Pemerintah dan Daerah. Semua sumber keuangan
yang melekat pada setiap urusan pemerintah yang diserahkan kepada daerah
menjadi sumber keuangan daerah.

Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang antara lain
berupa : kepastian tersedianya pendanaan dari Pemerintah sesuai dengan urusan
pemerintah yang diserahkan; kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak
dan retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber
daya nasional yang berada di daerah dan dana perimbangan lainnya; hak untuk
mengelola kekayaan Daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain
yang sah serta sumber-sumber pembiayaan. Dengan pengaturan tersebut, dalam
hal ini pada dasarnya Pemerintah menerapkan prinsip uang mengikuti fungsi.

Di dalam Undang-Undang yang mengatur Keuangan Negara, terdapat penegasan


di bidang pengelolaan keuangan, yaitu bahwa kekuasaan pengelolaan keuangan
negara adalah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan; dan kekuasaan
pengelolaan keuangan negara dari presiden sebagian diserahkan kepada
gubernur/bupati/wali kota selaku kepala pemerintah daerah untuk mengelola
keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan
daerah yang dipisahkan.

Ketentuan tersebut berimplikasi pada pengaturan pengelolaan keuangan daerah,


yaitu bahwa Kepala daerah (gubernur/bupati/wali kota) adalah pemegang
kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan bertanggungjawab atas pengelolaan
keuangan daerah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan daerah. Dalam
melaksanakan kekuasaannya, kepala daerah melimpahkan sebagianatau seluruh
kekuasaan keuangan daerah kepada para pejabat perangkat daerah. Dengan
demikian pengaturan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah
melekat dan menjadi satu dengan pengaturan pemerintahan daerah, yaitu dalam
Undang-Undang mengenai Pemerintahan Daerah.Sumber pendapatan daerah
terdiri atas:

36
1. pendapatan asli daerah ( PAD), yang meliputi: (a) hasil pajak daerah; (b) hasil
retribusi daerah; (c) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan (d)
lain-lain PAD yang sah;

2. dana perimbangan yang meliputi: (a). Dana Bagi Hasil; (b). Dana Alokasi
Umum;dan (c). Dana Alokasi Khusus; dan

3. lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman yang berasal dari penerusan


pinjaman hutang luar negeri dari Menteri Keuangan atas nama Pemerintah pusat
setelah memperoleh pertimbangan Menteri Dalam Negeri. Pemerintah daerah
dapat melakukan penyertaan modal pada suatu Badan Usaha Milik Pemerintah
dan/atau milik swasta. Pemerintah daerah dapat memiliki BUMD yang
pembentukan, penggabungan, pelepasan kepemilikan, dan/atau pembubarannya
ditetapkan dengan Perda yang berpedoman pada peraturan perundangundangan.

Anggaran pendapatan dan belanja daerah ( APBD) adalah rencana keuangan


tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD
merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun
anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Kepala
daerah mengajukan rancangan Perda tentang APBD disertai penjelasan dan
dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD untuk memperoleh persetujuan
bersama. Rancangan Perda provinsi tentang APBD yang telah disetujui bersama
dan rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan
oleh Gubernur paling lambat 3 (tiga) hari disampaikan kepada Menteri Dalam
Negeri untuk dievaluasi. Rancangan Perda kabupaten/kota tentang APBD yang
telah disetujui bersama dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang
Penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati/Walikota paling lama 3 (tiga)
hari disampaikan kepada Gubernur untuk dievaluasi.

Semua penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah dianggarkan dalam


APBD dan dilakukan melalui rekening kas daerah yang dikelola oleh Bendahara
Umum Daerah. Penyusunan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pengawasan

37
dan pertanggungjawaban keuangan daerah diatur lebih lanjut dengan Perda yang
berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

3.13 Kerjasama dan Perselisihan

Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, daerah dapat mengadakan


kerja sama dengan daerah lain yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan
efektifitas pelayanan publik, sinergidan saling menguntungkan. Kerja sama
tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk badan kerjasama antar daerah yang
diatur dengan keputusan bersama. Dalam penyediaan pelayanan publik, daerah
dapat bekerja sama dengan pihak ketiga. Kerja sama yang membebani
masyarakatdan daerah harus mendapatkan persetujuan DPRD.

Apabila terjadi perselisihan dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan antar


kabupaten/kota dalam satu provinsi, Gubernur menyelesaikan perselisihan
dimaksud. Apabila terjadi perselisihan antarprovinsi, antara provinsi dan
kabupaten/kota di wilayahnya, serta antara provinsi dan kabupaten/kota di luar
wilayahnya, Menteri Dalam Negeri menyelesaikan perselisihan dimaksud.
Keputusan Guberneur atau Menteri Dalam Negeri sebagaimana dimaksudbersifat
final.

3.14 Organisasi Pemerintah Daerah

A. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Kepala daerah adalah Kepala Pemerintah Daerah yang dipilih secara


demokratis. Kepala daerah dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh seorang
wakil kepala daerah, dan perangkat daerah. Kepala daerah dipilih untuk masa
jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak pelantikan dan sesudahnya dapat
dipilih kembali dalam masa jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa
jabatan. Kepala daerah untuk daerah provinsi disebut gubernur, untuk kabupaten
disebut bupati, dan untuk walikota disebut walikota. Gubernus sebagai Kepala
Daerah Provinsi berlaku pula sebagai wakil pemerintahh di daerah dalam
pengertian untuk menjembatani dan memperpendek rentan kembali pelaksanaan
tugas dan fungsi pemerintah termasuk dalam pembinaan dan pengawasan terhadap

38
penyelenggaraan urusan ppemerintahan pada stata pemerintahan kabupaten dan
kota. Kepala daerah dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah. Wakil kepala
daerah untuk provinsi disebut wakil gubernur, untuk kabupaten disebut wakil
bupati dan untuk kota disebut wakil wali kota.

Kepala daerah mempuyai tugas dan wewenang :

a. memimpin urusan pemerintahan daerah yang menjadi kewenangan


daerahberdasarkan ketentuan peraturan perundang – perundangan dan berdasarkan
kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD.

b. memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat

c menetapkan perda yagn telah disetujui bersama DPRD.

d. menyusun dan mengajukan Perda tentang RPJPD dan rancangan Perda tentang
RPJMD kepada DPRD untuk dibahas bersama DPRD, serta menyusundan
menetapkan RKPD

e. menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda


tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD untuk dibahas
bersama

f. mewakili daerah di dalam dan diluar pengadilan, dan menunjuk kuasa hukum
untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang – undangan

g. mwngusulkan pengangkatan wakil kepala daerah

h. melaksanakan tigas lain sesuai peraturan perundang – undangan

sedangkan wakil kepala daerah mempunyai tugas :

a. membantu kepala daerah dalam hal :

1. memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan


daerah

2. mengkoordinasikan kegiatan perangkat daerah dan menindaklanjuti laporan


dan/ temuan hasil pengawasan aparat pengawasan

39
3. memantau dan mengevaluasi kegiatan pemda yang dilaksanakan oleh
perangkat daerah provinsi bagi wakil gubernur; dan

4. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan yang


dilaksanakan oleh perangkat daerah kabupaten/kota keluraha dan/ desa bagi
wakil bupati/ walikota.

b. memberikan saran kepada kepala daerah dalam penyelenggaraan kegiatan


kepala daerah

c. melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah


menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara

d. koordinasi peyelenggara urusan pemerintah di daerah dan kabupaten kota; dan

e. koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di


daerah provinsi dan kabupaten kota.

Sehubungan dengan kedudukan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat,


maka menurut psal 91 Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah ditegaskan bahwa dalam meaksanakan pembinaan dan
pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintaha yang menjadi
kewenangan daerah kabupaten/kota dan tigas pembantuan oleh daerah/kota,
presiden dibantu oleh gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.

Adapun tugas gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dalam melaukan


pembinaan dan pengawasan, yaitu :

a.) mengkoordinasikan pembinaan dan pengawasan penelenggaraan tugas


pembantuan di daerah kabupaten/kota;

b.) melakukan monev dan supervisi terhadap penyelenggaraan pemerintahan


kabupaten/kota yang ada di wilayahnya;

c.) memberdayakan dan memfasilitasi daerah kabupaten/kota wilayahnya;

40
d.) melakukan evaluasi terhadap rancangan Perda kabupate/kota tentang RPJPD,
RPJMD, APBD, perubahan APBD, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, tata
ruang daerah, pajak daerah, dan retribus daerah;

e.) melakukan pengawasan terhadap prda kabupaten/kota;

f.) melaksanakan tugas lain sesuai ketentuanperaturan perundang-undangan

dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut diatas, gubernur sebagai


wakil pemerintah pusat juga mempunyai wewenang, yakni :

1. membatalkan perda kabupaten/kota dan peraturan bupati/waikota

2. memberikan penghargaan atau sanksi kepada bupati/wali kota terkait dengan


penyelenggaraan pemda

3. meyelesaikan perselisihan dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan antar


daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) daerah provinsi

4. memberikan persetujuan terhadap rancangan perda kabupaten/kota tentang


pembentukan dan susunan perangkat daerah kabupaten/kota

5. melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-


undangan.

Selain melaksanakan pembinaan dan pengawasan, gubernur sebagai wakil


pemerintah pusat diserahi tugas dan wewenang untuk melaksanakan kegiatan
lainnya, seperti :

1. menyelaraskan pelaksanaan pembangunan antar daerah kabupaten/kota dan


antar daerah provinsi dan kabupate/kota di wilayahnya;

2. mengkoordinasikan kegiatan pemerintahan dan pembangunan antar daerah


provinsi dan daerah kabupaten/kota di wilayahnya;

3. memberikan rekomendasi kepada pemerintah pusat atas usulan DAK pada


daerah kabupaten kota di wilayahnya;

4. melantik bupati/wali kota;

41
5. memberikan persetujuan pembentukan instansi vertikal di wilayah provinsi
kecuali pembentukan instansi vertikal untuk melaksanakan pemerintahan absolute
dan kepala instansi vertikal yang dibentuk oleh kementrianyang nomenklaturnya
secara tegas disebutkan dalam UUD 1945

6. melantik kepala instansi vertikal dari kementrian dan lembaga pemerintah non
kementrian yang ditugaskan di wilayah daerah provinsi yang bersangkutan kecuali
untuk kepala instansi vertikal yang dibentuk oleh kementrian yang
nomenklaturnya secara tegas disebutkan dalam UUD 1945;

7. melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-


undangan.

B. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

DPRD mempunyai fungsi, yaitu (a) Pembentukan Perda; (b) anggaran; dan (c)
pengawasan.

Fungsi pembentukan perda dilaksanakan dengan cara :

a. membahas kepala daerah dan menyetujui atau tidak menyetujui rancangan


perda

b. mengajukan usul rancangan perda

c. menyusun program pembentukan perda bersama kepala daerah.

Fungsi anggaran dilaksanakan dengan cara :

a. membahas KUA dan dan PPAS yang disusun oleh kepala daerah berdasarkan
RKPD

b. membahas rancangan perda tentang APBD

c. membahas rancangan perda tentang perubahan APBD

d. membahas rancangan perda tentang pertanggungjawaban APBD.

Fungsi pengawasan, diwujudkan dengan pengawasan terhadap :

42
a. pelaksanaan perda dan peraturan kepala daerah

b. pelaksaan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan


penyelenggaraan pemerintahan daerah

c. pelaksanaan tindak lanjut hasil pemerikasaan laporan keuangan oleh Badan


Pemerikasa Keuangan.

Dalam menjalankan ketiga fungsi tersebut, DPRD mempunyai tugas dan


wewenang :

1. membentuk perda bersama kepala daerah

2. membahas dan memberikan persetujuan Rancangan Perda tentang APBD yang


diajukanoleh kepala daerah

3. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksaan perda dan APBD

4. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada kepala daerah terhadap


rencana perjanjian internasional di daerah

5. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang


dilakukan oleh pemerintah daerah

6. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam


penyelenggaran pemerintahan daerah

7. memberikan persetujuan tehadap rencana kerja sama dengan daerah lain atau
dengan pihak ketiga yang membebanimasyarakat dan daerah

8. melaksanakan tuas dan wewenng lain yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan

Selanjutnya DPRD dibekali dengan sejumlah hak, yaitu :

a. interpelasi

b. angket dan

c. menyatakan pendapat

43
Hak interpelasi adalah hak DPRD untuk meminta keterangan kepada
gubernur mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis sera
berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Hak angket adalah hak DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap


kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas
pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara yang diduga bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Hak meyatakan pendapat adalah hak DPRD untuk menyatakan pendapat


terhadap kebijakan kepala daerah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi
di daerah disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut
pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket. Secara khusus anggota DPRD
mempunyai hak :

a. mengajukan rancangan perda

b. mengaukan pertanyaan

c. menyampaikan usul dan pendapat

d. memilih dan dipilih

e. membela diri

f. imunitas

g. mengikuti orientasi dan pendalaman tugas

h. protokoler

i. keuangan dan administratif

selain hak yang dimiliki anggota DPRD, anggota DPRD berkewajiban :

a. memegang teguh dan mengamalkan pancasila

b. melaksanakan undang-undang dasar negara republik indonesia tahun


1945 dan menaati peraturan perundang-undangan

44
c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan
negara kesatuan republik indonesia

d. mendahulukan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi,


kelompok dan golongan

e. memperujangkan peningkatan kesejahtraan rakyat

f. menaati prinsip demokrasi dan penyelenggaraan pemerintahan daerah

g. menaati tata tertib dan kode etik

h. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah

i. menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja


secara berkala

j. menampung dsn menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masayarakat

k. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada


konstituen di daerah pemilihannya

alat kelengkapan DPRD terdiri atas :

a. pimpinan

b. badan musyawarah

c. komisi

d. badan pembentukan perda

e. badan anggaran

f. badan kehormatan

g. alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna

C. Perangkat Daerah

1. Sekertariat Daerah

45
Sekertariat daerah merupakan unsur staf yang mempunyai tugas dan
kewajiban membantu kepala daerah dalam menyusun kebijakan dan
mengkoordinasikan dinas daerah dan badan daerah.

Sekertariat daerah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya


menyelenggarakan fungsi :

a. penyusun kebjakan pemerintah daerah

b. mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dinas daerah dan lembaga teknis daerah

c. pemantuan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah

d. pembinaan administrasi dan aparatur pemerintah daerah

e. pelaksanaan tugas lain yang diberi oleh gubernur sesuai dengan tugas dan
fungsinya.

Sekertarit daerah dipimpin oleh sekertaris daerah. Dalam pelaksanaan


tugas dan kewajibannya, sekertaris daerah berkedudukan di bawah dan
beranggung jawab kepada kepala daerah. Apabila sekertaris daerah berhalang
melaksanakan tugasnya, tugas sekertaris daerah dilaksanakan oleh pejabat yang
ditunjuk oleh kepala daerah. Sekertaris daerah diangkat dari pegawai negeri sipil
yang memenuhi persyaratan. Sekertaris daerah diangkat dan diberhentikan oleh
presiden atau usul gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2. Sekerariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Sekertariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan unsur


pelayanan terhadap DPRD. Sekertariat DPRD mempunyai tugas
menyelenggarakan administrasi kesekertariatan,administrasi keuangan,
mendukung pelayanan tugas dan fungsi DPRD, dan menyediakan serta
mengkoordinasikan tenaga ahli yang dibutuhkan oleh DPRD sesuai dengan
kemampuan keuangan daerah. Sekertariat DPRD dalam melaksanakan tugasnya
menyelenggarakan fungsi :

1. penyelenggaraan administrasi kesekertariatan DPRD

46
2. penyelenggaraan administrasi keuangan DPRD

3. penyelenggaraan rapat – rapat DPRD

4. penyelenggaraan dan pengkoordinasian tenaga ahli yang diperlukan oleh


DPRD.

Sekertariat DPRD dipimpin oleh sekertaris dewan secara teknis opeasional


berada dibawah dan bertanggung jawab kepada pimpinan DPRD dan secara
administratif bertanggung jawab kepada gubernur melalui sekertaris daerah.

3. Inspektorat

Inspektorat daerah dipimpin oleh inspektur. Inspektorat daerah


mempunyai tugas membantu kepala daerah membina dan mengawasi pelaksanaan
Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah dan tugas pembantuan
oleh perangkat daerah. Inspektorat Daerah dalam melaksanakan tugasnya
bertanggungjawab kepada kepala daerah melalui sekertaris daerah.

4. Dinas

Dinas dibentuk untuk melaksanakan Urusan Pemerintahan yang menjadi


kewenangan daerah. Dinas diklasifikasikan atas :

a. dinas tipe A yang dibentuk untuk mewadahi urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah dengan beban kerja yang besar

b. dinas tipe B yang dibentuk untuk mewadahi urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah dengan beban kera yang sedang

c. dinas tipe C yang dibentuk untuk mewadahi urusan pemerintahan yang mejadi
kewenangan daerah dengan beban kerja yang kecil.

5. Badan

Badan dibentuk untuk melaksanakan fungsi penunjang urusan pemerintahan yang


menjadi kewenagan daerah meliputi :

a.) perencanaan

47
b.) keuangan

c.) kepegawaian serta pendidikan dan pelatihan

d.) penelitian dan pengembangan

e.) fungsi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundand-undangan.

Badan diklasifikasikan atas :

a.) badan tipe A yang dibentuk untuk mewadahi pelaksanaan fungsi penunjang
urusan pemerintahan dengan beban kerja yang besar

b.) badan tipe A yang dibentuk untuk mewadahi pelaksanaan fungsi penunjang
urusan pemerintahan dengan beban kerja yang sedang

c.) badan tipe A yang dibentuk untuk mewadahi pelaksanaan fungsi penunjang
urusan pemerintahan dengan beban kerja yang kecil

6. Kecamatan

Kecamatan merupakan wilaya kerja camat sebagai perangkat daerah


kabupaten dan daerah kota. Camat mempunyai tugas melaksanakan kewenangan
pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati atau wali kota untuk menangani
sebagian urusan otonomi daerah. Camat juga menyelenggarakan tugas umum
pemerintahan meliputi :

1. mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat

2. mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum

3. mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan

4. mengkoordinasikan pemenuhan prasarana dan fasilitas pelayanan umum

5. mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat


kecamatan

6. membina penyelenggaraan pemerintahan desa/dan/atau kelurahan

48
7. melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/
yang belum dapat melaksanakan pemerintahan desa/kelurahan

Kecamatan dipimpin oleh camat. Camat berkedudukan dibawah dan


bertanggung jawab kepada bupati/wali kota melalui sekertaris daerah. Pedoman
organisasi kecamatan ditetapkan dalam peraturan Mentri Dalam Negri setelah
mendapat pertimbangan dari mentri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang pendayagunaan aparatur negara. Kecamatan dibentuk di wilayah
kabupaten/kota dengan perda pedoman pada peraturan pemerintah. Kecamatan
dipimpin oleh camat yang dalam pelaksanaan tuasnya memperoleh pelimpahan
sebagian wewenang bupati/wali kota untuk menangani sebagian urusan otonomi
daerah. Pelimpahan sebagian wewenang bupati/wali kota ditetapkan oleh
peraturan bupati/wali kota. Camat diangkat oleh bupati/wali kota atas usul
sekertaris daerah kabupaten/kota dari pegawai negri sipil yang menguasai
pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Camat dalam menjalankan tugas-tugasnya
dibantu oleh perangkat kecamatan dan bertanggung jawab kepada bupati/wali kota
melalui sekertariat daerah kabupaten/kota. Perangkat kecamatan bertanggung
jawab kepada camat.

7. Kelurahan

Kelurahan merupakan wilayah kerja lurah sebaai daerah kabupaten/kota


dalam wilayah kecamatan. Kelurahan dipimpin oleh lurah. Lurah berkedudukan di
bawah dan bertanggung jawab kepada bupati/wali kota melalui camat.
Pembantukan, kedudukan, tugas, susunan organisasi dan tata kerja kelurahan
diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kelurahan di bentuk di
wilayah kecamatan dengan perda dan berpedoman pada peraturan pemerintah.
Kelurahan dipimpin oleh lurah yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh
kelimpahan dari bupati/wali kota.

Selain itu, lurah mempunyai tugas :

1. pelaksanaan kegiatan pemerintah kelurahan

49
2. pemberdayaan masyarakat

3. pelayanan masyarakat

4. penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum

5. pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum

Lurah diangkat oleh bupati/wali kota atas usul camat dari PNS yang
menguasai pengetahuan eknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Dalam melaksanakan tugasnya lurah
bertanggung jawab kepada bupati/wali kota melalui camat. Lurah dalam
melaksanakan tugasnya dibantu oleh perangkat kelurahan. Perangkat kelurahan
tersebut bertanggung jawab kepada lurah. Untuk kelancaran peaksanaan tugas
lurah, dapat dibentuk lembaga lainnya sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan
dengan perda.

3.14 Peraturan Daerah

A. Fungsi dan prinsip Pembentukan Perda

Peraturan daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk


oleh DPRD dan kepala daerah. Perda mempunyai fungsi yaitu :

1. instrumen kebijakan untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas


pembantuan sebagaimana amanat uud negara kesatuan republik indonesia dan
peraturan perundang-undangan di bidang pemerintahan daerah.

2. penampung khusus dan keberagaman daerah, serta penyalur aspirasi


masyarakat di daerah. Namun pengaturannyatetap dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan pancasila dan UUD Negara
kesatuan RI

3. alat pembangun dalam meningkatkan kesejahtraan daerah

4. peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.


Oleh karena itu agar tidak tumpang tindih antara perda dengan peraturan yang
lebih tinggi perlu memerhatikan aspek-aspek sebagai berikut :

50
a.) aspek kewenangan yang secara tegas dipersyaratkan dalam ketentuan pasal 1
ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan.

b.) aspek keterbukaan adalah setiap pembentukan perda diperlukan adanya


keterbukan bagi masyarakat, baik itu akademisi maupun praktisi untuk
berpartisipasi dalam proses perencanaa, persiapan dan penyusunan untuk
memberikan masukan atau pertimbangan secara lisan atau tertulis sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan

c.) aspek pengawasan, yaitu dalam pembuatan peda harus dilakukan pengawasan,
baik berupa pengawasan preventif terhadap rancangan perda maupun pengawasan
represif terhadap perda.

Selain itu proses pembentukan perda yang dilakukan oleh DPRD dengan
kepala daerah juga didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut :

Pertama, transparansi dan keterbukaan, yakni proses yang transparan


memberikan kepada masyarakat :

1. informasi tentang akan ditetapkannya suatu kebijakan

2. peluang bagi masyarakat untuk memberikan masukan dan melakukan


pengawasan terhadap pemerintah.

Hal penting dalam proses pengambilan keputusan adalah bahwa kegiatan


ini membuka kesempatan kepada masyarakat untuk dapat memberikan masukan
dan pertimbangan kepada pemeritah secara langsung. Proses yang transparan
haruslah mampu meniadakan batas antara pemerintah dan non pemerintah.

Kedua, pertisipasi, dimaksudkan untuk mendorong :

1.) terciptanya komunikasi publik dalam meningkatkan pemahaman


masyarakat terhadap proses pengambilan keputusan pemerintah, dan

2.) keterbukaan informasi pemerintah yang lebih baik untuk kemudian


menyediakan gagasan baru dalam memperluas pemahaman komprehensif

51
terhadap suatu isu. Partisipasi mengurangi kemungkinan terjadinya konflik dalam
menerapkan suatu keputusan dan mendukung penerapan suatu akunabilitas, serta
mendorong publik untuk mengamati apa yang dilakukan oleh pemerintah.
Partisipasi publik tercermin dalam :

a. kesempatan untuk melakukan kajian terhadap rancangan keputusan

b. kesempatan untuk memberikan masukan

c. tanggapan terhadap masukan publikdari pengambil keputusan, dalam


hal ini pemerintah

ketiga, koordinasi dan keterpaduan, artinya koordinasi dan keterpaduan


atau integarasi barkaitan dengan hubunganantara pemerintah dan organisasi dalam
pemerintah menyediakan mekanismeyang melibatka instansi lain dalam
pengambilan keputusan secara utuh. Keterpaduan memerlukan kombinasi yang
harmonis antara wawasan dan aksi koordinasi, menekan konflik,membatasi
ketidakefektifan, dan yang terpenting membatasi jumlah produk hukum.

b. Asas-asas Pembentukan Perda

peraturan daerah merupakan salah satu bentuk peraturan perundang-


undangan. Oleh karena itu, asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan
pada umumnya berlaku juga bagi pembentukan peraturan daerah. Asas-asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik adalah asas hukum yang
memberikan pedoman dan bimbingan bagi penuangan isi peraturan, kedalam
bentuk dan susunan yang sesuai, tepat dalam penggunaan metodenya, serta
mengikuti proses dan prosedur pembentukan yang telah ditentukan.

Van der Vlies membegi asas dalam pembentukan peraturan yang patut ke dalam
asas formal dan asas materil. Adapun proses formal meliputi :

1. asas tujuan yang jelas, yang mencakup tiga hal, yaitu yang mengenai ketetapan
letak peraturan perundang-undangan dalam kerangka kebijakan umum
pemerintahan, tujuan khusus peraturandibentuk, dan tujuan dari bagian-bagian
yang akan dibentuk tersebut.

52
2. asas organ atau embaga yang tepat, hal ini untuk menegaskan kejelasan organ
yang menetapkan peraturan perundang-undangan tersebut

3. asas perlunya pengaturan, merupakan prinsip yang menjelaskan berbagai


alternatif maupun relevansi dibentuknya peraturan untuk menyelesaikan problema
pemerintahan

4. asas dapat dilaksanakan, yaitu peraturan yang dibuat selanjutnya dapat


ditegaskan secara efektif

5. asas konsensus, yaitu kesepakatan rakyat untuk melaksanakan kewajiban yang


ditimbulkan oleh suatu peraturan secara konsekuen

Sedangkan asas materil meliputi :

1. asas tentang terminology dan sistematika yang benar, artinya setiap peraturan
hendaknya dapat dipahami oleh rakyat

2. asas perlakuan yang sama dalam hukum, hal tersebut unutk mencegah praktik
ketidakadilan dalam memperoleh layanan hukum

3. asas kepastian hukum (legalitas), artinya peraturan yang dibuat mengandung


mengandung aspek konsistensi walaupun diimplementasikan dalam waktu dan
ruang yang berbeda

4. asas pelaksanaan hukum sesuai dengan kondisi individual, asas ini bermaksud
memberikan penyelesaian yang khusus bagi hal-hal atau keadaan-keadaan tertentu
yang menyangkut kepentingan individual .

53
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Untuk melaksanakan amanat memang tidak mudah, apalagi amanat yang di dalam
Undang-undang dasar 1945. Amandemen kedua tahun 2000 mengatur
pelaksanaan sistem pemerintahan khususnya pemerintahan daerah. UUD 1945
pasca-amandemen itu mencantumkan permasalahan pemerintahan daerah dalam
Bab VI, yaitu Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B. Sistem otonomi daerah sendiri
tertulis secara umum dalam Pasal 18 untuk diatur lebih lanjut oleh undang-
undang.

Bangsa Indonesia menaruh harapan yang besar terhadap keberhasilan format


kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah dalam memperkuat integrasi nasional
dan semangat kebangsaan. Kekecewaan masyarakat lokal di tahun 1950an dan
1960an ternyata hanya bisa diselesaikan secara semu oleh pemerintah Orde Baru.
Pemberontakan daerah diselesaikan dan represi politik dan militer, dan tuntutan
alokasi sumberdaya ekonomi diselesaikan dengan pola pembangunan yang
sentralistis dan otoriter. Gejolak politik daerah memang tidak ada, namun
sebenarnya hanya sekedar tidak bisa mencuat ke permukaan belaka.

Indonesia pasca 1999 mencoba untuk merumuskan kebijakan baru. Kekecewaan


masyarakat daerah yang muncul dalam bentuk semangat ingin merdeka dari Aceh,
Papua, Kalimantan Timurdan Riau di akhir dekade 1990an tidak direspon semata-
mata dengan kekuatan represif. Justru yang dilakukan oleh pemerintah pusat
adalah melalui kebijakan desentralisasi, baik itu desentralisasi politik,
desentralisasi fungsi maupun desentralisasi fiskal. Kebijakan inilah yang membuat
mobilitas vertikal masyarakat daerah menjadi terbuka, ekspresi politik semakin
mungkin dilakukan, dan otonomi pengelolaan sumberdaya semakin terbuka.

Kebijakan tersebut ternyata tidak serta merta membuat kekecewaan daerah usai.
Berangkat dari fenomena pambangunan daerah yang tidak merata, representasi
politik yang tidak adil, pembangunan ekonomi yang diskriminatif, dan praktek

54
korupsi yang merajalela, kekecewaan masyarakat lokal tetap berlanjut. Hal ini
terbukti dari semakin maraknya tuntutan untuk membentuk daerah-daerah otonom
baru. Di satu sisi pemekaran daerah ini menjadi obat 'penurun panas' yang efektif
untuk meredam kekecewaan masyarakat lokal, dan bahkan pula
memperbaikikinerja pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik. Namun,
jika tidak dikelola dengan baik, kebijakan pemekaran tersebut juga bisa membawa
menguatnya regionalisasi berbasis primordial jika tidak disertai dengan kebijakan
untuk merangkai sinergi lintas daerah.

Masih banyak ekspresi kekecewaan daerah terhadap pemerintah daerah atasan


ataupun terhadap pemerintah pusat di era desentralisasi sekarang ini. Pemerintah
pusat yang terfragmentasi dan tanpa koordinasi, serta pusat yang tidak konsisten
dengan kebijakan desentralisasi merupakan contoh ekspresi yang bisa ditemukan
di kalangan pelaku pemerintahan daerah. Kesalahan pengelolaan yang parah dan
kinerja pemerintah pusat yang buruk yang terjadi secara berkesinambungan akan
memperpuruk legitimasi politik dan moral pemerintah pusat di hadapan
masyarakat daerah. Jika hal ini terjadi, Negara Kesatuan Republik Indonesia akan
mendapatkan dampaknya.

4.2 Saran

Dalam penulisan makalah ini, diperlukan pengkajian yang lebih mendalam


mengenai pengukuran dampak terkait penerapan otonomi daerah terhadap
kehidupan rakyat NKRI, dengan menggunakan instrumen penelitian yang lebih
fokus pada usaha mendapatkan deskripsi keadaan yang terjadi, sehingga dapat
menjadi masukan bagi penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan yang merupakan
amanah dari rakyat NKRI dengan keanekaragaman karakteristik. Indonesia adalah
sebuah negara yang wilayahnya terbagi atas daerah-daerah Provinsi. Daerah
provinsi itu dibagi lagi atas daerah Kabupaten dan daerah Kota. Setiap daerah
provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota mempunyai pemerintahan daerah
yang diatur dengan undang-undang.Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan
urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi
dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan

55
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD
1945.

Pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan


Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah
Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis.Hubungan
wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten,
dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-
undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. Hubungan
keuangan, pelayanan umum, pemanfatan sumber daya alam dan sumber daya
lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan
secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.

Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang


bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Negara
mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-
hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam
undang-undang.

56
DAFTAR PUSTAKA

Alexander, Harry. 2004. Panduan Perancangan Peraturan Daerah di


Indonesia. Jakarta: PT XSYS Solusindo.

Danurejo, S.L.S. 1976. Otonomi di Indonesia dalam Rangka


Kedaulatan. Jakarta: Alras.

Djaenuri, Aries. 2002. Hubungan Pusat dan Daerah dalam Sistem


Pemerintahan di Indonesia. Jakarta: Candi Cipta Paramuda.

Fauzan, Fauzan. 2006. Hukum Pemerintahan Daerah. Yogyakarta.


UII Press.

Hamidi, Jazim. 2008. Pembentukan Peraturan Daerah Partisipasif.


Jakarta : Prestasi Pustaka.

Hakim, Lukman. 2012. Fiosofi Kewenangan Organ Lembaga Daerah.


Malang :Setara Press.

Lbis, Solly. 2009. Ilmu Pengetahuan Perundang-Undangan. Bandung


: Mandar Mau.

Nasution , Mirza. 2011. Pertanggungjawaban Gubernur dalam


Negara Kesatuan Indonesia. Jakarta: Sofmedia.

Sarundajang. 1997. Pemerintahan Daerah di Berbagai Negara.


Jakarta:Pustaka Sinar Harapan.

Shah, Anwar. 2014. Buku Materi PokokSistem Pemerintah Daerah.


Tangerang: Universitas Terbuka.

57

Anda mungkin juga menyukai