Anda di halaman 1dari 10

Nama : Adinda Yulietta

NIM : 048357811

Kelas : Pend Kewarganegaraan

Dosen : Bapak Tubagus

SOAL TUGAS 3

1. Dari uraian di atas lakukanlah analisis faktor-faktor yang dapat mempengaruhi


keberhasilan otonomi daerah di Indonesia!
2. Dari uraian di atas lakukanlah analisis faktor apa saja hambatan dalam melaksanakan
otonomi daerah di Indonesia!
3. Dari uraian di atas lakukanlah telaah terkait dengan solusi nyata kita sebagai masyarakat
untuk menanggulangi hambatan pelaksanaan otonomi daerah!
4. Dari uaraian di atas lakukanlah telaah terkait peran mahasiswa dalam upaya mewujudkan
praktek good governance!
Jawaban

1. Sebelumnya saya menjelaskan mengenai otonomi daerah adalah gagasan yang relatif
belum lama di terapkan di Indonesia. Bersamaan dengan bergulirnya reformasi pada
tahun 1998, muncul tuntutan masyarakat tentang perlunya manajemen pemerintahan yang
baru mengingat pemerintahan yang sentralistik dianggap memiliki banyak kekurangan.
Otonomi daerah tidak saja berarti melaksanakan demokrasi, tetapi mendorong
berkembangnya prakarsa sendiri untuk mengambil keputusan mengenai kepentingan
masyarakat setempat.
Di dalam pasal UUD NRI Tahun 1945 yang mengatur tentang otonomi daerah :
- Pasal 18 : NKRI dibagi atas daerah provinsi, kabupaten, dan kota yang masing-
masing memiliki pemerintahan yang diatur dengan UU.
- Pasal 18 A : Hubungan wewenang antara pemerintahan Pusat dan Daerah diatur
dengan UU dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
- Pasal 18 B : Pemerintah mengakui dan menghormati satuan pemerintahan daerah
yang bersifat khusus dan istimewa yang diatur dengan UU.

Adapun prinsip otonomi daerah secara garis besar dapat ditelaah yaitu:
 Pelaksanaan otonomi daerah harus memperhatikan aspek demokratis,
keadilan, pemerataan, potensi dan keanekaragaman daerah.
 Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas nyata dan
bertanggung jawab.
 Pelaksanaan otonomi luas di tingkat kabupaten dan kota, sedangkan di
tingkat provinsi otonomi terbatas.
 Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi.
 Pelaksanaan otonomi daerah harus meningkatkan kemandirian daerah.
 Pelaksanaan otonomi daerah harus meningkatkan fungsi legislatif dan
fungsi anggaran.
 Pelaksanaan otonomi daerah harus berdasarkan kriteria eksternalitas,
akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan
antarsusunan pemerintahan.
Faktor-faktor keberhasilan otonomi daerah :

 Faktor Sumber Daya Manusia:

Manusia sebagai pelaku pemerintahan daerah harus mampu menjalankan


tugasnya dalam mengurus rumah tangga daerah demi tercapainya tujuan.

 Kemampuan Struktural Organisasi:

Struktur organisasi pemerintah daerah harus mampu menampung segala


aktivitas dan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.

 Kemampuan Mendorong Partisipasi Masyarakat:

Pemerintah daerah harus mampu mendorong peran serta masyarakat


dalam pembangunan.

 Kemampuan Keuangan Daerah

Keuangan daerah harus mampu mendukung pembiayaan kegiatan


pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan.

 Faktor Anggaran

Sebagai alat utama dalam pengendalian keuangan daerah, sehingga


dibutuhkan rencana anggaran yang tepat guna.

 Faktor Peralatan:

Setiap alat yang digunakan harus mampu memperlancar kegiatan


pemerintah daerah.

 Manajemen yang baik:

Susunan organisasi beserta pejabat, tugas,dan wewenang harus memiliki


hubungan yang baik dalam rangka mencapai tujuan.
2. Faktor yang menghambat otonomi daerah:
 Adanya perbedaan konsep.
Dalam perbincangan otonomi daerah ini, terdapat perbedaan persepsi di
kalangan cendekiawan, dan para pejabat birokrasi. Di antara mereka ada
yang mempersepsikan otonomi daerah sebagai prinsip penghormatan,
terhadap kehidupan masyarakat sesuai riwayat adat-istiadat dan sifat-
sifatnya dalam konteks negara kesatuan. Ada juga yang mempersepsikan
otonomi daerah sebagai upaya berperspektif Ekonomi-Politik, di mana
daerah diberikan peluang untuk berdemokrasi dan untuk berprakarsa
memenuhi kepentingannya sehingga mereka dapat menghargai dan
menghormati kebersamaan dan persatuan dan kesatuan dalam konteks
NKRI. Menurut Mary Parker Follet pada tahun 1920an mengidentifikasi
otonomi dengan Independence dari suatu institusi. Otonomi yang
dimaksudkan adalah kekuasaan yang relatif cukup untuk memungkinkan
birokrasi publik bekerja sesuai dengan identitasnya atau kebebasan yang
masih terbatas dan tidak diinterpretasikan “bebas dan merdeka”. Karena
itu otonomi daerah secara tidak langsung menyandang pengakuan
terhadap eksistensi dan kekuasaan elit-elit lokal.
Pasal 7 dan Pasal 11 UU No. 22 Tahun 1999 :
Kewenangan Daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang
pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri,
pertahanan keamanan, peradilan moneter dan fiskal, agama, serta
kewenangan sudah berada di daerah sehingga tidak perlu penyerahan
secara aktif, yang perlu dilakukan adalah pengakuan dari Pemerintah.
 Adanya perbedaan paradigma.
Menurut paradigma politik, otonomi birokrasi publik tidak mungkin ada
dan tidak akan berkembang karena adanya kepentingan politik dari rezim
yang berkuasa. Rezim ini tentunya membatasi kebebasan birokrat level
bawah dalam membuat keputusan sendiri. Pemerintah daerah (kabupaten,
kota) merupakan subordinasi pemerintah pusat, dan secara teoretis
subordinasi dan otonomi bertentangan. Karena itu menurut paradigma
politik, otonomi tidak dapat berjalan selama posisi suatu lembaga
merupakan subordinasi dari lembaga yang lebih tinggi. Berbeda dengan
paradigma politik, paradigma organisasi justru mewujudkan betapa
pentingnya “otonomi tersebut untuk menjamin kualitas birokrasi yang
diinginkan”. Untuk menjamin kualitas birokrasi maka inisiatif, terobosan,
inovasi, dan kreativitas harus dikembangkan dalam hal ini akan dapat
diperoleh apabila institusi birokrasi itu memiliki otonomi. UU No. 22
Tahun 1999 menganut paradigma ini, dengan menggunakan pendekatan
“kewenangan”. Hal ini dapat dilihat dari makna “otonomi sebagai
kewenangan daerah otonomi (kabupaten/kota) untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dalam konteks negara kesatuan RI.” Hal ini sangat tepat, namun
dalam kasus Indonesia dipandang kurang realistis karena persoalan
otonomi daerah bukan hanya persoalan kewenangan semata, tetapi banyak
hal yang terkait dengan sumber daya dan infrastruktur yang ada di daerah
masih sangat lemah.
 Rendahnya Mentalitas Sumber Daya Aparatur.
Rendahnya mentalitas aparatur juga dapat disebabkan karena tidak
terkontrolnya etika aparatur negara selama ini ditengarai telah menjadi
penyebab penyalahgunaan wewenang dalam pemerintahan dan
pembangunan. Esensi etika adalah pengawasan moral terhadap setiap
keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh aparatur negara yang terikat
dengan mandat kedaulatan rakyat. Aparatur negara hanya akan berfungsi
secara profesional dan independen jika kompetensi dan kinerja menjadi
dasar dalam semua proses pengukuran. Ini berarti, pemerintah harus
melakukan perombakan secara fundamental terhadap sistem kepegawaian
daerah.
 Situasi Birokrasi Pemerintahan Kaya Struktur Miskin Fungsi

Kelemahan utama kelembagaan birokrasi Indonesia terletak pada


strukturnya yang gemuk, terlebih lagi ketika otonomi daerah diberlakukan,
struktur ini bertambah gemuk dengan lahirnya sejumlah
kabupaten/provinsi baru. Sementara itu, pemerintah pusat membentuk
berbagai badan/komisi yang semestinya merupakan bagian dari tugas
pokok fungsi departemen yang ada. Selain itu, pemerintah pusat terkesan
setengah hati memberikan kewenangan kepada daerah dengan tetap
mempertahankan beberapa instansi vertikal di daerah atau kembali
memekarkan struktur organisasi birokrasi pada beberapa departemen. Hal
ini sangat ironis dengan kebijakan pemerintah pusat yang dituangkan
dalam beberapa peraturan, agar pemerintah daerah melakukan efisiensi
dan perampingan struktur organisasi.

3. Otonomi daerah merupakan kewenangan suatu daerah untuk mengatur dan mengurus
pemerintahan dan kepentingan masyarakatnya secara mandiri menurut peraturan dan
caranya sendiri dengan tidak melanggar pada peraturan perundangundangan pusat yang
sudah berlaku. Sejak diberlakukannya paket UU mengenai otonomi daerah, banyak orang
sering membicarakan aspek positifnya Memang tidak disangkal lagi, bahwa otonomi
daerah membawa perubahan positif di daerah dalam hal kewenangan daerah untuk
mengatur diri sendiri. Akan tetapi apakah di tengah-tengah optimisme itu tidak terbersit
kekhawatiran bahwa otonomi daerah juga akan menimbulkan beberapa persoalan yang
jika tidak segera dicari pemecahannya, akan menyulitkan upaya daerah untuk memajukan
rakyatnya. Jika jawabannya tidak, tentu akan sangat naif. Karena, tanpa disadari,
beberapa dampak yang tidak menguntungkan bagi pelaksanaan otonomi daerah telah
terjadi. Masalah-masalah yang timbul diantaranya adalah adanya eksploitasi pendapatan
daerah, pemahaman terhadap konsep desentralisasi dan otonomi daerah yang belum
mantap, penyediaan aturan pelaksanaan otonomi daerah yang belum memadai, kondisi
sumber daya manusia aparatur pemerintahan yang belum menunjang sepenuhnya, korupsi
di daerah, adanya potensi munculnya konflik antar daerah. Dari masalah-masalah diatas
yang telah disebutkan, kita dapat melakukan suatu solusi nyata sebagai masyarakat agar
dapat menanggulangi hambatan pelaksanaan otonomi daerah. Diantaranya ialah:
- Kita sebagai masyarakat disuatu daerah, harus menjadi pribadi yang kreatif,
unggul dan harus bisa ikut serta dan berperan dalam kegiatan pelaksanaan
otonomi daerah di daerahnya. Dengan ikut serta dalam kegiatan otonomi daerah,
artinya kita selaku masyarakat telah turut membantu suksesnya pelaksanaan
otonomi daerah di daerahnya.
- Kita juga harus bisa untuk meningkatkan rasa nasionalisme dengan mengadakan
berbagai kegiatan nasionalisme seperti kegiatan wajib untuk mengibarkan bendera
merah putih, mengharumkan nama bangsa, mengamalkan nilai-nilai pancasila
dalam kehidupan sehari-hari, dan sebagainya.
- Kita sebagai masyarakat juga harus selalu memperhatikan, mengawasi jika ada
suatu kesalahan-kesalahan fatal yang terjadi yang bisa mengakibatkan gagalnya
pelaksanaan otonomi di daerah tempat kita tinggal, seperti perilaku korupsi dan
konflik antar daerah harus segera diatasi dan ditindaklanjuti agar masalah nya
dapat segera diselesaikan.

Jika kita sebagai masyarakat telah ikut serta dalam pelaksanaan otonomi daerah,
sebaiknya hindari perlakuan menyimpang dari peraturan-peraturan yang telah
ditetapkan, seharusnya kita harus selalu mengikuti peraturan dan ketentuan yang
telah berlaku agar pelaksanaan otonomi daerah dapat berjalan dengan baik, kita
juga berhak untuk melarang anggota keluarga dari kepala daerah untuk maju
dalam pemilihan daerah demi mencegah terbenuknya dinasti politik. Selain dari
itu kita sebagai masyarakat di daerah yang melaksanakan otonomi daerah, bisa
meningkatkan kontrol dan pengawasan terhadp pembangunan di daerah dengan
memilih mentri dalam negeri yang berkapasitas dan amanah agar pembangunan di
daerah dapat selalu diawasi.
Jika mendapatkan informasi daerah kita mendapatkan masalah mengenai
pendanaan yang kurang untuk melaksanakan otonomi daerah, maka kita sebagai
masayarakat di daerah tersebut harus bisa bekerja sama dengan pemerintah daerah
dan mencari solusi bagaimana masalah pendanaan ini dapat segera diatasi dan
diselesaikan. Misalkan dengan cara, membantu dan menciptakan produk yang
memiliki nilai jual sebagai pendanaan bantuan yang berguna untuk pelaksanaan
otonomi daerah di daerahnya.

Juga dari itu semua, hendaknya kita sebagai masyarakat harus selalu mau dan ikut
membantu pemerintah daerah dalam melaksanakan otonomi agar daerah yang kita
tinggali semakin maju dan berkembang.

4. Good Governance yang diartikan dalam tata pemerintahan ialah penggunaan suatu
wewenang ekonomi, politik dan administrasi untuk mengelola urusan-urusan negara pada
semua tingkatan. Terdapat empat karakteristik seorang pemimpin yang dapat memimpin
suatu negara, yaiu cendekia, jujur, berani dan teguh pendirian atau dapat diartikan
sebagai wujud tata kelola pemerintahan yang baik. Dalam praktek good governance,
mahasiswa mempunyai peranan sebagai berikut:
- Sebagai Agent of Change, mahasiswa sebagai kaum intelektual dituntut agar
membuat an ke arah yang lebih baik lagi. Jika terjadi kondisi yang sedang tidak
baik-baik saja disekitarnya, maka mahasiswa harus segera bertindak tidak boleh
diam. Karena saat ini banyak sekali penyakit-penyakit pada masyarakat yang
menghinggapi hati bangsa Indonesia ini, mulai dari pejabat-pejabat diatas sana
hingga pejabat-pejabat dibawahnya, dan ini tentunya akan tertular pada banyak
masyarakat. Sudah seharusnya mahasiswa bisa menghadapi masalah ini dan
mahasiswa harus bisa melakukan perubahan sebab perubahan itu merupakan
harga mutlak dan pasti akan terjadi walaupun mahasiswa diam.
- Sebagai Agent of Control, mahasiswa juga harus berperan sebagai pengontrol atas
kebijakan-kebijakan yang telah dibuat dan ditetapkan oleh pemerintah, karena
kebijakan-kebijakan tersebut didalamnya terdapat katitan dengan kehidupan orang
banyak. Mahasiswa bisa menjadi peranan penting good governance pasa sistem
pemerintahan. Mahasiswa harus berperan aktif sebagai pengawal dan pendorong
good governance yang dilakukan agar menciptakan kesejahteraan yang seluruh
lapisan masyarakat di Indonesia. Sebagai Iron Stock, mahasiswa merupakan aset,
harapan bangsa dan cadangan di masa depan, mahasiswa diharapkan bisa menjadi
generasi yang tangguh serta mempunyai kemampuan, akhlaku mulia dan
moralitas agar dapat menggantikan generasi sebelumnya dengan lebih baik lagi.
Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya organisasi yang ada dikampus yang
pengurusannya selalu berganti-ganti tiap generasinya, yang muda akan menjadi
pemimpin. Bisa juga dilakukan dengan cara mempelajari berbagai pengetahuan
baik dari segi profesi maupun segi kemasyarakatan.
- Mahasiswa sebagai aktor dalam social development berperan sebagai tenaga-
tenaga terdidik yang bisa menyalurkan keterampilan yang dimilikinya pada
masyarakat mengenai isu-isu masyarakat, contohnya dengan memberikan
penyuluhan, pelatihan, program pendampingan masyarakat, kuliah kerja nyata
(KKN), dan sebagainya. Mahasiswa sebagai "Guardian of Value", artinya
mahasiswa mempunyai peran sebagai penjaga nilai-nilai yang ada di masyarakat,
nilai apa yang harus dijaga? yaitu nilai mahasiswa sebagai insan akademis yang
dalam memecahkan masalah dan mencari kebenaran selalu dengan cara berpikir
ilmiah, tidak dengan asal-asalan. Nilai yang dijaga harus terbukti kebenarannya
dan mahasiswa wajib menjaga kebenaran itu.
- Mahasiswa Mempunyai keinsafan tanggung jawab terkait kesejahteraan
masyarakat, Cekatan dan mandiri dalam memperoleh, memelihara, dan
memajukan ilmu pengetahuan, Mampu memangku jabaran atau pekerjaan di
masyarakat dengan amanah dan adil.
- Mahasiswa memberikan informasi pada masyarakat agar ikut berpartisipasi dalam
pemilihan umum dengan menggunakan hak pilih sebaik-baiknya, agar bangsa dan
negara Indonesia bisa maju seperti negara lainnya di berbagai belahan dunia.
- Mahasiswa memberikan dorongan dan dukungan serta memandu masyarakat
secara langsung untuk memilih partai politik dan calon wakil rakyat yang jujur,
amanah, cerdas, berani, pejuang serta mempunyai perjalanan hidup yang baik di
mata masyarakat.
- Mahasiswa memberikan infomasi pada masyarakat mengenai partai politik dan
calon wakil rakyat yang baik dan pantas untuk dipilih, agar hasil pemilihan umum
bisa membawa bangsa ini semakin maju dibawah pemimpin yang benar dan tepat.

Referensi:
Berita kompas

Medianeliti

Faktorfaktor penghambat otonomi daerah

Modul Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Terbuka.

Artikrl ejournal

Anda mungkin juga menyukai