Anda di halaman 1dari 5

TUGAS 3

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

1. Indonesia merupakan negara yang besar baik dari segi


wilayahnya maupun dari segi penduduknya. Indonesia merupakan
negara kepualaian dengan jumlah lebih dari 17.000 yang sudah
cukup dapat dikatakan bahwa Indonesia merupakan negara
kepulauan terbesar di dunia. Oleh karena itu, Indonesia
mempunyai gagasan tentang otonomi daerah. Bersamaan dengan
bergulirnya era reformasi di Tahun 1998 yang memunculkan
tuntutan dari masyarakat tentang perlunya managemen
pemerintahan yang baru. Hal tersebut disebabkan bahwa
pemerintahan yang sentralistik pada kenyataannya masih banyak
kekurangan. Tuntutan tersebut kemudian ditindak lanjuti dengan
disahkannya UU No. 22 tahun 1999 Tentang Pemerintah daerah.

Soal 1 (skor 25)


Dari uraian di atas lakukanlah analisis faktor-faktor yang dapat
memperngaruhi keberhasilan otonomi daerah di Indonesia!
JAWAB:

Faktor-faktor yang dapat memperngaruhi keberhasilan otonomi


daerah di Indonesia Sebaik apapun pelaksanaan otonomi daerah,
tidak akan berjalan dengan baik dan meraih sasaran apabila tidak
didasari dengan "niatan' yang baik dari pemerintah daerah untuk
menjalankan kebijakan tersebut dengan sebaik-baiknya. Oleh
karenanya, di dalam pelaksanaan otonomi daerah perlu dukungan
beberapa aspek salah satunya aspek di dalam pemerintahan, yaitu
sebuah tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih atau disebut
dengan a good and clean government.
Istilah good and clean governance, di dalam bahasa Indonesia
biasa dikenal dengan istilah tata kelola pemerintahan yang baik dan
bersih. Mengacu pada penjelasan tentang definisi istilah governance
di atas, dapat dipahami bahwa istilah governance mencakup kegiatan
tata kelola pemerintahan. Secara konseptual, istilah “yang baik' di
dalam pengertian good governance mengacu pada beberapa kriteria.
Pertama, yang baik mengacu pada nilai-nilai yang menjunjung tinggi
keinginan atau kehendak rakyat, dan nilai-nilai yang dapat
meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan nasional,
kemandirian, pembangunan berkelanjutan, dan keadilan sosial,
Kedua, yang baik juga mengacu pada aspek-aspek fungsional dari
pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya
untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut (Lembaga Administrasi
Negara, 2007:25).

2. Soal 2 (skor 25)


Dari uraian di atas lakukanlah analisis faktor apa saja hambatan
dalam melaksanakan otonomi daerah di Indonesia!
JAWAB:

Hambatan yang ada dalam pelaksanaan otonomi daerah ini bila


diidentifikasi dan dikelompokkan ialah perbedaan cara pandang
tentang konsep dan paradigma otonomi daerah, kuatnya paradigma
birokrasi, lemahnya kontrol wakil rakyat dan masyarakat, dan
kesalahan strategi.
Perbedaan Konsep. Dalam perbincangan otonomi daerah ini,
terdapat perbedaan persepsi di kalangan cendekiawan, dan para
pejabat birokrasi. Di antara mereka ada yang mempersepsikan
otonomi daerah sebagai prinsip penghormatan, terhadap kehidupan
masyarakat sesuai riwayat adat-istiadat dan sifat-sifatnya dalam
konteks negara kesatuan (lihat Prof. Soepomo dalam Abdullah 2000:
11). Ada juga yang mempersepsikan otonomi daerah sebagai upaya
berperspektif Ekonomi-Politik, di mana daerah diberikan peluang
untuk berdemokrasi dan Untuk berprakarsa memenuhi
kepentingannya sehingga mereka dapat menghargai dan menghormati
kebersamaan dan persatuan dan kesatuan dalam konteks NKRI.

Perbedaan Paradigma. Variasi makna tersebut berkaitan pula


dengan paradigma utama dalam kaitannya dengan otonomi, yaitu
paradigma politik dan paradigma organisasi yang bernuansa
pertentangan. Menurut paradigma politik, otonomi birokrasi publik
tidak mungkin ada dan tidak akan berkembang karcna adanya
kepentingan politik dari rezim yang berkuasa. Rezim ini tentunya
membatasi kebebasan birokrat level bawah dalam membuat
keputusan sendiri. Pemerintah daerah (kabupaten, kota) merupakan
subordinasi pemerintah pusat, dan secara teoretis subordinasi dan
otonomi bertentangan. Karena itu menurut paradigma politik,
otonomi tidak dapat berjalan selama posisi suatu lembaga merupakan
subordinasi dari lembaga yang lebih tinggi. Berbeda dengan
paradigma politik, paradigma organisasi justru mewujudkan betapa
pentingnya “otonomi tersebut untuk menjamin kualitas birokrasi
yang diinginkan”. Untuk menjamin kualitas birokrasi maka inisiatif,
terobosan, inovasi, dan kreativitas harus dikembangkan dalam hal
ini akan dapat diperoleh apabila institusi birokrasi itu memiliki
otonomi. Dengan kata lain, paradigma “organisasi” melihat bahwa
harus ada otonomi agar suatu birokrasi dapat tumbuh dan
berkembang menjaga kualitasnya sehingga dapat memberikan yang
terbaik bagi masyarakat. Kedua paradigma di atas benar adanya.
Otonomi diperlukan bagi suatu organisasi untuk dapat tumbuh dan
berkembang mempertahankan eksistensi dan integritasnya, akan
tetapi “otonomi” juga sulit dilaksanakan karena birokrasi daerah
merupakan subordinasi birokrasi pusat (negara). Oleh karena itu
kompromi harus ditemukan agar otonomi tersebut dapat berjalan.
Respons terhadap kedua paradigma tersebut dikemukakan oleh Terry
(1995, 52) yang menyarankan agar otonomi harus dilihat dalam
paradigma “kontekstual”, yaitu mengaitkan otonomi dengan sistem
politik yang berlaku dan sekaligus kebutuhan masyarakat daerah.
memberikan layanan terbaik bagi masyarakat. Kuatnya

Paradigma Birokrasi.Sampai sekarang aparat pemerintah


daerah belum berani melakukan terobosan yang dibutuhkan. Dalam
rangka pelaksanaan otonomi daerah dan untuk memberikan
pelayanan yang terbaik bagi masyarakat karena masih kuatnya
pengaruh paradigma birokrasi.
Paradigma ini ditandai dengan ciri organisasi yang berstruktur
sangat hirarkis dengan tingkat diferensiasi yang tinggi, dispersi
otoritas yang sentrali dan formalisasi yang tinggi (standarisasi,
prosedur, dan aturan yang ketat).
Dalam praktik di Indonesia, penentuan hierarki dan pembagian
unit organisasi, standarisasi, prosedur dan aturan-aturan daerah
sangat ditentukan oleh pemerintah pusat, dan pemerintah daerah
harus loyal terhadap aturan tersebut. Dalam bidang manajemen telah
disiapkan oleh pemerintah pusat, berbagai pedoman, petunjuk dalam
menangani berbagai tugas pelayanan dan pembangunan di daerah.
Dalam bidang kebijakan publik, program dan Poyek-proyek serta
kegiatan-kegiatan yang diusulkan harus mendapat Persetujuan
pemerintah pusat. Implikasinya masih banyak pejabat di daerah
harus menunggu perintah dan petunjuk dari pusat. Paradigma
birokrasi Yang sentralistik ini telah terbina begitu lama dan
mendalam dan bahkan menjadi “kepribadian” beberapa aparat kunci
di Instansi pemerintah daerah. Untuk itu perlu dilakukan reformasi
administrasi Publik di daerah, meninggalkan kelemahan-kelemahan
paradigma lama, Yang mempelajari, memahami serta mengadopsi
paradigma baru seperti ka Bureaucratic (lihat Barzelay, 1992) atau
reinventing government, 1992, 1997),
Lemahnya control Wakil Rakyat dan Masyarakat Peranan wakil
rakyat dalam mengontrol eksekutif sangat tidak efektif karena
terkooptasi oleh elit eksekutif. Birokrasi di daerah cenderung
melayani kepentingan pemerintah pusat, dari pada melayani
kepentingan masyarakat lokal.
Kesalahan Strategi UU No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi
daerah diberlakukan pada suatu pemerintah daerah sedang lemah.
Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk melakukan sendiri
apa yang mereka butuhkan, tetapi dengan kemampuan yang sangat
marjinal. Hal ini akibat dominasi pemerintah pusat di daerah yang
terlalu berlebihan, dan kurang memberikan peranan dan kesempatan
belajar bagi daerah. Model pembangunan yang dilakukan selama ini
sangat sentralistik birokratis yang berakibat penumpulan kreativitas
pemerintah daerah dan aparatnya.
Lebih dari itu, ketidaksiapan dan ketidakmampuan daerah yang
dahulu dipakai sebagai alasan menunda otonomi kurang
diperhatikan. Padahal untuk mewujudkan otonomi daerah merupakan
masalah yang kompleksitasnya tinggi dan dapat menimbulkan
berbagai masalah baru, seperti munculnya konflik antara masyarakat
lokal dengan pemerintah dan hal ini dapet berdampak sangat buruk
pada integritas lembaga pemerintahan baik di pusat maupun di
daerah. Sekurang-kurangnya ada enam yang perlu diperhatikan

3. Soal 3 (skor 25)


Pada kurun waktu lebih dari satu dasawarsa berjalannya otonomi
daerah sejak disahkan UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi
Daerah sudah banyak yang dicapai, namun amsih banyak hal
yang belum bisa ditangani terkait dengan upaya dalam mengatasi
implementasi kebijakan otonomi daerah. Contoh keberhasilan
dari otonomi daerah dalah semakin luasnya kewenangan dari
DPRD selaku Lembaga legeslatif serta kewenangan kepala daerah
selaku eksekutif dan semakin terbukanya informasi serta
partisipasi dari masyarakan dalam hal pengambilan keputusan
dan penagwasan terhadap jalannya pemerintahan di tingkat
daerah. Namun, keberhasilan tersebut juga diiringi dengan
hambatan seperti munculnya istilah raja-raja kecil di daerah dan
banyak kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah sehingga
menyebabkan anggaran yang seharusnya untuk membangun
daerahnya dikorupsi dan pembangunan menjadi terhambat.

Dari uraian di atas lakukanlah telaah terkait dengan solusi nyata


kita sebagai masyarakat untuk menanggulangi hambatan
pelaksanaan otonomi daerah!
JAWAB:
Solusi nyata yang dilakukan oleh masyarakat untuk
menanggulangi hambatan pelaksanaan otonomi daerah ialah dengan
melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan daerah,
karena yang menentukan peraturan segala macam itu tugasnya
pemerintah daerah yang dibuat sesuai kebutuhan masyarakat terkait,
tugas masyarakat hanya melihat, mengawasi apakah tugas pemerintah
daerah sudah berjalan semestinya, atau tepat sasaran? Jikalau
pemerintah daerah sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat,
maka tidak ada hambatan dalam pelaksanaan otonomi daerah.

4. Soal 4 (skor 25)


Pada praktek good governance menyaratkan harus terdapat
transparasi dalam proses penyelenggaraan pemerintah secara
keseluruhan. Transparasi merupakan konsep yang penting yang
mengringi kuatnyakeinginan untuk praktek good governance.
Masyarakat diberikan kesempatan yang luas untuk mengetahui
informasi mengenai penyelenggaraan pemerintahan, sehingga
masyarakat dapat memberikan penilaian keberpihakan
pemerintah terhadap kepentingan public. Oleh karena itu,
masyarakat dapat dengan mudah menetukan apakah akan
memerikan dukungan kepada pemerintah atau malah sebaliknya.

Dari uaraian di atas lakukanlah telaah terkait peran mahasiswa


dalam upaya mewujudkan praktek good governance!
JAWAB:

Peran mahasiswa dalam upaya mewujudkan praktek good


governance!

 Agent of Change Mahasiswa dituntut untuk melakukan perubahan


ke arah yang lebih baik, terutama terhadap jalannya pemerintahan,
mahasiswa tidak hanya diam melihat kondisi sekitarnya yang tidak
baik.
 Agent Of Control Mahasiswa berperan sebagai pengontrol
terhahadap kebijakan yang dibuat menyangkut hidup orang banyak,
mahasiswa dapat menjadi peran penting dalam mewujudkan good
gorvenance.
 Iron Stock Mahasiswa diharapkan menjadi generasi yang tangguh
dan dan memiliki kemampuan serta moralitas yang baik, sehingga
dapat menggantikan generasi sebelumnya. mahasiswa dituntut untuk
melakukan perubahan ke arah yang lebih baik, terutama terhadap
jalannya pemerintahan, mahasiswa tidak hanya diam melihat kondisi
sekitarnya yang tidak baik.

Anda mungkin juga menyukai