b. Asas Dekonsentrasi
Yaitu pelimpahan kekuasaan dari perlengkapan negara tingkat yang lebih tinggi
kepada pemerintahan yang lebih rendah guna melancarkan pekerjaan didalam
melaksanakan tugas pemerintahan (Yasril Yunus. 2005 : 3). Sedangkan Dalam UU No.
32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, dekonsentrasi adalah pelimpahan
wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah
dan/ atau kepada instansi vertikal diwilayah tertentu.
Gubernur sebagai kepala daerah provinsi berfungsi pula selaku wakil Pemerintah
di daerah, dalam pengertian untuk menjembatani dan memperpendek rentang
kendali pelaksanaan tugas beserta fungsi Pemerintah termasuk dalam sebuah
pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan di
daerah kabupaten dan kota. (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 7 Tahun
2008) Dan juga Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang administrasi dari
pemerintah pusat kepada pejabat di daerah. Perlu digaris bawahi, pelimpahan
wewenang di sini adalah hanya sebatas wewenang administrasi, untuk wewenang
politik tetap dipegang oleh pemerintah pusat. Pejabat di daerah yang dimaksud adalah
para orang – orang diangkat oleh pemerintah pusat yang kemudian ditempatkan di
daerah – daerah tertentu. Pada dekosentrasi, wewenang yang diberikan adalah
sebatas wewenang administrasi yaitu implementasi kebijakan publik sedangkan
kebijakan politiknya tetap berada di pusat. Karena itu, pejabat yang diangkat oleh
pemerintah pusat tersebut dalam menjalankan seluruh tugas yang dia emban di suatu
daerah, bertanggung jawab bukan kepada masyarakat yang dilayaninya, melainkan
bertanggung jawab kepada pejabat pusat yang telah mengangkatnya atau
menyerahkan wewenang kepadanya.
Contoh : dari dekonsentrasi adalah kantor pelayanan pajak. Dimana intansi
tersebut tetap dalam status pusat namun para pejabatnya ditempatkan di beberapa
daerah. (Fileesa. 2013). penyelenggaraan dinas perhubungan, penyelenggaraan dinas
pekerjaan umum.
c. Asas Desentralisasi
Istilah dekonsentrasi berasal dari bahasa latin “de” berarti lepas dan “centrum”
artinya pusat. Desentralisasi merupakan lawan kata dari sentralisasi sebab kata
sebelumnya. Berdasarkan asal perkataannya, desentralisasi ialah melepaskan dari
pusat. Menurut Joeniarto Asas Desentralisasi adalah asas yang bermaksud
memberikan wewenang dari pemerintah negara kepada pemerinatah lokal untuk
mengatur dan mengurus urusan tertentu sebagai urusan rumah tangga sendiri, yang
biasanya di sebut Swatantra atau Otonomi. Contoh dari desentralisasi salah satunya
adalah di intansi dinas yang ada di daerah, misalnya Dinas Pendidikan yang mengatur
bagaimana pola – pola pendidikan, Dinas Perikanan yang mengatur bagaimana potensi
perikanan yang ada di suatu daerah, dan lain-lain. pemilihan kepala
daerah, pembuatan kebijakan oleh DPRD.
d. Otonomi Daerah
Dalam UU No. 32 Tahun 2004, Otonomi Daerah Adalah Hak, wewenang dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri unrusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
e. Devolusi
Yaitu memperkuat atau menciptakan level dan unit-unit pemerintahan
independen. Devolusi adalah suatu konsep dan rancangan yang terpisah dengan
desentralisasi. Devolusi merupakan konsep demokrasi politik yang mencerminkan
pembebasan atau pelepasan fungsi-fungsi oleh pemerintahan pusat dan menciptaan
unit-unit baru pemerintahan diluar kontrol wewenang pusat.
g. Mandat
Dalam hal mandat tidak ada sama selaku pengakuan kewennagan. Dasar
kewenangan hanyalah secara intern, dan menyangkut janji-janji kerja antara penguasa
dan pegawai.
h. Asas Tugas pembantuan
Adalah tugas-tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan
yang ditugaskan kepada pemerintahan daerah oleh pemerintah atau pemerintahan
daerah diatasnya dengan kewajiban mempertanggung jawabkan kepada yang
menugaskannya. (Yasril Yunus 2005 : 7-9)
Kewenangan :
1) Membuat peraturan rumah tangga sendiri (peraturan daerah) selama tidak
bertentangan dengan peraturan pemerintah pusat;
2) Kepala daerah menjalankan urusan pemerintahan pusat di daerah, kecuali
urusanurusan yang sudah dijalankan oleh kantor-kantor departemen di daerah;
Kewenangan :
1) Mengatur dan mengurus segala urusan rumah tangganya dalam bentuk perda,
kecuali urusan yang oleh undang-undang diserahkan kepada penguasa lain;
2) Mengatur segala urusan yang belum diatur oleh Pemerintah Pusat di daerah
tingkat atas.
Kewenangan :
1) Menyelenggarakan urusan rumah tanggadaerah/otonom di mana kepala daerah
bertindak sebagai pemegang eksekutif pelaksanaan urusan tersebut;
2) Menyelenggarakan koordinasi antar- jawatan-jawatanPemerintah Pusat di daerah,
dan antarajawatan-jawatan tersebut dengan pemerintah;
3) Menjalankan kewenangan lain yang terletakdalam bidang urusan Pemerintah
Pusat;
Kewenangan :
1) Daerah memiliki kewenangan dalamurusan otonomi dan tugas pembantuan
yangpelaksanaannya dipertanggungjawabkan olehkepala daerah kepada DPRD.
Kewenangan :
1) Kewenangan menjalankan semua urusan pemerintahan kecuali di bidang politik
luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama;
2) Kewenangan wajib daerah adalah di bidangpekerjaan umum, kesehatan,
pendidikandan kebudayaan, pertanian, perhubungan,industri dan perdagangan,
penanaman modal,lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan tenaga kerja;
3) Kewenangan provinsi adalah kewenanganotonomyang meliputi kewenangan
dalambidangpemerintahan yang bersifat lintaskabupaten dan kota, kewenangan
dalam bidangpemerintahan tertentu lainnya, dankewenangan yang tidak atau
belum dapatdilaksanakan kabupaten dan kota.
9. UU No. 32 Tahun 2004, UU No. 8 Tahun 2005, dan UU No. 12 Tahun 2008
Susunan pemerintahan daerah :
1) Pemerintahan daerah provinsi terdiri atas pemerintah daerah provinsi dan DPRD
provinsi;
2) Pemerintahan daerah kabupaten/ kota terdiri atas pemerintah daerah kabupaten/
kota dan DPRD kabupaten/kota;
3) Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud di atas terdiri atas kepala daerah dan
perangkat daerah;
4) DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai
unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah, yang memiliki fungsi legislasi,
anggaran, dan pengawasan;
Kewenangan :
1) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas
pembantuan;
2) Urusan otonom pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang ditentukan
menjadi urusan Pemerintah, yakni politik luar negeri; pertahanan dan keamanan;
yustisi; moneter dan fiskal nasional; dan agama;
3) Urusan tugas pembantuan dalam menyelenggarakan urusan politik luar negeri,
pertahanan dan keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.
Pasal 65
“Mengatur kedudukan daerah-daerah swapraja masuk dalam tugas dan kekuasan
daerah-daerah bagian yang bersangkutan dengan pengertian, bahwa mengatur itu
dilakukan dengan kontrak yang diadakan antar daerah bagian dan daerah-daerah
swapraja bersangkutan dan bahwa dalam kontrak itu kedudukan istimewa swapraja
akan diperhatikan dan bahwa tidak ada satupun dari daerah-daerah swapraja yang
sudah ada daapt dihapuskan atau diperkecil bertentangan kehendaknya, kecuali untuk
kepentinagn umum dan sesudah UU federal yang menyatakan bahawa kepentingan
umum menuntut penghapusan atau pengecualian itu, memberi kuasa untuk itu
kepada pemerintah daerah bagian bersangkutan.”
Pasal 131
1) Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil yang berhak mengurus
rumah tangganya sendiri, dengan bentuk susunan pemerintahanya ditetapkan
dengan UU, dengan memandang dan mengingati dasar pemusyawaratan dan
dasar perwakilan dalam sistem pemerintahan negara;
2) Kepala daerah diberi otonomi seluas-luasnya untuk mengurus rumah tangganya
sendiri;
3) Dengan UU dapat diserahkan penyelenggaraan tugas-tugas kepada daerah-daerah
yang tidak termasuk dalam rumah tangganya.
Pasal 132
1) Kedudukan darah swapraja diatur dengan UU dengan ketentuan bahwa dalam
bentuk susunan pemerintahanya harus mengingat pula pasal 131, dasar-dasar
pemusyawaratan dan perwakilan dalam sistem pemerintahan negara.
2) ...
3) ...
Pasal 133
“Sambil menungu ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 132,
maka peraturan-peraturan yang sudah ada tetap berlaku,dengan pengertian bahwa
pejabat lama daerah bagian, yang tersebut dalam peraturan ini diganti.”
c. UU No 22 tahun 1948
Daerah NKRI tersusun atas tiga tingaktan :
1) Provinsi;
2) Kabupaten/Kota ( Kota Besar);
3) Desa ( kota kecil ).
Sesuai yurisidis fungsional pemerintahn NRI terdiri dari :
1) Wilayah nasional merupakan wewenang pemerintahan pusat;
2) DT I wilayah provinsi wewenang pemerintahan provinsi;
3) DT II wilayah kabupaten/kota wewenang pemerintahan kabupaten/kota;
4) DT III wilayah desa yang merupkan pemerintahan desa.
Keempat wilayah tersebut disebut dengan otonom/swatantra yang menyelenggarakan
pemerintahan sendiri.
d. Arti Dan Terminologi
Pasal 18 A UUD 45, diamanatkan tentang hubungan wewenang antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota atau antara provinsi,
kabupaten dan kota diatur dengan UU dengan memeprhatikan kehususan dan
keragaman daerah. Pasal 18 B UUD 45 negara mengakui dan menghormati satuan-
satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus, atau bersifat istimewa yang diatur
dengan UU.
Pemberdayan dan peran serta masyarakat, peran serta masyarakat lebh menonjol
yang dituntut kreativitas masyarakat baik pengusaha, perencana, pengusah jasa,
pengembang. Dalam menuyusun konsep strategi pembangunan daerah dimana
pemerintah hanya berperan sebatas mempasilitasi dan mediasi.
Peningkatan daya saing daerah, bertujuan untuk peningkatan daya saing daerah,
guna tercapainya keungulan lokal dan apabila dipupuk yang pada giliranya dapat
menjadi keunggulan daya saing nasional. Dengan politik hukum ini maka hal penting
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bersifat otonom adalah pemberian
kewenangan yang seluas-luasnya kepada adaerah disertai dengan pemberian hak dan
kewajiban tertentu. Sistem pemerintahan di Indonesia terdiri dari :
1) Pemerintahan pusat yaitu pemerintah;
2) Pemerintahan daerah, seperti pemerintah provinisi dan pe merintah
kabupaten/kota;
3) Pemerintahan desa.
Mekanisme Pertangung
UU Kebijakan Politik
Pengawasan Jawaban
Persetujuan pejabat
No 5 tahun 1974 Uniform birokratik Kepada presiden
yang berwenang
Hubungan Antar Kebijakan Politik, Asas Otonomi, dan Prinsip Penyelenggaraan Pemerintah
Prinsip Penyelenggaraan
UU Kebijakan Politik Asas Otonomi
Pemerintahan
Desentralisasi,
No 5 tahun Nyata dan
Uniform birokratik dekonsentrasi dan
1974 bertanggung jawab
pembantuan
Seluas-luasnya, nyata
No. 32 Kesetaraan, check and
dan bertanggung Sama
tahun 2004 balances
jawab
b. Dalam bab III UUD 45 tentang kekuasaan pemerintahan negara yang dicakup hanya
cabang eksekutifnya saja artinya :
Pemerintahan bermakna proses, mekanisme atau pun upaya penyelenggaraan
pemerintahan. Dalam kontek pemda ( pemerintahan daerah), menurut pasal 18 UUD
45, pemerintahan bermakna subjek pemerintahan yang mencakup eksekutif dan
legislatif sebagai penyandang hak dan kewajiban sebagi penyelenggara pemerintahan
dalam arti luas.
Dalam konsep pemrintahan negara konsep pemerintah dan pemeritahan hanya tercakup
dua makna yaitu sebagai subjek dan sebagai proses :
Pemerintah sebagai struktur;
Pemerintah sebagai proses, aktivitas atau substansi penyelenggaraan pemerintahan
negara.
Dalam konsep pemerintahan daerah Pemerintahan mengandung makna :
Sebagai penyelenggara pemerintahan;
Proses penyelenggaraan pemerintahan.
Istilah Pemerintahan Daerah
1) Pemerintahan daerah administrative;
2) Pemerintahan daerah otonom.
Dari kajian diatas, ada beberapa pertimbangan untuk mempergunakan sistem rumah
tangga formal :
1) Adanya anggapan bahwa tidak ada perbedaan sifat urursan pemerintahan;
2) Sistem rumah tangga formal merupakan sarana yang memberikan peluang lebih
luas kepada daerah untuk memperluas wewenang, tugas, dan tanggung jawab
dalam urursan pemerintahan;
3) Sistem rumah tangga formal merupakan salah satu cara untuk memelihara warisan
histories dan kebudayaan ketatanegaraan dan pemerintahan asli dengan
cara tetap membiarakan daerah mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
yang secara tradisional termasuk urursan rumah tangganya.
Sistem rumah tangga material sebenarnya berpangkal tolak pada dasar pemikiran
yang keliru yaitu anggapan bahwa urusan pemerintahan itu mungkin rinci dan dipilah-
pilah. Memang dalam hal tertentu tampak sifat atau karakter suatu urusan
pemerintahan misalnya yang menyangkut kepentingan dan ketertiban seluruh negara,
seperti urursan pertahanan keamanan, urusan luar negeri, urusan moneter tertentu.
Tetapi cukup banyak urusan pemerintahan yang menampakan sifat atau karaktrer
ganda, misalnya urusan pemerintahan di bidang pertanian. Tidak mudah untuk
menentukan urusan pembibitan masuk rumah tangga daerah, sedangkan pasca panen
masuk urusan pusat.
Lebih lanjut, sistem rumah tangga daerah tidak memberikan peluang secara cepat
menyesuaikan suatu urusan pemerintahan dengan perubahan-perubahan yang terjadi.
Suatu urusan pemerintahan yang semula dianggap sebagai sesuatu yang bersifat
setempat atau lokal, karena perkembangan dapat berubah menjadi suatu urusan yang
bercorak nasional, sehingga perlu diatur dan diurus secara nasional. Misalnya urusan
persampahan. Pada saat ini dalam pengertian sampah termasuk pula sampah industri,
sampah nuklir, dan sebagainya. Disamping itu, karena sifatnya, sampah-sampah baru
itu memerlukan penanganan dengan menggunakan berbagai teknologi yang dan
tenaga-tenaga yang mungkin sekali tidak tersedia atau tidak mamapu disediakan oleh
daerah, sehingga harus diubah bukan lagi sebagai bagian dari urusan rumah tangga
daerah tetapi menjadi urusan rumah tangga nasional (negara)
Jadi, sistem rumah tangga formal mengandung dasar-dasar yang lebih kokoh untuk
mewujudkann prinsip dan tujuan rumah tangga daripada sistem rumah tangga
material. Hanya dengan sistem rumah tangga formal yang disertai dengan unsur-unsur
sistem rumah tangga material, tutjuan rumah tangga, khususnya otonomi dapat
diwujudkan secara wajar.
Aspek rumah tangga material dalam sistem rumah tangga nyata ternyata
menimbulkan berbagai kritik. Adanya urusan yang diserahkan pada saat pembentukan
daerah, menyebabkan sistem rumah tangga itu tidak konsekuen. Cara-cara penentuan
urusan rumah tangga seperti tersebut di muka, menurut Boedisoesetyo
memnyebabkan sistem rumah tangga nyata tanpa sistem.
d. Unsur- Unsur Dalam Tugas Pembantuan
Unsur-unsur yang terkandung dalam tugas pembantuan dapat dipilah menjadi
kriteria bidang urusan tugas pembantuan dari Pemerintah Pusat ke Daerah dan Desa,
dasar hukum penugasan dan biaya tugas pembantuan dari pemerintaha pusat ke
daerah dan desa, laporan pertanggung jawaban atas pelaksanaan tugas pembantuan
kepada yang menugaskan serta konsekuensinya.
Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh pemerintahan kolonial dengan
sejumlah kontrak politik (kontrak panjang maupun kontrak pendek). Dengan demikian,
dalam masa pemerintahan kolonial, warga masyarakat dihadapkan dengan dua
administrasi pemerintahan.
c. Masa Kemerdekaan
1) Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 menitik beratkan pada asas dekonsentrasi,
mengatur pembentukan KND (Komite Nasional Daerah) di keresidenan,
kabupaten, kota berotonomi, dan daerah-daerah yang dianggap perlu oleh
mendagri. Pembagian daerah terdiri atas dua macam yang masing-masing dibagi
dalam tiga tingkatan yakni :
Provinsi;
Kabupaten/Kota Besar;
Desa/Kota Kecil.
UU No.1 Tahun 1945 hanya mengatur hal-hal yang bersifat darurat dan segera
saja. Dalam batang tubuhnya pun hanya terdiri dari 6 pasal saja dan tidak memiliki
penjelasan.
Dasar utama penyusunan organisasi perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi
adalah adanya urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, yang terdiri
atas urusan wajib dan urusan pilihan, namun tidak berarti setiap penanganan urusan
pemerintahan harus dibentuk kedalam organisasi tersendiri. Pembentukan perangkat
daerah semata-mata didasarkan pada pertimbangan rasional untuk melaksanakan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangandaerah secara efektif dan efisien. Urusan wajib
dan urusan pilihan dapat dilihat disini.
Perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk badan, kantor, inspektorat, dan
rumah sakit, terdiri dari :
1) bidang perencanaan pembangunan dan statistik;
2) bidang penelitian dan pengembangan;
3) bidang kesatuan bangsa, politik dan perlindungan masyarakat;
4) bidang lingkungan hidup;
5) bidang ketahanan pangan;
6) dll.
DAU untuk daerah propinsi dan daerah kabupaten ditetapkan masing-masing 10%
dan 90% dari DAU. DAU bagi masing-masing propinsi dan kabupaten dihitung
berdasarkan perkalian dari jumlah DAU bagi seluruh daerah, dengan bobot daerah
yang bersangkutan dibagi dengan jumlah masing-masing bobot seluruh daerah di
seluruh Indonesia (Bratakusumah dan Solihin, 2001: 183).
c. Dana Alokasi Khusus (DAK)
DAK dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan khusus di
daerah tertentu yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional,
khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar
masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan
pembangunan daerah (Penjelasan UU No. 33 Th. 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pusat dan Pemerintah Daerah : 324).
Dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu
membiayai kebutuhan tertentu :
Dana Bagi Hasil, yaitu Pembagian hasil penerimaan dari,
1. SDA dari, minyak bumi, gas alam, pertambangan umum, kehutanan, dan
perikanan;
2. Penerimaan perpajakan (tax sharring) dari pajak perseorangan (PPh), Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB), dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB).
Pengaturan relasi keuangan pemerintah pusat dan daerah, yang antara lain
dilaksanakan melalui dana perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah
(PKPD) adalah :
1. Dalam rangka pemberdayaan (empowerment) masyarakat dan pemerintah daerah
agar tidak tertinggal di bidang pembangunan;
2. Untuk mengintensifkan aktivitas dan kreativitas perekonomian masyarakat daerah
yang berbasis pada potensi yang dimiliki setiap daerah. Pemda dan DPRD
bertindak sebagai Fasilitator dalam pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh
rakyatnya. Artinya dalam era otda rakyat harus berperan aktif dalam perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan derahnya;
3. Mendukung terwujudnya goog governance oleh Pemda melalui perimbanhan
keuangan secara transparan;
4. Untuk menyelenggarakan otda secara demokratis, efektif, dan efisien dibutuhkan
SDM yang profesional, memiliki moralitas yang baik. Oleh sebab itu, desentralisasi
fiskal yang dilaksanakan melalui perimbangan keuangan akan meningkatkan
kemampuan daerah dalam membangun dan pemberian pelayanan kepada
masyarakat daerah, bukan hanya sekedar pembagian dana, lalu terjadi
“desentralisasi KKN” dari pusat ke daerah.
Sektor atau kegiatan yang tidak dapat dibiayai dari DAK adalah dana administrasi,
biaya penyiapan proyek fisik, biaya penelitian, biaya pelatihan, biaya perjalanan
pegawai daerah dan lain-lain biaya umum sejenis (Bratakusumah dan Solihin, 2001:
188). Besarnya DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN.Sedangkan Dana Darurat,
Pemerintah mengalokasikannya yang bersumber dari APBN untuk keperluan
mendesak yang diakibatkan oleh bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa yang
tidak dapat ditanggulangi oleh Daerah dengan menggunakan sumber APBD. Semua
penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus
dimasukkan dalam APBD.
12. Teknik dan Tata Cara Penyusunan APBD Kabupaten Kota berbasis Kinerja
Proses perencanaan dan penyusunan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah) mengacu pada PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,
secara garis besar sebagai berikut :
a. Penyusunan rencana kerja pemerintah daerah;
b. Penyusunan rancangan kebijakan umum APBD serta prioritas dan plafon anggaran
sementara;
c. Penyusunan rencana kerja dan anggaran SKPD;
d. Penyusunan rancangan perda APBD;
e. Penetapan APBD.
2) Kebijakan Umum APBD serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS)
Suatu jembatan antara proses perumusan kebijakan dan penganggaran merupakan hal
penting dan mendasar agar kebijakan menjadi realitas dan bukannya hanya sekedar
harapan. Untuk tujuan ini harus ditetapkan setidaknya dua aturan yang jelas :
Implikasi dari perubahan kebijakan (kebijakan yang diusulkan) terhadap sumber
daya harus dapat diidentifikasi, meskipun dalam estimasi yang kasar, sebelum
kebijakan ditetapkan. Suatu entitas yang mengajukan kebijakan baru harus dapat
menghitung pengaruhnya terhadap pengeluaran publik, baik pengaruhnya
terhadap pengeluaran sendiri maupun terhadap departemen pemerintah yang
lain;
Semua proposal harus dibicarakan/dikonsultasikan dan dikoordinasikan dengan
para pihak terkait : Ketua TAPD, Kepala Bappeda dan Kepala SKPD;
Dalam proses penyusunan anggaran, tim anggaran pemerintah daerah (TAPD)
harus bekerjasama dengan baik dengan satuan kerja perangkat daerah (SKPD)
untuk menjamin bahwa anggaran disiapkan dalam koridor kebijakan yang sudah
ditetapkan (KUA dan PPAS); dan menjamin semua stakeholders terlibat dalam
proses penganggaran sesuai dengan peraturan yang berlaku;
Konsultasi dapat memperkuat legislatif untuk menelaah strategi pemerintah dan
anggaran. Dengan pendapat antara legislatif dan pemerintah, demikian juga
dengan adanya tekanan dari masyarakat, dapat memberi mekanisme yang efektif
untuk mengkonsultasikan secara luas kebijakan yang terbaik. Pemerintah harus
berusaha untuk mengambil umpan balik atas kebijakan dan pelaksanaan
anggarannya dari masyarakat, misalnya melalui survey, evaluasi, seminar dan
sebagainya. Akan tetapi, proses penyusunan anggaran harus menghindari tekanan
yang berlebihan dari pihak-pihak yang berkepentingan dan para pelobi, agar
penyusunan anggaran dapat diselesaikan tepat waktu.
Suatu hal penting yang harus diperhatikan adalah bahwa sebelum disampaikan dan
dibahas dengan DPRD, Raperda tersebut harus disosialisasikan terlebih dahulu kepada
masyarakat yang bersifat memberikan informasi tentang hak dan kewajiban pemerintah
daerah serta masyarakat dalam pelaksanaan APBD pada tahun anggaran yang
direncanakan. Penyebarluasan dan/atau sosialisasi tentang Raperda APBD ini dilaksanakan
oleh Sekretaris Daerah selaku koordinator pengelola keuangan daerah.
e. Penetapan APBD
Proses penetapan APBD melalui tahapan sebagai berikut :
1) Penyampaian dan Pembahasan Raperda tentang APBD
Menurut ketentuan dari Pasal 104 Permendagri No. 13 Tahun 2006, Raperda
beserta lampiran-lampirannya yang telah disusun dan disosialisasikan kepada
masyarakat untuk selanjutnya disampaikan oleh kepala daerah kepada DPRD
paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober tahun anggaran sebelumnya
dari tahun anggaran yang direncanakan untuk mendapatkan persetujuan bersama.
Pengambilan keputusan bersama ini harus sudah terlaksana paling lama 1 (satu)
bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dimulai.
b. Hubungan Keuangan
Para pemerintah daerah yang memiliki SDA yang lebih besar tentunya akan
menyambut dengan senang dan penuh partisipasi namun adanya kesenjangan seperti
daerah yang tidak memiliki SDA yang baik dan miskin akan mendapatkan kekhawatiran
dan ini akan mempengaruhi banyaknya pendapatan daerah yang mereka terima. Dan
daerah otonom akan di berikan tuntutan agar bisa mencari sumber alternatif untuk
mendapatkan sumber pembiayaan dan bantuan dari pemerintahan pusat
c. Pelayanan Umum
Pemerintah pusat dan daerah tidak akan bisa di pisahkan sebagai sarana yang luas
memberikan pelayanan menyeluruh terhadap masyarakat sebuah bangsa. Dan jika
diartikan secara umum maka kedua jenis pemerintahan ini memegang tanggung jawab
yang sejalan.
e. Hubungan Fungsional
Ini merupakan sebuah hubungan yang di dasari oleh konteks penyelenggaraan
program pemerintah. Yang jika diartikan secara umum merupakan sebuah proses
timbal balik yang berupa sebuah hubungan atau bagian yang terjadi karena faktor
proses, kepentingan yang sama danhubungan sebab akibat. Keseluruhan hubungan ini
harus di lakukan dengan adil dan selaras antara pemerintah pusat dan daerah.
a. Masih tingginya pengangguran dan kerentanan pasar tenaga kerja. Pengangguran yang
tinggi terkait kepada pertambahan penduduk dan kualitas pendidikan dan skill
sebagian terbesar SDM kita. Di lain fihak pasar tenaga kerja juga kurang fleksibel,
artinya, amat mahal bagi perusahaan untuk mengurangi tenaga kerjanya kalau
pasarnya menciut. Biaya pesangon untuk pemutusan hubungan kerja amat tingginya.
Karena hubungan industrial di Indonesia kurang menguntungkan perusahaan maka
banyak bakal investor internasional memilih lokasi Cina dan Vietnam ketimbang
Indonesia;
e. Di level teknis sudah ada kesepakatan antara Pemerintah dan Bank Indonesia untuk
membawa tingkat inflasi jangka panjang ke kisaran 3% setahun. Untuk tahun 2005
sasaran BI adalah 6% plus-minus 1%, untuk tahun 2006 5,5% plus-minus 1% dan untuk
tahun 2007 5% plus-minus 1%. Begitu juga untuk tahun 2008 dan 2009. Pengendalian
inflasi masih menghadapi resiko intern dan ekstern yang cukup besar.