Anda di halaman 1dari 15

Tugas Mata Kuliah Hukum Administrasi Negara

Pembahasan Tentang Pemerintah dan Pemerintahan Desa

Nama : Tedy Pradana Alfayed/180


Dalam hubungan dengan pemerintah daerah, baiklah kita lihat Pasal 18 UUD 1945 dengan

penjelasannya dan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di

Daerah, yang pelaksanaannya diatur dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 26 Tahun

1974.

Dalam Pasal 18 UUD 1945 dikatakan bahwa “Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar

dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang,

dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan

negara, dan hak-hak asal usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa.”

Penjelasan Pasal 18 UUD 1945 menerangkan bahwa karena negara Indonesia itu adalah suatu

negara kesatuan, Indonesia tidak akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang juga

berbentuk negara. Wilayah Indonesia dibagi menjadi daerah-daerah provinsi dan daerah

provinsi dibagi pula menjadi daerah yang lebih kecil. Daerah-daerah itu bersifat otonom

diadakan badan perwakilan daerah, karena di daerah pun pemerintah akan bersendikan dasar

permusyawaratan.

Apakah maksud Pasal 18 UUD 1945 dan penjelasannya itu?

Maksudnya ialah bahwa wilayah Indonesia dibagi menjadi sejumlah daerah besar dan kecil

yang bersifat otonom, yaitu daerah yang boleh mengurus rumah tangganya sendiri dan daerah

administrasi, yaitu daerah yang tidak boleh berdiri sendiri.

Untuk membentuk susunan pemerintahan daerah-daerah itu, pemerintah bersama-sama DPR

telah menetapkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di

Daerah , yang dilaksanakan dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 26 Tahun 1974.

Undang-Undang itu mengatur pokok-pokok penyelenggaraan pemerintah daerah otonom dan

pokok-pokok penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi tugas pemerintahan pusat di


daerah. Selain itu, diatur juga pokok-pokok penyelenggaraan urusan pemerintahan

berdasarkan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan.

UU No. 5 Tahun 1974 kemudian telah diganti dengan UU No. 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah (lihat bagian IV).

Susunan Pemerintahan Daerah

1. Umum

2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di Daerah merupakan wahana untuk melaksanakan

demokrasi berdasarkan Pancasila.

DPRD mempunyai tugas dan wewenang :

 Memilih Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota

 Memilih anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat dari utusan daerah; pemilihan hanya

dilakukan oleh DPRD Provinsi

 Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Gubernur/Wakil Gubernur,

Bupati/Wakil Bupati, atau Walikota/Wakil Walikota

 Bersama dengan Gubernur, Bupati, atau Walikota membentuk Peraturan Derah

 Bersama dengan Gubernur, Bupati, atau Walikota menetapkan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah

 Melaksanakan pengawasan

 Menampung dan menindaklanjuti aspirasi daerah dan masyarakat.

DPRD mempunyai hak :


 Meminta pertanggungjawaban Gubernur, Bupati, dan Walikota

 Meminta keterangan kepada Pemerintah Daerah

 Mengadakan penyelidikan

 Mengadakan perubahan atas Rancangan Peraturan Daerah

 Mengajukan pernyataan pendapat

 Menentukan Anggaran Belanja DPRD

 Menetapkan Peraturan Tata Tertib DPRD

3. Sekretariat DPRD

4. Kepala Daerah

Kepala daerah adalah alat Pemerintah Pusat dan alat Pemerintah Daerah. Sebagai alat

Pemerintah Pusat, kepala daerah:

a. Memegang pimpinan kebijaksanaan politik polisional di daerahnya dengan

mengindahkan wewenang-wewenang yang ada pada pejabat-pejabat yang bersangkutan

berdasarkanperaturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku;

b. Menyelenggarakan koordinasi antara jawatan-jawatan Pemerintah Pusat di daerah dan

antara jawatan-jawatan tersebut dengan Pemerintah Daerah;

c. Melakukan pengawasan atas jalannya pemerintahan daerah, dan

d. Menjalankan tugas-tugas lain yang diserahkan kepadanya oleh Pemerintah Pusat.


Hubungan Antara Kewajiban dan Struktur Pemerintah Daerah

Kekuasaan dan wewenang pemerintah daerah sebenarnya adalah pelimpahan dari

pemerintah pusat kepada daerah. Jadi, apabila dilihat dari segi pemerintah pusat, pemerintah

daerah otonom adalah organ pemerintah pusat. Akan tetapi, apabila dilihat dari segi

pemerintah daerah, pemerintah daerah adalah pemerintah otonom. Hal ini jelas terlihat dari

pengangkatan kepala daerah. Pengangkatan itu ditetapkan oleh pemerintah pusat. Oleh karena

itu, tugas dan wewenang pemerintahan daerah otonom harus dijelaskan dengan tegas. Dengan

demikian,tidak akan terjadi bahwa suatu wewenang dalam pelaksanaan pemerintahan

dikerjakan bersama oleh pemerintah pusat dan juga oleh pemerintah daerah atau sama sekali

tidak dikerjakan, baik oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah.

Hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus memperhatikan

keseimbangan antara kewajiban yang diberikan kepada daerah dan struktus pemerintah

daerah.

Asas- asas Pemerintahan Daerah

a. Asas Desentralisasi

Setiap Negara , betapapun kecilnya harus membagi wilayahnya dalam bagian-bagian

yang lebih kecil untuk mencapai penyelenggaraan pemerintahan secara efisien. Bagian

wilayah tersebut biasanya disebut Daerah (ditulis dengan huruf besar) atau Wilayah.

Dengan demikian maka Daerah/Wilayah dibentuk oleh Negara dan bukan sebaliknya.

Karena itu bagaimanapun luasnya wewenang dan urusan pemerintahan yang diberikan

kepada Daerah, tidak mungkin Daerah itu menjadi negara dalam Negara. Bahkan di

dalam Undang-undang no.5/1974 jelas disebutkan.


Setelah Daerah dan Pemerintahnya dibentuk dengan sendirinya harus diberi kekuasaan,

wewenang, hak maupun kewajiban untuk menyelenggarakan pemerintahan di Daerah.

Pemberian ini lazimnya disebut penyerahan yang sebenarnya mengandung pengertian inti

dari desentralisasi, yaitu gerak laju menjauhi suatu Pusat/sentral. Gerak yang sebaiknya,

yaitu gerak laju menuju Pusat, adalah sentralisasi. Masalahnya ialah urusan apa yang

diserahkan dan berapa banyaknya? Mengapa harus ada pemberian urusan pemerintahan

dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah?

Seperti diketahui pemerintahan dalam pengertian umum terdiri dari penyelenggaraan

urusan Daerah dan urusan selebihnya yang bukan Daerah, yang biasanya disebut urusan

Pusat, urusan Nasional atau urusan umum. Dengan kata lain, bertolak pada pengertian

dasar bahwa seluruh urusan pemerintahan dilaksanakan oleh Pemerintah, maka dengan

terbentuknya Daerah, sebagian kecil atau besar urusan pemerintahan tersebut diberikan

kepada Pemerintah Daerah untuk dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan. Diberikan

sebagian karena memang tidak seluruh urusan pemerintahan dapat diserahkan, karena

adanya dua macam pemerintahan seperti telah diterangkan di atas, yaitu yang bersifat

khas Daerah dan yang bersifat Nasional. Antara kedua jenis urusan pemerintahan tidak

dapat ditarik dengan tegas disebabkan selain adanya urusan campuran yang bersifat ya

Daerah ya Pusat, disebabkan pula oleh adanya kemungkinan bahwa suatu urusan yang

tadinya bersifat Nasional kemudian beralih menjadi urusan Daerah atau sebaliknya. Hal

tersebut dapat terjadi karena keadaan atau kebijaksanaan tertentu yang diambil oleh

Pemerintah Pusat.

Adalah logis bahwa yang diserahkan oleh pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah

itu adalah urusan-urusan yang khas Daerah.


Menurut Undang-undang no.5/1974, pasal 1, ayat b desentralisasi dirumuskan sebagai

berikut:

“Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan dari Pemerintah atau Daerah

tingkat atasnya kepada Daerah, menjadi urusna rumah tangganya.”

Jelas kiranya bahwa perumusan di atas mengandung arti dasar desentralisasi. Ada dua hal

yang perlu mendapat perhatian, yaitu :

1. Bahwa urusan yang diserahkan itu menjadi urusan rumah tangga Daerah dan

2. Bahwa penyerahan termaksud hanya dilakukan oelh Pusat kepada Daerah dan bukan

kepada lembaga lain atau pejabat.

Adanya penyerahan urusan atau desentralisasi berarti sebenarnya bahwa masyarakat

diberi kesempatan ikutserta dalam penyelenggaraan pemerintahan, khususnya di daerah.

Oleh karena itulah kebijaksanaan desentralisasi suka dihubungkan dengan keadaan

masyarakat, terutama dengan kematangannya dalam politik atau dalam jaman penjajahan

Belanda disebut “politieke rijpheid”. Banyaknya urusan yang diserahkan disesuaikan

dengan “politieke rijpheid”. Menurut kami justru kebijaksanaan desentralisasilah yang

menghidupkan “politieke rijpheid”. Kesadaran masyarakat untuk turut serta dalam

pemerintahan baru akan tumbuh jika kesempatannya terbuka, jadi jika ada desentralisasi.

Keputusan dibuat oleh perangkat pemerintahan yang lebih bawah dan lebih dekat pada

masyarakat berarti bahwa keputusan tersebut dibuat oleh perangkat yang lebih tahu

tentang urusan yang bersangkutan, dan lebih tahu pula bagaimana memecahkan

masalahnya. Hanya daerah yang paling mengenal dan mengetahui kebutuhan dan

kepentingan Daerah, mengetahui pula bagaimana memenuhinya sebaik-baiknya.


Telah diuraikan tentang apa yang disebut desentralisasi dan mengapa diadakan

desentralisasi. Berikutnya adalah: apa yang didesentralisasi, apa yang diserahkan oleh

Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah?

Untuk menjawab hal tersebut perlu dipelajari beberapa peraturan yang dikeluarkan dalam

rangka pelaksanaan desentralisasi berdasarkan pasal 119 s/d 127 IS, yaitu mengenai

pembentukan daerah yang disebut Propinsi, Kabupaten, dan bagian-bagiannya dengan

dilengkapi Pemerintah Daerah. Karena adanya Pemerintah Daerah ini, maka terjadilah

penyerahan urusan dari Pemeritah Hindia Belanda kepada Pemerintah Daerah atau dari

Pemerintah Daerah yang lebih rendah, penyerahan mana merupakan desentralisasi

pemerintahan (Staatkundinge desentralisatie).

b. Asas Dekonsentrasi

Menurut UU Nomor 5/1975, dekonsentrasi ialah pelimpahan wewenang dari

pemerintah atau kepala wilayah atau kepala instansi vertikal tingkat atasnya kepada pejabat-

pejabatnya di daerah.

Instansi vertikal ialah perangkat dari departemen-departemen atau lembaga-lembaga

pemerintah bukan departemen yang mempunyai lingkungan kerja dari wilayah yang

bersangkutan.

Kewenangan-kewenangan Pemerintah Pusat yang belum dilimpahkan kepada

Pemerintah Daerah, mengingat faktor-faktor efisiensi dan efektivitas dalam tata laksana

pemerintahan, maka penyelenggaraannya berdasarkan asas dekonsentrasi, dengan

melimpahkan kewenangan-kewenangan tersebut kepada aparat Pemerintah Pusat yang

tersebar di seluruh daerah, dengan kata lain Pemerintah Pusat melaksanakan ambtelijke

desentralisasi.
Gubernur/bupati/walikota kepala daerah di samping berfungsi sebagai alat Pemerintah

Daerah juga sebagai alat Pemerintah Pusat atau dapat dikatakan sebagai aparatur

dekonsentrasi. Kepala-kepala jawatan vertikal yang berada di daerah berfungsi sebagai alat

Pemerintah Pusat, yang dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya secara operasional

dikoordinasi oleh gubernur/bupati/walikota kepala daerah.

Kepala-kepala jawatan vertikal juga berfungsi sebagai aparatur dekonsentrasi yang

memperoleh pelimpahan kewenangan dari instasi atasannya masing-masing.

Perbedaanya dengan kepala daerah dalam fungsi tersebut adalah:

a. Kepala jawatan vertikal memegang pimpinan dari satu bidang penyelenggaraan urusan

pemerintahan, karena itu ia memiliki wilayah jabatan (ambtskring)

b. Kepala daerah, memiliki wilayah jabatan dan wilayah pemerintahan (bestuurskring), dan

menurut Peraturan Pemerintah No. 27/1956 ia mengkoordinasi pemerintahan sipil di

wilayahnya.

C. Tugas Pembantuan (medebewind) = tugas untuk turut serta dalam melaksanakan

urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada pemerintah daerah atau pemerintah daerah

tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.

Tidak semua urusan pemerintahan dapat diserahkan kepada Daerah menajdi urusan

rumah tangganya. Jadi beberapa urusan pemerintahan masih tetap merupakan urusan

pemerintah pusat. Akan tetapi adalah berat sekali bagi pemerintah pusat untuk

menyelenggarakan seluruh urusan pemerintahan di daerah yang masih menjadi wewenang

dan tanggungjawabnya itu atas dasar dekonsentrasi, mengingat terbatasnya kemampuan

perngkat pemerintah pusat di daerah. Dan juga ditinjau dari segi daya guna dan hasil guna

adalah kurang dapat dipertanggungjawabkan apabila semua urusan pemerintah pusat di

daerah harus dilaksanakan sendiri oleh perangkatnya di daerah karena hal itu akan
memerlukan tenaga dan biaya yang sangat besar jumlahnya.lagipula mengingat sifatnya,

berbagai urusan sulit untuk dapat dilaksanakan dengan baik tanpa ikutsertanya pemerintah

daerah yang bersangkutan. Atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut maka Undang-

undang ini memberikan kemungkinan untuk dilaksanakannya berbagai urusan pemerintahan

di daerah menurut asas tugas pembantuan.

Pemerintahan Desa

Untuk pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, khususnya Kepmendagri Nomor

64 Tahun 1999 tentang Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Desa/Marga, memerlukan

penelitian dan pemikiran yang mendasar, agar dalam pengaturan Kabupaten mengenai

Desa/Marga, dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah Propinsi Sumatera Selatan

mengenai Pemerintahan Desa/Marga.

Peraturan lebih lanjut mengenai desa/marga ini ditetapkan dalam Peraturan Daerah

Kabupaten. Pengaturan Daerah disebut wajib mengakui dan menghormati hak asal usul dan

adat istiadat setempat.

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat

yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di daerah Kabupaten.

Pembagian daerah Indonesia atas daerah-daerah besar dan daerah kecil, dengan bentuk dan

susunan pemerintahan yang ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan

mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem Pemerintahan Negara dan hak asal usul

yang bersifat istimewa seperti Marga dan Dusun di Palembang. Negara Kesatuan RI

menghormati kedudukan daerah-daerah yang bersifat istimewa tersebut dengan segala

peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak asal usul daerah

tersebut.
Kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul nama lain yang dimaksud adalah

Marga. Dengan demikian DESA yang disebut nama lain (Undang-Undang Nomor 22 Tahun

1999), yang dimaksud adalah MARGA, yaitu sesuai dengan hak asal usul.

1. Yang dapat dipilih menjadi Kepala Desa adalah penduduk Desa/Marga adalah penduduk

Desa/Marga Warga Negara Indonesia dengan syarat-syarat:

a. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

b. Setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945

c. Tidak pernah terlibat langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan yang

mengkhianati Pancasila dan UUD 1945

d. Berpendidikan sekurang-kurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan/atau

pengalaman yang sederajat

e. Berumur sekurang-kurangnya 25 tahun

f. Sehat jasmanai dan rohani

g. Nyata-nyata tidak terganggu jiwa/ingatannya

h. Berkelakuan baik, jujur dan adil

i. Tidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana

j. Tidak dicabut hak pilihnya berdasarkan Keputusan Pengadilan yang mempunyai

kekuatan hukum yang tetap

k. Mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di desa/marga

l. Bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa/Marga


m. Memenuhi syarat-syarat lain yang sesuai dengan adat istiadat yang diatur dalam

Peraturan Daerah

2. Kepala Desa/Marga dipilih langsung oleh penduduk desa/marga dari calon yang

memenuhi syarat. Pemilihan Kepala Desa/Marga dilaksanakan melalui tahap pencalonan

dan pemilihan

3. Untuk pencalonan dan pemilihan Kepala Desa/Marga, BPD/BPM membentuk panitia

pemilihan yang terdiri dari para anggota BPD/BPM dan perangkat desa/marga. Panitia

pemilihan sebagaimana tersebut diatas melakukan pemeriksaan identitas Bakal Calon

berdasarkan persyaratan yang telah ditentukan, melaksanakan pemungutan suara dan

melaporkan pelaksanaan pemilihan Kepala Desa/Marga kepada BPD/BPM

4. Panitia pemilihan melaksanakan penjaringan dan penyaringan Bakal Calon Kepala

Desa/Marga yang sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan. Bakal Calon yang

telah memenuhi persyaratan oleh panitia pemilihan diajukan kepada BPD/BPM untuk

ditetapkan sebagai calon yang berhak dipilih

5. Calon Kepala Desa/Marga yang dinyatakan terpilih adalah calon yang mendapatkan

dukungan suara terbanyak. Calon Kepala Desa/Marga yang terpilih tersebut ditetapkan

dengan Keputusan BPD/BPM berdasarkan laporan dan Berita Acara Pemilihan dari

panitia pemilihan dan disahkan oleh Bupati dengan menerbitkan Keputusan Bupati

tentang Pengesahan Calon Kepala Desa/Marga terpilih

6. Sebelum memangku jabatannya Kepala Desa/Marga mengucapkan sumpah/janji dan

dilantik oleh Bupati atau pejabat lain yang ditunjuk. Susunan kata-kata sumpah/janji

Kepala Desa/Marga tercantum dalam Pasal 98 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22

Tahun 1999
7. Masa jabatan Kepala Desa/Marga paling lama sepuluh tahun atau dua kali masa jabatan

terhitung sejak tanggal pelaksanaan pelantikan. Apabila masa jabatan Kepala

Desa/Marga tersebut telah berakhir yang bersangkutan tidak boleh dicalonkan kembali

untuk masa jabatan berikutnya

8. Tugas dan kewajiban Kepala Desa/Marga

a. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa/marga

b. Membina kehidupan masyarakat desa/marga

c. Membina perekonomian desa/marga

d. Mendamaikan perselisihan masyarakat desa/marga

e. Memelihara ketentraman dan ketertibanmasyarakat desa/marga

f. Mewakili desa/marganya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa

hukumnya

g. Mengajukan Rancangan Peraturan Desa/Marga dan bersama BPD/BPM menetapkan

sebagai Peraturan Desa/Marga

h. Menjaga kelestarian adat istiadat yang hidup dan berkembang di desa/marga yang

bersangkutan. Penyelenggaraan pemerintahan desa/marga tersebut di atas, termasuk juga

pendataan dan kepentingan nasional dan melaporkannya kepada Pemerintah melalui

Bupati dengan tembusan camat. Untuk mendamaikan perselisihan Kepala Desa/Marga

dapat dibantu oleh Lembaga Adat Desa/Marga. Segala perselisihan yang telah

didamaikan oleh Kepala Desa/Marga bersifat mengikat pihak-pihak yang berselisih


9. Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya Kepala Desa/Marga wajib bersikap dan

bertindak adil, tidak diskriminatif serta tidak mempersulit dalam memberikan pelayanan

kepada masyarakat
HUKUM TATA NEGARA
PERISTILAHAN HUKUM TATA NEGARA

Alfonsa Maria Grahita Maharesi


18010000105

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MERDEKA MALANG

Anda mungkin juga menyukai