TUGAS 1
Tujuan otonomi daerah yang terakhir adalah meningkatkan saya saing daerah.
Dalam hal ini, melalui otonomi daerah, pemerintah daerah dapat meningkatkan daya
saing dengan memperhatikan bentuk keanekaragaman dan ciri khasnya. Ini dilakukan
dengan tetap menjunjung tinggi semboyan negara Indonesia yaitu “Bhineka Tunggal
Ika”. Meskipun berbeda-beda namun tetap bersatu dan saling menghargai satu sama
lain.
2. Undang - Undang No 5/1974, Undang - Undang Nomor 22/1999, dan Undang -
Undang Nomor 32/2004 tentang tugas pembantuan, di nilai para pakar bahwa tugas
pembantuan orde baru tidak sesuai dengan konsep aslinya.
Coba saudara analisa landasan penilaian para pakar ketiga Undang-undang tersebut
yang di nilai tidak sesuai dengan konsep aslinya?
Jawab:
Menurut Bagir Manan (1994: 85) tugas pembantuan diberikan oleh Pemerintah Pusat atau
pemerintah yang lebih atas kepada pemerintah daerah di bawahnya berdasarkan undang-
undang. Oleh karena itu, medebewind sering disebut serta tantra/tugas pembantuan.
Hal ini kembali ditegaskan dalam Pasal 250 ayat (1) UU 23/2014 sebagai berikut:
Perda dan Perkada sebagaimana dimaksud dalam Pasal 249 ayat (1) dan ayat
(3) dilarang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan.
Kemudian salah satu tugas dari gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat dalam
melaksanakan pembinaan dan pengawasan adalah melakukan pengawasan terhadap
Perda Kabupaten/Kota.
Dalam melaksanakan tugas, gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat mempunyai
wewenang, salah satunya adalah membatalkan Perda Kabupaten/Kota dan peraturan
bupati/wali kota.
Selain gubernur, berdasarkan Pasal 149 ayat (1) huruf c jo. Pasal 153 ayat (1) huruf a
UU 23/2014 bahwa DPRD kabupaten/kota mempunyai fungsi pengawasan yang
diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan Perda Kabupaten/Kota dan
peraturan bupati/wali kota.
Peraturan Pelaksana
Sebagai informasi tambahan, terdapat peraturan pelaksana dari UU 23/2014
yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (“PP 12/2017”) yang mengatur
perihal pengawasan oleh DPRD sebagai berikut:
Pengawasan umum salah satunya meliputi kebijakan daerah (Perda, Perkada, dan
keputusan kepala daerah).
Kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang membuat keputusan yang secara
khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni, golongan tertentu, atau
kelompok politiknya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Selanjutnya, dalam Pasal 17 ayat (3) UU 23/2014 disebutkan bahwa dalam hal kebijakan
Daerah (termasuk keputusan kepala daerah) yang dibuat dalam rangka penyelenggaraan
Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah tidak mempedomani norma,
standar, prosedur, dan kriteria yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, maka
Pemerintah Pusat membatalkan kebijakan Daerah.
Mengenai pengawasan perda ini, juga pernah dijelaskan pada artikel Efektivitas
Executive Review Perda, Nur Sholikin berpendapat bahwa Undang-Undang
Pemerintahan Daerah baik itu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (“UU 32/2004”) maupun penggantinya yaitu UU 23/2014
memberi kewenangan pemerintah mengawasi perda baik ketika masih bentuk rancangan
perda maupun sesudah disahkan.
Lebih lanjut Nur Sholikin dalam artikel yang sama menjelaskan secara sederhana
prosedur pengawasan berjenjang mengatur perda diawasi secara bertingkat oleh
pemerintah pusat dan pemerintah provinsi sebagai wakil pemerintah pusat. Gubernur
memiliki kewenangan mengawasi perda kabupaten/kota.
Jadi menyimpulkan penjelasan di atas, pengawasan terhadap perda itu dilakukan oleh
Gubernur dan DPRD provinsi. Gubernur memiliki kewenangan mengawasi perda
kabupaten/kota. Selanjutnya DPRD provinsi melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan Perda provinsi dan peraturan gubernur.