Anda di halaman 1dari 7

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 1

Nama Mahasiswa : Gatrya Astuti

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 031124468

Kode/Nama Mata Kuliah : ADPU4440/Administrasi Pemerintahan Daerah

Kode/Nama UPBJJ : FHISIP/Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu


Politik

Masa Ujian : 2020/21.2 (2021.1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
1. apa alasan para pelaku Reformasi harus merubah Konsep Sentralisasi menjadi
Desentralisasi ?
jawab:
Dalam sentralisasi kewenangan pemerintahan baik politik maupun administrasi
dimiliki secara tunggal oleh Pemerintah Pusat. Pemerintah Daerah hakikatnya tidak
mempunyai kewenangan pemerintahan. Pemerintah Daerah baru mempunyai
kewenangan setelah memperoleh penyerahan dari Pemerintah Pusat (desentralisasi/
devolusi).
Dalam sentralisasi semua kewenangan baik politik maupun administrasi berada di
tangan Presiden dan para Menteri (Pemerintah Pusat). Dengan kata lain, berada pada
puncak jenjang organisasi. Sebagai konsekuensinya dalam melaksanakan kewenangan ini
anggarannya dibebankan pada APBN.

Alasan merubah Konsep Sentralisasi menjadi Desentralisasi adalah Agar


kewenangan (politik dan administrasi) dapat diimplementasikan secara efisien dan
akuntabel maka sebagian kewenangan politik dan administrasi perlu diserahkan pada
jenjang organisasi yang lebih rendah. Penyerahan sebagian kewenangan politik dan
administrasi pada jenjang organisasi yang lebih rendah disebut desentralisasi. Jadi,
desentralisasi adalah penyerahan wewenang politik dan administrasi dari puncak hierarki
organisasi (Pemerintah Pusat) kepada jenjang organisasi di bawahnya (Pemerintah
Daerah). Selain itu agar masyarakat yang tinggal di daerah yang bersangkutan memiliki
kebebasan untuk mengatur dan mengurus kepentingannya sendiri.

tujuan utama kebijakan otonomi daerah adalah


 Meningkatkan Pelayanan Umum

Tujuan otonomi daerah yang pertama adalah meningkatkan pelayanan umum.


Melalui otonomi daerah diharapkan pelayanan umum dapat dilakukan secara
maksimal. Hal ini dilakukan agar masyarakat bisa memperoleh manfaat dan
kemudahan dalam melakukan berbagai keperluan di berbagai bidang.

 Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat

Tujuan otonomi daerah yang kedua adalah meningkatkan kesejahteraan


masyarakat. Hal ini berkaitan dengan poin sebelumnya, dengan pelayanan umum
yang baik dan memadai diharapkan kesejahteraan masyarakat bisa meningkat.
Kesejahteraan masyarakat yang meningkat akan menunjukkan kinerja daerah otonom
berjalan dengan baik dalam menggunakan setiap hak dan wewenangnya secara tepat
dan bijak.

 Meningkatkan Daya Saing Daerah

Tujuan otonomi daerah yang terakhir adalah meningkatkan saya saing daerah.
Dalam hal ini, melalui otonomi daerah, pemerintah daerah dapat meningkatkan daya
saing dengan memperhatikan bentuk keanekaragaman dan ciri khasnya. Ini dilakukan
dengan tetap menjunjung tinggi semboyan negara Indonesia yaitu “Bhineka Tunggal
Ika”. Meskipun berbeda-beda namun tetap bersatu dan saling menghargai satu sama
lain.
2. Undang - Undang No 5/1974, Undang - Undang Nomor 22/1999, dan Undang -
Undang Nomor 32/2004 tentang tugas pembantuan, di nilai para pakar bahwa tugas
pembantuan orde baru tidak sesuai dengan konsep aslinya.

Coba saudara analisa landasan penilaian para pakar ketiga Undang-undang tersebut
yang di nilai tidak sesuai dengan konsep aslinya?
Jawab:

Menurut Bagir Manan (1994: 85) tugas pembantuan diberikan oleh Pemerintah Pusat atau
pemerintah yang lebih atas kepada pemerintah daerah di bawahnya berdasarkan undang-
undang. Oleh karena itu, medebewind sering disebut serta tantra/tugas pembantuan.

Koesoemahatmadja (1979: 21-22) mengartikan medebewind atau zelfbestuur sebagai


pemberian kemungkinan dari pemerintah pusat/ pemerintah daerah yang lebih atas untuk
meminta bantuan kepada pemerintah daerah/pemerintah daerah yang tingkatannya lebih
rendah agar menyelenggarakan tugas atau urusan rumah tangga dari daerah yang
tingkatannya lebih atas tersebut. Daerah-daerah tersebut diberi tugas pembantuan oleh
pemerintah pusat yang disebut medebewind atau zelfbestuur (menjalankan peraturan-
peraturan yang dibuat oleh dewan yang lebih tinggi)

Koesoemahatmadja tersebut sejalan dengan keterangan Bagir Manan. Bagir Manan


(1994:179) menjelaskan, pada dasarnya, tugas pembantuan adalah tugas melaksanakan
peraturan perundang-undangan tingkat lebih tinggi (de uitvoering van hogere regelingen).
Daerah terikat melaksanakan peraturan perundang-undangan termasuk yang
diperintahkan atau diminta (vorderen) dalam rangka tugas pembantuan.

3. model pengawasan yang saudara ketahui dan berikan pandangan saudara


berdasarakan analisa sebelumnya mengenai pengawasan pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah dalam pembuatan peraturan daerah atau Perda
Jawab:
- Pengawasan represif
Pengawasan represif adalah pengawasan pusat untuk menangguhkan, menunda,
dan/atau membatalkan peraturan perundang-undangan yang dibuat daerah.
Peraturan perundang undangan, baik yang berupa perda, peraturan kepala daerah,
maupun surat keputusan kepala daerah, bisa ditangguhkan, ditunda, atau
dibatalkan oleh pemerintah pusat jika dinilai bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau kepentingan umum. Untuk
peraturan daerah, dilakukan oleh pemerintah pusat dan Mahkamah Agung. Untuk
surat keputusan kepala daerah, dilakukan oleh peradilan tata usaha negara..
- Pengawasan preventif
Pengawasan preventif adalah pengawasan yang bersifat pencegahan agar
peraturan daerah yang dibuat tidak boleh menyimpang dari koridor dan rambu-
rambu yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Jadi, pengawasan preventif
adalah upaya pemerintah pusat agar daerah tidak membuat peraturan perundang-
undangan yang tidak sejalan dengan koridor dan rambu- rambunya, yaitu
peraturan perundangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum
Peraturan Daerah yang selanjutnya disebut Perda atau yang disebut dengan nama lain
adalah Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota.

Selanjutnya, Daerah Otonom (“Daerah”) adalah kesatuan masyarakat hukum


yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus Urusan
Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia

Perlu dipahami bahwa Daerah berhak menetapkan kebijakan Daerah untuk


menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. Kebijakan
Daerah tersebut meliputi Perda, Peraturan Kepala Daerah (“Perkada”), dan keputusan
kepala daerah.

Dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah, kepala


daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (“DPRD”) selaku penyelenggara
Pemerintahan Daerah membuat Perda sebagai dasar hukum bagi Daerah dalam
menyelenggarakan Otonomi Daerah sesuai dengan kondisi dan aspirasi masyarakat serta
kekhasan dari Daerah tersebut. Perda yang dibuat oleh Daerah hanya berlaku dalam batas-
batas yurisdiksi Daerah yang bersangkutan. Walaupun demikian Perda yang ditetapkan
oleh Daerah tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi tingkatannya sesuai dengan hierarki peraturan
perundang-undangan. Disamping itu Perda sebagai bagian dari sistem peraturan
perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum sebagaimana
diatur dalam kaidah penyusunan Perda.

Hal ini kembali ditegaskan dalam Pasal 250 ayat (1) UU 23/2014 sebagai berikut:

Perda dan Perkada sebagaimana dimaksud dalam Pasal 249 ayat (1) dan ayat
(3) dilarang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan.

Pengawasan Perda Provinsi


Salah satu fungsi dari DPRD provinsi adalah pengawasan. Fungsi pengawasan
diwujudkan di antaranya dalam bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan Perda
provinsi dan peraturan gubernur.

Pengawasan Perda Kabupaten/Kota


Perlu diketahui dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota
dan Tugas Pembantuan oleh Daerah kabupaten/kota, Presiden dibantu oleh gubernur
sebagai wakil Pemerintah Pusat.

Kemudian salah satu tugas dari gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat dalam
melaksanakan pembinaan dan pengawasan adalah melakukan pengawasan terhadap
Perda Kabupaten/Kota.
Dalam melaksanakan tugas, gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat mempunyai
wewenang, salah satunya adalah membatalkan Perda Kabupaten/Kota dan peraturan
bupati/wali kota.

Selain gubernur, berdasarkan Pasal 149 ayat (1) huruf c jo. Pasal 153 ayat (1) huruf a
UU 23/2014 bahwa DPRD kabupaten/kota mempunyai fungsi pengawasan yang
diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan Perda Kabupaten/Kota dan
peraturan bupati/wali kota.

Peraturan Pelaksana
Sebagai informasi tambahan, terdapat peraturan pelaksana dari UU 23/2014
yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (“PP 12/2017”) yang mengatur
perihal pengawasan oleh DPRD sebagai berikut:

Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) PP 12/2017


1. Pengawasan oleh DPRD bersifat kebijakan.
2. Pengawasan oleh DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah;
b. pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; dan
c. pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan laporan keuangan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan.

Dalam Pasal 10 ayat (1) PP 12/2017 juga disebutkan bahwa pengawasan


penyelenggaraan Pemerintahan Daerah:
a. provinsi, dilaksanakan oleh:
1. Menteri Dalam Negeri (“menteri”), untuk pengawasan umum; dan
2. menteri teknis/kepala lembaga pemerintah nonkementerian, untuk pengawasan teknis;
b. kabupaten/kota, dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk
pengawasan umum dan teknis.

Pengawasan umum salah satunya meliputi kebijakan daerah (Perda, Perkada, dan
keputusan kepala daerah).

Pengawasan Keputusan Kepala Daerah


Kami asumsikan yang Anda maksud dalam pertanyaan adalah keputusan kepala daerah.
Berkaitan dengan keputusan kepala daerah, dalam Pasal 76 ayat (1) huruf a UU
23/2014 disebutkan bahwa:

Kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang membuat keputusan yang secara
khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni, golongan tertentu, atau
kelompok politiknya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Selanjutnya, dalam Pasal 17 ayat (3) UU 23/2014 disebutkan bahwa dalam hal kebijakan
Daerah (termasuk keputusan kepala daerah) yang dibuat dalam rangka penyelenggaraan
Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah tidak mempedomani norma,
standar, prosedur, dan kriteria yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, maka
Pemerintah Pusat membatalkan kebijakan Daerah.

Mengenai pengawasan perda ini, juga pernah dijelaskan pada artikel Efektivitas
Executive Review Perda, Nur Sholikin berpendapat bahwa Undang-Undang
Pemerintahan Daerah baik itu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (“UU 32/2004”) maupun penggantinya yaitu UU 23/2014
memberi kewenangan pemerintah mengawasi perda baik ketika masih bentuk rancangan
perda maupun sesudah disahkan.

Lebih lanjut Nur Sholikin dalam artikel yang sama menjelaskan secara sederhana
prosedur pengawasan berjenjang mengatur perda diawasi secara bertingkat oleh
pemerintah pusat dan pemerintah provinsi sebagai wakil pemerintah pusat. Gubernur
memiliki kewenangan mengawasi perda kabupaten/kota.

Jadi menyimpulkan penjelasan di atas, pengawasan terhadap perda itu dilakukan oleh
Gubernur dan DPRD provinsi. Gubernur memiliki kewenangan mengawasi perda
kabupaten/kota. Selanjutnya DPRD provinsi melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan Perda provinsi dan peraturan gubernur.

4. penyerahan urusan pemerintahan yang diterapkan di Indonesia berdasarkan


Perundang-undangan
jawab:
Penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah dapat dilakukan
dengan dua cara berikut.
- Ultra vires doctrine, yaitu pemerintah pusat menyerahkan wewenang
pemerintahan kepada daerah otonom dengan cara memerinci satu per satu. Daerah
otonom hanya boleh menyelenggarakan wewenang yang diserahkan tersebut. Sisa
wewenang dari wewenang yang diserahkan kepada daerah otonom secara
teperinci tersebut tetap menjadi wewenang pusat.
- Open end arrangement atau general competence, yaitu daerah otonom bolch
menyelenggarakan semua urusan di luar yang dimiliki pusat. Artinya, pusat
menyerahkan urusan pemerintahan kepada daerah untuk menyclenggarakan
urusan pemerintahan berdasarkan kebutuhan dan inisiatifnya sendiri di luar
kewenangan yang dimiliki pusat. Di sini, pusat tidak menjelaskan secara spesifik
urusan pemerintahan apa saja yang diserahkan ke daerah, tetapi hanya
menyatakan. "Di luar kewenangan pusat, semuanya adalah urusan dacrah. Silakan
disclenggarakan dengan baik dan bertanggung jawab sesuai peraturan." Demikian
kira-kira kata pemerintah pusat kepada daerah.

Penyerahan urusan pemerintahan yang dianut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974


dilakukan dengan cara ultra vires doktrin. Pemerintah pusat urusan urusan tertentu
kepada daerah. Pusat urusan urusan urusan pemerintahan setahap demi setahap dengan
memperhatikan keadaan dan kemampuan daerah yang memperhatikan. Penyerahan
kewenangan secara cicilan dilakukan pusat dengan peraturan pemerintah. Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1974 Pasal 7 menyebutkan bahwa pemerintah daerah yang
ditetapkan dengan peraturan pemerintah, Bahkan, pada Pasal 9 izin bahwa sesuatu urusan
yang telah diserahkan kepada daerah dapat ditarik kembali dengan peraturan-undangan
yang ditetapkan. UU Nomor 22/1999 menggunakan cara open end arrangement atau
general competence.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Pasal 7 ayatI dan 2 menjelaskan bahwa
kewenangan daerah kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kewenangan
bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, serta
agama. Kewenangan bidang perencanaan kebijakan perencanaan nasional dan
pembangunan nasional, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara,
pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam,
serta teknologi tinggi yang stratégis, konservasi, dan standardisasi nasional.Dengan
demikian, semua kewenangan di luar wilayah tersebut adalah kewenangan daerah.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 23/2014 yang mengatur


urusan pemerintahan alà UU Nomor 5/1974 lagi, yaitu dengan doktrin cara ultra vires.
Perbedaannya, perincian UU Nomor 32/2004 diatur dalam PP, sedangkan pada UU
Nomor 23/2014 dicantumkan dalam lampiran yang merupakan bagian tak terpisahkan
dengan UU Nomor 23/2014.
Dalam UU Nomor 23/2014, urusan pemerintahan diperinci menjadi tiga sebagai
berikut:
- urusan pemerintahan absolut (wujud kewenangan pemerintahan pusat):
- urusan pemerintahan konkurcn (dibagi antara pemerintah pusat, daerah provinsi,
dan daerah kabupaten / kota):
- urusan pemerintah umum (urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
presiden sebagai kepala pemerintahan)

Anda mungkin juga menyukai