Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH

Dosen Pengampu : Dr. DONNA OKTHALIA SETIABUDHI SH, MH


Mata Kuliah : Hukum Pemerintahan Daerah

Disusun Oleh :

ANTONIUS LAWERI – 210711010509

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM UNIVERSITAS SAM RATULANGI


MANADO

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Dengan kehendak-Nya,


penulis dapat menyelesaikan tugas makalah tentang Hukum pemerintah daerah.
Mengenai Pengertian Hukum Pemda, Pengertian Otonomi Daerah, Asas-asas
Pemerintahan Daerah, Instrumen Hukum Pemerintahan Daerah.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum
Pemerintahan Daerah. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan
tentang Pengertian Hukum Pemda, Pengertian Otonomi Daerah, Asas-asas
Pemerintahan Daerah, Instrumen Hukum Pemerintahan Daerah. Dalam Hukum
Pemenrintahan Daerah bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah memberikan semangat dan motivasi dalam pembuatan
tugas makalah ini. Kepada kedua orang tua yang telah memberikan banyak
kontribusi, dan juga kepada teman-teman seperjuangan yang membantu
dalam berbagai hal.
Harapan penulis, informasi dan materi yang terdapat dalam makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Manado, 18 November 2022

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan
efektifitas penyelenggaraan otonomi daerah, harus memperhatikan hubungan
antar susunan pemerintahan. Hal tersebut dilakukan agar pemerintah mampu
menjalankan tugasnya, daerah diberikan kewenangan yang seluas-luasnya
disertai dengan pemberian hak dan kewajiban untuk menyelenggarakan
otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan
negara. Sesuai dengan amanat Undang Undang Dasar 1945 Negara Republik
Indonesia di dalam Pasal 18, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan urusan pemerintahan menurut asas otonomi
dan pembantuan.
Perihal otonomi dan penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur di
dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
sebagai pengganti Undang-Undang No. 22 Tahun 1999. Jika di dalam UU
No. 22 Tahun 1999 lebih menitikberatkan pada penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas
desentralisasi, maka dalam UU No. 23 Tahun 2014 ini pada prinsipnya
untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih
mengutamakan pelaksanaan asas otonomi dan tugas pembantuan.
Dalam undang-undang tersebut yang dimaksud prinsip otonomi yang
seluas luasnya adalah daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur
semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah, hal
tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan
umum, dan daya saing daerah. Sebagai realisasi atas undang-undang
pemerintahan daerah, maka pemerintah daerah meresponnya dengan cara
membuat berbagai regulasi atau peraturan untuk mendukung pelaksanaan
otonomi di daerahnya. Peraturan yang dibuat oleh pemerintah daerah
merupakan salah satu penyangga (stick holder) atas pelaksanaan otonomi
daerah. Untuk mewujudkan pelaksanaan undang-undang dan peraturan
daerah yang telah dibuat, maka pemerintah daerah khususnya, memerlukan
suatu perangkat pelaksanaan baik berupa organisasi maupun sumber daya
manusia.
Suatu kewenangan yang dimiliki pemerintah daerah dalam terminologi
otonomi tersebut memungkinkan dibuatnya berbagai perangkat-perangkat
berupa aparatur daerah yang berfungsi sebagai pendukung dari pelaksanaan
pemerintahan di daerahnya. Salah satu aparatur yang bertugas sebagai
pendukung dari pelaksanaan pemerintahan daerah adalah Satuan Polisi
Pamong Praja (Satpol PP). Satuan ini merupakan perangkat pemerintah
daerah yang bertugas membantu kepala daerah dalam pelaksanaan jalannya
pemerintahan dan sebagai suatu pasukan barisan dalam bidang ketenteraman
dan ketertiban umum, seperti yang disebutkan pada Pasal 148 ayat (1) UU
No.23 Tahun 2014 :
“Untuk membantu kepala daerah dalam menegakkan Perda dan
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dibentuk
Satuan Polisi Pamong Praja”. Untuk mengantisipasi perkembangan dan
dinamika kegiatan masyarakat sehubungan dengan tuntutan era globalisasi
dan otonomi daerah, maka kondisi ketentraman dan ketertiban umum daerah
yang kondusif merupakan suatu kebutuhan mendasar bagi seluruh
masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya.
Pemerintahan Daerah itu sendiri menurut Undang – undang Nomor 32
Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang – undang
Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat (2) adalah
“Pemerintah Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi yang seluasluasnya dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-
undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.” Prinsip otonomi
seluas – luasnya yang dimaksud dalam undang – undang tersebut adalah
daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur sseluruh urusan
pemerintahan di luar yang menjadi urusan pemerintah pusat.
Sebagai realisasi atas undang – undang yang mengatur mengenai
pemerintahan daerah, maka pemerintah daerah harus memberikan respon
atau tanggapan dengan cara membuat berbagai regulasi untuk mendukung
pelaksanaan otonomi daerahnya. Regulasi yang dibuat oleh pemerintah
daerah merupakan salah satu penyangga terlaksananya otonomi daerah.
Untuk mewujudkan pelaksanaan undang – undang dan peraturan yang telah
dibuat, maka pemerintah daerah memerlukan suatu perangkat pelaksanaan
baik berupa organisasi maupun sumber daya manusia.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas ada beberapa permasalahan yang
akan dibahas dalam makalah ini antara lain:
1) Apa yang dimaksud dengan Hukum Pemerintahan Daerah?
2) Apa itu Otonomi Daerah?
3) Apa saja Asas – asas Pemerintahan Daerah?
4) Instrumen Hukum Pemerintahan Daerah?

3. Tujuan
1) Untuk mengetahui apa yang dimaksud denga Hukum Pemerintahan
Daerah
2) Untuk mengetahui apa itu otonomi daerah
3) Untuk mengetahui apa saja asas – asas pemerintahan daerah
4) Instrument hukum pemerintahan daerah
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Hukum Pemerintahan Daerah


Hukum Pemerintahan Daerah" adalah hukum yang mendasari,mengatur
penyelenggaraan serta pengelolaan  pemerintahan daerah (pemerintahan
lokal). Secara yuridis, kekeliruan atau salah menggunakan istilah
pemerintahan daerah dan pemerintah daerah memang tidak terlepas dari apa
yang terjadi sebelum diundangkanya UU No 22 Tahun 1999. Dalam konteks
ini, UU No 5 Tahun 1974 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
"pemerintah daerah" itu adalah kepala daerah dan DPRD. Dengan rumusan
yang demikian, maka UU No 5 Tahun 1974 tidak mengenal istilah
"pemerintahan daerah" sebagaimana halnya dengan UU No 22 Tahun 1992.
Berdasarkan UU No.22 Tahun 1999 dan UU No 32 Tahun 2004 serta
undang-undangan perubahannya, mengenal istilah "Pemerintahan Daerah"
dan "Pemeritah Daerah". Menurut UU No 22 Tahun 1999 yang dimaksud
dengan "pemerintahan daerah" adalah  adalah penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah Otonom oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut
asas Desentralisasi. sedangkan yang dimaksud dengan "Pemerintah Daerah"
adalah adalah Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom yang lain
sebagai Badan Eksekutif Daerah. Dari pengertian yang diberikan terhadap
istilah "pemerintahan daerah" dan "pemerintah daerah" itu, maka Kepala
Daerah atau DPRD adalah bagian dari Pemerintahan Daerah. Pemerintahan
daerah tidak identik dengan pemerintah daerah, melainkan pemerintah
daerah adalah bagian dari pemerintahan daerah.
Memahami apa yang dimaksud dengan "pemerintahan daerah" dan
"pemerintah daerah" itu dan dikaitkan dengan Hukum Pemerintahan Daerah,
maka Hukum Pemerintahan Daerah akan mengkaji hal-hal yang berkenaan
dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah otonom oleh Pemerintah
Daerah dan DPRD. Artinya Hukum Pemerintahan Daerah akan mempelajari
penyelenggaraan "pemerintahan daerah otonom" dari sisi hukum. Jadi,
Hukum Pemerintahan Daerah tidak semata-mata mengkaji soal Pemerintah
Daerah dan DPRD, melainkan yang menjadi esensinya kajiannya secara
hukum adalah mengenai Pemerintahan Daerah Otonom. Hukum
Pemerintahan Daerah merupakan mata kuliah yang memandang
pemerintahan daerah dari aspek hukum, asas, teori, serta konsep dan struktur
tata pemerintahan daerah antara lain :
a. bagaimana pilihan bentuk Negara berdampak pada bentuk
pemerintahan daerah
b. bagaimana pembagian urusan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah berdasarkan Teori Residu
c. bagaimana implementasi asas-asas pemerintahan daerah
d. bagaimana perubahan politik hukum pengaturan pemerintahan
daerah
e. bagaimana prinsip pemerintahan daerah menurut Pasal 18 UUD
1945 (sebelum dan sesudah amandemen)
f. bagaimana otonomi daerah berimplikasi pada bidang politik,
ekonomi, social budaya, dan hukum
g. bagaimana teori dan praktek sistem pemerintahan desa

2. Pengertian Otonomi Daerah


Otonomi atau autonomy berasal dari bahasa Yunani, auto yang berarti
sendiri dan nomos yang berarti hukum atau peraturan. Menurut
Encyclopedia of Social Science, bahwa otonomi dalam pengertian orisinal
adalah the legal self sufficiency of social body and its actual independence.
Jadi ada 2 ciri hakikat dari otonomi yakni legal self sufficiency dan actual
independence. Dalam kaitannya dengan politik atau pemerintahan, otonomi
daerah berarti self government atau the condition of living under one’s own
laws.
Jadi otonomi daerah adalah daerah yang memiliki legal self sufficiency
yang bersifat self government yang diatur dan diurus oleh own laws. Karena
itu, otonomi lebih menitik-beratkan aspirasi daripada kondisi.
Koesoemahatmadja sebagaimana dikutip I Nyoman S berpendapat
bahwa menurut perkembangan sejarah di Indonesia, otonomi selain
mengandung arti perundangan (regeling), juga mengandung arti
pemerintahan (bestuur). Namun demikian, walaupun otonomi ini sebagai
self goverment, self sufficiency dan actual independence, keotonomian
tersebut tetap berada pada batas yang tidak melampaui wewenang
pemerintah pusat yang menyerahkan urusan kepada daerah.5 Otonomi,
menurut Manan sebagaimana yang dikutip Sondang P.S mengandung arti
kemandirian untuk mengatur dan mengurus urusan (rumah tangganya)
sendiri.6 Kemandirian, menurut Syafrudin, sebagaimana yang dikutip I
Nyoman S bukan berarti kesendirian, bukan pula sendiri-sendiri karena tetap
bhinneka tunggal ika, melainkan untuk memecahkan masalah-masalah
daerahnya sendiri tidak selalu dan terlalu menggantungkan diri kepada
pemerintah pusat.
Otonomi daerah, menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
5 Tahun 1974, adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur
dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Sedangkan menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 22 Tahun 1999, otonomi daerah adalah kewenangan
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. UU. No. 32 Tahun 2004 dan UU
No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mendefinisikan otonomi
daerah sebagai wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa otonomi daerah pada


hakikatnya adalah :
a. Hak mengurus rumah tangga sendiri bagi suatu daerah otonom.
Hak tersebut bersumber dari wewenang pangkal dan urusan-
urusan pemerintah (pusat) yang diserahkan kepada daerah. Istilah
sendiri dalam mengatur dan mengurus rumah tangga merupakan
inti keotonomian suatu daerah; penetapan kebijaksanaan sendiri,
pelaksanaan sendiri, serta pembiayaan dan pertanggungjawaban
daerah sendiri, maka hak itu dikembalikan kepada pihak yang
memberi, dan berubah kembali menjadi urusan pemerintah
(pusat);
b. Dalam kebebasan menjalankan hak mengurus dan mengatur
rumah tangga sendiri, daerah tidak dapat menjalankan hak dan
wewenang otonominya itu di luar batas-batas wilayah daerahnya;
c. Daerah tidak boleh mencampuri hak mengatur dan mengurus
rumah tangga daerah lain sesuai dengan wewenang pangkal dan
urusan yang diserahkan kepadanya;

Otonomi tidak membawahi otonomi daerah lain, hak mengatur


dan mengurus rumah tangga sendiri tidak merupakan subordinasi
hak mengatur dan mengurus rumah tangga daerah lain. Dengan
demikian suatu daerah otonom adalah daerah yang self goverment,
self sufficiency, self authority, dan self regulation maupun
horisontal karena daerah otonom memiliki actual independence.
Indikator suatu daerah menjadi otonom setelah melaksanakan
kebijakan otonomi daerah meliputi makna daerah itu telah secara
nyata menjadi satuan masyarakat hukum, satuan unit ekonomi
publik, satuan unit sosial budaya, satuan unit lingkungan hidup
(lebensraum) dan menjadi satuan subsistem politik nasional.
Dimasa lalu, banyak masalah terjadi di daerah yang tidak
tertangani secara baik karena keterbatasan kewenangan pemerintah
daerah di bidang itu. Ini berkenaan antara lain dengan konflik
pertanahan, kebakaran hutan, pengelolaan pertambangan, perizinan
investasi, kerusakan lingkungan, alokasi anggaran dari dana subsidi
pemerintah pusat, penetapan prioritas pembangunan, penyusunan
organisasi pemerintahan yang sesuai dengan kebutuhan daerah,
pengangkatan dalam jabatan struktural, perubahan batas
administrasi, pembentukan kecamatan, kelurahan dan desa, serta
pemilihan kepala daerah.
Dengan pernah berlakunya UU No. 22 Tahun 1999, UU No. 32
Tahun 2004 dan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, kewenangan itu didesentralisasikan ke daerah. Artinya,
pemerintah dan masyarakat di daerah dipersilahkan mengurus
rumah tangganya sendiri secara bertanggungjawab. Pemerintah
pusat tidak lagi mempatronasi, apalagi mendominasi mereka. Peran
pemerintah pusat dalam konteks desentralisasi ini adalah melakukan
supervisi, memantau, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan
otonomi daerah.10 Peran ini tidak ringan, tetapi juga tidak
membebani daerah secara berlebihan. Karena itu, dalam rangka
otonomi daerah diperlukan kombinasi yang efektif antara visi yang
jelas serta kepemimpinan yang kuat dari pemerintah pusat, dengan
keleluasaan berprakarsa dan berkreasi dari pemerintah daerah.
Visi otonomi daerah itu sendiri dapat dirumuskan dalam tiga
ruang lingkup interaksinya yang utama yakni politik, ekonomi serta
sosial dan budaya.11 Selanjutnya Supian Hamim dan Indra Mukhlis
menjelaskan bahwa visi otonomi daerah merupakan rumusan dari
ruang lingkup politik, sosial-budaya dan ekonomi dari suatu daerah
yang saling berinteraksi satu sama lainnya dalam rangka efektivitas
program pembangunan
Dibidang politik, karena otonomi daerah adalah buah dari
kebijakan desentralisasi dan demokratis, maka ia harus dipahami
sebagai sebuah proses untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala
pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis,
memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan
yang responsif terhadap kepentingan masyarakat luas, dan
memelihara suatu mekanisme pengambilan keputusan yang taat
pada asas pertanggung-jawaban publik. Demokratis pemerintah juga
berarti transparansi kebijakan. Artinya, untuk setiap kebijakan yang
diambil, harus jelas siapa yang memprakarsai kebijakan itu, apa
tujuannya, berapa ongkos yang harus dibayar, siapa yang akan
diuntungkan, apa resiko yang harus ditanggung, dan siapa yang
bertanggung jawab jika kebijakan itu gagal. Otonomi daerah juga
berarti kesempatan membangun struktur pemerintahan yang sesuai
dengan kebutuhan daerah, membangun sistem dan pola karir politik
dan administrasi yang kompetitif, serta mengembangkan sistem
manajemen pemerintahan yang efektif.
Di bidang ekonomi, otonomi daerah di satu pihak harus
menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di
daerah, dan dilain pihak terbukanya peluang bagi pemerintah daerah
mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk
mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya.
Dalam konteks ini, otonomi daerah akan memungkinkan lahirnya
berbagai prakarsa pemerintah daerah untuk menawarkan fasilitas
investasi, memudahkan proses perijinan usaha, dan membangun
berbagai infrastruktur yang menunjang perputaran ekonomi
didaerahnya. Dengan demikian, otonomi daerah akan membawa
masyarakat ke tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dari waktu ke
waktu.
Di bidang sosial dan budaya, otonomi daerah harus dikelola
sebaik mungkin demi menciptakan dan memelihara harmonisassi
sosial diantara kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat.
Pada saat yang sama ia juga wajib memelihara nilai-nilai lokal yang
dipandang bersifat kondusif terhadap kemampuan masyarakat
merespon dinamika kehidupan di sekitarnya.
Untuk menjamin suksesnya pelaksanaan otonomi daerah
diperlukan komitmen yang kuat dari kepemimpinan yang konsisten
dari pemerintah pusat. Dari pemerintah daerah juga di harapkan
lahirnya pemimpin-pemimpin pemerintahan yang demokratis,
DPRD yang mampu menjembatani antara tuntutan rakyat dengan
kemampuan pemerintah, organisasi masyarakat yang mampu
memobilisasi dukungan terhadap kebijakan yang menguntungkan
masyarakat luas, kebijakan ekonomi yang berpihak pada pembukaan
lapangan kerja dan kemudahan berusaha, serta berbagai pendekatan
sosial budaya yang secara terus menerus menyuburkan
keharmonisan dan solidaritas antar warga.
Pengertian otonomi daerah adalah keleluasaan dalam bentuk
hak dan wewenang serta kewajiban dan tanggung jawab badan
pemerintah daerah untuk mengurus dan mengatur rumah tangga
daerahnya sebagai manivestasi dari desentralisasi. Sebagai
kosekuensi pemberian otonomi kepada daerah dalam wujud hak dan
wewenang mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya,
pemerintah daerah berkewajiban untuk
mempertanggungjawabkannya baik kepada negara dan bangsa,
maupun kepada masyarakat dan lingkungannya. Jadi otonomi
daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan aturan yang
ada. Perwujudan konsep desentralisasi pada tingkat daerah adalah
otonomi daerah sehingga dengan demikian, otonomi daerah
merupakan implikasi dari diterapkannya kebijakan desentralisasi
dalam suatu negara.
Tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk
memungkinkan daerah yang bersangkutan mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri, untuk meningkatkan daya guna dan hasil
guna penyelenggaraan pemerintah dalam rangka pelayanan terhadap
masyarakat dan pelaksanaan pembangunan.
Dengan mengacu pada ide yang hakiki dalam konsep otonomi
daerah, tujuan pemberian otonomi kepada daerah setidak-tidaknya
akan meliputi 4 aspek sebagai berikut:
a. Dari Segi politik adalah untuk mengikutsertakan,
menyalurkan inspirasi masyarakat, baik untuk
kepentingan daerah sendiri, maupun untuk mendukung
politik dan kebijaksanaan nasional dalam rangka
pembangunan dalam proses demokrasi di lapisan bawah.
b. Dari segi menejemen pemerintahan, adalah untuk
meningkatkan daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam
memberikan pelayanan terhadap masyarakat dengan
memperluas jenis-jenis pelayanan dalam berbagai bidang
kebutuhan masyarakat.
c. Dari segi kemasyarakatan, untuk meningkatkan
pastisipasi serta menumbuhkan kemandirian masyarakat,
sehingga masyarakat makin mandiri, dan tidak terlalu
banyak bergantung pada pemberian pemerintah serta
memiliki daya saing yang kuat dalam proses
penumbuhannya.
d. Dari segi ekonomi pembangunan, adalah untuk
melancarkan pelaksanaan program pembangunan guna
tercapainya kesejahteraan rakyat yang makin meningkat
dengan demikian, inti pelaksanaan otonomi daerah
adalah terdapatnya keleluasaan pemerintah daerah
(discretionary power) untuk menyelenggarakan
pemerintah sendiri atas dasar prakarsa, kreativitas dan
peranserta aktif masyarakat dalam rangka
mengembangkan dan memajukan daerah. Memberikan
otonomi daerah tidak hanya berarti melaksanakan
demokrasi di lapisan bawah, tetapi juga mendorong
otoaktivitas untuk melaksanakan sendiri apa yang
dianggap penting bagi lingkungan sendiri.
Tujuan utama dari kebijakan desentralisasi adalah, di
satu pihak, membebaskan pemerintah pusat dari beban-
beban yang tidak perlu dalam menangani urusan domestik,
sehingga ia berkesempatan mempelajari, memahami,
merespon berbagai kecenderungan global dan mengambil
manfaat dari padanya. Pada saat yang sama, pemerintah
pusat diharapkan lebih mampu berkonsentrasi pada
perumusan kebijakan makro nasional yang bersifat strategis.
Di lain pihak, dengan desentralisasi kewenangan pemerintah
ke daerah, maka daerah akan mengalami proses
pemberdayaan yang signifikan. Kemampuan prakarsa dan
kreativitas mereka akan terpacu, sehingga kapabilitas dalam
mengatasi berbagai masalah domestik akan semakin kuat.
Desentralisasi merupakan simbol dari adanya ’trust’ dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Ini akan
dengan sendirinya mengembalikan harga diri pemerintah
dan masyarakat daerah. Kalau dalam sistem yang
sentralistik mereka tidak bisa berbuat banyak dalam
mengatasi berbagai masalah, akibat dari tiada atau
kurangnya kewenangan yang mereka miliki, dalam sistem
otonomi ini mereka ditantang untuk secara kreatif
menemukan solusi-solusi atas berbagai masalah yang
dihadapi.
Prinsip pemberian otonomi kepada daerah adalah
prinsip demokrasi, pemberdayaan masyarakat dan aparat
serta pelayanan umum, pemerataan dan keadilan dengan
memperhatikan keanekaragaman daerah. Pemerintah daerah
memiliki keleluasaan dalam pengambilan keputusan yang
terbaik dalam batas-batas kewenangannya untuk
mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya guna
mendukung kualitas pelayanan kepada masyarakat. Hal
yang mendasar dalam UU otonomi daerah adalah
mendorong dan memberdayakan masyarakat, menumbuh
kembangkan prakarsa dan kreativitas dengan menempatkan
masyarakat sebagai pelaku utama dalam pelaksanaan
pembangunan, mengembangkan peran dan fungsi DPRD.
Dengan paradigma baru, pemerintah daerah diharapkan
lebih siap menyongsong setiap perubahan yang terjadi di
masa datang. Nilai demokrasi akan memberi ruang yang
lebih leluasa bagi masyarakat dalam menentukan pilihan
dan mengekspreskan diri secara rasional sehingga dominasi
kekuatan negara akan dikurangi. Dalam penyelenggaraan
negara, aparat hendaknya tidak harus selalu melaksanakan
sendiri tetapi justru lebih banyak bersifat mengarahkan,
steering reather than rowing atau memilih kombinasi paling
optimal antara melaksanakan atau mengarahkan. Sesuatu
yang telah dilakukan masyarakat hendaknya tidak lagi
dilaksanakan pemerintah.
Otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa
perwujudan tanggung jawab sebagai konsekwensi
pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam
bentuk tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah
dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa
peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang
semakin baik, pengembangan kehidupan, demokrasi,
keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang
serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam
kerangka menjaga keutuhan NKRI.
Motivasi dan urgensi pemberian otonomi daerah
adalah; Pertama, karena kebhinnekaan kehidupan
masyarakat. Kedua, pengakuan dan penghormatan atas
sendi-sendi kehidupan berbangsa, bernegara,
berpemerintahan dan bermasyarakat. Ketiga,
pendayagunaan pengelolaan potensi daerah kehidupan.
Keempat, pemerataaan kemampuan daerah dengan
memperhatikan kondisi daerah yang berbeda dan tetap
berada dalam satu wawasan nusantara. Berdasarkan uraian
tersebut dapat disimpulkan bahwa urgensi dan motivasi
pemberian otonomi kepada daerah meliputi : pertama,
upaya peningkatan efesiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pemerintahan. Kedua, upaya melancarkan
pelaksanaan pembangunan. Ketiga, meningkatkan peran
masyarakat dalam proses demokratisasi pemerintahan.
3. Asas – asas Pemerintahan Daerah
Asas penyelenggaraan pemerintahan daerah ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan sebagai pedoman pelaksanaan pemerintahan daerah.
Berkaitan dengan hal tersebut, terdapat pula perwujudan asas otonomi
daerah. Indonesia merupakan negara yang menerapkan otonomi daerah. Hal
tersebut tercantum dalam Pasal 22D Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945 (UUD 1945).
Pemerintah daerah ditegaskan dalam Bab VI tentang Pemerintah
Daerah, khususnya Pasal 18 ayat (1) hingga (7) UUD 1945. Hal ini
menunjukkan, Indonesia menjalankan urusan pemerintahan menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan. Berkaitan dengan pelaksanaannya, terdapat
peraturan perundang-undangan yang mengatur. Hal ini selaras dengan
pernyataan Pasal 18 ayat (7) UUD NRI 1945 menyampaikan bahwa susunan
dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-
undang.
Asas itu merupakan dasar sesuatu,  pedoman atau sesuatu yang
dianggap kebenaran, yang menjadi tujuan berpikir dan prinsip yang menjadi
pegangan. Penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak terlepas dari
penyelenggaraan pemerintahan pusat, karena pemerintahan daerah
merupakan bagian dari penyelenggaraan pemerintahan negara.  Asas dan
prinsip pemerintahan daerah menggunakan asas desentralisasi,
dekonsentralisasi dan tugas pembantuan. Penyelenggaraan
asas desentralisasi secara utuh dan bulat yang dilaksanakan di daerah
kabupaten dan kota.   Asas tugas pembantuan yang dapat dilaksanakan di  
daerah provinsi, kabupaten, kota, dan desa.  Untuk membahasnya bisa
diuraikan secara sederhana tentang asas penyelenggaraan pemerintahan
daerah sebagai berikut  :
a. Asas Desentralisasi
yaitu penyerahan sebagian urusan pemerintah pusat kepada
daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Maksud dari sebagian urusan karena tidak semua urusan dapat
diserahkan kepada daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota.
Urusan Pertahanan dan Keamanan ( Hankam )  dan moneter
misalnya masih menjadi urusan pemerintah pusat. Kenapa
demikian ? Apabila urusan Pertahanan dan keamanan apabila
diserahkan kepada daerah maka hal ini bisa menimbulkan
keberanian daerah untuk melawan pemerintah pusat, demikian
juga urusan moneter apabila diserahkan kepada daerah maka
dikhawatirkan akan menjadikan kesenjangan dan perbedaan pada
mata uang.  Demikian juga urusan peradilan tetap menjadi
urusan pemerintah pusat, apabila diserahkan kepada daerah maka
gerakan sparatis yang dijatuhi hukuman karena melakukan
pemberontakan kepada pemerintah pusat malah  bisa bisa
dianggap sebagai pahlawan oleh daerahnya.

b. Asas dekonsentrasi
merupakan pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat atau
pejabat  di atasnya ( Wilayah Provinsi ) melimpahkan
wewenangnya kepada kepala Kantor departemen di Kabupaten.
Beberapa keuntungan asas pemerintahan daerah dekonsentrasi
yakni :
a) Mampu mengurangi keluhan akan undang-undang
maupun peraturan lain yang diterbitkan oleh pemerintah.
b) Bisa membantu aparat pemerintahan yang tengah
melaksanakan informasi atau memegang amanat dari
pemerintahan daerah. Kemudian amanat ini diteruskan
kepada pemerintahan pusat.
c) Mempermudah rakyat berkomunikasi langsung kepada
pemerintahan daerah.

c. Asas Pembantuan (Medebewind)


Mede berasal dari bahasa Belanda yang artinya “ikut serta”
sedangkan bewind artinya berkuasa atau memerintah. Jadi
Pemerintah daerah ikut serta dalam mengurus suatu urusan,
namun demikian urusan itu harus dipertanggungjawabkan
kepada pemerintah pusat. Tugas pembantuan merupakan upaya
pemerintahan pusat terkait peningkatan efektifitas pelayanan
umum dengan merata. Fungsi asas ini lebih condong ke media
dalam rangka pengembangan pembangunan daerah tertentu. 

4. Instrumen Hukum Pemerintah Daerah


Dalam kerangka HAN, Pemerintah mempunyai beberapa instrumen
untuk menjalankan fungsinya, antara lain sebagai berikut.
a. Peraturan perundang – undangan (Act)
Pelaksanaan kebijakan negara dalam kerangka hukum
administrasi yang dilaksanakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan merupakan wujud dari konsep negara
hukum yang menghendaki agar setiap penyelenggaraan
pemerintahan negara wajib dilaksanakan berdasarkan hukum.
Dalam lingkup hukum ketatanegaraan, peraturan
perundangundangan merupakan instrumen hukum yang dibentuk
baik oleh lembaga legislatif, eksekutif, maupun dibentuk oleh
legislatif dan eksekutif untuk mendapat persetujuan bersama.
b. Keputusan Tata Usaha Negara (Verwaltungsakt)
Keputusan Tata Usaha Negara merupakan pernyataan
sepihak dari organ instansi pemerintah yang bertujuan untuk
menciptakan, mengubah, ataupun menghilangkan hubungan-
hubungan hukum.25 Terdapat istilah-istilah dalam Pasal-Pasal
UU No. 30 Tahun 2014, antara lain yaitu:
a) Keputusan Administrasi Pemerintahan;
b) Keputusan Tata Usaha Negara; serta
c) Keputusan Administrasi Negara.
Semua istilah di atas disebut Keputusan, yakni
ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahandalam penyelenggaraan
pemerintahan. Berdasarkan Pasal 87 huruf b UU No. 30
Tahun 2014, mengatur bahwa: “Dengan berlakunya
Undang-Undang ini, Keputusan Tata Usaha Negara ...
harus dimaknai sebagai Keputusan Badan dan/atau
Pejabat Tata Usaha Negara di lingkungan eksekutif,
legislatif, yudikatif, dan penyelenggara negara lainnya.”
Frasa “dan penyelenggara negara lainnya” dalam
ketentuan di atas bisa saja mengundang perdebatan.
Misalnya, bagaimana dengan keputusan yang
dikeluarkan oleh badan hukum privat swasta yang juga
menjalankan fungsi pemerintahan negara, apakah dapat
dikualifikasikan ke dalam organ pemerintahan.
Diketahui bahwa dalam perkembangan pemerintahan
negara, pihak swasta juga diberikan porsi untuk
mengelola kebijakan negara.
c. Peraturan Kebijakan (Freies Ermessen/Discretionary Power)
Peraturan kebijakan biasanya disebut dengan peraturan
semu atau pseudo wetgeving yang berfungsi manakala tidak
ditemukan suatu peraturan yang melandasi tindakan pemerintah,
namun bersifat urgen terhadap permasalahan yang dihadapi
pemerintah.26 Istilah Peraturan Kebijakan tidak ditemukan
dalam UU No. 30 Tahun 2014, namun memiliki makna yang
sama dengan istilah Diskresi.
d. Perencanaan (Het Plan)
Dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, pemerintah
wajib mencanangkan rencana-rencana pemerintah dalam suatu
periode tertentu, yang biasa dituangkan berupa RPJM ataupun
RPJP. Penjelasan Pasal 14 ayat (7) dalam lampiran UU No. 30
Tahun 2014, KTUN erat kaitannya dengan rencana-rencana kerja
pemerintah.
e. Perizinan (Concesie)
Berdasarkan UU No. 30 Tahun 2014, terdapat sedikit
perbedaan pengertian antara izin, konsesi, dan dispensasi.
Berdasarkan Pasal 1 angka 19 UU No. 30 Tahun 2014,
menjelaskan bahwa: “Izin adalah Keputusan Pejabat
Pemerintahan yang berwenang sebagai wujud persetujuan atas
permohonan Warga Masyarakat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.” Berdasarkan Pasal 1 angka 20
UU No. 30 Tahun 2014, menjelaskan bahwa: “Konsesi adalah
Keputusan Pejabat Pemerintahan yang berwenang sebagai wujud
persetujuan dari kesepakatan Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan dengan selain Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan dalam pengelolaan fasilitas umum dan/atau
sumber daya alam dan pengelolaan lainnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan.” Berdasarkan Pasal 1
angka 21 UU No. 30 Tahun 2014, menjelaskan bahwa:
“Dispensasi adalah Keputusan Pejabat Pemerintahan yang
berwenang sebagai wujud persetujuan atas permohonan Warga
Masyarakat yang merupakan pengecualian terhadap suatu
larangan atau perintah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.” Namun pada hakikatnya, baik izin,
konsesi, maupun dispensasi adalah izin karena mengandung
adhesi dan kontrak satu sisi.28 Hal ini berbeda dengan kontrak
dalam lingkup hukum perdata, yang didasarkan pada kesesuaian
dengan kehendak.
f. Hukum Keperdataan
Selain bertindak dengan menggunakan hukum publik,
pemerintah juga dapat bertindak berdasarkan instrument hukum
keperdataan. Misalnya menjalin kerja sama dengan pihak swasta
atau dalam lalu lintas hukum perdata seperti jual beli.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
 Berdasarkan UU No.22 Tahun 1999 dan UU No 32 Tahun 2004 serta
undang-undangan perubahannya, mengenal istilah "Pemerintahan Daerah"
dan "Pemeritah Daerah". Menurut UU No 22 Tahun 1999 yang dimaksud
dengan "pemerintahan daerah" adalah  adalah penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah Otonom oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut
asas Desentralisasi. sedangkan yang dimaksud dengan "Pemerintah Daerah"
adalah adalah Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom yang lain
sebagai Badan Eksekutif Daerah. Dari pengertian yang diberikan terhadap
istilah "pemerintahan daerah" dan "pemerintah daerah" itu, maka Kepala
Daerah atau DPRD adalah bagian dari Pemerintahan Daerah. Pemerintahan
daerah tidak identik dengan pemerintah daerah, melainkan pemerintah
daerah adalah bagian dari pemerintahan daerah.
 Otonomi daerah adalah daerah yang memiliki legal self sufficiency yang
bersifat self government yang diatur dan diurus oleh own laws. Karena itu,
otonomi lebih menitik-beratkan aspirasi daripada kondisi
 Asas tugas pembantuan yang dapat dilaksanakan di   daerah provinsi,
kabupaten, kota, dan desa.  Untuk membahasnya bisa diuraikan secara
sederhana tentang asas penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagai
berikut  : asas desentralisasi, asas dekosentrasi, asas pembantuan
 Pemerintah mempunyai beberapa instrumen untuk menjalankan fungsinya,
antara lain sebagai berikut: Peraturan perundang – undangan (Act),
keputusan tata usaha negara, peraturan kebijakan, perencanaan, perizinan,
hukum keperdataan.

DAFTAR PUSTAKA
 https://www.boyyendratamin.com/2015/07/hukum-pemerintahan-daerah-
pengertian.html
 https://repository.uir.ac.id/841/1/%2819%29%20PROSIDING%20SEMNAS
%20UMRAH%20%28OTDA%202017%29%20.pdF
 https://nanggulan.kulonprogokab.go.id/detil/842/azas-pemerintahan-daerah-
sebuah-artikel-yang-di-tulis-jawatan-praja-kapanewon-nanggulan#:~:text=Asas
%20dan%20prinsip%20pemerintahan%20daerah,desentralisasi%2C
%20dekonsentralisasi%20dan%20tugas%20pembantuan.
 https://jurnal.penerbitsign.com/index.php/sjh/article/download/v2n2-157-
173/55/

Anda mungkin juga menyukai