Anda di halaman 1dari 12

PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

DITINJAU DARI PERSPEKTIF POLITIK HUKUM NASIONAL

DISUSUN OLEH :

NAMA : NOVI. C. WALALOHUN

PRODI : KESMAS

SEMESTER : I

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)

MALUKU HUSADA

KAIRATU

2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan kasih sayanng-
Nya sehingga selesailah makalah “Ditinjau Dari Perspektif Politik Hukum Nasional” ini
dengan tepat waktu.

Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, pemerhati, dan


pengembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang. Penyusun makalah ini
masih jauh dari sempurna oleh sebab itu penyusun mengharapkan saran dan kritik dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Kairatu , November 2022

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................................

KATA PENGANTAR.........................................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................
A. Latar Belakang.........................................................................................................
B. Rumusan Maslah.....................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................
A. Otonomi Daerah.......................................................................................................
1. Definisi Otonomi Daerah .......................................................................................
2. Dasar Hukum Pelaksanaan Otonomi Daerah.........................................................
3. Asas-asas Pelaksanaan Otonomi Daerah................................................................
4. Bidang-bidang dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah.............................................
B. Pelaksanaan Otonomi Daerah ditinjau dari
Perspektif Politik Hukum Nasional..............................................................................
1. Politik Hukum Nasional.........................................................................................
2. Pelaksanaan Otonomi Daerah ditinjau dari
perspektif Politik Hukum Nasional........................................................................
C. Dasar Hukum Pemekaran Wilayah ..............................................................................
BAB III PENUTUP.............................................................................................................
A. Kesimpulan..............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perbaikan sistem pemerintahan dalam rangka membangun daerah pada masa


Orde Baru banyak mengalami kendala. Munculnya keinginan pemerintahan daerah untuk
melaksanakan pembangunan berdasarkan kemampuan dan kehendak daerahnya sendiri
ternyata dari tahun ke tahun masih jauh dari yang dicitakan. Adanya ketergantungan
fiskal, subsidi dan bantuan Pemerintah Pusat merupakan wujud ketidakberdayaan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam membiayai belanja daerah.

Kendala di atas salah satunya disebabkan karena terlalu dominannya


keikutsertaan (turut campurnya) Pemerintah Pusat terhadap pengelolaan Daerah. Pola
pendekatan yang sentralistik dan seragam telah dikembangkan Pemerintah Pusat pada
masa tersebut sebagai salah satu penyebab matinya inofasi dan kreativitas Daerah.
Pemerintah

Daerah kurang diberi keleluasaan (local discreation) untuk menentukan kebijakan


daerahnya sendiri. Kewenangan yang diberikan kepada Daerah tidak disertai dengan
pemberian infrastruktur yang memadai, penyiapan sumber daya manusia yang
profesional, dan pembiayaan yang adil. Akibatnya, yang terjadi bukannya tercipta
kemandirian Daerah, tetapi justru ketergantungan Daerah terhadap Pemerintah Pusat.
Dampak dari sistem yang selama masa orde baru diterapkan menyebabkan
Pemerintah Daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi masyarakat daerah.
Banyak proyek pembangunan daerah yang tidak menghiraukan manfaat yang dirasakan
masyarakat, karena beberapa proyek merupakan proyek titipan yang sarat dengan
petunjuk dan arahan dari Pemerintah Pusat.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa definisi otonomi daerah?


2. Apa dasar hukum pelaksanaan otonomi daerah?
3. Bagaimana pelasanaan otonomi daerak dalam persepektif hukum nasional?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Otonomi Daerah
1. Definisi Otonomi Daerah
Otonomi Daerah berasal dari bahasa Yunani yaitu Autos (sendiri) dan
Nomos (perintah), sehingga mengandung arti ”memerintah sendiri”.8 Sedangkan
definisi Otonomi Daerah secara istilah telah banyak dipaparkan oleh beberapa ahli,
diantaranya.
Definisi Otonomi Daerah juga dapat dilihat dalam Pasal 1 ayat 5 Undangundang
Nomor 32 Tahun 2004 yaitu:
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Baerdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
Otonomi Daerah merupakan bagian arah kebijakan yang diambil oleh pemerintah
untuk mengurangi sifat pemerintah yang cenderung terpusat dengan tidak
melibatkan pemerintah daerah untuk ikut berpartisipasi dalam pemerintahan.
Tentunya otonomi yang dimaksud masih dalam tataran pembatasan-pembatasan
dan kontrol yang telah diatur oleh Undang-undang Dasar, mapun peraturan
perundang-undangan yang ada.
2. Dasar Hukum Pelaksanaan Otonomi Daerah
Pelaksanaan Otonomi Daerah dalam sistem pemerintahan di Negara ini
didasarkan pada beberapa Peraturan Perundang-undangan,yaitu:
a. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat 1 hingga ayat 7
Undang-undang Dasar 1945 merupakan landasan yang kuat untuk
menyelenggarakan Otonomi Daerah. Pasal 18 UUD menyebutkan adanya
pembagian pengelolaan pemerintahan pusat dan daerah. Pemberlakuan
sistem otonomi daerah merupakan amanat yang diberikan oleh Undang
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).
Sedangkan pada amandemen kedua tahun 2000 untuk dilaksanakan
berdasarkan undang-undang yang dibentuk khusus untuk mengatur
pemerintahan daerah. UUD 1945 pasca-amandemen itu mencantumkan
permasalahan pemerintahan daerah dalam Bab VI, yaitu Pasal 18, Pasal 18A,
dan Pasal 18B yang selanjutnya pasal-pasal tersebut menjadi sebuah
ketentuan umum terhadap pelaksanaan otonomi daerah
b. TAP MPR RI Nomor XV/MPR/1998
Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai lembaga yang salah
satunya mempunyai kewenangan legeslasi pertama kali mengatur tentang
otonomi daerah dalam TAP MPR-RI No. XV/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Otonomi Daerah, yang memuat tentang: Pengaturan,
Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan, serta
perimbangan keuangan Pusat dan Daerah dalam rangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
3. Asas-asas Pelaksanaan Otonomi Daerah
Otonomi daerah dilaksanakan dengan memegang beberapa asas, yaitu:
a. Asas umum pemerintahan, meliputi:
 asas kepastian hukum;
 asas tertib penyelenggara negara;
 asas kepentingan umum;
 asas keterbukaan;
 asas proporsionalitas;
 asas profesionalitas;
 asas akuntabilitas;
 asas efisiensi; dan
 asas efektivitas.
b. Asas Desentralisasi
Asas penyelenggaraan otonomi daerah yang terpenting adalah
desentralisasi (Latin:decentrum). Desentralisasi dapat diartikan “lepas dari
pusat” atau “ tidak terpusat”. Desentralisasi sebagai suatu sistem yang dipakai
dalam bidang pemerintahan merupakan kebalikan dari sentralisasi. Dalam
sistem sentralisasi, kewenangan pemerintah, di pusat maupun di daerah,
dipusatkan dalam tangan pemerintahan pusat.
Desentralisasi sebagai penyerahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka NKRI terdapat
penyerahan wewenang. Wewenang itu adalah penyerahan sebagian
wewenang pusat ke daerah terhadap hal-hal tertentu yang diatur dalam
undang-undang.
Ada empat aspek yang menjadi tujuan desentralisasi atau otonomi
daerah dalam menata jalannya pemerintahan yang baik, yaitu:
 dalam hal politik, untuk mengikutsertakan, menyalurkan inspirasi dan
aspirasi masyarakat, baik untuk kepentingan daerah sendiri maupun untuk
mendukung kebijakan nasional dalam rangka pembangunan proses
demokrasi lapisan bawah.
 dalam hal manajemen pemerintahan, untuk meningkatkan daya guna dan
hasil guna penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam memberikan
pelayanan terhadap masyarakat dengan memperluas jenis-jenis pelayanan
dalam berbagai bidang kebutuhan masyarakat.
 dalam hal kemasyarakatan, untuk meningkatkan partisipasi serta untuk
menumbuhkan kemandirian masyarakat, dengan melakukan
usaha empowerment masyarakat, sehingga masyarakat makin mandiri dan
tidak terlalu banyak tergantung pada pemberian pemerintah serta memiliki
daya saing yang kuat dalam proses pertumbuhan.
 dalam hal ekonomi pembangunan, untuk melancarkan pelaksanaan
program pembangunan guna tercapainya kesejahteraan rakyat yang makin
meningkat.
c. Asas Dekonsentrasi
Dekonsentrasi merupakan pelimpahan wewenang dari pemerintah
pusat kepada pejabat-pejabat di daerah. Dalam UU Nomor 32 taun 2004
disebutkan bahwa Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang
pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah
Pusat dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.15
Pelimpahan kewewenang atas tata kelola pemerintahan berdasarkan
asas dekonsentrasi tersebut tetap menjadi tanggung jawab pemerintah pusat,
baik dari segi policy, perencanaan, pelaksanaan, maupun pembiayaan.
Mahfud MD dalam tulisannya menjelaskan mengenai perbedaan peran dan
kemunculan antara desentralisasi dengan dekonsentrasi dengan ungkapan
bahwa desentralisasi cenderung menguat ketika sistem politik tampil
d. Asas Tugas Pembantuan
Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah
dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa
serta dari pemerintah kabupaten kota kepada desa untuk melaksanakan tugas
tertentu.17 Asas tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada
daerah dan desa, dan dari daerah ke desa, untuk melaksanakan tugas
tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya
manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan
mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya. Pelaksanaan asas
tugas pembantuan ini dapat dilaksanakan di provinsi, kota, dan desa.
Oleh karena itu, pemerintah dalam melaksanakan asas tugas
pembantuan ini, pusat dapat menerapkan di provinsi sampai ke desa.
Demikian juga provinsi dapat memberikan tugas pembantuan kepada daerah
kabupaten/kota sampai ke desa-desa. Pelaksanaan tugas pembantuan ini
senantiasa untuk memperkuat kedaulatan Indonesia sebagai negara kesatuan.
4. Bidang-bidang dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah
Bidang-bidang yang menjadi wewenang Pemerintah Daerah karena adanya
pelimpahan kewenangan dari Pemerinta Pusat dalam rangka pelaksanaan otonomi
daerah adalah
a. Bidang pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, seperti
pekerjaan umum, perhubungan, kehutanan, dan perkebunan.
b. Bidang pemerintahan tertentu yang meliputi: (1) perencanaan dan
pengendalian pembangunan regional secara makro; (2) pelatihan bidang
tertentu, alokasi sumberdaya manusia dan penelitian yang mencakup provinsi;
(3) pengelolaan pelabuhan regional; (4) pengendalian lingkungan hidup,
promosi budaya/pariwisata; (5) penanganan penyakit menular dan hama
tanaman (6) perencanaan tata ruang provinsi.
c. Kewenangan daerah otonom Kabupaten/Kota setelah ada pernyataan dari
daerah yang bersangkutan tidak atau belum dapat melaksanakan
kewenangannya.
Pelaksanaan kewenangan tersebut dilakukan dengan menselaraskan
pelaksanaan otonomi yang nyata, luas, dan bertanggung jawab.
B. Pelaksanaan Otonomi Daerah ditinjau dari Perspektif Politik Hukum
Nasional
3. Politik Hukum Nasional
Mahfud MD dalam tulisannya yang lain juga menjelaskan bahwa politik
hukum merupakan legal policy yang telah atau akan dilaksanakan secara nasional
oleh pemerintah Indonesia yang meliputi:
a. Pembangunan hukum yang berintikan pembuatan dan pembaruan terhadap
materi-materi hukum agar dapat sesuai dengan kebutuhan,
b. Pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada termasuk penegasan fungsi
lembaga dan pembinaan para penegak hukum.
Dari penjabaran tersebut pengertian politik hukum mencakup proses
pembuatan dan pelaksanaan hukum yang dapat menunjukkan sifat dan ke arah
mana hukum akan dibangun dan ditegakkan. 21
4. Pelaksanaan Otonomi Daerah ditinjau dari perspektif Politik Hukum
Nasional
Bertolak dari beberapa definisi mengani politok hukum di atas, maka
melalui tulisan ini penulis berusaha memaparkan beberapa politik (tujuan /arah)
hukum nasional terhadap pelaksanaan Otonomi Daerah, baik yang
termuat/tersurat secara langsung dalam Undang-undang, maupun yang tidak
tersurat, baik dari segi ekonomi, sosial dan budaya, serta politik.
a. Otonomi Daerah ditinjau dari perspektif ekonomi
Perkembangan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat daerah
sebelum pemberlakuan otonomi daerah sangat memprihatinkan. Terjadi
berbagai ketimpangan dalam sektor ekonomi (pendapatan) daerah dan
kesejahteraan masyarakat, baik antara pemerintah daerah daerah lainnya,
maupun ketimpangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah itu
sendiri. Banyak terjadi daerah yang memiliki kekayaan dan sumberdaya alam
yang melimpah, namun dalam kenyataannya masyarakat di daerah tersebut
kurang bahkan tidak menikmatinya. Hal itulah yang mendorong policy politik
hukum nasional untuk memberikan kesempatan kepada daerah dalam
mengatur kekayaan, perekonomian dan kesejahteraan masyarakatnya secara
otonom (mandiri) dengan diberlakukannya otonomi daerah.
Kebijakan pelaksanaan Otonomi Daerah ditinjau dari perspektif
ekonomi juga bertujuan untuk memberdayakan kemampuan daerah serta
memberikan kesempatan bagi Daerah untuk mengembangkan dan
meningkatkan perekonomiannya.
b. Otonomi Daerah ditinjau dari perspektif sosial dan budaya
Ditinjau dari aspek sosial budaya, pelaksanaan Otonomi Daerah
merupakan salah satu bentuk pengakuan terhadap keanekaragaman Daerah,
baik itu suku bangsa, agama, nilai-nilai sosial dan budaya serta potensi
lainnya yang terkandung di daerah. Pengakuan pemerintah pusat terhadap
keberagaman Daerah merupakan suatu nilai penting bagi eksistensi Daerah.
Dengan pengakuan tersebut Daerah akan merasa setara dan sejajar dengan
suku bangsa lainnya, hal ini akan sangat berpengaruh terhadap upaya
mempersatukan bangsa dan negara.
Pelestarian dan pengembangan nilai-nilai budaya lokal akan dapat
ditingkatkan dimana pada akhirnya kekayaan budaya lokal akan memperkaya
khasanah budaya nasional. Hal mana selaras dengan politik hukum yang
terkandung dalam Udang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman dimana dalam undang-undang tersebut memuat politik hukum
nasional mengenai adanya pengakuan kearifan lokal “daerah” sebagai salah

c. Otonomi Daerah ditinjau dari perspektif politik


Pelaksanaan otonomi dan kewenangan Daerah ditinjau dari perspektif
politik merupakan suatu wujud dari pengakuan dan kepercayaan Pemerintah
Pusat kepada eksistensi Daerah. Pengakuan Pusat terhadap eksistensi Daerah
serta kepercayaan dengan memberikan kewenangan yang luas kepada Daerah
akan menciptakan hubungan yang harmonis antara Pusat dan
Daerah.25 Selanjutnya kondisi tersebut diharapkan dapat mendorong
tumbuhnya dukungan Daerah terhadap Pusat dimana akhirnya akan dapat
memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Kebijakan Otonomi Daerah
sebagai upaya pendidikan politik rakyat akan membawa dampak terhadap
peningkatan kehidupan politik di Daerah.
Kesatuan Republik Indonesia. Secara politis, Pemerintah Daerah juga diberikan
kewenangan (legitimasi) untuk membuat/menciptakan peraturan-peraturan daerah
(Perda) dengan harapan bahwa dengan adanya Perda tersebut dapat lebih
mempercepat pelaksanaan pembangunan daerah di berbagai bidang sesuai
dengan kondisi daerah tersebut, karena pada dasarnya daerahlah yang lebih
mengerti kehidupan ekonomi, sosial-budaya, serta faktor-faktor lain yang
melekat di daerah tersebut. Berbagai uraian pelaksanaan Otonomi Daerah ditinjau
dari perspektif politik hukum nasional tersebut di atas, seharusnya dijadikan
bijakan arah oleh seluruh komponen yang berkaitan dengan pelaksanaan otonomi
daerah itu sendiri, baik dalam level pemerintah pusat, maupun pemerintah daerah.
Namun yang terjadi, banyak pihak “oknum” yang mengabaikan arah tujuan
pelaksanaan otonomi daerah itu sendiri, misalnya dengan ditemukannya
beberapa penyimpangan terhadap pelaksanaan otonomi daerah di berbagai
daerah, baik ditingkatan pemerintah provinisi maupun kabupaten/kota.
C. Dasar Hukum Pemekaran Wilayah
UUD 1945 tidak mengatur perihal pembentukan daerah atau pemekaran suatu wilayah
secara khusus, namun disebutkan dalam Pasal 18B ayat (1) bahwa, “Negara mengakui
dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat
istimewa yang diatur dengan undang-undang.
Secara lebih khusus, UU Nomor 32 Tahun 2004 mengatur ketentuan mengenai
pembentukan daerah dalam Bab II tentang Pembentukan Daerah dan Kawasan Khusus.
Dapat dianalogikan, masalah pemekaran wilayah juga termasuk dalam ruang lingkup
pembentukan daerah. UU Nomor 32 Tahun 2004 menentukan bahwa pembentukan suatu
daerah harus ditetapkan dengan undang-undang tersendiri. Ketentuan ini tercantum
dalam Pasal 4 ayat (1). Kemudian, ayat (2) pasal yang sama menyebutkan sebagai
berikut. “Undang-undang pembentukan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
antara lain mencakup nama, cakupan wailayah, batas, ibukota, kewenangan
menyelenggarakan urusan pemerintahan, penunjukan penjabat kepala daerah, pengisian
keanggotaan DPRD, pengalihan kepegawaian, pendanaan, peralatan, dokumen, serta
perangkat daerah.
Legalisasi pemekaran wilayah dicantumkan dalam pasal yang sama pada ayat berikutnya
(ayat (3)) yang menyatakan bahwa, “Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan
beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah
menjadi dua daerah atau lebih.” Dan ayat (4) menyebutkan, “Pemekaran dari satu daerah
menjadi 2 (dua) daerah atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan
setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan.”16 Namun
demikian, pembentukan daerah hanya dapat dilakukan apabila telah memenuhi syarat
administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. Bagi provinsi, syarat administratif yang
wajib dipenuhi meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan bupati/walikota
yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi
induk dan gubernur, serta rekomendasi dari Menteri Dalam Negeri. Sedangkan untuk
kabupaten/kota, syarat administratif yang juga harus dipenuhi meliputi adanya
persetujuan DPRD kabupaten/kota dan bupati/walikota bersangkutan, persetujuan DPRD
provinsi dan gubernur, serta rekomendasi dari Menteri Dalam Negeri.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pelaksanaan Otonomi Daerah merupakan salah satu arah politik hukum nasional
sebagai bentuk kepercayaan pemerintah pusat kepada daerah untuk melakukan
transformasi dan reformasi control live baik dari segi pemberian tugas maupun
sampai pelimpahan wewenang yang legitimid sebagaimana diamanatkan Undang
Undang Dasar 1945 dan Amandemennya serta Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah, dimana Pemerintah Daerah mempunyai
otoritas (kewenangan yang tinggi) dalam menyikapi transformasi yang diberikan
oleh pemerintah pusat baik dari pembentukan peraturan daerah, pengelolaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta kebijakan-kebijakan lain
yang akan diambil dan dilaksanakannya.
2. Politik (tujuan /arah) hukum nasional terhadap pelaksanaan Otonomi Daerah dapat
ditinja dari beberapa segi/aspek, diantaranya dari aspek ekonomi, sosial dan
budaya, serta politik, sebagai berikut:
a. Dari segi/aspek ekonomi pelaksanaan otonomi daerah memberikan peluang
kepada masing-masing daerah untuk mengembangkan kemampuannya dalam
mengatur kekayaan, perekonomian dan kesejahteraan masyarakatnya
sebagaimana termaktub dalam konsideran Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 secara otonom (mandiri) sehingga percepatan dan peningkatan serta
pertumbuhan ekonomi daerah dapat terwujud tanpa harus berketergantungan
dengan Pemerintah Pusat.
b. Dari segi/aspek sosial dan budaya, pelaksanaan Otonomi Daerah merupakan
salah satu bentuk pemberian legitimasi pengakuan dan penghargaan Negara
(Pemerintah Pusat) terhadap keanekaragaman yang ada di Daerah, baik suku
bangsa, agama, nilai-nilai sosial dan budaya serta potensi lainnya yang
terkandung di daerah sebagai sebuah bentuk kearifan lokal yang selaras pula
dengan politik hukum nasional sebagaimana termaktub dalam Undang-undang
Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
c. Dari segi/aspek politik, pelaksanaan Otonomi Daerah sebagai salah suatu wujud
dari pengakuan (legitimasi) dan kepercayaan Pemerintah Pusat kepada eksistensi
Daerah agar dengan adanya legitimasi tersebut hubungan yang harmonis antara
pemerintah Pusat dan Daerah dapat terwujud, sehingga secara otomatis daerah
pun akan memeri dukungan sepenuhnya kepada pusat. Selain itu, melalui
pelaksanaan otonomi daerah dapat memberikan pendidikan politik kepada
DAFTAR PUSTAKA

https://drive.google.com/file/d/1g-esiOCW-PxG4_grLn-b4s44ae0hY-8A/view

http://jdih.sumselprov.go.id/userfiles/makalah/Makalah%20Otonomi%20Daerah%20dan
%20Pemekaran%20Wilayah.pdf.pdf

Anda mungkin juga menyukai