Anda di halaman 1dari 11

1

MAKALAH POLITIK DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH


TENTANG OTONOMI DAERAH DAN DESENTRALISASI PADA MASA
REFORMASI

DI SUSUN OLEH :

NAMA : FAZRA IBRAHIM

NPP : 28.0104

KELAS : C-6

FAKULTAS MANAJEMEN PEMERINTAHAN

INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

TAHUN AJARAN 2019/2020


2

Kata Pengantar
Puji syukur saya panjatkan kepada tuhan yang maha kuasa karena denga rahmatd
an ridho nya, saya dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini saya buat untuk
menyelesaikan tugas kuliah hokum otonomi daerah dalam kuliah saya yaitu ilmu
hokumdan juga sebagai sarana dan latihan untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan saya dalam bidang hokum tata Negara khususnya tentang otonomi
daerah.
Dalam kesempatan ini, makalah saya membahas tentang otonomi daerah dilihat
dari segi reformasi dan politik, bagaimana perkembangan nya dan apa peran nya
dalam refromasi di Indonesia.
Saya sebagai penulis menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan, sehingga
kritik dan saran yang membangun saya harapkan dari teman-teman sekalian.Atas
perhatian nya saya mengucapkan terimakasih.

Jatinangor, 18 Desember
2019

Penulis
3

DAFTAR ISI
Kata Pengantar ……………………………………………………….….….2
Daftar Isi ……………………………………………………………….….…3
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah………………………………………..…..4

B. Identifikasi Masalah ……………………………………………..….4

C. Pembatasan Masalah …………………………………………..……5

D. Perumusan Masalah …………………………………………….…..5

BAB II PEMBAHASAN

1. Otonomi Daerah Di Era Reformasi …………………………….…6

BAB III PENUTUP

Kesimpulan …………………………………………………………………11

Daftar Pustaka ……………………………………………………………..12


4

BAB. I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Dengan semaraknya era Reformasi, terutama setelah pelaksanaan Sidang
Istimewa MPR 1998, maka dirasakan penyelenggaraan otonomi daerah dan
pembagian sumber daya nasional sangat merangsang aspirasi daerah. Akibatnya
timbul tuntunan untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia
sperti di Aceh, Irian jaya bahkan Provinsi Riau yang merasa diperlakukan tidak
adil oleh Pemerintah Pusat1.
Dapat dilihat , pada saat itu pemerintahan memiliki kelemahan yang sangat besar
mengenai struktur pemerintahan didalam nya. Pengembangan pada setiap wilayah
masih jauh dari kata Adil karena pengaturan yang berasal dari pemerintahan pusat
atau system sentralilisasi, hal ini membuat wilayah lain berfikir lebih baik
membuat Negara sendiri yang bisa mengolah sumber daya daerah yang nanti nya
akan digunakan untuk pengembangan daerah sendiri daripada memberikan upeti
kepada daerah pusat yang bahkan tidak memberikan hasil dari sumber daya dari
daerah kita sendiri maupun dari daerah lain.
Dari perrmasalahan ini , maka timbullah kata-kata “Otonomi Daerah” yang
merupakan solusi dari permasalah struktur pemerintahan yang terdahulu. Otonomi
daerah sering dikatakan sebagai bagian dari reformasi yang diinginkan oleh
masyarakat luas.

B. IDENTIFIKASI MASALAH
Dari permasalah diatas, penulis ingin memberikan informasi tentang asal-usul dari
“Otonomi Daerah” itu sendiri yang dilihat dari sudut pandang reformasi dan
politik, bagaimana otonomi daerah dikatakan sebagai salah satu bentuk reformasi,
bagaimana Otonomi Daerah dikatakan sebagai salah satu bentuk politik yang
digunakan oleh pemerintahan Indonesia.

C. PEMBATASAN MASALAH.

1
5

Untuk memberikan focus dalam permasalahan dalam makalah ini, penulis


memberikan pembatasan yaitu, pembahasan hanya menyangkut tentang teori
ketatanegaraan, teori otonomi daerah dan penjelasan tentang otonomi daerah
dilihat dari segi politik dan bentuk reformasi.

D. PERUMUSAN MASALAH.

Dilihata dari permasahalah diatas, penulis dapat menyimpulkan poin-poin dari


permasalahan dalam makalah ini, yaitu :
1. Bagaimana perkembangan Otonomi Daerah dalam Era Reformasi di Indoesia
sati itu.
6

BAB. II PEMBAHASAN
1. OTONOMI DAERAH DI ERA REFORMASI
1.1. Peninjauan kembali Undang-undang Pemerintahan Daerah
Setelah pelaksanaan Undang-undang Pemerintahan di daerah lebih dari 25 tahun
dan untuk tindak lanjut tuntunan revisi Undang-undang Bidang Politik, Undang-
undang Pemerintahan di Daerah No. 5 Tahun 1974 oleh daerah lebih dirasakan
menutup kesempatan bagi otonomi daerah untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri, dan berdasar aspirasi
dan potensi masyarakat. Disamping itu membuat tidak berfungsi secara optimal
peran dan tugas DPRD, baik sebagai bdan legeslatif maupun sebagai lembaga
pengawas penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Hal diatas mebuat daerah-daerah menuntut dilakukan peninjauan kembali serta
pembaharuan Undang-undang Pemerintahan Daerah yang lebih menekankan
pelaksanaan azas desentralisasi.
Kewenangan dalam Undang-undang yang baru meletakkan otonomi daerah secara
utuh, kecuali kewenangan-kewenangan yang tetap melekat pada pemerintahan
pusat seperti :
- Hubungan Luar Negeri
- Fiskal dan Moneter
- Peradilan
- Pertahanan dan keamanan

1.2. Pembagian Daerah


Isi dan jiwa yang terkandung dalam pasal 18 UUD 1945 beserta penjelasannya
menjadi pedoman dalam pembahasan Undang-undang No.22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dengan pokok-pokok pikiran sebagai berikut :
a. Bahwa system ketetanegaraan Indonesia wajib menjalankan kewenangan
berdasa azas dekonsentrasi dan desentralisasi.
b.Penyelenggaraan azas dekonsentrasi sebagai pancaran Negara kesatuan
menunjukkan elemen perekat bangsa.
c.Daerah yang dibentuk berdasarkan azas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah
daerah propinsi, sedangkan daerah yang diperintahkan berdasar azas desentralisasi
adalah kabupaten dari kota yang merupakan daerah otonom yang berwenang
menentukan dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dilandasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang
berperan sebagai badan legeslatif dan pengawas atas penyelenggara pemerintah
daerah.
7

d.Kotamadya/kabupaten dan kota administrative yang dibentuk berdasarkan


Undang-undang No.5 tahun 1974 dan telah berkembang dijadikan daearah
otonom (yang memenuhi syarat pembentukan daerah otonom).
e.Kecamatan yang menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1974 sebagai wilayah
administrative dalam rangka dekonsentrasi menurut Undang-undang No. 22
Tahun 1999, diubah menjadi bagian daerah otonom kabupaten atau kotamadya.

1.3. Prinsip Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah


a. Azas desentralisasi yang dianut dalam Undang-undang No. 22 tahun 1999
mencakup pengertian :
1. Pemberian wewenang yang luas pada daerah otonom , kecuali wewenang
dalam bidang :
- Pertahanan dan Keamanan
- Politik Luar Negeri
- Peradilan
- Moneter, Fiskal serta kewenangan bidang pemerintahan lainnya.
2. Proses pemerintahan daerah otonom yang baru berdasarkan azas
desentralisasi atau mengakui adanya daerah otonom yang sudah dibentuk
berdasarkan perundang-undangan sebelumnya.
b. Azas dekonsentrasi yang dianut mencakup pengertian :
1. Pelimpahan wewenang pemerintahan dari Pemerintahan Pusat kepada
perangkat daerah.
2. Pemerintahan Propinsi sebagai wilayah administrative dan pelimpahan
wewenang pusat kepada gubernur.
Asas deknstruksi adalah urusan pemerintah pusat yang diserahkan kepada
pemerintah daerah melalui pejabat-pejabatnya dan tetap menjadi tanggungjawab
pemerintah pusat, baik mengenai perencanaan, pelaksanaan mapunpun
pembiayaan. Unsur pelaksanaan adalah instansi-instansi vertical yang secara
operasional dikoordinasikan oleh kepala daerah dalam kedudukan nya sebagai
wakil pemerintah pusat2
c. Dalam pemerintahan daerah tidak ada lagi perangkat (Pembantu Gunbernur,
Pembantu Bupati)
d. Pemerintahan pusat dapat menugaskan kepada daearah otonom untuk
melaksanakan tugas tertentu.
1.4. Kepala Daerah
Kepala daerah sebagai lembaga eksekutif daearah memimpin pemerintah daerah,
dan wajib bertanggung jawab kepada DPRD sebagai lembaga legeslatif daerah

2
8

sebagai pengejawatan demokratisasi pelaksanaan pemerintahan daerah. Kepada


daerah wajib menyampaikan pertanggungjawaban jalannya pemerintahan daerah
setiap tahun sekali kepada DPRD. Apabila pertanggung jawaban ditolak oleh
DPRD, pemerintah daerah dapat memperbaiki pertanggungjawabannya dalam
waktu 30 hari. Apabila ditolak lagi oleh DPRD, maka DPRD dapat mengusulkan
kepada Presiden agar kepala daerah diberhentikan.
Pemilihan kepala daerah dilaksanakan oleh DPRD setempat dan pengesahannya
oleh Presiden atau pejabat yang diberi kuasa oleh Presiden. Dengan system
demikian dapat diciptakan system check and balances dalam pelaksanaan
pemerintahan daerah sehingga dapat diciptakan good dovermance.

1.5. Organisasi Daerah


Organisasi daerah otonom meliputi DPRD dan pemerintahan daerah. DPRD
dipisahkan dari pemerintah daerah dengan maksud untuk lebih memberdayakan
DPRD dan meningkatkan pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada rakyat.
Oleh karena itu hak-hak DPRD cukup luas dan diarahakan untuk meningkatkan
penyerapan aspirasi masyarakat menjadi kebijakan daerah dan melaksanakan
fungsi pengawasan secara efektif.
1.6. Hak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Hak DPRD sama dengan hak DPR. Hak DPRD ini berhubungan dengan berbagai
fungsi DPRD sebagai berikut :
a. Lembaga Perwakilan rakyat
b. Pembentukan Peraturan Daerah (legislative)
c. Pengawasan jalannya Pemerintah Daerah.

1.7. Kepegawaian
Kebijakan dibidang kepegawaian diarahkan untuk mendorong pengembangan
otonomi daerah, sehingga kebijakan kepegawaian yang dilaksanakan didaerah
otono disesuaikan dengan kebutuhannya, baik pengangkatan, pemberhentian
maupun pemindahannya, penempatan dan mutasi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Mutasi antar kabupaten/kota diatur oleh Gubernur
(sepanjang dalam satu propinsi) sedang mutasi antar propinsi diatur oleh
pemerintah pusat (Departemen Dalam Negeri) sepanjang terdapat kesepakatan
antar daerah otonom.

1.8. Keuangan Daerah


9

Guna menyelenggarakan otonomid daerah yang luas, nyata dan bertanggung


jawab, diperlukan keuangan dan kemampuan menggali sumber-sumber keuangan
sendiri yang didukung pula oleh pembagian keuangan antara pusat dan daerah
yang merupakan persyaratan dalam system pemerintahan dan administrasi
Negara.
1.9. Pemerintahan Desa
Undang-undang No.5 tahun 1979, dicabut bersama-sama dengan Undang-undang
No.5 Tahun 1974 dengan rincian :
a. Pengaturan pemerintahan desa tidak lagi seragam di seluruh Indonesia,
melainkan dikembalikan pada asal-usul dan ketentuan adatnya di daerah.
b. Pengaturan tentang pemerintahan desa diserahkan kepada masing-masing
daearah otonom ditingkat kabupaten atau kotamdaya.
c. kepala desa bertanggung jawab kepada Bdang Perwakilan Desa, dan
menyampaikan laporan pelaksanaan tugas kepada kepala daerah otonom.
d. Desa dapat melakukan perbuatan hokum baik public maupun perdata.
e. Sebagai penyandang demokrasi di desa dibentuk Badan Perwakilan Desa atau
sebutan lain sesuai dengan budaya setempat, yang berfungsi sebagai lembaga
legeslatif, dan pengawasan pelaksanaan peraturan desa, anggaran desa, dan
keputusan kepala desa.
f. Desa memiliki sumber pembiayaan desa berupa pendapatan desa, bantuan
Pemerintah dan Pemerintah Daerah, serta pendapatan lain yang sah.
10

BAB. III PENUTUP


1. KESIMPULAN
Dari ulasan yang diberikan pada BAB II Pembahasan, penulis dapat merik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Bibit atau cikal bakal tentang otonomi daerah sebenarnya telah ada sejak
Negara ini merdeka, atau pada tahun 1945, tetapi kualitas atau jumlah nya tidak
terlalu diperhatikan mengingat belum lamanya pemerintahan Negara republik
Indonesia.
2. Setelah melalui beberapa tahun dalam pemerintahan , baru terasa adanya
kekurangan atau kelemahan dalam system pemerintahan sentralisasi atau system
pemerintahan yang bergantung pada pusat, sehingga menimbulkan permasalahan-
permasalahan sebagai berikut :
1. Tidak merata nya perkembangan disetiap wilayah
2. Rawan nya penyalahgunaan wewenang jika system pemerintahan sentralisasi
masih dilakukan.
3. Untuk membuang kelemahan dalan system dan mewujudkan pemerintahan
yang lebih baik.
Puncak dari system pemerintahan daerah adalah pada Era reformasi dimana
dipakainya Undang-undang No.22 tentang Pemrintahan Daerah dibarengi dengan
Undang-undang No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan.
11

DAFTAR PUSTAKA

1. Drs. Winarna Surya Adisubrata,Otonomi Daerah Di Era Reformasi,UPP AMP


YKPN.Jakarta.2002
2. Yulia Netta SH. MH,Hukum Ilmu Negara,Lembaga Penelitian Universitas
Lampung.Bandarlampung.2009
3. RDH. Koesoemahatmadja, Pengantar ke Arah Sistem Pemerintahan Daerah di
Indonesia,Binacipta Bandung,1979
4. Amrah muslimin, Aspek-aspek Hukum Otonomi Daerah, Alumni, Bandung,
1982
5.Bagir Manan, Susunan Pemerintahan, Fakultas Hukum Unpad, Bandung, 1989

6. SH. Sarundajang, Arus Balik Kekuasaan pusat ke daerah, kata hasta


pustaka,Jakarta,1999

7.Bagir Manan, Menyongsong fajar otonomi daerah, pusat studi hokum (PSH)
fakultas hokum UII Yogyakarta,2001

8.Bhenyamin Hoessein, Berbagai factor yang mempengaruhi besarnya otonomi


daerah tingkat II, disertasi, pascasarjana UI,1993

9.RDH. Koesoemahatmadja, Pengantar ke Arah Sistem Pemerintahan Daerah di


Indonesia,Binacipta Bandung,1979

10. Yulies Tiena Masriani, s.H. M.Hum, Pengantar Hukum Indonesia,Sinar


Grafika,Jakarta,2004

Anda mungkin juga menyukai