PEMERINTAHAN DAERAH
“TANTANGAN PEMERINTAHAN DAERAH”
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5
M. YUNUS : 18.21.064
HAMDAN : 18.21.065
NURUL AISYAH HASAN : 18.21.066
MARYAM KAMLIYAH : 18.21.067
i
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan Rahmat serta Hidayah-Nya kepada kami semua sehingga
penyusunan tugas makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Tugas ini disusun
sebagai tugas mata kuliah “PEMERINTAHAN DAERAH” dengan topik
pembahasan “TANTANGAN PEMERINTAHAN DAERAH”
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, Kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi semuanya.
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................... I
A. Latar belakang....................................................... 1
B. Rumusan masalah ................................................. 2
C. Tujuan penulisan ................................................... 2
A. KESIMPULAN ..................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Undang-undang akan selalu berubah mengikuti zaman. Hal ini dikarenakan tidak
semua pasal dalam undang-undang pas atau sesuai untuk diterapkan disepanjang
zaman. Demikian juga dengan undang-undang tentang Pemerintahan Daerah.
Dulu undang-undang yang digunakan adalah UU No. 5 tahun 1974, kemudian
seiring berjalannya waktu diganti menjadi UU No. 22 tahun 1999. dan yang
terakhir digunakan sekarang adalah UU No. 32 tahun 2004. Sebelum UU No.5
digunakan, terlebih dahulu ada UU No.18 tahun 1965.
“Pembagian Daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan
pamerintahannya ditetapkan dengan UU dengan memandang dan mengingati
dasar permusyawaratan dalam sistem Pemerintahan Negara, dan hak-hak asal-usul
dalam Daerah-Daerah yang bersifat istimewa ”
1
2. Daerah-daerah itu mempunyai pemerintahan
Dalam makalah ini, akan kami bahas mengenai perbedaan dalam UU No.
5 tahun 1974, UU No. 22 tahun 1999, UU No. 32 tahun 2004 dan UU No. 23
tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
2
Oleh sebab itu, Pemerintah daerah di Lahirkan di Indonesia. Agar Masyarakat
Indonesia yang berada jauh dari Ibu kota bisa juga merasakan Kesejahteraan
hidup dalam suatu pemerintahan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang di maksud pemerintahan daerah?
2. Bagaimana tantangan dalam perkembangan pemerintahan daerah?
3. Apa dilema dalam pemebentukan daerah di indonesia?
4. Politisi tingkat daerah
C. TUJUAN PENULISAN
Yaitu supaya kita lebih memahami apa itu pemerintahan daerah, bagaimana tugas
dan fungsinya.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2008 Tentang Pemerintahan Daerah).
5
Disamping hak-hak tersebut di atas, daerah juga diberi beberapa kewajiban, yaitu
:
6
telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang
Pemerintahan Daerah agar penyelenggaraan otonomi daerah dapat dilaksanakan
dengan baik.
7
Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan
yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang
bersangkutan.
8
kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan
daerah yang bersangkutan.
9
Di tengah gambaran kegagalan DOB, kedua lembaga negara ini juga perlu
memikirkan bagaimana agar percepatan pembangunan terus dilakukan. ”Harus
diakui sebenarnya pemekaran merupakan salah satu rute alternatif percepatan dan
pemerataanOpembangunan,”Okatanya.
Meski demikian, melihat banyaknya DOB yang gagal bukan berarti harus
antipemekaran. Menurutnya baik DPR maupun pemerintah perlu
mempertimbangkan dua hal dalam melakukan pemekaran, yakni potensi yang
dimiliki daerah dan urgensi dilakukan pemekaran. Robert mengatakan memang
ada daerah yang berpotensi untuk dilakukan pemekaran tetapi tidak urgen.
Namun ada daerah yang secara potensi tidak pantas mekar, tapi memiliki urgensi
untuk dilakukan pemekaran. Pada posisi ini, pemerintah perlu memperhatikan
faktor daerah perbatasan, kepulauan, dan pedalaman. Jika tidak dibuka
pemekaran, bisa jadi negara tidak akan pernah hadir di tempat-tempat ini. Pada
kasus daerah pedalaman misalnya, memang kadang kita dihadapkan pada masalah
ketidakpotensialan,OpenduduknyaOsedikit,danOsebagainya.
Sementara untuk daerah perbatasan, perlu ada aparat militer seperti korem atau
kodim. Namun Indonesia perlu hadir di daerah perbatasan. Pemekaran sifatnya
alternatif. Jika tidak, daerah akan sulit maju. Tidak hanya itu, pemerintah tidak
boleh melupakan DOBDOB yang telah dimekarkan. Selama ini, seperti kata
Robert Endi, pemerintah pusat tidak memiliki kebijakan khusus
pascapembentukanODOB.
Dia memastikan jika tidak ada penanganan khusus terkait dengan DOB-DOB
tersebut, hal itu akan menjadi persoalan. Robert mengatakan perlunya dibuat suatu
unit khusus yang menanganiDOB. Perlujugakonsensus antara pemerintah dan
DPR untuk melakukan penataan dan pembenahan. Moratorium di 2014 perlu
dilakukan. Pemekaran selanjutnya bisa dilakukan lagi setelah ada kerangka
undang-undangObaru.
Sementara Wakil Ketua Komisi II DPR Abdul Hakam Naja menilai tidak ada
target dalam pembahasan DOB. Menurut dia, jika memang daerah tersebut sudah
10
sesuai dengan prasyarat yang berlaku, dapat dipastikan dapat dimekarkan. Terkait
dengan RUU DOB, Komisi II DPR dalam rapat pleno komisi memutuskan akan
terlebih dahulu membahas empat DOB yang tersisa dari tahun 2012.
Dia mengatakan dalam tahapan awal akan mengundang gubernur dan DPRD
provinsi atau bupati/wali kota dan DPRD-nya. ”Ini kan tampaknya 4 (DOB) ini
butuh pertemuan 1 atau 2 kali. Karena sudah lama dibahas. Setelah itu baru
membicarakan 65 yang ampresnya sudah keluar. Ini tergantung dengan
kesepakatan bersama pemerintah. Kita akan mulai sebelum pemilu,” ujar dia.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengatakan proses
pemekaran tidak semudah membalikkan telapak tangan. Menurut dia, perlu
berbagai tahapan yang harus dilalui agar suatu daerah dapat dimekarkan.
”Pemerintah mengkaji betul seluruh persyaratan kelayakan daerah seperti
peninjauan wilayah berpedoman pada Peraturan Pemerintah (PP) No 78 Tahun
2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah,”
katanya.
Mendagri pun menilai pembahasan 65 DOB yang baru saja mendapatkan
amanat presiden (ampres) pembentukan DOB pada 27 Desember 2013 lalu tidak
perlu terburu-buru. Kemendagri akan lebih berkonsentrasi untuk menyelesaikan
empat DOB yang tersisa sebelum membahas 65 DOB. ”Ada kesepakatan dengan
Dewan untuk menyelesaikan empat usulan DOB tersebut sebagai prioritas.
Setelah itu baru yang 65 daerah yang mendapat ampres tersebut dikaji
administrasinya,”Oungkapnya.
Terkait dengan pemekaran, pemerintah memang tidak dapat melarang DPR untuk
merespons aspirasi publik. Pasalnya DPR memang lembaga yang sebagaimana
mestinya menyalurkan aspirasi publik, termasuk pemekaran. Yang tidak boleh
ditinggalkan adalah usulan itu bukan didasari niat mencari kekuasaan atau
emosional, tapi demi terwujudnya kehidupan yang lebih sejahtera
Politik lokal di Indonesia selalu berubah sepanjang tahun. Pada era sebelum
kemerdekaan, politik lokal di Nusantara menunjukan potret buram karena
11
penguasa memperoleh kekuasaan dalam kerangka hukum adat yang totaliter.
Akibatnya mayoritas masyarakat hanya diakui sebagai hamba (bukan warga) yang
tidak pernah menjadi objek dari pembangunan semasa itu. Masyarakat dijadikan
objek dari kehidupan politik yang tidak berpihak kepada mereka. Para penguasa
selalu menarik pajak dan upeti melalui aparatur represif yang menjadikan kondisi
ekonomi masyarakat semakin terpuruk. Perlakuan penguasa yang tidak manusiawi
itu kemudian mencetuskan perlawanan rakyat. Kehadiran dan kiprah orang kuat
lokal telah menegaskan atas melembaganya local strongmen dan polisentrisme di
masa lalu.
12
Ledakan politik yang didenatori oleh gerakan mahasiswa berhasil menghancurkan
kuasa pusat di Jakarta. Ambruknya Orde Baru sekaligus menandai polisentrime
baru yang menolak kuasa pusat. Perubahan haluan dari politik lama yang
tersentralisasi dan terkontrol kepada politik baru yang terdesentralisasi dan
egaliter membawa angi segar bagi politik lokal di Indonesia.
Melalui proses demokratisasi dan desentralisasi, para lokal strongmen dan bos
ekonomi semakin memperoleh kesempatan untuk menjabat kursi sentral di
lembaga pemerintah daerah dibandingkan masa sebelumnya. Dalam konteks lain
politik lokal juga mesti dipahami sebagai arena persaingan antara birokrat dari
bangsawan, birokrat dari masyarakat awam, dan para local strongmen.
Terkait dengan hal tersebut ini akan menimbulkan pertarungan untuk memperoleh
akses antara berbagai kekuatan sosial, ekonomi dan politik dengan pemerintah
daerah, dan antara pusat dengan daerah. Menjadi menarik karena Undang-
Undang telah menyediakan lahan pertarungan tersendiri pasca reformasi. Namun
aktor lokal yang tidak memiliki patron, modal politik, ekonomi, dan sosial sulit
sekali menjadi aktor nasional. Salah satu cara mudah yaitu melalui otonomi
daerah untuk membaca politik lokal dimana didalamnya terdapat aktor lokal yang
bersaing. Dua hal yang menonjol dari kedinamisan politik lokal di Indonesia
yakni, pertama politik lokal di selalu dikendalikan oleh pusat karena SDM yang
menggiurkan, serta munculnya local strongmen sebagai akibat yang disebutkan
hal pertama.
13
Tahapan berikutnya pemerintahan di Indonesia akan merupakan sebuah
penyesuaian terhadap masa transisi dan merupakan masa pembangunan
kelembagaan yang tepat untuk situasi dan kondisi saat ini. Dimana tidak akan ada
pembangunan jika tidak ada korupsi begitu pula sebaliknya. Sebuah alasan untuk
meyakini bahwa pembelajaran dan penyesuaian seperti itu akan terus berlanjut.
Bahwa pemerintah daerah dan pemerintah pusat memang harus bekerjasama
untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat dan meminimalkan kerusakan
lingkungan dengan melahirkan pemimpin yang aspiratif
14
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
15
DAFTAR PUSTAKA
http://didisuryadi94.blogspot.com/2015/04/makalah-sistem-pemerintahan-daerah.html
https://www.google.com/search?q=dilema+dalam+pembentukan+daerah&safe=strict&
sxsrf=ACYBGNQ1OFbIexIdnWHBXeBZlgprFou9vQ:1574520169042&ei=aUXZXfWSAtOU4-
EPh-
CC6AM&start=40&sa=N&ved=2ahUKEwi16_fayIDmAhVTyjgGHQewAD04HhDy0wN6BAg
MEDc&biw=1366&bih=657
16