Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PEMERINTAHAN DAERAH
“TANTANGAN PEMERINTAHAN DAERAH”

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5

M. YUNUS : 18.21.064
HAMDAN : 18.21.065
NURUL AISYAH HASAN : 18.21.066
MARYAM KAMLIYAH : 18.21.067

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN


SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK (STISIP)
MUHAMMADIYAH SINJAI
T.A 2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan Rahmat serta Hidayah-Nya kepada kami semua sehingga
penyusunan tugas makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Tugas ini disusun
sebagai tugas mata kuliah “PEMERINTAHAN DAERAH” dengan topik
pembahasan “TANTANGAN PEMERINTAHAN DAERAH”
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, Kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi semuanya.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................... I

KATA PENGANTAR ............................................................................ II

DAFTAR ISI .................................................................................... III

BAB I PENDAHULUAN ...................................................... 1

A. Latar belakang....................................................... 1
B. Rumusan masalah ................................................. 2
C. Tujuan penulisan ................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ......................................................... 4

A. Pengertian pemerintahan daerah ........................... 4


B. Penyelenggaraan pemerintahan daerah ................. 4
C. Hak-hak pemerintahan daerah .............................. 5
D. Urusan-urusan pemerintahan daerah .................... 7
E. Dinamika perkembangan pemerintahan daerah .... 9
F. Dilematis pembentukan daerah di indonesia ........ 9

BAB III PENUTUP .................................................................. 15

A. KESIMPULAN ..................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Undang-undang Pemerintahan Daerah merupakan salah satu kebijakan


politik yang dirancang untuk membangun format pemerintahan yang bisa
memberikan dukungan terhadap kekokohan keberadaan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Salah satu upaya menjaga keutuhan NKRI, struktur
pemerintahan harus dirancang sentralistis. Ide revisi itu berangkat dari kesatuan,
sedangkan kemajemukan masyarakat daerah hanya sekadar diakomodasi

Undang-undang akan selalu berubah mengikuti zaman. Hal ini dikarenakan tidak
semua pasal dalam undang-undang pas atau sesuai untuk diterapkan disepanjang
zaman. Demikian juga dengan undang-undang tentang Pemerintahan Daerah.
Dulu undang-undang yang digunakan adalah UU No. 5 tahun 1974, kemudian
seiring berjalannya waktu diganti menjadi UU No. 22 tahun 1999. dan yang
terakhir digunakan sekarang adalah UU No. 32 tahun 2004. Sebelum UU No.5
digunakan, terlebih dahulu ada UU No.18 tahun 1965.

Mengenai Pemerintahan Daerah, diatur dalam Pasal 18 UUD 1945 yang


selengkapnya berbunyi:

“Pembagian Daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan
pamerintahannya ditetapkan dengan UU dengan memandang dan mengingati
dasar permusyawaratan dalam sistem Pemerintahan Negara, dan hak-hak asal-usul
dalam Daerah-Daerah yang bersifat istimewa ”

Dari ketentuan pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Wilayah Indonesia dibagi ke dalam daerah-daerah, baik yang bersifat otonom


maupun yang bersifat administratif

1
2. Daerah-daerah itu mempunyai pemerintahan

3. Pembagian wilayah dan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan


atau atas kuasa UU

4. Dalam pembentukan daerah-daerah itu, terutama daerah-daerah otonom dan


dalam menentukan susunan pemerintahannya harus diingat permusyawaratan
dalam sistem pemerintahan negara dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah
yang bersifat istimewa.

Dalam makalah ini, akan kami bahas mengenai perbedaan dalam UU No.
5 tahun 1974, UU No. 22 tahun 1999, UU No. 32 tahun 2004 dan UU No. 23
tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Letak geografis Indonesia yang berupa kepulauan sangat berpengaruh terhadap


mekanisme pemerintahan Negara Indonesia. Dengan keadaan geografis yang
berupa kepulauan ini menyebabkan pemerintah sulit mengkoordinasi
pemerintahan yang ada di daerah. Untuk memudahkan pengaturan atau penataan
pemerintahan maka diperlukan adanya berbagai suatu sistem pemerintahan yang
dapat berjalan secara efisien dan mandiri tetapi tetap dibawah pengawasan dari
pemerintah pusat.

Di era reformasi ini sangat dibutuhkan sistem pemerintahan yang memungkinkan


cepatnya penyaluran aspirasi rakyat di daerah, namun itu juga tetap berada di
bawah pengawasan pemerintah pusat. Hal tersebut sangat diperlukan karena mulai
terdapat munculnya ancaman-ancaman terhadap keutuhan NKRI, hal tersebut
ditandai dengan banyaknya daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sumber daya alam daerah di Indoinesia
yang tidak merata juga merupakan salah satu penyebab diperlukannya suatu
sistem pemerintahan yang memudahkan pengelolaan sumber daya alam yang
merupakan sumber pendapatan daerah sekaligus menjadi pendapatan nasional.

2
Oleh sebab itu, Pemerintah daerah di Lahirkan di Indonesia. Agar Masyarakat
Indonesia yang berada jauh dari Ibu kota bisa juga merasakan Kesejahteraan
hidup dalam suatu pemerintahan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang di maksud pemerintahan daerah?
2. Bagaimana tantangan dalam perkembangan pemerintahan daerah?
3. Apa dilema dalam pemebentukan daerah di indonesia?
4. Politisi tingkat daerah
C. TUJUAN PENULISAN
Yaitu supaya kita lebih memahami apa itu pemerintahan daerah, bagaimana tugas
dan fungsinya.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PEMERINTAHAN DAERAH

Definisi Pemerintahan Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun


2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2008 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat (2) adalah sebagai berikut :

“Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh


pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

Melihat definisi pemerintahan daerah seperti yang telah dikemukakan di atas,


maka yang dimaksud pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan-
urusan yang menjadi urusan daerah (provinsi atau kabupaten) oleh pemerintah
daerah dan DPRD.

B. Penyelenggara Pemerintahan Daerah

Penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah dan DPRD


(Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah
diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang
Pemerintahan Daerah). Dalam menyelenggarakan pemerintahan, Pemerintah
menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekosentrasi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah). Sementara itu, dalam
menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintahan daerah menggunakan asas
otonomi dan tugas pembantuan (Pasal 19 ayat (3) Undang-Undang No 32 Tahun

4
2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2008 Tentang Pemerintahan Daerah).

Dengan demikian penyelenggara pemerintah daerah terdiri dari pemerintahan


daerah dan DPRD. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota,
dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Sedangkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah lembaga
perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Pemerintah daerah harus mampu mengelola daerahnya sendiri dengan baik
dengan penuh tanggung jawab dan jauh dari praktik-praktik korupsi.

C. Hak-hak dan Kewajiban Pemerintahan Daerah

Dalam menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan, terutama dalam


penyelenggaraan otonomi daerah dibekali dengan hak dan kewajiban tertentu.
Hak-hak daerah tersebut menurut Pasal 21 Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2008 Tentang Pemerintahan Daerah :

1. Mengatur dan mengurusi sendiri urusan pemerintahannya


2. Memilih pemimpin daerah
3. Mengelola aparatur daerah
4. Mengelola kekayan daerah
5. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah
6. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya lainnya yang berada di daerah
7. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah da
8. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan.

5
Disamping hak-hak tersebut di atas, daerah juga diberi beberapa kewajiban, yaitu
:

1. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan


nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesi
2. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat
3. Mengembangkan kehidupan demokrasi
4. Mewujudkan keadilan dan pemerataan

Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan

5. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan


6. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak
7. Mengembangkan sistem jaminan sosial
8. Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah
9. Mengembangkan sumber daya produktif di daerah
10. Melestarikan lingkungan hidup
11. Mengelola administrasi kependudukan
12. Melestarikan nilai sosial budaya
13. Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai
dengan kewenangannya
14. Kewajiban lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan

Hak dan kewajiban daerah tersebut diwujudkan dalam bentuk rencana


kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan
pembiayaan daerah, yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah.
Sesuai dengan asas-asas yang telah dikemukakan di atas, pengelolaan keuangan
dilakukan secara efisien, efisien, transparan, bertanggungjawab, tertib, adil, patuh,
dan taat pada peraturan perundang-undangan ( Rozali Abdullah, 2007 : 27-30).

Dengan demikian pemerintah daerah harus memenuhi kewajiban-kewajiban yang


telah diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana

6
telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang
Pemerintahan Daerah agar penyelenggaraan otonomi daerah dapat dilaksanakan
dengan baik.

D. Urusan-urusan Pemerintahan Daerah

Melalui sistem pemerintahan daerah, pemerintahan daerah diberi wewenang untuk


mengatur dan mengurus urusan-urusan yang diserahkan kepadanya. Dalam Pasal
13 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah,
urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi yang
merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi :

1. perencanaan dan pengendalian pembangunan;


2. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
3. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
4. penyediaan sarana dan prasarana umum;
5. penanganan bidang kesehatan;
6. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;
7. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;
8. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;
9. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk
lintas kabupaten/kota;
10. pengendalian lingkungan hidup;
11. pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota;
12. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil
13. pelayanan administrasi umum pemerintahan;
14. pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota;
15. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan
oleh kabupaten/kota; dan
16. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-
undangan.

7
Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan
yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang
bersangkutan.

Dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah


diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang
Pemerintahan Daerah, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah
untuk kabupaten/ kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi :

1. perencanaan dan pengendalian pembangunan;


2. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
3. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
4. penyediaan sarana dan prasarana umum;
5. penanganan bidang kesehatan;
6. penyelenggaraan pendidikan;
7. penanggulangan masalah sosial;
8. pelayanan bidang ketenagakerjaan;
9. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;
10. pengendalian lingkungan hidup;
11. pelayanan pertanahan;
12. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
13. pelayanan administrasi umum pemerintahan;
14. pelayanan administrasi penanaman modal;
15. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan
16. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-
undangan.

Urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan


pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan

8
kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan
daerah yang bersangkutan.

Dengan demikian pemerintah daerah diharapkan dapat memenuhi semua urusan


yang menjadi urusan pemerintah daerah (provinsi atau kabupaten) agar dapat
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sehingga kesejahteraan masyarakat
dapat terwujud.

E. DINAMIKA PERKEMBANGAN PEMERINTAHAN DAERAH

Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah pemerintah daerah menghadapi


banyak masalah secara umum, yaitu

1. Tingginya KKN (Korupsi, kolusi dan Nepotisme


2. Banyaknya penyelenggara pemerintah yang kinerjanya tidak maksimal
3. Daya serap anggaran rendah
4. Permasalahan akuntabilitas
F. DILEMATIS PEMBENTUKAN DAERAH DI INDONESIA

Pemekaran dalam realitasnya tidak dapat menjadi solusi mutlak dalam


percepatan pembangunan. Apalagi, berdasarkan hasil evaluasi yang telah
dilakukan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), 80% Daerah Otonomi Baru
(DOB)OdinilaiOgagal.
Namun di sisi lain, pemekaran bukanlah hal yang harus dihindari. Pasalnya, tanpa
pemekaran, kehadiran negara tidak dapat segera dirasakan di daerahdaerah
perbatasan, kepulauan maupun daerah terpencil. Penting bagi pemerintah pusat
untuk memberikan perhatian terhadap DOB, khususnya terhadap daerah-daerah
yang telanjur dimekarkan dan tidak menunjukkan kemajuan.
Selain itu, perhatian kepada daerahdaerah yang baru saja dimekarkan tak
boleh dianggap enteng. Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan
Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menilai, memang cukup dilematis
bagi pemerintah maupun DPR dalam proses pemekaran.

9
Di tengah gambaran kegagalan DOB, kedua lembaga negara ini juga perlu
memikirkan bagaimana agar percepatan pembangunan terus dilakukan. ”Harus
diakui sebenarnya pemekaran merupakan salah satu rute alternatif percepatan dan
pemerataanOpembangunan,”Okatanya.

Meski demikian, melihat banyaknya DOB yang gagal bukan berarti harus
antipemekaran. Menurutnya baik DPR maupun pemerintah perlu
mempertimbangkan dua hal dalam melakukan pemekaran, yakni potensi yang
dimiliki daerah dan urgensi dilakukan pemekaran. Robert mengatakan memang
ada daerah yang berpotensi untuk dilakukan pemekaran tetapi tidak urgen.
Namun ada daerah yang secara potensi tidak pantas mekar, tapi memiliki urgensi
untuk dilakukan pemekaran. Pada posisi ini, pemerintah perlu memperhatikan
faktor daerah perbatasan, kepulauan, dan pedalaman. Jika tidak dibuka
pemekaran, bisa jadi negara tidak akan pernah hadir di tempat-tempat ini. Pada
kasus daerah pedalaman misalnya, memang kadang kita dihadapkan pada masalah
ketidakpotensialan,OpenduduknyaOsedikit,danOsebagainya.
Sementara untuk daerah perbatasan, perlu ada aparat militer seperti korem atau
kodim. Namun Indonesia perlu hadir di daerah perbatasan. Pemekaran sifatnya
alternatif. Jika tidak, daerah akan sulit maju. Tidak hanya itu, pemerintah tidak
boleh melupakan DOBDOB yang telah dimekarkan. Selama ini, seperti kata
Robert Endi, pemerintah pusat tidak memiliki kebijakan khusus
pascapembentukanODOB.

Dia memastikan jika tidak ada penanganan khusus terkait dengan DOB-DOB
tersebut, hal itu akan menjadi persoalan. Robert mengatakan perlunya dibuat suatu
unit khusus yang menanganiDOB. Perlujugakonsensus antara pemerintah dan
DPR untuk melakukan penataan dan pembenahan. Moratorium di 2014 perlu
dilakukan. Pemekaran selanjutnya bisa dilakukan lagi setelah ada kerangka
undang-undangObaru.
Sementara Wakil Ketua Komisi II DPR Abdul Hakam Naja menilai tidak ada
target dalam pembahasan DOB. Menurut dia, jika memang daerah tersebut sudah

10
sesuai dengan prasyarat yang berlaku, dapat dipastikan dapat dimekarkan. Terkait
dengan RUU DOB, Komisi II DPR dalam rapat pleno komisi memutuskan akan
terlebih dahulu membahas empat DOB yang tersisa dari tahun 2012.
Dia mengatakan dalam tahapan awal akan mengundang gubernur dan DPRD
provinsi atau bupati/wali kota dan DPRD-nya. ”Ini kan tampaknya 4 (DOB) ini
butuh pertemuan 1 atau 2 kali. Karena sudah lama dibahas. Setelah itu baru
membicarakan 65 yang ampresnya sudah keluar. Ini tergantung dengan
kesepakatan bersama pemerintah. Kita akan mulai sebelum pemilu,” ujar dia.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengatakan proses
pemekaran tidak semudah membalikkan telapak tangan. Menurut dia, perlu
berbagai tahapan yang harus dilalui agar suatu daerah dapat dimekarkan.
”Pemerintah mengkaji betul seluruh persyaratan kelayakan daerah seperti
peninjauan wilayah berpedoman pada Peraturan Pemerintah (PP) No 78 Tahun
2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah,”
katanya.
Mendagri pun menilai pembahasan 65 DOB yang baru saja mendapatkan
amanat presiden (ampres) pembentukan DOB pada 27 Desember 2013 lalu tidak
perlu terburu-buru. Kemendagri akan lebih berkonsentrasi untuk menyelesaikan
empat DOB yang tersisa sebelum membahas 65 DOB. ”Ada kesepakatan dengan
Dewan untuk menyelesaikan empat usulan DOB tersebut sebagai prioritas.
Setelah itu baru yang 65 daerah yang mendapat ampres tersebut dikaji
administrasinya,”Oungkapnya.
Terkait dengan pemekaran, pemerintah memang tidak dapat melarang DPR untuk
merespons aspirasi publik. Pasalnya DPR memang lembaga yang sebagaimana
mestinya menyalurkan aspirasi publik, termasuk pemekaran. Yang tidak boleh
ditinggalkan adalah usulan itu bukan didasari niat mencari kekuasaan atau
emosional, tapi demi terwujudnya kehidupan yang lebih sejahtera

Politik lokal di Indonesia selalu berubah sepanjang tahun. Pada era sebelum
kemerdekaan, politik lokal di Nusantara menunjukan potret buram karena

11
penguasa memperoleh kekuasaan dalam kerangka hukum adat yang totaliter.
Akibatnya mayoritas masyarakat hanya diakui sebagai hamba (bukan warga) yang
tidak pernah menjadi objek dari pembangunan semasa itu. Masyarakat dijadikan
objek dari kehidupan politik yang tidak berpihak kepada mereka. Para penguasa
selalu menarik pajak dan upeti melalui aparatur represif yang menjadikan kondisi
ekonomi masyarakat semakin terpuruk. Perlakuan penguasa yang tidak manusiawi
itu kemudian mencetuskan perlawanan rakyat. Kehadiran dan kiprah orang kuat
lokal telah menegaskan atas melembaganya local strongmen dan polisentrisme di
masa lalu.

Setelah proklamasi kemerdekaan, ketika kekuatan masyarakat mulai masuk ke


lembaga-lembaga formal yang merupakan legasi positif dari kolonial Belanda
untuk menyediakan kesempatan bagi masyarakat awam terlibat dalam konteks
implementasi politik etis. Para elit tradisional harus bersaing dengan masyarakat
umum yang sama-sama berusaha mendapatkan posisi dalam lembaga negara.
Ketegangan politik yang bernuansa etmisitaspun meningkat semasa Demokrasi
Parlementer dan Demokrasi Terpimpin khususnya diluar Jawa dimana militer ikut
campur tangan.

Indonesia di bawah kekuasaan rezim otokratik (1966-1998) selama 30 tahun


lebih, sistem politik ditingkat pusat maupun daerah sangat terkontrol oleh pusat
kuasa di Jakarta. Badan eksekutif dan legislatif di kabupaten, kota, dan provinsi
terkunci dalam hegemoni Jakarta ini disebabkan posisi pejabat di daerah pada
dasarnya ditentukan oleh Depdagri yang berkepentingan mengendalikan
kekuasaan elit lokal. Hal tersebut terlihat dalam upaya yang dilakukan elit politik
pusat pada saat pemilihan gubernur Riau pada tahun 1985. Kontrol tidak hanya
dilakukan oleh Pusat pada lembaga sipil dipemerintahan daerah saja, tetapi juga
dilaksanakan pada lembaga kemiliteran. Elit politik pusat telah menyiapkan
hadiah kepada perwira aktif maupun purnawirawan yang setia dan mau tunduk
terhadap kehendak pusat dengan memberikan kepada mereka kursi dilegislatif dan
eksekutif.

12
Ledakan politik yang didenatori oleh gerakan mahasiswa berhasil menghancurkan
kuasa pusat di Jakarta. Ambruknya Orde Baru sekaligus menandai polisentrime
baru yang menolak kuasa pusat. Perubahan haluan dari politik lama yang
tersentralisasi dan terkontrol kepada politik baru yang terdesentralisasi dan
egaliter membawa angi segar bagi politik lokal di Indonesia.

Melalui proses demokratisasi dan desentralisasi, para lokal strongmen dan bos
ekonomi semakin memperoleh kesempatan untuk menjabat kursi sentral di
lembaga pemerintah daerah dibandingkan masa sebelumnya. Dalam konteks lain
politik lokal juga mesti dipahami sebagai arena persaingan antara birokrat dari
bangsawan, birokrat dari masyarakat awam, dan para local strongmen.

Hal tersebut memperlihatkan bahwa politik lokal di Indonesia mengalami


dinamika polotik yang sering kali bergejolak. Keadaaan seperti ini akibat dari
pengendalian ketat oleh pemerintah pusat, pembatasan luar biasa atas kebebasan
berpendapat di bidang politik dan ekonomi, eksploitasi dan penggelapan
sumberdaya. Banyak di antara peningkatan konflik, persaingan, maupun manfaat
jangka pendek yang terjadi terkait dengan terbukanya peluang seluas-luasnya
dalam kondisi kelembagaan yang belum stabil.

Terkait dengan hal tersebut ini akan menimbulkan pertarungan untuk memperoleh
akses antara berbagai kekuatan sosial, ekonomi dan politik dengan pemerintah
daerah, dan antara pusat dengan daerah. Menjadi menarik karena Undang-
Undang telah menyediakan lahan pertarungan tersendiri pasca reformasi. Namun
aktor lokal yang tidak memiliki patron, modal politik, ekonomi, dan sosial sulit
sekali menjadi aktor nasional. Salah satu cara mudah yaitu melalui otonomi
daerah untuk membaca politik lokal dimana didalamnya terdapat aktor lokal yang
bersaing. Dua hal yang menonjol dari kedinamisan politik lokal di Indonesia
yakni, pertama politik lokal di selalu dikendalikan oleh pusat karena SDM yang
menggiurkan, serta munculnya local strongmen sebagai akibat yang disebutkan
hal pertama.

13
Tahapan berikutnya pemerintahan di Indonesia akan merupakan sebuah
penyesuaian terhadap masa transisi dan merupakan masa pembangunan
kelembagaan yang tepat untuk situasi dan kondisi saat ini. Dimana tidak akan ada
pembangunan jika tidak ada korupsi begitu pula sebaliknya. Sebuah alasan untuk
meyakini bahwa pembelajaran dan penyesuaian seperti itu akan terus berlanjut.
Bahwa pemerintah daerah dan pemerintah pusat memang harus bekerjasama
untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat dan meminimalkan kerusakan
lingkungan dengan melahirkan pemimpin yang aspiratif

14
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

15
DAFTAR PUSTAKA

http://didisuryadi94.blogspot.com/2015/04/makalah-sistem-pemerintahan-daerah.html
https://www.google.com/search?q=dilema+dalam+pembentukan+daerah&safe=strict&
sxsrf=ACYBGNQ1OFbIexIdnWHBXeBZlgprFou9vQ:1574520169042&ei=aUXZXfWSAtOU4-
EPh-
CC6AM&start=40&sa=N&ved=2ahUKEwi16_fayIDmAhVTyjgGHQewAD04HhDy0wN6BAg
MEDc&biw=1366&bih=657

16

Anda mungkin juga menyukai