Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

RETRIBUSI DAERAH

Disusun
O
L
E
H

IIS SULAIHA, S.H.


NIP.19850926 200912 2 003

KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN HUKUM DAN


HAK ASASI MANUSIA KALIMANTAN BARAT
TAHUN 2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya penyusunan Makalah
tentang Retribusi Daerah.
Akhirnya dengan segala keterbatasan, penulis berharap Makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis. Pada kesempatan ini juga, kami ucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyunanan Makalah ini.

Pontianak, 2018

PENYUSUN,

IIS SULAIHA, SH.,MH


NIP. 198509262009122003

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...................................................................................... 2
Daftar Isi. ............................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN.................................................................. 4
A. Latar Belakang............................................................... 4
B. Permasalahan................................................................ 7
C. Manfaat dan Kegunaan…………………………………… 7

BAB III PEMBAHASAN ……............................................................ 8


A. Pengelolaan keuangan Daerah..................................... 8
B. Pengertian Pengelolaan Retribusi................................. 9
C. Pengertian Retribusi ……………………………………… 10
D. Kewenangan Daerah dalam Menetapakan Retribusi …. 14
E. Jenis Retribusi …………………………………………… 14
F. Ciri Retribusi Daerah …………………………………….. 16
G. Penetapan Retribusi di Daerah …………………………. 17
H. Dasar Penanganan Retribusi …………………………… 18
I. Tata Cara Pungutan Retribusi …………………………… 18

BAB IV PENUTUP ……………………………………………………… 20


A. Kesimpulan....………………………………………….….. 20
B. Saran ………………………………………………………. 20

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………... 22

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mewujudkan kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan

Negara yang diamatkan dalam konstitusi sebagaimana tercantum dalam alenia

ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, dimana Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 itu merupakan konstitusi di Indonesia. Oleh karena itu, sudah

menjadi kewajiban bagi penyelenggara Negara, baik di tingkat pemerintah pusat

maupun daerah untuk mengupayakan terciptanya kesejahteraan umum,

sebagaimana diamatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

Setiap daerah di Indonesia diberikan hak untuk melakukan otonomi

daerah dengan memberikan kewenangan otonomi kepada daerah dengan

mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri urusan pemerintahannya

menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Hal ini sesuai dengan amanat

dalam Pasal 18 Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

menyatakan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas

pemerintah daerah provinsi, dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan

kota. Setiap provinsi, kabupaten, dan kota mempunyai pemerintahan daerah

sendiri. Dengan demikian Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 mengakui adanya otonomi daerah di setiap daerah provinsi,

4
kabupaten, dan kota, yakni pengakuan adanya hak, wewenang, dan kewajiban

untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

masyarakat setempat dalam system Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pelaksanaan otonomi daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya

kesejahteraan masyarakat melalui penyelenggaraan kewenangan pemerintah

dibidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlakukan serta tumbuh dan

berkembang.

Sehubungan dengan itu kebijakan pemerintah daerah tidak dapat

dipungkiri lagi harus menitikberatkan pada peningkatan kualitas pelayanan

kepada masyarakat melalui manajemen keuangan daerah yang bertujuan selain

ingin meningkatkan peran sertanya dalam pembangunan daerah, juga

ditunjukkan bagi peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat. Tujuan

pelayanan tersebut dapat diwujudkan melalui suatu sistem manajemen dengan

keterbukaan yang positif, efisiensi dan proaktif dalam setiap tindakan. Berkaitan

dengan manajemen keuangan daerah tentunya tidak dapat dipisahkan dengan

pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang pada hakekatnya

merupakan salah satu alat instrumen yang dipakai sebagai tolok ukur dalam

meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang

Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah memberikan kewenenangan yang

lebih luas, nyata dan bertanggungjawab kepada Daerah, dan bahwa dalam

5
penyelenggaraan Otonomi Daerah, Retribusi Daerah merupakan salah satu

sumber pendapatan Daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan

pemerintahan Daerah dan pembangunan Daerah untuk memantapkan Otonomi

Daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab.

Pendapatan Asli Daerah terbesar salah satunya didapatkan dari sektor

retribusi daerah. Retribusi Daerah merupakan sumber pendapatan yang paling

memungkinkan untuk dikembangkan sesuai dengan kreatifitas pemerintah

daerah, karena memperoleh kebebasan dalam memungut retribusi. Kebebasan

ini dalam artian bahwa karena lapangan retribusi daerah berhubungan dengan

pengganti jasa/fasilitas yang diberikan oleh daerah, maka pemungutan retribusi

dapat dilakukan beberapa kali sepanjang wajib retribusi masih memanfaatkan

jasa yang disediakan. Dalam bidang pemerintahan, banyak permasalahan dan

urusan yang harus diselesaikan berkaitan dengan semakin berkembang

pesatnya pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah.

Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa

atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh

pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Hal ini sesuai

dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang retribusi daerah.

6
B. Permasalahan

Berdasarkan penjelasan diatas, maka yang menjadi permasalahan pada makalah

ini yaitu

1. Apa dasar pemerintah daerah melakukan pungutan retribusi di daerah?

2. bagaimana kewenangan pemerintah daerah terkait pungutan retribusi di daerah?

C. Manfaat dan Kegunaan

Manfaat dan kenugaan penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui apa yang

menjadi dasar pemerintah daerah melakukan pungutan retribusi dan sejauhmana

kewenangan pemerintah daerah terkait pungutan retribusi di daerah .

7
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengelolaan Keuangan Daerah

Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara

optimal jika penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian

sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah, dengan mengacu

pada undang-undang tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat

dan daerah yang besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian

kewenangan antara pemerintah dan daerah. Semua sumber keuangan yang

melekat pada setiap urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah

menjadi sumber keuangan daerah. Daerah diberi hak untuk mendapatkan

sumber keuangan yang antara lain berupa:

a. Kepastian tersedianya pendanaan dari pemerintah sesuai dengan urusan

pemerintahan yang diserahkan.

b. Kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah.

c. Hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional yang

berada di daerah dan dana perimbanganlainnya. 1

Hak untuk mengelola keuangan daerah dan mendapatkan sumber pembiayaan.

1
Basuki, Pengelolaan Keuangan Daerah, Yogyakarta, 2008, hlm 9-10.

8
B. Pengertian Pengelolaan Retribusi

Pengertian Pengelolaan Nugroho mendefinisikan bahwa pengelolaan

merupakan istilah yang dipakai dalam ilmu manajemen. Secara etomologi istilah

pengelolaan berasal dari kata kelola (to manage) dan biasanya merujuk pada

proses mengurus atau menangani sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu.2

Menurut Sulaiman pengelolaan berasal dari kata kelola yang berarti sama

dengan mengurus. Jadi pengelolaan diartikan sebagai pengurusan yaitu

merubah nilai-nilai yang lebih tinggi, dengan demikian pengelolaan juga

mengandung makna sebagai pembaharuan, yaitu melakukan usaha-usaha untuk

membuat sesuatu lebih sesuai atau cocok dengan kebutuhan menjadi lebih baik

dan lebih bermanfaat3.

M. Manulang dalam bukunya dasar-dasar manajemen istilah pengelolaan

(manajemen) mengandung tiga pengetian, yaitu : pertama, manajemen sebagai

suatu proses, ke dua, manajemen sebagai kolektifitas orang-orang yang

melakukan aktifitas manajemen dan yang ketiga, manajemen sebagai suatu seni

(suatu art) dan sebagi suatu ilmu4.

Marry Parker Follet (1997) mendefinisikan pengelolaan adalah seni atau

proses dalam menyelesaikan sesuatu yang terkait dengan pecapaian tujuan.

Dalam penyelesaian akan sesuatu tersebut, terdapat tiga faktor yangterlibat:

a. Adanya penggunaan sumber daya organisasi, baik sumber daya

manusiamaupun faktor-faktor produksi lainya.

2
Nugroho, 2003, Good Governance, Bandung, Mandar Maju, hlm. 119.
3
Sulaiman, Anwar. 2000, Pengantar Keuangan Negara dan Daerah. Jakarta, STIA-LAN
Press, hlm. 8.
4a

9
b. Proses yang bertahap mulai dariperencanaan, pengorganisasian,

pengarahan dan pengimplementasian, hingga pengendalian dan

pengawasan.

c. Adanya seni dalam penyelesaian pekerjaan 5

Berdasarkan pengertian di atas dapat disumpukan bahwa pengelolaan

adalah suatu proses atau rangkaian kerja yang dimulai dari perencanaan,

pengorganisasian, pengawasan dan evaluasi untuk mencapaisuatu tujuan

tertentu yang telah ditentukan, agar berjalan efektif dan efisien.

C. Pengertian Retribusi

Retribusi merupakan salah satu jenis pungutan yang dikenakan

pemerintah daerah kepada masyarakat di samping pajak. Retribusi bersama-

sama dengan pajak digunakan oleh pemerintah daerah untuk membiayai

penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Dengan

kata lain, pajak dan retribusi adalah harga yang dibayar oleh masyarakat atas

pelayanan atau barang/jasa yang disediakan oleh pemerintah. Pajak merupakan

harga atas barang/jasa yang dikenakan kepada masyarakat tanpa mengkaitkan

langsung dengan pelayanan yang diterima masyarakat, namun hasil pajak

tersebut digunakan oleh pemerintah untuk menyediakan pelayanan yang dapat

dinikmati oleh seluruh masyarakat. Berbeda dengan pajak, retribusi merupakan

harga yang dibayarkan oleh masyarakat atas pelayanan atau konsumsi

barang/jasa yang secara khusus disediakan bagi masyarakat tersebut.

5
Erni Tisnawati Sule, 2009, Pengantar Manajemen, Jakarta, Kencana Perdana Media Goup, hlm.6.

10
Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa

atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh

Pemerintah Daerah untuk kepentingan pribadi atau badan.Retribusi daerah,

sebagaimana halnya pajak daerah merupakan salah satu pendapatan asli

daerah diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan daerah untuk meningkatkan dan

memeratakan kesejahteraan masyarakat.Daerah kabupaten/kota diberi peluang

dalam menggali potensi sumber-sumber keuangannya dengan menetapkan jenis

retribusi selain yang telah ditetapkan, sepanjang memenuhi criteria yang telah

ditetapkan dan sesuai dengan aspirasi masyarakat. 6

Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau

pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh

pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. 7 Dalam arti lain,

retribusi adalah pembayaran wajib dari penduduk pemerintah daerah karena

adanya jasa tertentu yang diberikan oleh pemerintah daerah bagi masyarakat

secara perorangan maupun badan. Jasa adalah kegiatan pemerintah daerah

berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau

kemanfaatan lainnya, dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan, dengan

demikian bila seseorang ingin menikmati jasa yang disediakan oleh pemerintah

daerah, ia harus membayar retribusi yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan

yang berlaku, jasa tersebut dapat dikatakan bersifat langsung, yaitu hanya yang

membayar retribusi yang menikmati balas jasa dari pemerintah daerah.

6
Ahmad, Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia, Jakarta, 2008, hlm 63
7
Marihot Pahala Siahaan, Pajak Daerah & Retribusi Daerah, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006,
hlm. 432.

11
Menurut Boediono dalam bukunya Perpajakan Indonesia memberikan

pengertian bahwa retribusi adalah pembayaran yang dilakukan oleh mereka

yang menikmati jasa negara secara langsung 8 Menurut Juli Panglima Saragih

retribusi daerah merupakan salah satu jenis penerimaan daerah yang dipungut

sebagai pembayaran atau imbalan langsung atas pelayanan diberikan oleh

Pemerintah Daerah kepada masyarakat 9.

Secara spesifik, Wirawan B. Ilyas dan Richard Burtonmengemukakan 4

unsur yang melekat pada pengertian retribusi adalah:

a. Pungutan retribusi harus berdasarkan undang-undang.

b. Sifat pungutannya dapat dipaksakan.

c. Pungutannya dilakukan oleh negara.

d. Digunakan untuk pengeluaran bagi masyarakat umum; dan kontra prestasi

(imbalan langsung dapat dirasakan oleh pembayar retribusi). 10

Sedangkan pengertian retribusi daerah menurut Pasal 1 angka 64 Undan-

Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah retribusi

daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian

izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah

untuk kepentingan orang pribadi atau Badan 11.

Dari beberapa pengertian tentang retribusi daerah yang diuraikan di atas,

maka dapat disimpulkan bahwa retribusi daerah adalah pungutan yang

8
Boediono, 2001, Perpajakan Indonesia, Jakarta, Diadit Media, hlm: 14.
9
Juli Panglima Saragih, 2002, Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam
Otonomi, Jakarta, Penerbit Ghalia, hlm. 65.
10
Burton, Richard, 2001, Menuju Wajib Pajak Patuh. Jurnal Perpajakan Indonesia. Vol.5 No. 1, hlm. 4-7.
11
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

12
dikenakan secara langsung kepada pengguna jasa yang menerima manfaat

langsung.

D. Kewenagan Daerah Dalam Menetapkan Retribusi Daerah

Pemerintah Daerah sebagai bagian dari tata pemerintahan yang

berwenang untuk mengatur dan melaksanakan rumah tangganya sendiri,

berdasarkan pada otonominya tersebut maka pemerintah daerah memiliki dan

bertanggung jawab terhadap masyarakatnya. Sebagai upaya untuk

mengakomodasi kepentingan masyarakat maka pemerintah daerah dapat

melakukan penyusunan Peraturan Daerah yang berlandaskan filosofis,

sosiologis dan yuridis sebagaimana terakomodir dalam Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagimana telah diubah

beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang

Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah Daerah.

a. Pasal 236 Ayat (1) yang menyebutkan bahwa Peraturan Daerah dibentuk

dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan.

b. Pasal 279 ayat (2) menyebutkan bahwa Hubungan keuangan dalam

penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah

meliputi: a. pemberian sumber penerimaan Daerah berupa pajak daerah

dan retribusi daerah; b. pemberian dana bersumber dari perimbangan

keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah; c. pemberian dana

penyelenggaraan otonomi khusus untuk Pemerintahan Daerah tertentu

13
yang ditetapkan dalam undang-undang; dan d. pemberian pinjaman

dan/atau hibah, dana darurat, dan insentif (fiskal).

c. Pasal 285 ayat (1) menyebutkan bahwa pendapatan asli Daerah meliputi: 1.

pajak daerah; 2. retribusi daerah; 3. hasil pengelolaan kekayaan Daerah

yang dipisahkan; dan 4. lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah; b.

pendapatan transfer; dan c. lain-lain pendapatan Daerah yang sah.

d. Pasal 256 ayat (1) menyebutkan bahwa Pajak daerah dan retribusi daerah

ditetapkan dengan undang-undang yang pelaksanaan di Daerah diatur

lebih lanjut dengan Peraturan Daerah.

Selanjutnya dalam Pasal 156 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

tentang Pajak dan Retribusi Daerah menyebutkan bahwa Retribusi ditetapkan

dengan Peraturan Daerah.

Berdasarkan hal tersebut diatas dapat dijelasakan bahwa dalam

melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan, Pemerintah Daerah

dapat membentuk Peraturan Daerah Retribusi Daerah merupakan salah satu

dari Pendapatan Asli Daerah dimana mengaturan lebih lanjut mengenai Retribusi

Daerah diatur dengan Peraturan Daerah.

E. Jenis-Jenis Retribusi

Dalam pelaksanaan pungutan Retribusi Daerah tidak semua jasa

yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dapat dipungut retribusinya, namun

hanya jenis-jenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan sosial ekonomi layak

untuk dijadikan sebagai objek retribusi jasa tertentu tersebut dikelompokkan

14
dalam tiga golongan yaitu jasa umum, jasa usaha, dan perizinan tertentu. Hal ini

sesuai dengan ketentuan pada Pasal 108 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dijelaskan bahwa

Retribusi Daerah dibagi menjadi 3 jenis yaitu12:

a. Retribusi Jasa Umum.

1) Retribusi Pelayanan Kesehatan;

2) Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan;

3) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta

Catatan Sipil;

4) Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat;

5) Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum;

6) Retribusi Pasar;

7) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor;

8) Retribusi Pemeriksaan;

9) Retribusi Pengganti Alat Cetak Peta;

10) Retribusi Penyediaan dan/ atau Penyedotan Kakus;

11) Retribusi Pengolahan Limbah CairPelayanan pengolahan limbah cair;

12) Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang;

13) Retribusi Pendidikan;dan

14) Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi.

b. Retribusi Usaha

1) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;

2) Retribusi Pasar Grosir dan atau Pertokoan;


12
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

15
3) Retribusi Tempat Pelelangan;

4) Retribusi Terminal;

5) Retribusi Tempat Khusus Parkir; Retribusi Tempat

Penginapan/Pesanggrahan/Villa;

6) Retribusi Rumah Potong Hewan;

7) Retribusi Pelayanan Kepelabuhan;

8) Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga;

9) Retribusi Penyebrangan Di Air;dan

10) Retribusi Penjualan Hasil Produksi Usaha Daerah.

c. Retribusi Perizinan Tertentu

1) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;

2) Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;

3) Retribusi Izin Gangguan;

4) Retribusi Izin Trayek; dan

5) Retribusi Tempat Usaha Periknan.

F. Ciri-Ciri Retribusi Daerah

Ciri-ciri retribusi daerah adalah sebagai berikut:

a. Dipungut oleh pemerintah daerah, berdasarkan kekuatan peraturan

perundang-undangan.

b. Dapat dipungut apabila ada jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah

dan dinikmati oleh orang atau badan.

16
c. Pihak yang membayar restribusi daerah mendapatkan imbalan/balas jasa

secara langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang

dilakukannya.

d. Wajib restribusi yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran restribusi

daerah dapat dikenakan sanksi ekonomis, yaitu jika tidak membayar

restribusi daerah tidak memperoleh jasa yang diselenggarakan oleh

pemerintah daerah.

e. Hasil penerimaan restribusi daerah disetor ke kas daerah.

G. Penetapan Jenis Retribudi Di Daerah

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan

Retribusi Daerah dalam pasal 149 ayat (2) sampai dengan ayat (4) penetapan

jenis retribusi jasa umum dan retribusi perizinan tertentu untuk daerah provinsi

dan daerah kabupaten/kota disesuaikan dengan kewenangan daerah masing-

masing sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Hal yang

sama juga berlaku untuk penetapan jenis retribusi jasa usaha untuk daerah

provinsi dan kabupaten/kota,dilakukan sesuai dengan jasa atau pelayanan yang

diberikan oleh daerah masing-masing.

H. Dasar Pengenaan Retribusi

17
Untuk dapat menentukan dasar pengenaan retribusi atau objek retribusi

terhadap potensi pendapatan daerah, maka perlu dilakukan penilaian terhadap

potensi pendapatan daerah tersebut. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi

agar potensi pendapatan daerah yang dapat dikenai retribusi, yaitu : kecukupan

dan elastisitas, keadilan, kemampuan administrasi, kesepakatan politik dan

penilaian retribusi oleh pemerintah daerah.13

I. Tata Cara Pungutan Retribusi

Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan yang dimaksud dengan

tidak dapat diborongkan adalah bahwa seluruh proses kegiatan pemungutan

retribusi tidak dapat diserahkan pada pihak ketiga. Namun dalam pengertian ini

bukan berarti bahawa pemerintah daerah tidak boleh bekerjasama dengan pihak

ketiga. Dengan sangat selektif dalam proses pemungutan retribusi, pemerintah

daerah dapat mengajak bekerja sama badan-badan tertentu yang karena

profesinalismenya layak dipercaya untuk ikut melaksanakan sebagian tugas

pemungutan jenis retribusi secara lebih efisien. Kegiatan pemungutan retribusi

yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan

penghitungan besarnya retribusi yang terutang, pengawasan penyetoran

retribusi dan penagihan retribusi. dan dipungut dengan menggunakan surat

ketetapan retribusi daerah atau dokumen lain yang dipersamakan. Yang

dimaksud dengan dokumen lain yang dipersamakan antara lain berupa karcis

masuk, kupon, dan kartu berlangganan.14

Kesit Bambang Prakosa, Pajak dan Retribusi Daerah,(Yogyakarta: UII Press, 2005), hal.57
13

14
Liberty Pandiangan, Pemahaman Praktis Undang-Undang Perpajakan Indonesia. (Jakarta: Erlangga,
2002), hal. 427

18
Dalam hal wajib retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktunya

atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2

% (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang yang tidak atau kurang

dibayar dan di tagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah

(STRD). Surat Tagihan Retribusi Daerah ini adalah surat untuk melakukan

tagihan retribusi dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau

denda15

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
15
Kesit Bambang Prakosa, Pajak dan Retribusi Daerah,(Yogyakarta: UII Press, 2005), hal.96

19
1. Dasar Pemerintah Daerah melakukan pungutan Retribusi daerah yaitu

berdasarkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah sebagimana telah diubah beberapa kali, terakhir

dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua

Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Daerahketentuan Pasal 256 ayat (1) menyebutkan bahwa Pajak daerah dan

retribusi daerah ditetapkan dengan undang-undang yang pelaksanaan di

Daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah. Dan ketentuan Pasal

156 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi

Daerah menyebutkan bahwa Retribusi ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

2. Kewenangan pemerintah daerah dalam pungutan retribusi sebagaimana

disebutkan dalam Pasal 108 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dijelaskan bahwa Retribusi

Daerah dibagi menjadi 3 jenis yaitu Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa

Usaha, dan Retribusi Perizinan Tertentu.

B. Saran

Pemungutan Retribusi Daerah oleh Pemerintah Daerah selain untuk

meningkatkan Pendapatan Asli Daerah juga diharapkan meningkatkan

pelayanan kepada masyarakat di daerah serta mewujudkan kesejahteraan

masyarakat, oleh karena itu diharapkan Pemerintah Daerah tidak hanya

mementingkan untuk memperoleh pendapatan daerah dari retribusi saja namun

harus ada timbal balik oleh pemerintah daerah kepada masyarakat guna

mewujudkan kesejahteraan masyarakat di daerah.

20
DAFTAR PUSTAKA

21
Amran YS Chaniago, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pustaka Setia, Cetakan Ke

V, 2002.

Ahmad, Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia,

Jakarta, 2008.

Ahmad Yani, Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di

Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2013.

Basuki, Pengelolaan Keuangan Daerah, Yogyakarta, 2008.

Boediono,Perpajakan Indonesia, Diadit Media,Jakarta,2001.

Ernawi, Penataan Ruang Perkotaan yang Berkelanjutan, Berdaya Saing, dan

Berotonomi, Dirjen Penataan Ruang Departemen PU, Jakarta, 2009.

Erni Tisnawati Sule, Pengantar Manajemen, Kencana Perdana Media Goup,

Jakarta, 2009.

Juli Panglima Saragih, Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi,

Penerbit Ghalia, Jakarta,2002.

Kesit Bambang Prakosa, Pajak dan Retribusi Daerah,UII Press, Yogyakarta, 2005.

Liberty Pandiangan, Pemahaman Praktis Undang-Undang Perpajakan Indonesia.

Erlangga, Jakarta, 2002.

M. Manulang, Dasar‐ dasar Manajemen, Ghalia Indonesi, Jakarta, 1990.

Marihot Pahala Siahaan, Pajak Daerah & Retribusi Daerah, PT. RajaGrafindo

Persada, Jakarta, 2006.

Nugroho, Good Governance, , Mandar Maju, Bandung 2003.

Oyok Abuyamin, Perpajakan Pusat dan Daerah, Humaniora IKAPI, Bandung,

Cetakan Pertama, 2010.

22
Yulies Tiena Marsriani, Pengantar Hukum Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,

Cetakan Ke-1. 2004

23

Anda mungkin juga menyukai