Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PERPAJAKAN
PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

Dosen pengampu: Ayu Puspitasari SE., M.Ak., Ak

Disusun oleh :

Muh Yusuf T 2109308120010

Husnatun Nisa 2109308120009

Nur Annisa 2109308120006

Nirwana 2109308120022

Nur Yanti 2109308120001

PRODI AKUNTANSI

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI MAKASSAR MAJU

MAKASSAR 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah mengenai “Pajak
Daerah Dan retriusi Daerah” ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini
sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki
masih sangat terbatas. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah
ini.

Makassar, 14 Mei 2023

1
DAFTAR ISI

Isi
KATA PENGANTAR......................................................................................................................................... 1
DAFTAR ISI ...................................................................................................................................................... 2
BAB I ................................................................................................................................................................. 3
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................... 3
A. Latar Belakang .............................................................................................................................. 3
B. Identifikasi Masalah .................................................................................................................... 3
C. Tujuan .................................................................................................................................................. 4
BAB II .................................................................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN .................................................................................................................................................. 5
A. Pajak Daerah ................................................................................................................................. 5
B. Retribusi Daerah ........................................................................................................................ 17
BAB III ............................................................................................................................................................ 19
PENUTUP ....................................................................................................................................................... 19
A. Kesimpulan .................................................................................................................................... 19
B. Saran ............................................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................................ 20

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik


Indonesiadibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas
daerah-daerah kabupatendan kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak dan
kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan kepada masyarakat.

Untuk menyelenggarakan pemerintahan tersebut, Daerah berhak


mengenakan pungutan kepada masyarakat. Pajak daerah merupakan pungutan
wajib yang dikenakan oleh pemerintah daerah kepada penduduk yang mendiami
wilayah yurisdiksinya, tanpa langsung memperoleh kontraprestasi yang
diberikan oleH pemerintah daerah yang memungut pungutan wajib yang
dibayarkan tersebut. Pajak daerah ini diatur dalam peraturan yang dikeluarkan
oleh pemerintahdaerah yang disetujui oleh lembaga perwakilan rakyat daerah
serta dipungut oleh lembaga yang berada di dalam struktur pemerintah daerah yang
bersangkutan.
Selain itu pemungutan pajak ini juga berdasarkan Undang-Undang Dasar
NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan perpajakan sebagai
salah satu perwujudan kenegaraan, ditegaskan bahwa penempatan beban kepada
rakyat, seperti pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa diatur dengan
Undang-Undang.

B. Identifikasi Masalah

Dalam penyusunan makalah ini, penyusun mencoba mengidendifikasi


beberapa pertanyaan yang akan dijadikan sebagai bahan dalam penyusunan dan
penyelesaian masalah.Diantaranya sebagai berikut :

1. Pengertian pajak daerah dan retribusi serta landasan hukumnya ?

2. Objek, subjek dan wajib pajak/retribusi dalam pajak daerah dan retribusi daerah
?

3. Kriteria - kriteria dalam pajak daerah dan retribusi daerah ?

4. Tarif yang berlaku dalam pajak daerah dan retrubusi daerah ?

5. Berapa persentase pembagian hasil pajak daerah untuk tingkat I dan II ?

3
6. Bagaimana tata cara pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah diadakan ?

7. Bagaimana Pengawasan dan Pembatalan Peraturan Daerah tentang Pajak dan


Retribusi ?

C. Tujuan

1. Tujuan diadakannya penyusunan makalah ini adalah guna memenuhi salah


satu tugasmata kuliah Perekonomian Indonesia yaitu Perpajakan 1

2. Maksud dari adanya penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :

a. Mengetahui dan memahami tentang pengertian yang dimaksud dengan


Pajak Daerah dan Retribusi Daerah beserta landasan hukumnya
b. Mengetahui dan memahami tentang objek, subjek dan wajib pajak/retribusi

c. Mengetahui dan memahami tentang kriteria – kriteria baik untuk pajak


maupunretribusi daerah-nya
d. Mengetahui dan memahami tentang besaran tarif baik untuk pajak dan
retribusidaerah-nya

e. Mengetahui dan memahami tentang besaran persentase bagi hasil


pendapatan

pajak daerah untuk tingkat I dan II

f. Mengetahui dan memahami tentang tata cara pemungutan dalam pajak


daerahmaupun retribusi daerah
g. Mengetahui dan memahami tentang cara Pengawasan dan Pembatalan
Peraturan

Daerah yang mengatur Pajak dan Retribusi terjadi menurut Undang –


UndangPajak Daerah dan Retribusi Daerah

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pajak Daerah

Pemerintah daerah yang memiliki derajat otonomi tertentu memiliki


kewenangan dankemampuan untuk menarik pajak daerah. Sering kali pajak-
pajak daerah yang dipungutoleh pemerintah daerah terkadang kurang cocok
untuk diterapkan sebagai penerimaan daerah. Suatu pemerintah daerah dapat
menetapkan dan memungut beragam jenis pajak daerah sesuai dengan potensi
yang dimilikinya.

Hal ini sangat dimungkinkan jika pemerintah daerah memiliki kemampuan


untuk menetapkan sendiri jenis-jenis pajak daerah yang dapat dipungutnya, tanpa
ada intervensi dari tingkatan pemerintahan yang lebih tinggi. Agar pemerintah
daerah memiliki kemampuan optimal untuk memungut pajak daerah yang ada
di daerahnya, perlu kiranya mempertimbangkan pajak-pajak daerah yang
memang sesuai untuk dijadikan sumber pendapatan agar tercipta efisiensi dan
efektivitas dalam pemungutan pajak daerah tersebut.

1. Pengertian

Menurut Davey (1988:40) secara umum perpajakan daerah dapat


diartikan sebagai berikut:

a. pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dengan pengaturan dari daerah
sendiri

b. pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional, tetapi penetapan


taripnya oleh pemerintah daerah

c. pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh pemerintah daerah;

d. pajak yang dipungut dan diadminitrasikan oleh pemerintah pusat


tetapi hasil pungutannya diberikan kepada, dibagihasilkan dengan, atau
dibebani pungutantambahan (opsen) oleh pemerintah daerah.

Menurut Tony Marsyahrul (2004:5) : “ Pajak daerah adalah pajak yang


di kelolah oleh pemerintah daerah (baik pemerintah daerah TK.I maupun
pemerintah daerah TK.II) dan hasil di pergunakan untuk membiayai
pengeluaran rutin dan pembangunan daerah (APBD)”. Sedangkan, menurut
Mardiasmo, (2002:5) : “ Pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh

5
orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung
yang seimbang yang dapat di paksakan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku di gunakan untuk membiayai penyelenggarakan
pemerintah daerah dan pembangunan daerah”.

Dan di dalam ketatanegaraan Indonesia yang dimaksud dengan pajak


berdasarkan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 1 ayat 10 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) jo Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000
pasal 1 ayat 6 jo Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang pajak daerah
dan retribusi daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2. Landasan Hukum

Dalam hal pemungutan pajak, Undang-Undang Dasar 1945 telah


menetapkan pada pasal 23 A yang ,menyebutkan bahwa :”Pajak & pungutan lain
yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”

Selain itu, dalam e volusi penarikan pungutan ini ditandai dengan


beragamnya peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh pemerintah
pusat dalam penarikannya. Sejak masa kemerdekaan, peraturan-perundang-
undangan yang mendasari pemungutan Pajak Daerah sebagai berikut :
a. Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1957 tentang Peraturan Umum
Pajak Daerah
b. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah
c. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
d. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah PP No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah

3. Kriteria

Selanjutnya dalam menilai pajak daerah dapat digunakan kriteria pengukuran


sebagai berikut :

a. Bersifat pajak dan bukan retribusi

b. Obyek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah


kabupaten/kota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas cukup
rendah serta hanya melayanimasyarakat di wilayah daerah kabupaten /kota

6
yang bersangkutan.

c. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan


umum

d. Potensinya memadai dan hasil penerimaan pajak harus lebih besar


dari biaya.
e. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif. Karena pajak tidak
mengganggu alokasi sumber – sumber ekonomi dan tidak merintangi arus
sumber daya ekonomi antar daerah maupun kegiatan ekport – import
f. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat

g. Menjaga kelestarian lingkungan yang berarti bahwa pengenaan pajajk


tidak memberikan peluang kepada Pemda atau Pemerintah atau pun
masyarakat luas untuk merusak lingkungan
Ini berarti haruslah jelas kepada daerah mana suatu pajak harus
dibayarkan, dan tempat memungut pajak sedapat mungkin sama dengan tempat
akhir beban pajak. Pajak tidak mudah dihindari, dengan cara memindahkan
obyek pajak dari suatu daerah ke daerah lain, pajak daerah hendaknya jangan
mempertajam perbedaan-perbedaan antara daerah baik dari segi potensi
ekonomi masing-masing dan pajak hendaknya tidak menimbulkan beban yang
lebih besar dari kemampuan tata usaha pajak daerah.S

4. Jenis – Jenis

Menurut Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah


dan RetribusiDaerah sebagai pengganti dari Undang-undang Nomor 18 Tahun
1997 dan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000, menjelaskan bahwa pajak daerah
dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :

a. Pajak daerah Tingkat I (Propinsi)

1) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air

2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air

3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan

4) Pajak Air Permukaan (Pengambilan dan pemanfaatan air di bawah tanah


danair di permukaan)

5) Pajak Rokok .
b. Pajak daerah Tingkat II (Kota/Kotamadya/Kabupaten)
1) Pajak Hotel
2) Pajak Restoran
3) Pajak Hiburan
4) Pajak Reklame

7
5) Pajak Penerangan Jalan
c. Pajak Bahan Penggalian Golongan C
d. BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan)
e. Pajak Sarang Burung Walet
f. Pajak Air Tanah (Pengambilan dan pemanfaatan air di bawah tanah dan air
di permukaan)

Daerah dilarang memungut pajak selain jenis Pajak sebagaimana yang


telah ditentukan pada UU No. 28 Tahun 2009 pasal 2 ayat 1- 2 . Dan jenis
pajak tidak dapat dipungut apabila potensinya kurang memadai dan/atau
disesuaikan dengan kebijakan Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan
Daerah. Selain itu khusus untuk Daerah yang setingkat dengan daerah
provinsi, tetapi tidak terbagi dalam daerah kabupaten/kota otonom, seperti
Daerah Khusus Ibukota Jakarta, jenis Pajak yang dapat dipungut merupakan
gabungan dari Pajak untuk daerah provinsi dan Pajak untuk daerah
kabupaten/kota.

5. Karakteristik Pajak Daerah

a. Pajak daerah Tingkat I (Propinsi)

1) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air

Menurut UU No. 28 Tahun 2009 Pasal 1 ayat 12 Pajak Kendaraan


Bermotor adalah “ pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan
bermotor”. Dan dalam pasal 1 ayat 13 Kendaraan Bermotor adalah “ semua
kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis
jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau
peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya
energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang
bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam
operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara
permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air”.

Objek Pajak Kendaraan Bermotor sendiri diatur dalam pasal 3 ayat


1 yang menyatakan bahwa, objek pajak kendaraan bermotor adalah
kepemilikan dan/atau penguasaan KendaraanBermotor. Objek pajak ini ada
pengecualiannya (pasal 3 ayat 3), seperti :
• Kereta api
• Kendaraan Bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan
pertahanan dan keamanan negara
• Kendaraan bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat,
perwakilan negara asing dengan asas timbal balik dan lembaga-lembaga

8
internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari
Pemerintah
• Objek Pajak lainnya yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah.

Selanjutnya, dalam pasal 4 ayat 1 - 2 menjelaskan tentang Subjek Pajak


Kendaraan Bermotor. Untuk Pasal 4 ayat 1 menjelaskan tentang siapa subjek
pajak kendaraan bermotor adalah orang pribadi atau Badan yang memiliki
dan/atau menguasai Kendaraan Bermotor. Dan di ayat 2 dispesifikan
kembali tentang Wajib Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi
atau Badan yang memiliki Kendaraan Bermotor.

Dalam dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor adalah hasil


perkalian dari 2 (dua)unsur pokok, yaitu :
• Nilai Jual Kendaraan Bermotor dan
• Bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan
dan/atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan Kendaraan Bermotor.

Dan khusus untuk Kendaraan Bermotor yang digunakan di luar jalan


umum, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar serta kendaraan di air, dasar
pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor adalah Nilai Jual Kendaraan
Bermotor. Untuk menentukan Nilai jual ini ditentukaN berdasarkan Harga
Pasaran Umum pada minggu pertama bulan Desember tahun
pajak sebelumnya atas suatu kendaraan bermotor.

2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air

Dalam UU No. 28 Tahun 2009 pasal 1 ayat 14 Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor adalah “ pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai
akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi
karena jual beli, tukar menukar,hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan
usaha”.

Objek Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor diatur dalam pasal 9 ayat
1 yang menyatakan bahwa objek pajak bea balik nama kendaraan bermotor adalah
penyerahan kepemilikan Kendaraan Bermotor dengan pengecualian (pasal 9 ayat 3)
sebagai berikut :
a. Kereta api
b. Kendaraan Bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan
keamanan Negara
c. Kendaraan Bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat,
perwakilan negara asing dengan asas timbal balik dan lembaga-lembaga

9
internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari Pemerintah
d. Objek pajak lainnya yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah.

Dalam menentukan subjek pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor


diatur dalam pasal 10 ayat 1, yang menyatakan subjek pajak Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau Badan yang dapat menerima
penyerahan Kendaraan Bermotor. Dan di ayat 2 disebutkan bahwa Wajib Pajak Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau Badan yang menerima
penyerahan Kendaraan Bermotor.
Pengenaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ini didasarkan dari nilai jual
kendaraan bermotor. Dan tarifnya dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :
a) Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi masing-
masing sebagai berikut:

• Penyerahan pertama sebesar 20% (dua puluh persen)

• Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1% (satu persen)(UU No. 28 Tahun


2009 pasal 12 ayat 1 )

b) Khusus untuk kendaran bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yang tidak menggunakan
jalan umum tarif pajak ditetapkan paling tinggi masing-masing sebagai berikut :
• Penyerahan pertama sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen)
• Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075% (nol koma nol tujuh puluhlima
persen).
(UU No. 28 Tahun 2009 Pasal 17 ayat 2 )
Dan dalam pemungutan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
dilakukan oleh produsen dan/atau importir atau nama lain sejenis atas bahan bakar
yang disalurkan atau dijual kepada:
➢ Lembaga penyalur, antara lain, Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk
Umum (SPBU), Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk TNI/POLRI,
Agen Premium dan Minyak Solar (APMS), Premium Solar Packed
Dealer (PSPD), Stasiun Pengisian Bahan Bakar Bunker (SPBB), Stasiun
Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG), yang akan menjual BBM kepada
konsumen akhir (konsumen langsung);
➢ Konsumen langsung, yaitu pengguna bahan bakar kendaraan bermotor.

Dalam hal bahan bakar tersebut digunakan sendiri maka produsen


dan/atau importir atau nama lain sejenis wajib menanggung Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor yang digunakan sendiri untuk kendaraan bermotornya.
Produsen dan/atau importir atau nama lain sejenis tidak mengenakan Pajak Bahan
Bakar Kendaraan Bermotor atas penjualan bahan bakar minyak untuk usaha
industri.

Dalam hal pembelian Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dilakukan


antarpenyedia Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, baik untuk dijual kembali

10
kepada lembaga penyalur dan/atau konsumen langsung, maka yang wajib
mengenakan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah penyedia yang
menyalurkan Bahan Bakar Kendaraan Bermotor kepadalembaga penyalur dan/atau
konsumen langsung.

Untuk dasar pengenaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor


adalah Nilai Jual Bahan Bakar Kendaraan Bermotor sebelum dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai (UU No. 28 Tahun 2009 Pasal 18 ). Dalam hal menentukan
berapa besarnya harga jual bahan bakar kendaraan bermotor sebelum PPN namun
sudah termasuk PBB-KB maka, dapat dihitung dengan cara (5% x 100/105 x
harga jual per liter-nya )
Sedangkan untuk tarifnya Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
ditetapkan paling tinggi sebesar 10% dan tarif Khusus Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor untuk bahan bakar kendaraan umum dapat ditetapkan paling
sedikit 50% (lima puluh persen) lebih rendah dari tarif Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor untuk kendaraan pribadi ( UU No. 28 Tahun 2009 Pasal 19).
Dan perlu diketahui Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ditetapkan
dengan Peraturan Daerah, maka dari itu besaran tarif disetiap daerah akan
berbeda sesuai peraturan daerah yang berlaku.

3) Pajak Air Permukaan (Pengambilan dan pemanfaatan air di bawah tanah


dan air dipermukaan

Pajak Air Permukaan adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan


air permukaan (UU No. 28 Tahun 2009 Pasal 1 ayat 17 ), sedangkan untuk air
permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah, tidak termasuk
air laut, baik yang berada di laut maupun di darat (UU No. 28 Tahun 2009
Pasal 1 ayat 18 ). Untuk pengenaan objek pajaknya sendiri (UU No. 28
Tahun 2009 Pasal 21 ) berupa pengambilan dan/atau pemanfaatan Air
Permukaan, kecuali :

• Pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Permukaan untuk keperluan


dasar rumah tangga, pengairan pertanian dan perikanan rakyat, dengan
tetap memperhatikan kelestarian lingkungan dan peraturan perundang-
undangan

• Pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Permukaan lainnya yang


ditetapkan dalam Peraturan Daerah.
Untuk subjek Pajak Air Permukaan adalah orang pribadi atau Badan
yang dapat melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Permukaan.
Sedangkan, untuk wajib Pajak Air Permukaan adalah orang pribadi atau
Badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Permukaan
(UU No. 28 Tahun 2009 Pasal 22 ).

11
Dalam dasar pengenaan pajak air permukaan ditentukan oleh nilai
perolehan air permukaan (UU No. 28 Tahun 2009 Pasal 23 ). Dan nilai
perolehan air ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti :

• Jenis sumber air

• Lokasi sumber air

• Tujuan pengambilan dan/atau pemanfaatan air

• Volume air yang diambil dan/atau dimanfaatkan

• Kualitas air

• Luas areal tempat pengambilan dan/atau pemanfaatan air

• Tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh


pengambilan dan/atau pemanfaatan air

Besaran tarif yang dipungut maksimal sebesar 10 % dari dasar


pengenaan pajak air permukaan dan tarif ini ditetapkan dengan peraturan
daerah (UU No. 28 Tahun 2009 Pasal 24). Pajak Air Permukaan yang
terutang dipungut di wilayah daerah tempat air berada (UU No. 28 Tahun
2009 Pasal 25)

4) Pajak Rokok
Pajak rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh
Pemerintah ( UU No. 28 Tahun 2009 Pasal 1 ayat 19). Objek Pajak Rokok
sendiri diatur dalam pasal 26 yang menyatakan bahwa objek pajak rokok
adalah konsumsi rokok. Rokok yang dimaksud meliputi sigaret,
cerutu, dan rokok daun.
Subjek pajak rokok adalah konsumen rokok. Sedangkan untuk
Wajib Pajak Rokoknya adalah pengusaha pabrik rokok/produsen dan
importir rokok yang memiliki izin berupa Nomor Pokok Pengusaha
Barang Kena Cukai. Pajak Rokok ini dipungut oleh instansi
Pemerintah yang berwenang untuk memungut cukai (Direktur
Jenderal Bea dan Cukai) selanjutnya disetorkan ke rekening kas
umum daerah provinsi secara proporsional berdasarkan jumlah
penduduk. (UU No. 28 Tahun 2009 Pasal 27 )
Untuk dasar pengenaan Pajak Rokok adalah cukai yang
ditetapkan oleh Pemerintah terhadap rokok, hal ini sesuai dengan UU
No. 28 Tahun 2009 Pasal 28. Dan untuk pengenaan tarif
Pajak Rokoknya sendiri telah ditetapkan sebesar 10% dari cukai
rokok ( UU No. 28 Tahun 2009 Pasal 29). Sedangkan, untuk besaran
pokok Pajak Rokok yang terutang dihitung dengan cara mengalikan

12
tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak (UU No. 28 Tahun 2009 Pasal
30 ).
Walaupun pajak ini merupakan jenis pajak baru, namun
diperkirakan pengenaan Pajak Rokok tidak terlalu membebani
masyarakat karena rokok bukan merupakan barang kebutuhan pokok
dan bahkan pada tingkat tertentu
konsumsinya perlu dikendalikan. Di pihak lain, pengenaan pajak
ini tidak terlalu berdampak pada industri rokok karena bebanPajak
Rokok akan disesuaikan dengan kebijakan strategis di bidang
cukai nasional dan besarannya disesuaikan dengan daya pikul
industri rokok mengikuti natural growth(pertumbuhan alamiah) dari
industri tersebut.
Untuk penerimaan Pajak Rokok, baik bagian provinsi maupun
bagian kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50%. Hasil ini
diperuntukan dalam mendanai pelayanan kesehatan
(pembangunan/pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana unit
pelayanan kesehatan, penyediaan sarana umum yang memadai bagi
perokok (smoking area), kegiatan memasyarakatkan tentang bahaya
merokok, dan iklan layanan masyarakat mengenai bahaya merokok)
serta penegakan hukum (pemberantasan peredaran rokok ilegal dan
penegakan aturan mengenai larangan merokok).

6. Bagi Hasil Pajak

Dalam rangka pemerataan pembangunan dan peningkatan kemampuan keuangan


kabupaten/kota dalam membiayai fungsi pelayanan kepada masyarakat, pajak provinsi
dibagihasilkan kepada kabupaten/kota, dengan proporsi sebagai berikut:
Jenis Pajak Provinsi Kab/Kota
a) Pajak Kendaraan Bermotor 70% 30%

b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 70% 30%

c) Pajak Bahan Bakar Kend. Bermotor 30% 70%

d) Pajak Air Permukaan 50% 50%

e) Pajak Rokok 30% 70%


Khusus untuk penerimaan Pajak Air Permukaan dari sumber air yang berada
hanya

pada 1 (satu) wilayah kabupaten/kota, maka hasil penerimaan Pajak Air Permukaan
dimaksud diserahkan kepada kabupaten/kota yang bersangkutan sebesar 80% (delapan
puluh persen). Tetapi, bagian kabupaten/kota itu ditetapkan dengan memperhatikan
kembali aspek
pemerataan dan/atau potensi antar kabupaten/kota.

13
7. Earmarking

Untuk meningkatkan kualitas pelayanan secara bertahap dan terus


menerus dan sekaligus menciptakan good governance dan clean government,
penerimaan beberapa jenis pajak daerah wajib dialokasikan (di-earmark) untuk
mendanai pembangunan sarana dan prasarana yang secara langsung dapat
dinikmati oleh pembayar pajak dan seluruhmasyarakat. Pengaturan earmarking
tersebut adalah:
a. 10% dari penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor wajib dialokasikan
untuk pemeliharaan dan pembangunan jalan, serta peningkatan sarana
transportasi umum.
b. 50% dari penerimaan pajak rokok dialokasikan untuk
mendanai pelayanan kesehatan dan penegakan hukum.
c. cSebagian penerimaan pajak penerangan jalan
digunakanuntuk penyediaan penerangan jalan.
8. Pemungutan Pajak Daerah

a. Sistem Dan Prosedur Administrasi Pajak Daerah

i. Pendaftaran Dan Pendataan

1) Menyerahkan surat perjanjian angsuran / penolakan angsuran kepada


wajib pajak dan daftar surat perjanjian angsuran kepada unit lain-lain
yang terkait.

a) Formulir Dan Buku / Daftar yang harus dipersiapkan, seperti :

➢ Formulir SSPD

➢ Buku / Daftar

➢ Buku registrasi permohonan angsuran

➢ Daftar surat perjanjian angsuran

2) Kegiatan Penundaan pembayaran

a) Kegiatan yang dilaksanakan, terdiri dari :

➢ Dipenda melalui unit kerja penetapan menerima surat


permohonan penundaan pembayaran oleh Kadipenda.

➢ Mengadakan penelitian untuk dijadikan bahan dalam pemberian


persetujuan penundaan pembayaran oleh Kadipenda.

➢ Membuat surat persetujaun penundaan pembayaran / penolakan

14
penundaan pembayaran yang ditandatangani oleh Kadipenda
apabila permohonan di setujui dibuatkan sistem persetujuan
penundaan.

➢ Menyerahkan surat persetujuan penundaan pembayaran kepada


wajib pajak dan daftar persetujuan penundaan kepada unit-unit
yang terkait.
b) Formulir Dan Buku / Daftar harus dipersiapkan, seperti :

➢ Formulir surat permohonan penundaan pembayaran

➢ Buku / Daftar

➢ Buku registrasi

➢ Daftar persetujuan penundaan pembayaran

c. Pelaporan

Kegiatan yang dilaksanakan, terdiri dari :

1) Membuat daftar penetapan, Penerimaan dan tunggakan

2) Membuat daftar tunggakan per wajib pajak

3) Membuat laporan realisasi penerimaan pajak daerah

4) Mengajukan laporan realisasi penerimaan pendapatan daerah pada Kadipenda

5) Mengajukan laporan realisasi penerimaan pendapatan asli daerah kapada


kepala,Unit kerja pengelolaan pendapatan daerah lainnya dan perencanaan,
Pengendalian

operasional.

6) Membuat daftar realisasi setoran masa pada akhir periode.

7) Menyerahkan daftar realisasi setoran masa (Self Assessment)

d. Penagihan

Dalam tahapan penagihan akan dilakukan dengan beberapa cara, seperti :

1) Penagihan dengan surat teguran

2) Penagihan dengan surat paksa

3) Penagihan dengan surat perintah melaksanakan penyitaan

4) Pengumuman lelang dan pelaksanaan lelang

5) Pencabutan penyitaan dan pengumuman lelang

6) kegiatan penagihan dengan surat perintah penagihan seketika dan

15
sekaligus (SPPSdan S)
e. Kegiatan Pembetulan, Pembatalan, Pengurangan ketetapan dan
penghapusanatau pengurangan sanksi administrasi
Dengan kebijakannya seorang Kepala Daerah dapat melakukan berbagai
kebijakandalam pemungutan pajak daerah, seperti :
➢ mengurangkan atau menghapuskan sanksi administratif berupa bunga,
denda, dan kenaikan pajak yang terutang menurut peraturan
perundangundangan perpajakan daerah, dalam hal sanksi tersebut
dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena
kesalahannya
➢ mengurangkan atau membatalkan SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT
atau STPD, SKPDN atau SKPDLB yang tidak benar
➢ mengurangkan atau membatalkan STPD

➢ membatalkan hasil pemeriksaan atau ketetapan pajak yang dilaksanakan


atauditerbitkan tidak sesuai dengan tata cara yang ditentukan
➢ mengurangkan ketetapan pajak terutang berdasarkan pertimbangan
kemampuanmembayar Wajib Pajak atau kondisi tertentu objek pajak.
Dengan kebijakannya maka, tindakan yang perlu dilakukan sebagai berikut :

→ Menerima surat permohonan pembetulan pembatalan, Pengurangan


ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi dari
wajib pajak.
→ Meneliti kelengkapan permohonan pembetulan, Pembatalan,
Pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi
administrasi wajib pajak setelah dilakukan penelitian dan bila perlu
dilakukan pemeriksaan, Dibuat laporan hasil penelitian.

Adapun formulir – formulir yang perlu disiapkan sebagai berikut :

→ SKPD (Surat Setoran Pajak Daerah)

→ SKPDKB (Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar)

→ SKPDKBT (Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan)

→ STPD (Surat Pemberitahuan Pajak Daerah)

→ SKPDN (Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil)

→ SKPDLB (Surat Ketetapan Pajak Daerah


Lebih Bayar)

Setelah semua formulir terpenuhi, maka langkah

16
selanjutnya :
➢ Menerima surat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak

➢ Melakukan pemeriksaan dan membuat laporan pemeriksaan ditandatangani


oleh

petugas dari wajib pajak.

➢ Mencatat ke kartu data selanjutnya diserahkan kapada unit kerja


penghitungan untuk dilakukan penghitungan penetapan kelebihan
pembayaran pajak.
➢ Memperhitungkan dengan hutang / tunggakan pajak yang lain

➢ Setelah perhitungan dengan hutang pajak yang lain ternyata


kelebihan

pembayaran pajak kurang / sama dengan hutang pajak lainnya tersebut


maka wajib pajak menerima bukti pemindahbukuan sebagai bukti
pembayaran / kompensasi dengan pajak terutang dimaksud,
Karenanya SKPDLB tidak diterbitkan.
➢ Apabila hutang pajak di perhitungkan di kompensasi dengan
kelebihan

pembayaran pajak ternyata lebih, Maka wajib pajak akan menerima


bukti

pemindahbukuan dan sebagai bukti pembayaran / kompensasi dari


SKPDLBharus di terbitkan.

➢ Setelah menerima SKPDLB dari unit kerja penetapan dan di proses


untuk

penerbitan

B. Retribusi Daerah
1. Pengertian
Pengertian retribusi berdasarkan Undang – Undang Nomor 28 Tahun
2009 pasal 1ayat 64 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) jo
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 jo Undang-Undang Nomor 18 tahun
1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah ”pungutan daerah
sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus
disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan
orang pribadi atau badan”.
2. Landasan Hukum
Dalam hal pemungutan retribusi daerah, Undang-Undang dasar 1945 telah
menetapkan pada pasal 23 a yang menyebutkan bahwa : “ Pajak dan pemungutan lainnya
yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang “

17
Selain itu, dalam pemungutan retribusi daerah juga diatur dalam Peraturan Perundang-
udangan sbb:
a. Undang-Undang Darurat No. 11 Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Pajak
daerah
b. Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak daerah dan retribusi daerah
c. Undang-undang nomor 34 tahun 2000 tentang perubahan atas undang-undang
nomor 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah
d. Undamh-undang nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah
e. PP No. 66 tahun 2001 tentang retribusi daerah

3. Objek retribusi
Menurut UU nomor 28 tahun 2009 pasal 108 tentang objek dan golongan retribusi
dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu :
a. Jasa umum
Objek retribusi jasa umum adalah pelayanan yang dosediakan atau diberikan
pemerintahan daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat
dinikmati oleh ornaag pribadi atau badan.
b. Jasa usaha
Objek retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah
daerah dengan menganut prinsip komersial.
c. Perizinan tertentu
Objek retribussi perizinan tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu oleh
pemerintahan daerah kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk
pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang penggunaan sumber daya
alam,barang,praasarana,sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan
umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam sejarah kepemerintahan daerah di Indonesia, pemungutan pajak


daerah terbukti berjalan seiring dengan sejauh mana daerah diberi kewenangan
oleh pemerintah pusat untuk mengatur dirinya. Pola pemberian kemampuan
keuangan, baik yang tercakup dalam topik alokasi keuangan antar tingkatan
pemerintahan maupun pemberian kemampuan bagi daerah untuk secara langsung
menerima penerimaan (komponen PAD, dimana termasuk di dalamnya pajak
daerah), sangat terkait erat dengan kewenangan yang dimiliki dan dijalankan
daerah dalam rangka status otonom yang diembannya. Politik desentralisasi,
dimana tercakup di dalamnya desentralisasi fiskal, yang dijalankan
oleh pemerintah Republik Indonesia dapat dilihat sebagai suatu pendulum yang
bergerak sesuai dengan irama politik yang dimainkan oleh penguasa (pemerintah
pusat) dantuntutan daerah.

Tujuan dari diadakannya otonomi daerah sangat penting untuk memberikan


peluangkepada daerah untuk mengoptimalkan penerimaannya, termasuk
dalam penerimaan pajak daerah dengan memberikan kesempatan bagi
daerah untuk memungut beragam jenis pajak. Namun demikian, pemberian
kemampuan ini tidak berhenti pada titik ini. Pemerintah juga harus kembali
mengeluarkan regulasi guna mencegah dampak-dampak negatif yang muncul
dan keberagaman jenis pajak yang dipungut seraya membuat aransemen
kelembagaan yang komprehensif guna mengatur pelaksanaan desentralisasifiskal
yang terkait dengan dimungkinkannya daerah memungut beragam jenis pajak daerah.
B. Saran

Untuk meningkatkan pembangunan di setiap daerah maka dibutuhkan dana


guna membangun berbagai fasilitas yang berguna untuk kepentingan daerah
tersebut seperti pembangunan Jalan Raya, Jembatan, Rumah Sakit dan tempat-
tempat pelayanan umum lainnya yang merupakan berguna untuk kepentingan
bersama di daerah tersebut, oleh karena itu dengan adanya Pajak Daerah maka
hal ini dapat membantu dalam pembangunan di berbagai sektor di daerah
tersebut.Dengan dipungutnya Pajak Daerah ini yaitu untuk meningkatkan
pembangunan daerah tersebut dalam pelayanan masyarakat sesuai dengan daerah
masing-masing yang ditempatinya, karena setiap daerah mempunyai peraturan-
peraturan yang berbeda akan tetapi terpaku pada peraturan pemerintah pusat.

Oleh karena itu agar pembangunan di suatu daerah ini berkembang maka
diperlukankesadaran masyarakat akan pentingnya kewajiban membayar Pajak.

19
DAFTAR
PUSTAKA

Gie, The Liang. Pertumbuhan Pemerintahan Daerah di Negara Republik Indonesia.


JilidII. Edisi Kedua (Diperlengkap). Yogyakarta : Penerbit Liberty, 1994.
Eko Lasmana. Sistem Perpajakan di Indonesia. Buku Pertama : Penerbit Prima Kampus
Grafika http://abeeayang.wordpress.com/ diakses pada tanggal 14 Mei 2023
http://www.djpk.depkeu.go.id/ diakses pada tanggal 14 Mei 2023
http://www.detikfinance.com/ diakses pada 14 Mei 2023
http://epigramkeuda.wordpress.com/ diakses pada tanggal14 Mei 2023
http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak/ diakses pada tanggal 14 Mei 2023
http://halilintarblog.blogspot.com/ diakses pada tanggal 14 Mei 2023
http://www.pajak-daerah.blogspot.com/ diakses pada tanggal 14 Mei 2023

20

Anda mungkin juga menyukai