Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

(Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perpajakan 1)

Dosen Pengampu : Hj. Fatimah, SE, M.Si, Ak, CA

Disusun Oleh :

Nor Jannah
(2100311320064)

Syarifah Nur Khalishah


(2100311320070)

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas izin dan petunjuk-Nya,
alhamdulillah tugas makalah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ini dapat diselesaikan tepat
pada waktunya.

Makalah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ini diajukan sebagai salah satu tugas pada
mata kuliah Perpajakan 1. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang perpajakan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Hj. Fatimah, SE, M.Si, Ak, CA selaku dosen
mata kuliah perpajakan 1 yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari
makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangatlah membantu
agar menjadi lebih baik.

Banjarmasin, 20 November 2021

Kelompok 13

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................ 1
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pajak Daerah...................................................................................................2
2.2 Jenis Pajak Daerah............................................................................................................2
2.3 Fungsi Pajak Daerah.........................................................................................................4
2.4 Cara Penghitungan Pajak Daerah..................................................................................... 5
2.5 Peraturan Daerah Tentang Pajak...................................................................................... 5
2.6 Sistem Pemungutan Pajak Daerah....................................................................................6
2.7 Kriteria Pemungutan Pajak Daerah.................................................................................. 6
2.8 Kedaluwarsa Pajak Daerah...............................................................................................6
2.9 Pengertian Retribusi Daerah.............................................................................................7
2.10 Objek Retribusi Daerah.................................................................................................. 7
2.11 Kriteria Retribusi Daerah............................................................................................... 9
2.12 Cara Penghitungan Retribusi Daerah........................................................................... 10
2.13 Peraturan Daerah Tentang Retribusi Daerah................................................................ 10
2.14 Prinsip dan Sasaran Penentuan Tarif............................................................................11
2.15 Kedaluwarsa Retribusi Daerah..................................................................................... 12
2.16 Ketentuan Pidana..........................................................................................................12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. 15

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia
dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten
dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.

Untuk menyelenggarakan pemerintahan tersebut, Daerah berhak mengenakan


pungutan kepada masyarakat. Pajak daerah merupakan pungutan wajib yang dikenakan oleh
pemerintah daerah kepada penduduk yang mendiami wilayah yurisdiksinya, tanpa langsung
memperoleh kontraprestasi yang diberikan oleh pemerintah daerah yang memungut pungutan
wajib yang dibayarkan tersebut.

Pajak daerah ini diatur dalam peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah
yang disetujui oleh lembaga perwakilan rakyat daerah serta dipungut oleh lembaga yang
berada di dalam struktur pemerintah daerah yang bersangkutan.

Selain itu pemungutan pajak ini juga berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan perpajakan sebagai salah satu
perwujudan kenegaraan, ditegaskan bahwa penempatan beban kepada rakyat, seperti pajak
dan pungutan lain yang bersifat memaksa diatur dengan Undang-Undang.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu pajak daerah dan retribusi daerah?
2. Apa saja jenis pajak daerah dan objek retribusi daerah?
3. Bagaimana cara penghitungan pajak daerah dan retribusi daerah?
4. Apa saja peraturan daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah?
5. Bagaimana kriteria pajak daerah dan retribusi daerah?
6. Batas kedaluwarsa pajak daerah dan retribusi daerah?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Menambah pengetahuan mengenai pajak daerah
2. Menambah pengetahuan mengenai retribusi daerah
3. Mengetahui bagaimana penghitungan pajak daerah dan retribusi daerah

1
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Pajak Daerah

1. Pengertian Pajak Daerah

Pajak daerah adalah iuran yang wajib dilakukan oleh orang pribadi atau badan
kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, dapat dipaksakan berdasarkan
peraturan perundang undangan yang berlaku, dan digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.

Menurut Davey (1988:40) secara umum perpajakan daerah dapat diartikan sebagai
berikut:
a. Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dengan pengaturan dari daerah sendiri.
b. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional,tetapi penetapan tarifnya oleh
pemerintah daerah.
c. Pajak yang ditetapkan dan dipungut oleh pemerintah daerah.
d. Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat tetapi hasil
pungutannya diberikan kepada, dibagihasilkan dengan, dan dibebani pungutan tambahan
(opsen) oleh pemerintah daerah.

Menurut Tony Marsyahrul (2004:5) ”Pajak daerah adalah pajak yang dikelola oleh
pemerintah daerah (baik pemerintah dari TK.I maupun pemerintah daerah TK.II) dan hasil
di pergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan daerah (APBN)”.

Sedangkan menurut Mardiasmo (2002:5) : “Pajak adalah iuran wajib


yang dilakukan oleh seorang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung
yang seimbang yang dapat di paksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan
pembangunan daerah.”

2. Jenis Pajak Daerah

1. Pajak Provinsi

a) Pajak Kendaraan Bermotor


Dasar penggunaan pajak kendaraan bermotor adalah hasil perkalian nilai jual
kendaraan bermotor dengan bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan
jalan dan/ pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor.

Tarif pajak kendaraan:


Tarif kendaraan bermotor ditetapkan sebagai berikut.
 Untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama paling rendah 1 persen dan
paling tinggi 2 persen.
 Untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat
ditetapkan secara progresif paling rendah 2 persen dan paling tinggi 10 persen.

2
Tarif pajak kendaraan bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran,
sosial keagamaan, pemerintah/TNI/POLRI, pemerintah daerah ditetapkan paling
rendah 0,5 persen dan paling tingggi 1 persen.

Tarif pajak kendaraan bermotor alat-alat besar ditemtukan paling rendah 0,1 persen
dan paling tinggi 0,2 persen.

b) Biaya Balik Nama Kendaraan Bermotor


Dasar pengenaan pajak biaya balik nama kendaraan bermotor adalah nilai jual
kendaraan bermotor.

Tarif biaya balik nama kendaran bermotor ditetapkan paling tinggi.


 Penyerahan pertama sebesar 20 persen.
 Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1 persen.

Khusus untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yang tidak
menggunakan jalan umum ditetapkan sebagai berikut.
 Penyershan pertama sebesar 0,75 persen.
 Penyerahan kedua dan seterusnya 0,075 persen.

c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor


Dasar pengenaan pajak bahan bakar kendaraan bermotor adalah nilai jual
bahan bakar kendaraan bermotor sebelum dikenakan pajak pertambahan nilai.
Tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor ditetapkan paling tinggi 10 persen
dan khusus untuk kendaraan umum dapat ditetapkan paling sedikit 50 persen lebih
rendah daripada kendaraan pribadi

d) Pajak Air Permukaan


Dasar pengenaan air permukaan adalah nilai perolehan air permukaan.
Tarif pajak air permukaan paling tinggi 10 persen.

e) Pajak Rokok
Dasar pengenaan pajak rokok adalah cukai yang ditetapkan oleh pemerintah.
Tarif pajak rokok adalah 10 persen dari cukai rokok.

2. Pajak Kabupaten/Kota

a) Pajak Hotel
Dasar Pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran atau seharusnya yang
dibayar pada hotel. Tarif pajak hotel paling tinggi 10 persen.

b) Pajak Restoran
Dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima atau
yang seharusnya diterima restoran
.
c) Pajak Hiburan
Dasar pengenaan pajak hiburan adalah jumlah uang yang diterima atau
seharusnya diterima oleh penyelenggara hiburan. Tarif pajak hiburan ditetapkan paling
tinggi 35 persen. Khusus untuk hiburan berupa pagelar busana, kontes kecantikan,
diskotik, karake, klub malam, permainan ketangkasan panti pijat, mand uap/spa

3
ditrntukan paling tinggi 75 persen. Khusus hiburan keseniaan rakyat, paling tinggi 10
persen.

d) Pajak Reklame
Dasar pengenaan pajak reklame adalah nilai sewa reklame. Tarif pajak reklame
ditetapkan paling tinggi 23 persen.

e) Pajak pengenaan Jalan


Dasar pengenaan pajak adalah nilai jual tenaga listrik. Tarif pajak penerangan
jalan paling tinggi 10 persen.

f) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan


Dasar penggunaan pajak mineral bukan logam dan batuan adalah nilai jual
hasil pengambilalihan mineral bukan logam dan batuan. Tarif pajak mineral bukan
logam dan batuan paling tinggi 25 persen.

g) Pajak Parkir
Dasar pengenaan pajak parkir adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya
dibayar kepada penyelenggara tempat parkir. Tarif pajak ditetapkan paling tinggi 30
persen.

h) Pajak Air Tanah


Dasar pengenaan pajak air tanah adalah nilai perolehan air tanah. Tarif pajak
air tanah ditetapkan paling tinggi 20 persen.

i) Pajak Sarang Burung Walet


Dasar pengenaan sarang burung walet adalah nilai jual sarang burung walet.
Tarif pajak sarang burung walet ditetapkan paling tinggi 10 persen.

j) Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan


Dasar perhitungan pajak adalah nilai jual objek pajak. Tarif pajak bumi dan
bangunan untuk pedesaan dan perkotaan ditetatapka paling tinggi 0,3 persen.

k) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan


Dasar perhitungan pajak adalah perolehan objek pajak. Tarif pajak bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan ditetapkan paling tinggi 5 persen.

3. Fungsi Pajak Daerah

1. Fungsi Anggaran
Pajak daerah sebagai bagian dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) digunakan
untuk pendanaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan
pembangunan, dan juga sebagai tabungan Pemerintah Daerah.

2. Fungsi Mengatur
Pemerintah Daerah mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan Pajak
Daerah. Melalui fungsi ini, dana dari Pajak Daerah dapat digunakan sebagai salah satu
alat untuk mencapai tujuan ekonomi pemerintahan dan mengurangi masalah ekonomi.
Misalnya, jika pemerintah ingin menarik penanaman modal, maka dapat diberikan

4
keringanan pajak pada sektor tertentu. Dengan demikian diharapkan akan ada
penyerapan lapangan kerja.

3. Fungsi Stabilitas
Pajak Daerah yang dananya terus ada membantu pemerintah untuk menstabilkan
harga barabg dan jasa sehingga dapat mengurangi inflasi. Tetapi untuk dapat memenuhi
fungsi ini pemungutan dan penggunaan pajak harus dilakukan secara efektif dan efisien.

4. Fungsi Retribusi Pendapatan


Pajak Daerah yang ada digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum
termasuk untuk membuka lapangan kerja baru sehingga terjadi pemerataan pendapatan
agar kesenjangan ekonomi antara yang kaya dan miskin tidak terlalu menonjol. Pajak
Daerah dihsrspksn dapat meningkatkan pemerataan di setiap daerah karena penyaluran
pajak yang baik akan meningkatkan kualitas pembangunan.

4. Cara Penghitungan Pajak Daerah

Penghitungan Pajak Daerah dapat Dilakukan dengan rumus sebagai berikut.

Dasar Pengenaan Pajak × Tarif Pajak

5. Peraturan Daerah Tentang Pajak

Peraturan Pajak Daerah antara lain sebagai berikut.

1. Pajak ditetapkan dengan Peraturan Daerah.


2. Peraturan daerah tentang pajak tidak dapat berlaku surut.
3. Peraturan Daerah tentang pajak sekurang-kurangnya mengatur ketentuan mengenai:
a. Nama, objek, dan subjek pajak.
b. Dasar pengenaan, tarif, dan cara penghitungan pajak.
c. Wilayah pemungutan.
d. Masa pajak.
e. Penetapan.
f. Tata cara pembayaran dan penagihan
g. Kedaluarsa.
h. Sanksi Administrasi.
i. Tanggal mula berlakunya.
4. Peraturan Daerah tentang pajak dapat mengatur ketentuan mengenai:
a. Pemberian pengurangan, keringanan, dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas
pokokpajak dan/ sanksinya.
b. Tata cara penghapusan piutang pajak yang kedaluarsA.
c. Asas timbal balik.
5.Peraturan Daerah tentang objek, subjek, dan dasar pengenaan pajak harus
terlebihdahuludisosialisasikan dengan masyarakat sebelum ditetapkan.
6.Ketentuan mengenai tata cara dan mekanisme pelaksana sosialisasi Peraturan Daerah
ditetapkan oleh kepala Daerah.

Peraturan Daerah disampaikan kepada pemerintah paling lama 15 (lima belas) hari
setelah ditetapkan. Apabila Peraturan Daerah tersebut bertentangan dengan kepentingan
umum dan/ atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maka pemerintah dapat

5
membatalkan Peraturan Daerah tersebut. Pembatalan dilakukan paling lama 1 (satu) bulan
sejak diterimanya Peraturan Daerah dimaksud.

6. Sistem Pemungutan Pajak Daerah

Sistem pemungutan pajak daerah dapat dibagi menjadi 2, yaitu sistem Self
Assessment (Self Assessment System) dan sistem official assessment (Official Assessment
System)

1. Self Assessment System


Merupakan aturan pajak yang membebankan ketentuan dari besarnya pajak yang
harus dibayarkan melalui Wajib Pajak secara pribadi yang bersangkutan. Wajib pajak
diharuskan untuk melakukan perhitungan, pelaporan, dan pembayaran pajak sesuai
dengan ketentuan besarnya pajak tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat
maupun melalui sistem online.

2. Official Assessment System


Sistem ini membebankan wewenang dalam penentuan besarnya Wajib Pajak
terutang kepada pihak perpajakan yang menjadi pemungut Wajib Pajak kepada seorang
wajib Pajak. Dalam hal ini, Wajib Pajak akan diberikan surat ketetapan pajak yang berisi
nilai pajak terutang dan Wajib Pajak harus membayarkan pajak yang terutang tersebut
sesuai dengan besaran pajak yang ada dalam surat ketetapan pajak. Jadi, Wajib Pajak
tidak perlu untuk menghitung kembali besarnya pajak terutang, tetapi hanya perlu untuk
membayarkan nilai pajak terutang tersebut.

7. Kriteria Pemungutan Pajak Daerah

1. Sifatnya pajak dan bukan retribusi.


2. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah kabupaten atau kota yang bersangkutan dan
mempunyai mobilitas cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah kota
atau kabupaten yang brsangkutan.
3. Objek dan Dasar Pengenaan Pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum.
4. Potensi memadai. Hasil penerimaan pajak harus lebih besar dari biaya pemungutan.
5. Berdampak ekonomi positif. Pajak tidak mengganggu alokasi sumber- sumber ekonomi
dan tidak merintangi arus sumber daya ekonomi antar daerah maupun kegiatan ekspor-
impor.
6. Mempertahankam aspek keadilan kemampuan masyarakat.
7. Menjaga Kelestarian lingkungan. Pengenaan pajak tidak memberikan peluang kepada
Pemerintah Daerah atau masyarakat luas untuk merusal lingkungan.

8. Kedaluwarsa Pajak Daerah

Batas kedaluwarsa dari Pajak Daerah adalah 5 tahun, Kecuali Wajib Pajak Daerah
melakukan tindak pidana Pajak Daerah. Jangka waktu 5 tahun ditangguhkan jika,
1. Diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa, atau
2. Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak, baik secara langsung maupun tidak
langsung.

6
B. Retribusi Daerah

1. Pengertian Retribusi Daerah

Pengertian retribusi berdasarkan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009


pasal 1 ayat 64 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD)
adalah ”pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin
tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk
kepentinganorang pribadi atau badan”

2. Objek Retribusi Daerah

Menurut UU Nomor 28 tahun 2009 pasal 108 tentang Objek dan Golongan
Retribusi,dikelompokan menjadi 3 golongan, yaitu :

a. Jasa Umum
Objek Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan atau
diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan
umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan.

Menurut UU Nomor 28 tahun 2009 pasal 110 ayat 1 tentang Jenis Retribusi
Jasa Umum adalah:
1) Retribusi Pelayanan Kesehatan
2) Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan
3) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan
Sipil
4) Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat
5) Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum
6) Retribusi Pelayanan Pasar
7) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor
8) Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran
9) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta
10) Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus
11) Retribusi Pengolahan Limbah Cair

7
12) Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang
13) Retribusi Pelayanan Pendidikan
14) Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi.

b. Jasa Usaha
Objek Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh
Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial yang meliputi:
 pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan Daerah yang
belum dimanfaatkan secara optimal; atau
 pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum disediakan secara
memadai oleh pihak swasta.

Menurut UU Nomor 28 tahun 2009 pasal 127 tentang Jenis Retribusi Jasa
Usaha adalah:
1) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
2) Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan
3) Retribusi Tempat Pelelangan
4) Retribusi Terminal
5) Retribusi Tempat Khusus Parkir
6) Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa
7) Retribusi Rumah Potong Hewan
8) Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan
9) Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga
10) Retribusi Penyeberangan di Air
11) Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.

c. Perizinan Tertentu
Objek Retribusi Perizinan Tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu
oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan
untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang,
penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu
guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

8
Menurut UU Nomor 28 tahun 2009 pasal 141 tentang Jenis Retribusi Perizinan
Tertentu adalah:
1) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
2) Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol
3) Retribusi Izin Gangguan
4) Retribusi Izin Trayek
5) Retribusi Izin Usaha Perikanan.

3. Kriteria Retribusi Daerah

Kriteria retribusi jasa umum antara lain sebagai berikut.


a. Retribusi jasa umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa usaha
atau retribusi perizinan tertentu.
b. Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi.
c. Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang
diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan dan
kemanfaatan umum.
d. Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi.
e. Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai
penyelenggaraannya.
f. Retribusi dapat dipungut secara efektif dan efisien, serta merupakan salah satu
sumber pendapatan daerah yang potensial.
g. Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat
dan/atau kualitas pelayanan yang lebih baik.

Kriteria retribusi jasa usaha antara lain sebagai berikut.


a. Retribusi jasa usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa umum
atau retribusi perizinan tertentu.
b. Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogyanya
disediakan oleh sektor swasta, tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang
dimiliki/dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh Pemerintah
Daerah.

Kriteria retribusi perizinan tertentu adalah sebagai berikut.

9
a. Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada
daerah dalam rangka asas desentralisasi.
b. Perizinan tersebut benar benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum.
c. Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya
untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar
sehingga layak dibiayai dari retribusi perizinan.

4. Cara Penghitungan Retribusi Daerah

Penghitungan retribusi dilakukan dengan rumus sebagai berikut.

Tingkat Penggunaan Jasa x Tarif Retribusi

Tingkat penggunaan jasa diukur dengan:


1. Kuantitas penggunaan jasa, misalnya berapa kali/jam parkir; atau
2. Ditaksir dengan rumus, misalnya untuk izin bangunan berdasarkan luas
tanah/bangunan, jumlah tingkat dan rencana penggunaan

Tarif retribusi diukur dengan:


1. Nilai rupiah atau persentase tertentu yang di tetapkan; atau
2. Dapat ditentukan seragam atau diadakan pembedaan sesuai prinsip dan sasaran
tarif

5. Peraturan Daerah Tentang Retribusi Daerah

Retribusi ditetapkan dengan peraturan daerah dan peraturan daerah tentang retribusi
tersebut tidak berlaku surut.

Peraturan daerah tentang retribusi sekurang-kurangnya mengatur ketentuan


mengenai:
1. Nama, objek, dan subjek retribusi;
2. Golongan retribusi;
3. Cara mengukur tingkat penggunaan jasa yang bersangkutan;

10
4. Prinsip yang dianut dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi;
5. Struktur dan besarnya tarif retribusi;
6. Wilayah pemungutan;
7. Tata cara pemungutan;
8. Sanksi administrasi;
9. Tata cara penagihan; dan
10. Tanggal mulai berlakunya.

Peraturan daerah tentang retribusi dapat mengatur ketentuan mengenai:


1. Masa retribusi;
2. Pemberian keringanan, pengurangan, dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas
pokok retribusi dan/atau sanksinya; dan
3. Tata cara penghapusan piutang retribusi yang kedaluwarsa.

Peraturan daerah untuk jenis jenis retribusi yang tergolong dalam Retribusi
Perizinan Tertentu harus terlebih dahulu di sosialisasikan dengan masyarakat
sebelum ditetapkan. Ketentuan untuk mengatur tata cara dan mekanisme
pelaksanaan sosialisasi peraturan daerah ditetapkan oleh kepala daerah.

Untuk melakukan pengawasan terhadap peraturan daerah maka peraturan daerah


harus disampaikan kepada pemerintah paling lama 15 hari setelah ditetapkan. Jika
peraturan daerah yang dibuat bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maka pemerintah dapat
membatalkan peraturan daerah dimaksud. Pembatalan dilakukan paling lama 1
bulan sejak diterimanya peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. Prinsip dan Sasaran Penentuan Tarif

Retribusi Jasa Umum


Ditetapkan berdasarkan kebijakan daerah dengan mempertimbangkan biaya
penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan.

Retribusi Jasa Usaha


Ditentukan berdasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak.

11
Retribusi Perizinan Tertentu
Ditetapkan berdasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya
penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan.

7. Kedaluwarsa Retribusi Daerah

Batas kadaluwarsa dari retribusi daerah adalah tiga tahun, kecuali wajib retribusi
melakukan tindak pidana retribusi daerah. Jangka waktu tiga tahun ditangguhkan
jika:
a. Diterbitkan surat teguran; atau
b. Ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi, baik secara langsung maupun
tidak langsung.

8. Ketentuan Pidana

Ada beberapa ketentuan dalam pemungutan/penyampaian SPTPD oleh wajib


pajaknya sehingga menjadi tindakan pidana, jika :
a. Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi
dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak
benar sehingga merugikan keuangan Daerah, maka dapat dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak 2 (dua) kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

b. Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi
dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak
benar sehingga merugikan keuangan Daerah, maka dapat dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak 4 (empat) kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

c. Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan


keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau
pidana denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah Retribusi terutang yang tidak
atau kurang dibayar.

d. Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban menghasilkan hal-


hal yang telah diatur dalam ketentuan khusus dapat dikenakan hukuman pidana

12
kurungan .paling lama enam bulan atau denda paling banyak Rp2.000.000 (dua
juta rupiah)

e. Pejabat yang karena kesengajaan nya tidak memenuhi kewajibannya atau


seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban sebagai seorang
pejabat, dapat dikenakan hukuman pidana kurungan paling lama satu tahun atau
denda paling banyak Rp5.000.000 (lima juta rupiah).

13
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam sejarah kepemerintahan daerah di Indonesia, pemungutan pajak daerah


terbukti berjalan seiring dengan sejauh mana daerah diberi kewenangan oleh
pemerintah pusat untuk mengatur dirinya. Pola pemberian kemampuan keuangan,
baik yang tercakup dalam topik alokasi keuangan antar tingkatan pemerintahan
maupun pemberian kemampuan bagi daerah untuk secara langsung menerima
penerimaan (komponen PAD, dimana termasuk di dalamnya pajak daerah), sangat
terkait erat dengan kewenangan yangdimiliki dan dijalankan daerah dalam rangka
status otonom yang diembannya. Politik desentralisasi, dimana tercakup di dalamnya
desentralisasi fiskal, yang dijalankan oleh pemerintah Republik Indonesia dapat
dilihat sebagai suatu pendulum yang bergerak sesuai dengan irama politik yang
dimainkan oleh penguasa (pemerintah pusat) dan tuntutan daerah.

Tujuan dari diadakannya otonomi daerah sangat penting untuk memberikan


peluangkepada daerah untuk mengoptimalkan penerimaannya, termasuk dalam
penerimaan pajak daerah dengan memberikan kesempatan bagi daerah untuk
memungut beragam jenis pajak. Namun demikian, pemberian kemampuan ini tidak
berhenti pada titik ini. Pemerintah juga harus kembali mengeluarkan regulasi guna
mencegah dampak dampak negatif yang muncul dari keberagaman jenis pajak yang
dipungut seraya membuat aransemen kelembagaan yang
komprehensif guna mengatur pelaksanaan desentralisasi fiskal yang terkait dengan
dimungkinkannya daerah memungut beragam jenis pajak daerah.

Selanjutnya, untuk meningkatkan efektivitas pengawasan pungutan Daerah,


mekanisme pengawasan diubah dari represif menjadi preventif. Setiap Peraturan
Daerah tentang Pajak dan Retribusi sebelum dilaksanakan harus mendapat
persetujuan terlebih dahulu dari Pemerintah. Selain itu, terhadap Daerah yang
menetapkan kebijakan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar
ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi akan dikenakan sanksi
berupa penundaan dan/atau pemotongan dana alokasi umum dan/atau dana bagi hasil
atau restitusi.

Dengan diberlakukannya Undang-Undang terbaru untuk pajak daerah dan


retribusi daerah (UU No. 28 Tahun 2009), kemampuan Daerah untuk membiayai
kebutuhan pengeluarannya semakin besar karena Daerah dapat dengan mudah
menyesuaikan pendapatannya sejalan dengan adanya peningkatan basis pajak daerah
dan diskresi dalam dunia usaha yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan
kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Erly, S., 2016. Hukum Pajak: Edisi 7. Penerbit Salemba Empat, Yogyakarta
https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/2009/28tahun2009uu.htm
https://klikpajak.id/blog/pengertian-pajak-daerah/#Pengertian_Pajak_Daerah

15

Anda mungkin juga menyukai