Disusun oleh:
Hayatun Nufus Kamilah 2101030123
Khomsah Salsabila 2101030126
Titin Fauziyah 2101030171
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
3.1 Kesimpulan...................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemungutan pajak menjadi bagian penting bagi pemerintah Indonesia, hal
ini dikarenakan pajak merupakan sumber pendapatan terbesar yang diterima
oleh negara. Pemungutan pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran
negara seperti membayar gaji pegawai, pembangunan infrastruktur dan
keperluan untuk penyelenggaraan kegiatan negara. Pemungutan pajak sudah
diatur di dalam undang-undang, dan wajib pajak yang membayar pajak tidak
mendapatkan balasan secara langsung,
tetapi manfaat dari pembayaran pajak akan dirasakan secara bertahap seperti
merasakan fasilitas-fasilitas umum yang disediakan oleh negara.Pemungutan
pajak terbagi menjadi dua jenis yaitu, yang pertama Pajak Negara yang terdiri
dari Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Bea Materai
dan Bea Masuk. Kemudian jenis pajak yang kedua adalah Pajak Daerah yang
terdiri dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB), Pajak Parkir Berlangganan, Pajak Rokok dan lain sebagainnya.
Dikarenakan pajak merupakan sumber pendapatan terbesar yang diterima
oleh negara, maka Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan reformasi
administrasi untuk meningkatkan penerimaan pajak negara, reformasi
administrasi yang disebut juga modernisasi perpajakan yakni dengan merubah
sistem pemungutan pajak dari official assesment system menjadi self
assessment system. Dengan diterapkannya self assesment system sendiri
adalah untuk memberikan kepercayaan penuh terhadap wajib pajak untuk
menghitung pajak yang harus dibayarkannya, melaporkan pajaknya serta
membayar pajak terhutang yang dimilikinya. Wajib pajak yang akan
membayarkan pajaknya harus terlebih dahulu melaporkan pajak terhutangnya
melalui Surat Pemberitahuan Tahunan pajak (SPT). Surat Pemberirtahuan
Tahunan sendiri merupakan laporan pajak mengenai perhitungan dan
pembayaran pajak yang dilaporkan kepada negara melalui Direktorat Jenderal
Pajak (DJP).
1
Dengan adanya modernisasi perpajakan Direktorat Jendral Pajak (DJP)
ingin menciptakan sebuah kemudahan bagi wajib pajak dalam melaporkan
pajaknya, dan juga sebagai sarana untuk memberikan pelayanan yang terbaik
bagi wajib pajak, agar wajib pajak yang akan melaporkan pajaknya tidak
terjadi keterlambatan. Dengan diberikannya pelayanan yang baik dan
kemudahan maka kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban
pajaknya akan meningkat dengan sendirinya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Dasar Hukum dan Kewenangan Pajak Daerah
1. UU No. 34 Tahun 2000 yang merupakan penyempurnaan dari UU No.
18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
2. PP No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah;
3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
perlu disesuaikan dengan kebijakan otonomi daerah, sehingga perlu
membentuk undang-undang yang baru yaitu Undang-Undang tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
4. Dasar hukum Undang-undang ini adalah : Pasal 5 ayat (1), Pasal 18,
Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20 ayat (2), Pasal 22D dan Pasal 23A
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
5. Dalam Undang-Undang ini diatur tentang : Pajak; Bagi Hasil Pajak
Provinsi; Penetapan dan Muatan yang Diatur dalam Peraturan Daerah
tentang Pajak; Pemungutan Pajak; Retribusi; Penetapan dan Muatan
yang Diatur dalam Peraturan Daerah tentang Retribusi; Pengawasan
dan Pembatalan Peraturan Daerah tentang Pajak dan Retribusi;
Pemungutan Retribusi; Pengembalian Kelebihan Pembayaran;
Kedaluwarsa penagihan; Pembukuan dan Pemeriksaan; Insentif
Pemungutan; Ketentuan Khusus; Penyidikan; dan Ketentuan Pidana.
Pajak daerah adalah iuran wajib terutang yang dilakukan oleh wajib pajak
orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang
seimbang. Pajak ini digunakan untuk keperluan daerah dan sebesar-besarnya
untuk kemakmuran rakyat daerah tersebut. Pemungutan pajak daerah dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pajak
Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah (APBD) yang
penting untuk membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah dan
pembangunan.
3
Pajak daerah ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan Peraturan Daerah.
Wewenang pemungutan pajak dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan
hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah dalam
penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan.
Pajak daerah ini berlaku pada provinsi dan kabupaten/kota. Pengalokasian
pajak daerah digunakan untuk kepentingan umum dan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat. Seperti pembangunan jalan, jembatan, pembukaan
lapangan kerja baru, dan lain-lain.
4
Khusus untuk daerah yang setingkat dengan daerah provinsi, tetapi tidak
terbagi dalam daerah kabupaten/kota otonom. Misalnya, Daerah Khusus
Ibukota Jakarta, jenis Pajak yang dapat dipungut merupakan gabungan dari
Pajak untuk daerah provinsi dan Pajak untuk daerah kabupaten/kota (Pasal 2
ayat 5).
2.3 Tarif Maksimum Pajak Daerah
Berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2009, tariff Pajak daerah adalah
sebagai berikut:
5
penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1% (satu persen).
b) Khusus untuk Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat
besar yang tidak menggunakan jalan umum tarif pajak ditetapkan
paling tinggi masing-masing sebagai berikut:
penyerahan pertama sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh
lima persen); dan
penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075% (nol
koma nol tujuh puluh lima persen).
3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
a) Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ditetapkan paling
tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).
b) Khusus tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor untuk bahan
bakar kendaraan umum dapat ditetapkan paling sedikit 50% (lima
puluh persen) lebih rendah dari tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan
Bermotor untuk kendaraan pribadi.
4) Pajak Air Permukaan; dan
Tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh
persen).
5) Pajak Rokok.
Tarif Pajak Rokok ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari cukai
rokok.
Tarif Pajak Kabupaten/Kota
1) Tarif Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).
2) Tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh
persen).
3) Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35% (tiga puluh lima
persen).
4) Tarif Pajak Reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (dua puluh lima
persen).
5) Tarif Pajak Penerangan Jalan
a) Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10%
(sepuluh persen).
6
b) Penggunaan tenaga listrik dari sumber lain oleh industri,
pertambangan minyak bumi dan gas alam, tarif Pajak Penerangan
Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 3% (tiga persen).
c) Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tarif Pajak
Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 1,5% (satu koma
lima persen).
6) Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan paling tinggi
sebesar 25% (dua puluh lima persen).
7) Tarif Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 30% (tiga puluh
persen).
8) Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan paling tinggi sebesar 20% (dua puluh
persen).
9) Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan paling tinggi sebesar 10%
(sepuluh persen).
10) Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan
paling tinggi sebesar 0,3% (nol koma tiga persen).
11) Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling
tinggi sebesar 5% (lima persen).
7
1) Sumber dari DBH PBB yaitu dari penerimaan PBB yang sudah
diterima pemerintah pusat. Artinya, penerimaan PBB perdesaan dan
perkotaan (PBB-P2) dikecualikan dalam hal ini karena
pengelolaannya oleh daerah.
2) Sumber dari DBH PPh yaitu penerimaan PPh yang pengelolaannya
dilakukan pemerintah pusat lewat Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Penerimaan PPh itu mencakup PPh Pasal 21, PPh Pasal 25, dan PPh
Pasal 29.
3) Sumber dari DBH CHT yaitu transfer dari pusat yang mengalokasikan
ke provinsi penghasil cukai dan provinsi penghasil tembakau.
8
1) Self Assessment System
Merupakan aturan pajak yang membebankan ketentuan dari besarnya
pajak yang harus dibayarkan melalui Wajib Pajak secara pribadi yang
bersangkutan. Wajib Pajak diharuskan untuk melakukan perhitungan,
pelaporan, dan pembayaran pajak sesuai dengan ketentuan besarnya
pajak tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat maupun
melalui sistem online.
2) Official Assessment System
Sistem ini membebankan wewenang dalam penentuan besarnya Wajib
Pajak terutang kepada pihak perpajakan yang menjadi pemungut Wajib
Pajak kepada seorang Wajib Pajak. Dalam hal ini, Wajib Pajak akan
diberikan surat ketetapan pajak yang berisi nilai pajak terutang dan
Wajib Pajak harus membayarkan pajak yang terutang tersebut sesuai
dengan besaran pajak yang ada dalam surat ketetapan pajak. Jadi, Wajib
Pajak tidak perlu untuk menghitung kembali besarnya pajak terutang,
tetapi hanya perlu untuk membayarkan nilai pajak terutang tersebut.
Terkait dengan tata cara pemungutan Pajak Daerah yang menjadi
kewenangan dari pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, dapat
dilakukan dengan 2 (dua) cara.
1) Pajak dapat dibayarkan oleh Wajib Pajak setelah Wajib Pajak
mendapatkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen
lainnya yang dipersamakan. Cara ini masuk ke dalam official
assessment system
2) Wajib Pajak melakukan perhitungan, pembayaran, dan pelaporan secara
pribadi atau sendiri sesuai dengan pajak terutang melalui Surat
Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD). Cara ini masuk ke dalam self
assessment system.
Kemudian, dalam 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak, Kepala
Daerah dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar
(SKPDKB) berdasarkan dengan 3 (tiga) situasi:
1) Berdasarkan hasil pemeriksaan, pajak yang terutang tidak atau kurang
dibayar oleh Wajib Pajak
9
2) Jika SPTPD tidak disampaikan kepada kepala daerah dalam jangka
waktu tertentu dan setelah ditegur, secara tertulis atau tidak
disampaikan pada waktunya
3) Adanya kewajiban yang tidak dipenuhi dalam mengisi SPTPD sehingga
pajak yang terutang dihitung secara jabatan.
Terkait dengan jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB pada
poin 1 dan 2, maka nantinya akan dikenakan sanksi administratif berupa
bunga yang sesuai dengan kebijakan Pasal 97 Ayat (2) Undang-Undang
PDRD.
Sementara untuk sanksi yang diberikan pada Wajib Pajak yang tidak
mengisi SPTPD hingga pajak terutang dihitung secara jabatan akan dikenakan
sanksi administrasi berupa kenaikan yang diberikan sebesar 25% dari pokok
pajak dan ditambah juga sanksi bunga sebesar 2% per bulan dengan maksimal
hinggal 24 bulan.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dasar hukum pajak daerah yakni, UU No. 34 Tahun 2000 yang merupakan
penyempurnaan dari UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, PP No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah, Undang-
Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Dasar
hukum Undang-undang ini adalah : Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A,
Pasal 18B, Pasal 20 ayat (2), Pasal 22D dan Pasal 23A Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pajak daerah adalah iuran wajib terutang yang dilakukan oleh wajib pajak
orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang
seimbang. Pajak ini digunakan untuk keperluan daerah dan sebesar-besarnya
untuk kemakmuran rakyat daerah tersebut. Pajak Daerah merupakan salah
satu sumber pendapatan daerah (APBD) yang penting untuk membiayai
pelaksanaan pemerintahan daerah dan pembangunan. Tarif pajak daerah
maksimum antara lain, pajak kendaraan bermotor, Dea balik nama kendaraan
bermotor.
Adapun beberapa jenis dana bagi hasil, yaitu Sumber dari DBH PBB,
Sumber dari DBH PPh, Sumber dari DBH CHT. Sistem pemungutan pajak
daerah berlandaskan pada Peraturan Pemerintah No.5 Tahun 2016 Tentang
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada
Lembaga Administrasi Negara dan mengalami perubahan menjadi Peraturan
Pemerintah (PP) No. 30 Tahun 2018.
11
DAFTAR PUSTAKA
Djpb.kemenkeu.go.id. (2021). Dana Bagi Hasil (DBH). Diakses pada tanggal 23
Februari 2023 dari
https://djpb.kemenkeu.go.id/kppn/kotabumi/id/informasi/dana-transfer/
dana-bagi-hasil.html
Dpr.go.id. (2016). Pajak daerah dan Retribusi Daerah. Diakses pada tanggal 23
Februari 2023 dari https://www.dpr.go.id/jdih/index/id/545
Klikpajak.id. (2019). Pajak yang Dipungut Pemerintah Daerah, Ketahui Jenis dan
Ketentuannya!. Diakses pada tanggan 23 Februari 2023 dari
https://klikpajak.id/blog/pajak-yang-dipungut-pemerintah-daerah/
Pajakku.com. (2020). Definisi Pajak Derah dan Jenis-jenis Pajak Daerah. Diakses
pada tanggal 23 Februari 2023 dari
https://www.pajakku.com/read/5d82eb4574135e0390823b09/Definisi-
Pajak-Daerah-dan-Jenis-jenis-Pajak-Daerah
Pajakku.com. (2021). Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah. Diakses pada tanggal
23 Februari 2023 dari
https://www.pajakku.com/read/60af223feb01ba1922ccac94/Tata-Cara-
Pemungutan-Pajak-Daerah
Undang-undang Nmor. 28 Tahun 2009
12