Anda di halaman 1dari 84

Bahan Ajar

PERPAJAKAN
PROGRAM STUDI S1
AKUNTANSI DAN MANAJEMEN

OLeh:
Iwan Sidharta, SE., MM.

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI


PASUNDAN BANDUNG
2015
STIE Pasundan Bandung
DAFTAR ISI

hal
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………..... 1
1.1. Dasar-Dasar Perpajakan ……………………………………….….. 1
1.2. Asas-Asas Perpajakan …………………………………………... 3
1.3. Penggolongan, Tarif Dan Sanksi Dalam Perpajakan ……................ 6
BAB II KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN …………. 9
2.1 Pendahuluan …………………………………………................... 9
2.2 Pembayaran Pajak ………………………………………………….. 12
2.3. Pelaporan Pajak ……………………………………………………... 12
2.4 Ketetapan Pajak ………………………………………………………. 14
BAB III PAJAK DAERAH ……………………………………………………... 16
3.1 Pajak Daerah …………………………………………………………. 16
3.2 Retribusi ……………………………………………………………... 18
BAB IV PENGHASILAN NETO DAN NORMA PENGHASILAN …………… 21
BAB V PPH PASAL 24 ………………………………………………………..... 27
BAB VI PPH PASAL 25 ………………………………………………………… 30
BAB VII PPH PASAL 21 ……………………………………………………...... 33
BAB VIII PPH PASAL 26 ……………………………………………………… 51
BAB IX PAJAK ATAS IMPOR DAN KEGIATAN LAIN …………………… 55
BAB X PPH PASAL 23 …………………………………………………………. 60
10.1 PPh Pasal 23 ………………………………………………………… 60
10.2 PPh Ayat 4 ……………………………………………….................. 64
BAB XI PPN DAN PPnBM ……………………………………………………… 68
11.1 Pajak Pertambahan Nilai ………………………………….................. 68
11.2 Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ……………………….............. 71
BAB XII PBB DAN BPHTB …………………………………………………….. 75
12.1 Pajak Bumi dan Bangunan ……………………………………......... 75
12.2 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan …………………. 79

DAFTAR PUSATAKA …………………………………………………………. 82

STIE Pasundan Bandung


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Dasar-Dasar Perpajakan

1. Pengertian Pajak
Ada beberapa pengertian mengenai pajak yaitu sebagai berikut;
1. Leroy Beaulieu (Perancis)
Pajak merupakan bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang dipaksakan
oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang atau jasa untuk menutup belanja
negara.
2. Prof. R. Sunitro
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan UU (yang dipaksakan) dengan tidak
mendapat jasa timbal (konpensasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk
membayar pengeluaran umum.
3. Prof. Adriani
Pajak adalah iuran kepada negara (dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib pajak,
membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali secara
langsung, dapat ditunjuk dan gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum yang berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
4. Undang-Undang N0. 28 Tahun 2007
Pajak adalah kontribusi kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2. Karakteristik Pajak
Karakteristik pajak dapat dibedakan senagai berikut;
 Pajak merupakan iuran/kewajiban untuk menyerahkan kekayaan kepada negara.
 Pajak merupakan sebagian harta kekayaan rakyat.
 Perpindahan/penyerahan iuran bersifat wajib dan dapat dipaksakan.
 Perpindahan tersebut berdasarkan UU atau peraturan yang berlaku.
 Pajak dipungut oleh negara baik pemerintahan pusat maupun daerah.
 Pajak digunakan untuk pengeluaran pemerintah.
 Pajak dapat berfungsi sebagai anggaran (budget) dan fungsi mengatur.

3. Fungsi Pajak
Fungsi pajak mempunyai dua fungsi yaitu;
 Fungsi Penerimaan (budgetair), sebagai sumber dana bagi pengeluaran pemerintah.
 Fungsi Mengatur (Reguler), sebagai pengatur atau pelaksana kebijakan bidang sosial
dan ekonomi.

4. Syarat Pemungutan Pajak


Adapun syarat dalam pemungutan pajak harus memenuhi beberapa syarat antara lain;

PERPAJAKAN-IwanSidharta 1
STIE Pasundan Bandung-2015
 Syarat Keadilan
 Syarat Yuridis
 Syarat Ekonomis
 Syarat Finansial
 Syarat Simplicity

5. Definisi Hukum Pajak


Hukum Pajak adalah suatu kumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah,
sebagai pemungut pajak (fiskus) dengan rakyat, sebagai pembayar pajak.

6. Cakupan Hukum Pajak


 Subjek Pajak dan Wajib Pajak.
 Objek Pajak.
 Kewajiban pajak terhadap pemerintah.
 Timbul dan hapusnya hutang pajak.
 Cara penagihan pajak.
 Cara mengajukan keberatan dan banding.

7. Pembagian Hukum Pajak


Dalam hukum pajak terdapat dua dasar hukum yaitu;
1. Hukum Pajak Material, hukum yang memuat norma-norma yang menerapkan
keadaan-keadaan, perbuatan-perbuatan dan peristiwa-peristiwa hukum yang harus
dikenakan pajak, siapa-siapa yang harus dikenakan pajak dan berapa besarnya pajak.
2. Hukum Pajak Formal, hukum pajak formal serangkaian peraturan mengenai cara-cara
untuk menjelmakan hukum material pajak menjadi suatu kenyataan.

8. Hukum Pajak Material Mengatur Tentang;


 Pendaftaran Wajib Pajak dan Objek Pajak.
 Pemungutan Pajak.
 Penyetoran Pajak.
 Pengajuan keberatan.
 Permohonan banding.
 Permohonan pengurangan dan penundaan pembayaran, dan lain lain.

9. Tarif Pajak
Dalam pelaksanaanya pajak memiliki beberapa penerapan tarif yang berbeda tergantung dari
jenis pajaknya. Adapun tarif pajak yang berlaku adalah sebagai berikut;
1. Tarif Proporsional/Sebanding
 Contohnya Penyerahan Barang Kena Pajak dengan dikenakan tarif Pajak
Pertambahan Nilai sebesar 10%
2. Tarif Tetap
 Contohnya tarif Bea Materai untuk cek dan giro dengan nominal berapapun
sebesar Rp 3.000,-
3. Tarif Progresif

PERPAJAKAN-IwanSidharta 2
STIE Pasundan Bandung-2015
 Contonya Pajak Penghasilam untuk Wajib Pajak orang pribadi yang dikenakan
tarif meningkat sesuai dengan jumlah penghasilannya

10. Timbul dan Hapusnya Utang Pajak


Dalam pelaksanaan pajak terdapat syarat untuk menjadi utang pajak dan keungkinan
terjadinya penghapusan pajak, yaitu sebagai berikut ;
1. Timbulnya Utang Pajak
 Secara Formil
 Akibat dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus
 Secara Materiil
 Akibat berlakunya Undang-Undang mengenai Perpajakan
2. Hapusnya Utang Pajak
 Pembayaran
 Kompensasi
 Daluarsa
 Pembebasan dan penghapusan

11. Pengelompokan Pajak


1. Menurut Golongan
 Pajak Langsung; contohnya Pajak Penghasilan
 Pajak Tidak Langsung; contohnya Pajak Pertambahan Nilai
2. Menurut Sifat
 Pajak Subjektif; contohnya Pajak Penghasilan
 Pajak Objektif; contohnya Pajak Pertambahan Nilai
3. Menurut Lembaga Pemungut
 Pajak Pusat; contohnya Pajak Penghasilan
 Pajak Daerah
 Pajak Provinsi; contohnya Pajak Kendaraan Bermotor
 Pajak Kabupaten/Kota; contohnya Pajak Hotel

12. Hambatan Pemungutan Pajak


Dalam pelaksanaan perpajakan terdapat beberapa hambatan dalam melakukan pemungutan
terhadap wajib pajak, yaitu antara lain;
1. Perlawanan Pasif
 Perkembangan intelektual dan moral masyarakat
 Sistem pajak yang sulit untuk dipahami masyarakat
 Sistem kontrol yang tidak dapat dilakukan dengan baik
2. Perlawanan Aktif
 Tax avoidance; merupakan usaha untuk meringankan beban pajak dengan
tidak melanggar undang-undang
 Tax evasion; merupakan usaha untuk meringankan beban pajak dengan cara
melanggar undang-undang/penggelapan pajak

1.2 ASAS-ASAS, SISTEM PEMUNGUTAN DAN TERHAPUSNYA UTANG PAJAK


1. Asas-Asas Pemungutan Pajak meliputi;

PERPAJAKAN-IwanSidharta 3
STIE Pasundan Bandung-2015
Equality (Asas Persamaan).
 Pengenaan pajak bersifat adil dan merata, sesuai dengan kemampuannya.
Certainty (Asas Kepastian).
 Pengenaan pajak tidak ditentukan sewenang-wenang, terdapat aturan yang jelas.
Convenience (Asas Menyenangkan).
 Pengenaan pajak dilakukan pada saat yang tepat, tidak menyulitkan wajib pajak.
Economy (Asas Efisiensi)
 Pengenaan pajak dilakukan secara seefisien mungkin.

2. Teori-Teori Pemungutan Pajak


Terdapat beberapa teori mengenai penerapan pajak dalam suatu Negara, teori-teori tersebut
antara lain;
1. Teori Asuransi
Teori ini mengibaratkan pajak sebagai suatu premi asuransi yang harus dibayar
oleh setiap orang karena mendapatkan perlindungan atas hak-haknya dari Negara.
2. Teori Kepentingan
Teori ini menyatakan bahwa Negara mengenakan pajak karena Negara telah
melindungi kepentingan rakyat.
3. Teori Gaya Pikul
Teori ini menyatakan bahwa biaya atas jasa yang diberikan Negara berupa
perlindungan dipikul oleh orang yang menikmati jasa tersebut.
4. Teori Kewajiban Mutlak
Teori ini menyatakan bahwa Negara sebagai suatu organ satu kesatuan yang
didalamnya warga negara terikat dengan aturan yang dibuatnya.
5. Teori Daya Beli
Teori ini menyatakan bahwa pajak ibarat pompa yang menyedot daya beli
masyarakat dan pada akhirnya dipompakan kembali kepada masyararakat.
6. Teori Pembenaran Pancasila
Teori ini menyatakan bahwa berdasarkan asas kekeluargaan dan gotong royong,
pajak merupakan pengorbanan setiap anggota keluarga untuk kepentingan
bersama tanpa imbalan.

3. Asas-Asas Pengenaan Pajak


Terdapat beberapa asas dalam pemungutan pajak yaitu;
1. Asas Negara Tempat Tinggal (Asas Domisili).
Negara dimana seseorang bertempat tinggal mempunyai hak yang tidak terbatas untuk
mengenakan pajak.
2. Asas Negara Asal (Negara Sumber).
pengenaan pajak berdasarkan pada tempat mana sumber penghasilan tersebut berada.
3. Asas Kebangsaan
pengenaan pajak berdasarkan pada kewarganegaraan wajib pajak.

4. Pemungutan Pajak Berdasarkan Stelsel


1. Stelsel Nyata (Riil Stelsel).
Penentuan pajak berdasarkan pada keadaan objek pajak yang sesungguhnya dengan
demikian pajak dapat dipungut setelah mengetahui keadaan riil.
2. Stelsel Anggapan (Fictive Stelsel).
PERPAJAKAN-IwanSidharta 4
STIE Pasundan Bandung-2015
Pajak dipungut diawal tahun dengan menggunakan anggapan penghasilan yang akan
diterima wajib pajak.
3. Stelsel Campuran.
Penentuan pajak pada awal tahun dengan adanya anggapan kemudian dapat diangsur
selama tahun pajak dan pada akhir tahun dihitung kembali sesuai dengan kondisi
sesungguhnya.

5. Sistem Pemungutan Pajak


1. Official Assesment System
Merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada petugas pajak
atau pemerintah untuk menentukan besarnya pajak terutang.
2. Self Assesment System
Merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak
untuk menentukan sendiri besarnya pajak terutang.
3. With Holding System
Merupakan sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak
ketiga (konsultan)

6. Tarif Pajak
Suatu pedoman dasar penghitungan besarnya hutang pajak, yaitu;
1. Tarif Tetap.
Tarif yang berupa suatu jumlah tertentu yang sifatnya tetap dan tidak dipengaruhi oleh
besarnya dasar perhitungan pajak.
2. Tarif Sebanding.
Tarif dengan sebuah persentase tunggal yang dikenakan terhadap beberapapun
besarnya dasar perhitungan pajak.
3. Tarif Mengikat (Progresif).
Tarif yang persentasenya akan semakin besar sejalan dengan meningkatnya dasar
perhitungan pajak.
4. Tarif Menurun (Degresif).
Tarif yang dasar pengenaanya semakin menurun sejalan dengan meningkatnya dasar
perhitungan pajak.

7. Berakhirnya Utang Pajak


Dalam pelaksanaan perpajakan terdapat berakhirnya utang pajak, jika wajib pajak telah
melakukan beberapa syarat perpajakan yaitu;
 Pembayaran
 Kompensasi
 Penghapusan
 Daluarsa
 Pajak Pusat : 5 Tahun
 Pajak Daerah: 5 Tahun
 Retribusi: 3 Tahun
 Tindak pidana: Tidak ada batas waktu
 Pembebasan

1.3 PENGGOLONGAN, TARIF DAN SANKSI PAJAK


PERPAJAKAN-IwanSidharta 5
STIE Pasundan Bandung-2015
Jenis-jenis Pajak dapat dibagi berdasarkan pada penggolongan, pemungutan, dan sifta pajak.
Adapun contoh jenis pajak berdasarkan penggolongan, pemungut dan sifat pajak adalah
sebagai berikut;
No Jenis Pajak Golongan, Pemungut, Sifat
1 Pajak Penghasilan (PPh) Langsung, Pusat, Subjektif
2 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Tidak Langsung, Pusat, Objektif
Penjualan Barang Mewah (PPnBM)
3 Bea Materai Langsung, Pusat, Objektif
4 Bea Masuk dan Bea Cukai Langsung, Pusat, Objektif
5 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Langsung, Pusat, Objektif
Kendaraan diatas Air
6 Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Langsung, Pusat, Objektif
diatas Air
7 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Langsung, Pusat, Objektif
8 Pajak Air Permukaan Langsung, Pusat, Objektif
9 Pajak Hotel Tidak Langsung, Pusat, Objektif
10 Pajak Restoran Tidak Langsung, Pusat, Objektif
11 Pajak Hiburan Tidak Langsung, Pusat, Objektif
12 Pajak Reklame Langsung, Pusat, Objektif
13 Pajak Penerangan Jalan Langsung, Pusat, Objektif
14 Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Langsung, Pusat, Objektif
15 Pajak Parkir Langsung, Pusat, Objektif
16 Pajak Air Tanah Langsung, Pusat, Objektif
17 Pajak Sarang Burung Walet Langsung, Pusat, Objektif
18 Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Langsung, Pusat, Objektif
Perkotaan
19 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Langsung, Pusat, Objektif
(BPHTB).

1. Metode Penghitungan
Dalam melakukan perhitungan pajak perlu memperhatikan tarif yang berlaku. Tarif PPh WP
Badan dan BUT (Ps 17 UU No. 36 Th 2008)
1. Tarif Tunggal: 28%
2. Pada Tahun 2010 menjadi turun sebesar 25%
WP Badan Usaha yang berbentuk perseroaan terbuka (Tbk) yang memiliki paling
sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek
Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5%
lebih rendah dari yang seharusnya (PMK No 238/PMK. 03/2008).
Tarif PPh WP Pribadi (Ps 17 UU No. 36 Th 2008)

Dasar Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp 50.000.000 5%

Diatas Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 250.000.000 15%


Diatas Rp 250.000.000 sampai dengan Rp 500.000.000 25%

PERPAJAKAN-IwanSidharta 6
STIE Pasundan Bandung-2015
Diatas Rp 500.000.000 30%

2. Sanksi Pajak
Dalam pelaksanaan pajak terdapat sanksi pajak bagi wajib pajak yang melaukan pelanggaran
terhadap kewajiban pajaknya. Adapun sanksi pajak meliputi;
Administratif
 Sanksi Denda
 Sanksi Bunga
 Sanksi Kenaikan

Pidana
 Pidana Penjara
 Pidanan Kurungan

3. Pidana Penjara karena adanya tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja
 Terhukum menjalani di gedung atau rumah penjara.
 Batas maksimum hukuman penjara adalah seumur hidup.
 Pekerjaan yang harus dilakukan lebih berat
 Kebebasan dalam penjara sangat terbatas
 Dibagi berdasarkan kelas menurut kualitas dan kuantitas kejahatan.
 Tidak dapat menjadi pengganti hukuman denda.

4. Contoh Pidana Penjara


Alasan disengaja (Ps 39 UU No 28/2007)
 Tidak mendaftarkan diri; atau menyalahgunakan NPWP; atau
 Tidak menyampaikan SPT; atau
 Menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap;
atau
 Menolak untuk dilakukan pemeriksaan.
 Menolak memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau
dipalsukan seolah-olah benar.
 Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan, atau
meminjamkan buku, catatan atau dokumen lainnya; atau
 Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong sehingga dapat menimbulkan kerugian
pendapatan negara.

5. Pidana Kurungan
 Selain dipenjara, dalam kasus tertentu dapat juga terhukum menjalaninya di rumah
dengan pengawasan yang berwajib.
 Adapun batasnya hukuman selama 1 tahun.
 Terdapat kemungkinan yang lebih besar untuk memperoleh kebebasan.
 Tidak terdapat pembagian per kelas-kelas berat tidaknya hukuman.
 Dapat dijadikan sebagai pengganti hukuman denda.

PERPAJAKAN-IwanSidharta 7
STIE Pasundan Bandung-2015
Contoh Pidana Kurungan
Alasan Kealpaan (Ps 38 UU No 28/2007)
 Tidak menyampaikan SPT; atau
 Menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan
keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian negara.
 Sanksi
Dipidana kurungan antara 3 bulan sampai 1 tahun dan atau denda antara 1-2 kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar (bila dilakukan pertama kali maka tidak
ada sanksi pidana).

PERPAJAKAN-IwanSidharta 8
STIE Pasundan Bandung-2015
BAB II

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

1.1 Pengertian-Pengertian

Pajak

Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Wajib Pajak
Orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak,
yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.

Pengusaha

Orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan
usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan
usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.

Pengusaha Kena Pajak

Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena
Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan
perubahannya.

Nomor Pokok Wajib Pajak

Nomor yang diberikan kepada WP sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak
dan kewajiban perpajakannya.

1. Yang Wajib Mendaftarkan Diri Untuk Memperoleh NPWP


1. Orang Pribadi
 Menjalankan usaha dan pekerjaan bebas.
 Tidak menjalankan usaha, Penghasilan melebihi PTKP
 Wanita kawin pisah harta.
2. Badan Usaha
3. Orang Pribadi dan Badan Usaha
yang bertindak sebagai pemungut atau pemotong pajak

PERPAJAKAN-IwanSidharta 9
STIE Pasundan Bandung-2015
Fungsi NPWP/NPPKP
1 Sebagai sarana tanda pengenal diri atau identitas WP dalam rangka administrasi
perpajakan.
2 Sebagai sarana pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan, juga untuk mendapatkan
pelayanan dari instansi tertentu .

2. Pendaftaran Untuk Mendapatkan NPWP


Berdasarkan sistem self assessment setiap Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan subjektif
dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib
mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP dengan cara:
1. Datang langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan
dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau
tempat kedudukan WP; atau
2. Secara on-line melalui internet di situs Direktorat Jenderal Pajak dengan alamat
www.pajak.go.id.
 Kewajiban mendaftarkan diri berlaku pula terhadap wanita kawin yang ingin
memenuhi kewajiban perpajakan secara terpisah dengan suaminya.
 Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang mempunyai tempat usaha
berbeda dengan tempat tinggal, selain wajib mendaftarkan diri ke KPP yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggalnya, juga diwajibkan mendaftarkan diri
ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan.
 Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas,
bila sampai dengan suatu bulan memperoleh penghasilan yang jumlahnya telah
melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) setahun, wajib mendaftarkan diri
paling lambat pada akhir bulan berikutnya.
 Wajib Pajak orang pribadi lainnya yang memerlukan NPWP dapat mengajukan
permohonan untuk memperoleh NPWP.

3. Pendaftaran Oleh Pengusaha Untuk Memperoleh PKP


1. Pengusaha yang dikenai PPN, wajib melaporkan usahanya pada KPP yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha dan tempat
kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi PKP.
2. Pengusaha orang pribadi atau badan yang mempunyai tempat kegiatan usaha
berbeda dengan tempat tinggal, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai PKP ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat
kedudukan, dan juga wajib mendaftarkan diri ke KPP di tempat kegiatan usaha
dilakukan.
3. Pengusaha kecil yang memlilih untuk dikukuhkan sebagai PKP wajib mengajukan
pernyataan tertulis untuk dikukuhkan sebagai PKP.
4. Pengusaha kecil yang tidak memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP tetapi sampai
dengan suatu masa pajak dalam suatu tahun buku seluruh nilai peredaran bruto telah
melampaui batasan yang ditentukan sebagai pengusaha kecil, wajib melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat akhir masa pajak berikutnya.

4. Tempat Pendaftaran WP Tertentu & Pelaporan Bagi Pengusaha Tertentu


1. Wajib Pajak BUMN sektor industri dan perdagangan di KPP Wajib Pajak Besar
PERPAJAKAN-IwanSidharta 10
STIE Pasundan Bandung-2015
Tiga;
2. Wajib Pajak BUMN sektor jasa dan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Wajib
Pajak Besar Empat;
3. Wajib Pajak PMA (Penanaman Modal Asing) yang tidak go public, di KPP PMA kecuali
yang telah terdaftar di KPP lama dan Wajib Pajak PMA di kawasan berikat dengan
permohonan diberikan kemudahan mendaftar di KPP setempat;
4. Wajib Pajak Badan dan Orang Asing (Badora), di KPP Badora;
5. Wajib Pajak go public, di KPP Perusahaan Masuk Bursa (Go Public), kecuali Wajib
Pajak BUMN/BUMD serta Wajib Pajak PMA yang berkedudukan di kawasan berikat;
6. Wajib Pajak BUMD diluar Jakarta, di KPP setempat;
7. Untuk Wajib Pajak BUMN/BUMD, PMA, Badora, Go Public di luar Jakarta, khusus
PPh Pemotongan/pemungutan dan PPN/PPnBM di tempat kegiatan usaha atau
cabang;
8. Wajib Pajak Minyak dan Gas di KPP Minyak dan Gas Bumi.

5. Penerbitan NPWP dan Pengukuhan PKP Secara Jabatan


KPP dapat menerbitkan NPWP dan Pengukuhan PKP secara jabatan, apabila WP tidak
mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai PKP

6. Sanksi Yang berhubungan dengan NPWP dan Pengukuhan PKP


 Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau
menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP, sehingga dapat merugikan
pada pendapatan negara dapat dipidana.
 Pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi 4 kali jumlah pajak
terhutang yang tidak atau kurang bayar.

Alasan Penghapusan NPWP


 WP orang pribadi yang meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan
(pemberitahuan tertulis dari ahli waris yang dilengkapi dengan fotocopy kematian);
 Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan (fc surat
nikah atau akte perkawinan);
 Warisan yang terbagi dalam kedudukan sebagi subjek pajak sesudah selesai terbagi
(surat pernyataan ahli waris);
 WP Badan yang telah bubar (akte pembubaran dan neraca likuidasi);
 Bentuk usaha tetap yang kehilangan status menjadi usaha tidak tetap (dokumen yang
mendukung);
 WP pribadi yang tidak memenuhi syarat sebagai WP (laporan pemeriksaan lapangan).

Alasan Pencabutan NPPKP


 Pengusaha Kena Pajak pindah ke KPP lain.
 Pengusaha Kena Pajak bubar.
 Pengusaha Kena Pajak tidak memenuhi syarat sebagai PKP.
 Pengusaha Kena Pajak yang jumlah peredaran dalam 1 tahun pajak tidak melebihi
batasan Pengusaha Kecil dengan ketentuan;
Mengajukan permohonan pencabutan PKP.
PERPAJAKAN-IwanSidharta 11
STIE Pasundan Bandung-2015
Diajukan setelah lewat jangka waktu 3 bulan setelah akhir tahun pajak.

2.2 PEMBAYARAN PAJAK


Fungsi Surat Setoran Pajak (SSP)
1 Surat atau dokumen untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terhutang
2 Untuk beberapa jenis pajak tertentu, Surat Setoran Pajak dapat berfungsi sebagai
pengganti bukti potong, bukti pungut atau pengganti SPT Masa.

Surat Setoran Pajak yang berfungsi sebagai bukti potong/bukti pungut


 Pembayaran PPN Impor
 Pembayaran PPN Bendahara
 Pembayaran PPh Pasal 22 Impor
 Pembayaran PPh Pasal 22 Bendahara
 Pembayaran PPh Final atas Transaksi Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
 Pembayaran sendiri PPh Final atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
 Khusus untuk PPh Pasal 25 (angsuran PPh), dapat juga sebfungsi sebagai SPT Masa.

Tempat Pembayaran Pajak


 Kantor Pos
 Bank-bank yang ditunjuk oleh Dirjen Anggaran
 Untuk pembayaran Fiskal Luar Negeri selain tempat-tempat tersebut dapat dilakukan
pada loket-loket pembayaran yang telah disediakan di Pelabuhan keberangkatan.

Batas Waktu Pembayaran Pajak


 SPT Masa paling lambat 15 hari setelah Masa Pajak berakhir (tanggal 15 bulan
berikutnya).
 SPT Tahunan (PPh pasal 29) paling lambat sebelum SPT disampaikan.
 Sanksi keterlambatan berupa sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% tiap
sebulan.
 STP, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), SKPBT, SK Pembetulan, SK
Keberatan, SK Banding, 1 bulan sejak tanggal diterbitkan.

2.3 PELAPORAN PAJAK


1. Pengertian Surat Pemberitahuan
Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP) digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan/ atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek
pajak dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
Terdapat dua macam SPT yaitu:
 SPT Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
 SPT Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun
Pajak.

PERPAJAKAN-IwanSidharta 12
STIE Pasundan Bandung-2015
2. Surat Pemberitahuan (SPT)
 Surat yang digunakan oleh WP untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran
pajak, objek pajak, bukan objek pajak, harta dan kewajiban.
 SPT Masa untuk suatu masa pajak.
 SPT Tahunan untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak

3. Fungsi SPT
1. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang
terhutang.
2. Melaporkan tentang pemenuhan pembayaran pajak yang telah dilaksanakan sendiri.
3. Melaporkan pembayaran dari pemotongan pajak atau pemungut pajak tentang
pemotongan/pemungutan dan pembayaran yang telah dilakukan kepada orang atau
badan.
4. Dari SPT tersebut dapat diketahui berapa pajak terhutang, jumlah pajak yang telah
dipotong dan kekurangan/kelebihan pembayaran pajak.

Jenis SPT Tahunan


 PPh pasal 21/26
 PPh pasal 22
 PPh pasal 23
 PPh pasal 25
 PPh pasal 4(2)
 PPh pasal 15
 PPN dan PPnBM
 PPN Pemungut

Jenis SPT Tahunan


 PPh Badan
 PPh Orang Pribadi

Pihak Yang Wajib Mengisi SPT dan Menyampaikan SPT


1. Orang pribadi yang menerima penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas;
2. Orang pribadi yang menerima penghasilan lebih dari satu pemberi kerja;
3. Setiap Badan Usaha Tetap (BUT).
4. Apabila WP memperoleh penghasilan hanya dari satu pemberi kerja dan atau
menerima penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas, maka WP tidak wajib mengisi
dan menyampaikan SPT kecuali telah mempunyai NPWP

Batas Waktu Penyampaian SPT


 SPT Masa > paling lama 20 hari setelah akhir masa pajak.
 SPT Tahunan WP Pribadi > paling lama 3 bulan setelah akhir tahun pajak.
 SPT Tahunan WP Badan > paling lama 4 bulan setelah akhir tahun pajak.

4. Ketentuan Tentang Penyampaian SPT


PERPAJAKAN-IwanSidharta 13
STIE Pasundan Bandung-2015
Penyampaian SPT oleh Wajib Pajak dapat dilakukan:
 Secara langsung ke KPP/KP2KP atau tempat lain yang ditentukan (Drop Box,
Pojok Pajak, Mobil Pajak Keliling);
 Melalui pos dengan bukti pengiriman surat atau;
 Dengan cara lain yaitu melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan
bukti pengiriman surat atau e-Filing yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak
maupun oleh penyedia jasa aplikasi (ASP).
Bukti penerimaan SPT untuk yang disampaikan :
 secara langsung adalah tanda penerimaan surat;
 e-Filing adalah bukti penerimaan elektronik;
 Pos dengan bukti pengiriman surat adalah bukti pengiriman surat dan;
 Perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan adalah tanda penerimaan surat.

Batas waktu pelaporan SPT:

N0 Jenis Pajak Batas Pelaporan


1 PPh pasal 4(2) setor sendiri tgl 20 bulan berikutnya
2 PPh pasal 4(2) pemotongan tgl 20 bulan berikutnya
3 PPh pasal 15 setor sendiri tgl 20 bulan berikutnya
4 PPh pasal 15 pemotongan tgl 20 bulan berikutnya
5 PPh pasal 21 tgl 20 bulan berikutnya
6 PPh pasal 23/26 tgl 20 bulan berikutnya
7 PPh pasal 25 tgl 20 bulan berikutnya
8 PPh pasal 22 impor yang pemungutan oleh BC hari kerja terakhir minggu
berikutnya
9 PPh pasal 22 pemungut oleh Bendaharawan 14 hari setelah masa pajak
10 PPh pasal 22 migas tgl 20 bulan berikutnya
11 PPh pasal 22 tgl 20 bulan berikutnya
12 PPN & PPnBM akhir bulan berikutnya
13 PPN atas kegiatan akhir bulan berikutnya
14 PPN atas pemanfaatan akhir bulan berikutnya
15 PPN & PPnBM pemungutan oleh Bendaharawan akhir bulan berikutnya
16 PPN & PPnBM pemungutan selain Bendaharawan akhir bulan berikutnya
17 PPh 25 WP kriteria tertentu 20 hari setelah berakhirnya
masa pajak
18 Pembayaran masa selain PPh 25 WP kriteria tertentu 20 hari setelah berakhirnya
masa pajak

2.4 Ketetapan Pajak

Prinsip self assessment dalam pemenuhan kewajiban perpajakan adalah bahwa Wajib
Pajak (WP) diwajibkan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan
melaporkan pajak yang terutang sendiri sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan, sehingga penentuan besarnya pajak yang terutang dipercayakan pada Wajib
Pajak sendiri melalui Surat Pemberitahuan (SPT) yang disampaikannya. Penerbitan suatu
surat ketetapan pajak hanya terbatas kepada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh
ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak
PERPAJAKAN-IwanSidharta 14
STIE Pasundan Bandung-2015
dilaporkan oleh Wajib Pajak.

1. Surat ketetapan pajak berfungsi sebagai :


 Sarana untuk melakukan koreksi fiskal terhadap Wajib Pajak tertentu yang
nyata-nyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban
formal dan atau kewajiban materiil dalam memenuhi ketentuan perpajakan.
 Sarana untuk mengenakan sanksi administrasi perpajakan.
 Sarana administrasi untuk melakukan penagihan pajak.
 Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar.
 Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutang.

2. Jenis-Jenis Ketetapan Pajak


a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah
kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak
yang telah ditetapkan sebelumnya.
c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak
karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak
seharusnya terutang.
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya
dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

PERPAJAKAN-IwanSidharta 15
STIE Pasundan Bandung-2015
BAB III

PAJAK DAERAH
1. Pengertian
Definis Pajak Daerah berdasarkan pada UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 adalah
sebagai berikut;
Pajak daerah merupakan kontribusi wajib kepada Daerah, yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.

2. Pajak Provinsi
 Pajak Kendaraan Bermotor
 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
 Pajak Air Muka Permukaan.
 Pajak Rokok

3. Pajak Kabupaten/Kota
 Pajak Hotel
 Pajak Restoran
 Pajak Hiburan
 Pajak Reklame
 Pajak Penerangan Jalan
 Pajak Mineral
 Pajak Parkir
 Pajak Air Tanah
 Pajak Sarang Burung Walet
 Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
 Bea Perolehaan Hak atas Tanah dan Bangunan
Catatan
 Daerah dilarang memungut pajak selain yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang.
 Dengan Perda, pajak daerah dapat tidak dipungut apabila potensinya kurang memadai.

Tarif Pajak Provinsi


 Pajak Kendaraan Bermotor
 Kepemilikan pertama : 1%-2%
 Kepemilikan lebih dari 2 : 2% - 10%
 Angkutan Umum, Pemadam Kebakaran, Sosial Keagamaan,
Pemerintah/TNI/Polri : 0,1% - 0,2%
 Alat berat dan besar : 0,1% - ),2%
 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (maksimum)
 Penyerahan pertama : 0,75%
 Penyerahan kedua : 0,075%
 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
PERPAJAKAN-IwanSidharta 16
STIE Pasundan Bandung-2015
 Maksimum 10%
 Untuk kendaraan umum dapat ditetapkan paling sedikir 50% lebih rendah
 Pajak Air Permukaan paling tinggi 10%
 Pajak Rokok : 10% dari cukai rokok

Tarif Pajak Kabupaten/Kota


 Pajak Hotel paling tinggi 10%
 Pajak Restoran paling tinggi 10%
 Pajak Hiburan  Paling tinggi 35%
 Khusus untuk hiburan tertentu dapat ditetapkan paling tinggi 75%
 Khusus kesenian rakyat/tradisional paling tinggi 10%
 Pajak Reklame paling tinggi 25%
 Pajak Parkir paling tinggi 30%
 Pajak Air tanah paling tinggi 20%
 Pajak Penerangan Jalan  paling tinggi 10%
 Untuk Industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam paling tinggi 3%
 Listrik yang dihasilkan sendiri paling tinggi 1,5%
 Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan paing tinggi 25%
 Pajak Sarang Burung Walet paling tinggi 10%
 Pajak Bumi dan Bangunan paing tinggi 0,3%
 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan paling tinggi 5%.

Bagi Hasil Pajak Provinsi


 Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 30%
 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 70%
 Pajak Rokok 70%
 Pajak Air permukaan 50% khusus yang berada hanya di 1 wilayah kabupaten/kota
maka bagi hasilnya 80%

4. Alokasi Pajak Daerah


Untuk meningkatkan kualitas pelayanan secara bertahap dan terus menerus dan sekaligus
menciptakan good governance dan clean government, penerimaan beberapa jenis pajak
daerah wajib dialokasikan untuk mendanai pembangunan sarana dan prasarana yang secara
langsung dapat dinikmati oleh pembayar pajak dan seluruh masyarakat.
 Pajak Kendaraan Bermotor, 10% wajib dialokasikan untuk pemeliharaan dan
pembangunan jalan, serta peningkataan sarana transfortasi umum.
 Pajak Rokok, 50% dialokasikan untuk mendanai pelayanan kesehatan dan penegakan
hukum.
 Sebagai penerimaan pajak penerangan jalan digunakan untuk penyediaan penerangan
jalan.

PERPAJAKAN-IwanSidharta 17
STIE Pasundan Bandung-2015
RETRIBUSI DAERAH
1. Definisi Retribusi Daerah
Merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang
khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemda untuk kepentingan orang pribadi atau
badan.

2. Definis Jasa
Merupakan kegiatan Pemda berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas,
atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
 Objek Retribusi Daerah
 Jasa Umum
 Jasa Usaha
 Perizinan Tertentu

3. Jasa Umum
Merupakan jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemda untuk tujuan kepentingan dan
kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
 Objek Retribusi Jasa Umum
 Pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemda untuk tujuan kepentingan
dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
 Subjek Retribusi Jasa Umum
 Orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa
umum yang bersangkutan

4. Kriteria Jasa Umum


 Retribusi Jasa Umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa Usaha
atau Retribusi Perizinan Tertentu.
 Merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
 Memberikan manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan
membayar Retribusi disamping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum.
 Jasa tersebut layak dikenakan retribusi.
 Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional.
 Retribusi dapat dipungut secara efektif dan efisien, serta merupakan salah satu sumber
pendapatn daerah potensial.
 Pemungutannya memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan/atau
kualitas pelayanan yang lebih baik.

5. Jenis Retribusi Jasa Umum


 Pelayanan kesehatan
 Pelayanan kebersihan
 Biaya cetak KTP dan Akte Catatan Sipil
 Pelayanan pemakaman
 Pelayanan pasar
 Pengujian kendaraan bermotor
PERPAJAKAN-IwanSidharta 18
STIE Pasundan Bandung-2015
 Pemeriksaan alat pemadam kebakaran
 Pengganti biaya cetak peta
 Penyediaan penyedotan septitank
 Pengolahan limbah
 Pelayanan Tera
 Pelayanan pendidikan
 Pengendalian menara telekomunikasi.

6. Jasa Usaha
Merupakan jasa yang disediakan oleh Pemda dengan menganut prinsip-prinsip komersial
karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.
 Objek Retribusi Jasa Usaha
 Pelayanan yang disediakan Pemda dengan prinsip komersial.
 Subjek Retribusi Jasa Usaha
 Orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha
yang bersangkutan.

7. Kriteria Jasa Usaha


 Retribusi Jasa Usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi Jasa Umum
atau Retribusi Perizinan Tertentu.
 Jasa bersifat komersial yang seyogyanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum
memadai/dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal.

8. Jenis Retribusi Jasa Usaha


 Retribusi pemakaian kekayaan daerah
 Retribusi pasar grosir/pertokoan
 Retribusi tempat pelelangan
 Retribusi terminal
 Retribusi tempat khusus parkir
 Retribusi penginapan/pesanggrahan/villa
 Retribusi rumah potong hewan
 Retribusi pelayanan kepelabuhan
 Retribusi tempat rekreasi dan olah raga
 Retribusi penyebrangan di air
 Retribusi penjualan produksi usaha daerah

9. Perizinan Tertentu
Merupakan kegiatan rencana tertentu Pemda dalam rangka pemberian izin kepada orang
pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan
pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang,
prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga
kelestarian lingkungan.

10. Objek dan Subjek Retribusi Perizinan Tertentu


 Objek
PERPAJAKAN-IwanSidharta 19
STIE Pasundan Bandung-2015
 Kegiatan tertentu Pemda dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi
atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian,
dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan SDA, barang,
prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum
dan menjaga kelestarian lingkungan.
 Subjek
 Orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari Pemda.

11. Kriteria Perizinan Tertentu


 Perizinan tersebut termasuk kewenangan Pemda dalam rangka asas desentralisasi.
 Perizinan tersebut benar-benar diperlukan untuk kepentingan umum.
 Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya
untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar
sehingga layak dibiayai dari retribusi perizinan.

12. Jenis Retribusi Perizinan Tertentu


 Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
 Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Berakohol
 Retribusi Izin Gangguan
 Retribusi Izin Trayek
 Retribusi Izin Usaha Perikanan

13. Kriteria Penetapan Tarif Retribusi


 Jasa Umum
 Berdasarkan pada kebijakan daerah dengan pertimbangan biaya penyediaan
jasa bersangkutan, kemampuan masyarakat dan aspek keadilan.
 Jasa Usaha
 Berdasarkan pada tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang layak.
 Perizinan Tertentu
 Berdasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya
penyelenggaraan pemberian perizinan yang bersangkutan.
Lain-Lain
 Dengan Peraturan Daerah dapat ditetapkan jenis Retribusi selain yang telah ditetapkan
sesuai dengan kewenangan otonominya dan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.
 Hasil penerimaan jenis retribusi tertentu daerah kabupaten sebagian diperuntukkan
kepada desa.
 Bagian desa ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Daerah kabupaten dengan aspek
keterlibatan Desa dalam menyediakan layanan tersebut.

PERPAJAKAN-IwanSidharta 20
STIE Pasundan Bandung-2015
BAB IV

Penghasilan Neto Dan Norma Penghasilan


1. Bentuk Wajib Pajak
 WP Orang Pribadi
Tarif berlapis sesuai Pasal 17 UU PPh
Ada Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
 WP Badan
Tarif Tunggal sesuai dengan Pasal 17 UU PPh
Tidak ada PTKP

2. Penentuan Pajak Penghasilan


 Bentuk Wajib Pajak
WP Orang Pribadi
Tarif berlapis sesuai pasal 17 UU PPh
Ada Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
WP Badan
Tarif Tunggal sesuai pasal 17 UU PPh
Tidak ada PTKP
 Sifat Wajib Pajak
WP Dalam Negeri pasal 26 UU No 36 Th 2008
Tarif dikali Penghasilan bruto
WP Luar Negeri
Tarif dikali Penghasilan neto
 Pembukuan > Laporan Laba Rugi
 Pencatatan > Norma Penghasilan Neto
 Lainnya > Penghasilan Bruto – Biaya yang diperkenankan (biaya jabatan, iuran
pensiun, dll)

3. Pihak yang wajib melakukan pembukuan (UU No. 36 Tahun 2008)


 WP orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran
bruto sebesar Rp 4.800.000.000 atau lebih dalam jangka waktu satu tahun
 WP Badan.

4. Pengelompokan Penghasilan
 Penghasilan dari pekerjaan, jasa dan kegiatan.
 Penghasilan dari usaha dan kegiatan.
 Penghasilan dari modal, jasa dan sewa atau penggunaan harta.
 Penghasilan lain-lain.

5. Tidak Termasuk Subjek Pajak Penghasilan


 Kantor perwakilan Negara asing.
 Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat dan pihak yang diperbantukan.
 Organisasi internasional yang ditetapkan Menteri Keuangan.
PERPAJAKAN-IwanSidharta 21
STIE Pasundan Bandung-2015
 Pejabat perwakilan organisasi internasional non WNI yang tidak memperoleh
penghasilan lain selain di organisasi tersebut.

6. Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final


 Penghasilan bunga deposito dan tabungan lainnya serta bunga lainnya.
 Penghasilan berupa hadiah undian.
 Penghasilan dari saham, derivatif serta pengalihan penyertaan modal.
 Penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah/bangunan, dan usaha jasa lainnya.
 Penghasilan tertentu yang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah.

7. Penghasilan yang tidak termasuk Objek Pajak Penghasilan


 Bantuan atau sumbangan.
 Warisan .
 Harta termasuk setor tunai ke badan usaha.
 Pembayaran asuransi.
 Deviden/pembagian keuntungan saham.
 Iuran yang diterima dari pensiun.
 Penghasilan dari modal dana pensiun.
 Bagian laba yang diperoleh anggota dari perseroaan komanditer.
 Penghasilan dari modal ventura berupa laba dari badan usaha yang dijalankan.
 Beasiswa.
 Sisa lebih dari perusahaan nirlaba bidang pendidikan dan penelitian serta
pengembangannya.
 Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

8. Penghasilan Kena Pajak (PKP)


cara menentukan Penghasilan Kena Pajak (PKP)
 Cara biasa, pembukuan yaitu mengurangi penghasilan bruto dengan biaya yang
diperkenankan;
◦ Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan.
◦ Biaya penyusutan dan amortisasi.
◦ Iuran dana pensiun.
◦ Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta.
◦ Kerugian karena selisih kurs mata uang asing.
◦ Natura untuk daerah tertentu.
◦ Biaya lain seperti biaya perjalanan, administrasi, litbang, magang, pelatihan.
 Dengan Norma Penghasilan Neto
◦ Besarnya persentase norma ditentukan berdasarkan keputusan Dirjen Pajak.
◦ Norma penghitungan neto boleh digunakan wajib pajak yang peredaran
brutonya kurang dari Rp 4.800.000.000 dalam setahun dengan ketentuan
memberitahukan kepada Dirjen Pajak dalan jangka waktu tiga bulan pertama
dari tahun pajak yang bersangkutan.

9. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

PERPAJAKAN-IwanSidharta 22
STIE Pasundan Bandung-2015
 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan pengurangan penghasilan neto
yang hanya diberikan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) sebagai WPDN.
 Dasar hukum UU No 36 Tahun 2008 yang disesuaikan atas konsultasi kepada DPR
pada tanggal 30 Mei 2012 dan 15 Oktober 2012 yang menyepakati penyesuaian PTKP
yang mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2013.
No Jenis Penghasilan Tidak Kena Pajak Setahun Sebulan

A Untuk Wajib Pajak Sendiri Rp 24.300.000 Rp 2.025.000


B Tambahan Untuk WP Kawin Rp 2.025.000 Rp 168.750

C Tambahan untuk istri yang Rp 24.300.000 Rp 2.025.000


penghasilannya digabung dengan suami
D Tambahan untuk setiap anggota keluarga Rp 2.025.000 Rp 168.750
sedarah, serta anak angkat yang jadi
tanggungan sepenuhnya maksimal 3
orang

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebelumnya

No Jenis Penghasilan Tidak Kena Pajak Setahun Sebulan

A Untuk Wajib Pajak Sendiri Rp 15.840.000 Rp 1.320.000


B Tambahan Untuk WP Kawin Rp 1.320.000 Rp 110.000

C Tambahan untuk istri yang Rp 15.840.000 Rp 1.320.000


penghasilannya digabung dengan suami
D Tambahan untuk setiap anggota keluarga Rp 1.320.000 Rp 110.000
sedarah, serta anak angkat yang jadi
tanggungan sepenuhnya maksimal 3
orang

 Karyawati kawin, PTKP nya dikurangkan untuk dirinya sendiri (suami tidak
mempunyai penghasilan).
 WP tidak kawin, PTKP dikurangkan untuk dirinya sendiri ditambah PTKP yang
menjadi tanggungan sepenuhnya maksimal 3 orang masing-masing sebesar Rp
2.025.000 setahun atau Rp 168.750 sebulan
 Karyawati kawin yang menunjukkan keterangan tertulis dari pemda setempat (min.
kecamatan) bahwa suaminya tidak memperoleh penghasilan, diberikan tambahan
PTKP Rp 2.025.000 setahun atau Rp 168.750 sebulan.
 Penghitungan PTKP ditentukan berdasarkan keadaan WP pada awal tahun pajak.

10. Tarif Pemungutan Pajak Penghasilan


Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (perorangan);

PERPAJAKAN-IwanSidharta 23
STIE Pasundan Bandung-2015
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif

Sampai Rp 50.000.000 5%

Diatas Rp 50.000.000 s/d Rp 250.000.000 15%


Diatas Rp 250.000.000 s/d Rp 500.000.000 25%
Diatas Rp 500.000.000 30%

Untuk Wajib Pajak Badan;


Tarif umum untuk Badan adalah 25% sejak Tahun 2010

Contoh Penghitungan Pajak Penghasilan


Sakha menikah dengan mempunyai 1 orang anak bekerja pada PT Becede dengan Gaji Rp 3jt
per bulan. Perusahaan tersebut mengikuti program Jamsostek. Premi asuransi kecelakaan
kerja dan asuransi kematian sudah termasuk gaji bruto. Sedangkan iuran pensiun sebesar 5%
dan iuran JHT sebesar 3% ditanggung karyawan.
Hitunglah PPh pasal 21 Sakha.
Jawaban
Gaji sebulan Rp 3.000.000
Premi ditanggung perusahaan
Penghasilan bruto Rp 3.000.000
Pengurangan diperbolehkan
Biaya jabatan = 5% x Rp 3.00.000 =Rp 150.000
Maks diperkenankan Rp 500.000
Biaya Jabatan dibolehkan =Rp 150.000
Iuran ditanggung karyawan
Iuran pensiun = 5% x Rp 3.000.000 =Rp 150.000
Iuran JHT = 2% x Rp 3.000.000 =Rp 60.000
Penghasilan neto/bulan Rp 2.490.000
Penghasilan setahun X 12bln Rp 29.880.000
PTKP
Diri WP =Rp 24.300.000
WP kawin =Rp 2.025.000
Tanggungan =Rp 2.025.000 (Rp 28.350.000)
PKP Rp 1.530.000
PPh pasal 21 =5% x Rp 1.530.000 =Rp 76.500
PPh Pasal 21/bl=Rp 76.500/12 bln =Rp 6.375

11. Norma Penghitungan Penghasilan


Bagi Orang Pribadi yang Menggunakan Pencatatan
Ketentuan Penggunaan Norma
 WP orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
 Peredaraan brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp 4.800.000.000, boleh
menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan;

PERPAJAKAN-IwanSidharta 24
STIE Pasundan Bandung-2015
 WP yang menghitung penghasilan netonya dengan menggunakan Norma, wajib
menyelenggarakan pencatatan;
 Memberitahukan kepada Dirjen Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun
pajak yang bersangkutan;
 WP yang tidak memberitahukan kepada Dirjen Pajak dianggap memilih
menyelenggarakan pembukuan.

Besarnya Norma
 Tergantung dari jenis/kegiatan usaha yang diatur oleh keputusan Dirjen Pajak (KEP
536/PJ/2000).
 Norma Penghitungan Penghasilan Neto dikelompokkan menurut wilayah;
10 ibu kota provinsi; Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Surabaya, Denpasar,
Manado, Makasar, dan Pontianak.
ibukota provinsi lannya.
Daerah lainnya.

Contoh
 dr. Imas merupakan spesialis penyakit dalam yang praktek di RS Hidup Sehat dengan
perjanjian bahwa setiap jasa dokter yang dibayarkan dipotong 15% oleh RS sebagai
penghasilan RS dan sisanya 85% dari jasa tersebut dibayarkan kepada dr. Dimas.
 Berikut adalah jasa dokter yang diterima;
◦ Januari Rp 30.000.000
◦ Februari Rp 30.000.000
◦ Maret Rp 25.000.000
◦ April Rp 40.000.000
Tentukan PPh dr. Imas yang akan dipotong?
Tarif PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tenaga Ahli [(50% x Penghasilan Bruto) x Tarif Pasal
17)]
Jawaban

Bln Penghasilan Dasar Pemotongan Dasar Tarif PPh terutang


Bruto (Rp) PPh Pasal 21 Pemotongan PPh Pasal (Rp)
kumulatif (Rp) 17

(1) (2) (3)=50%x(2) (4) (5) (6)=(3)x(5)


Jan 30.000.000 15.000.000 15.000.000 5% 750.000
Feb 30.000.000 15.000.000 30.000.000 5% 750.000
Mar 25.000.000 12.500.000 42.500.000 5% 625.000
Apr 15.000.000 7.500.000 50.000.000 5% 375.000
25.000.000 12.500.000 62.500.000 15% 1.875.000

Jml 125.000.000 62.500.000 4.375.000

PERPAJAKAN-IwanSidharta 25
STIE Pasundan Bandung-2015
Soal
Tn. Sakha menikah dengan mempunyai 1 orang anak bekerja pada PT Becede dengan Gaji
Rp 3jt per bulan. Perusahaan tersebut mengikuti program Jamsostek, Premi asuransi
kecelakaan kerja 0,24% dan asuransi kematian 1% dari gaji. Sedangkan iuran pensiun sebesar
5% dan iuran JHT sebesar 3% ditanggung karyawan.
Hitunglah PPh pasal 21 Sakha.
Iuran Jamsostek di tanggung perusahaan, sehingga menambah penghasilan bagi Tn. Sakha.

PERPAJAKAN-IwanSidharta 26
STIE Pasundan Bandung-2015
BAB V

PAJAK PENGHASILAN PASAL 24


1. PPh pasal 24
Merupakan Pajak Yang dipungut atau dibayar di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap
pajak penghasilan terutang atas keseluruhan penghasilan Wajib Pajak Dalam Negeri
(WPDN).
 Pajak dipungut diluar negeri atas penghasilan pajak di luar negeri.
 Pajak yang dibayar diluar negeri atas penghasilan luar negeri yang diperoleh Wajib
Pajak Dalam Negeri (WPDN) boleh dikreditkan dengan pajak yang terutang dalam
tahun pajak yang sama sebesar pajak yang dibayarkan diluar negeri tetapi tidak boleh
melebihi batas maksimum Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN).

2. Batas maksimum KPLN


 Jumlah pajak yang dibayar dibagi pajak terutang diluar negeri.
 Penghasilan luar negeri dibagi penghasilan kena pajak dikali PPh terutang.
 Jumlah PPh terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak, dalam hal penghasilan
kena pajaknya lebih kecil dari penghasilan luar negerinya.

3. Cara mencari PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan di dalam negeri


 Menentukan PKP = PNDN + PNLN
 Pajak penghasilan terutang dari Penghasilan Kena Pajak (PKP)
 Pajak yang telah dibayar diluar negeri
 Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN)
 Bandingkan antara pajak yang dibayar diluar negeri denang KPLN lalu pilih yang
terendah
 Besaran PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan

Contoh 1
Menentukan Batas Maskimum Kredit Pajak
 PT Maju di Bandung selama tahun 2013 memperoleh penghasilan dari dalam negeri
dan luar negeri.
 Penghasilan neto dalam negeri Rp 3.000.000.000 sedangkan yang di Hongkong
sebesar Rp 5.000.000.000, dan Korea sebesar Rp 5.000.000.000.
 Pajak yang telah dibayar diluar negeri 40%.
 Berapa PPh pasal 24 yang diperkenankan untuk dikreditkan dengan pajak penghasilan
yang harus dibayar di dalam negeri.
Jawaban
PKP
Penghasilan Neto Dalam Negeri Rp 3.000.000.000
Penghasilan Neto Luar Negeri
Hongkong Rp 5.000.000.000
Korea Rp 5.000.000.000+
Jumlah Penghasilan Neto LN Rp 10.000.000.000+
Jumlah Penghasilan Neto Rp 13.000.000.000
PERPAJAKAN-IwanSidharta 27
STIE Pasundan Bandung-2015
Batas Maksimum Kredit Pajak
1. Pajak yang dibayar atas Penghasilan LN
40% x Rp 10.000.000.000=Rp 4.000.000.000
2. (Rp 10.000.000.000/Rp 13.000.000.000) x Rp 3.250.000.000
= Rp 2.500.000.000
3. PPh terutang Pasal 17 = Rp 13.000.000.000 x 25%
= Rp 3.250.000.000

Dengan demikian Kredit Pajak yang diperkenankan adalah no 2 yaitu kredit pajak yang
terendah dari ketiga metode perhitungan pengenaan pajak penghasilan yang harus dibayar
sebesar Rp 2.500.000.000

Contoh 2
Batas Maksimum Kredit Pajak Untuk Setiap Negara
 PT Maju di Bandung selama tahun 2013 memperoleh penghasilan dari dalam negeri
dan luar negeri.
 Penghasilan neto dalam negeri Rp 60.000.000.000 sedangkan yang di Hongkong
sebesar Rp 10.000.000.000, dan Korea sebesar Rp 4.000.000.000.
 Pajak yang telah dibayar diluar negeri 30% untuk di Hongkong, 40% untuk Korea.
 Berapa PPh pasal 24 yang diperkenankan untuk dikreditkan dengan pajak penghasilan
yang harus dibayar di dalam negeri.
Jawaban
PKP
Penghasilan Neto Dalam Negeri Rp 60.000.000.000
Penghasilan Neto Luar Negeri
Hongkong Rp 10.000.000.000
Korea Rp 4.000.000.000+
Jumlah Penghasilan Neto LN Rp 14.000.000.000+
PKP Rp 74.000.000.000
Pajak Penghasilan Terutang 25% x PKP Rp 18.500.000.000
Pajak yang telah dibayar atas Penghasilan LN
Hongkong:30% x Rp 10.000.000.000 =Rp3.000.000.000
Korea :40% x Rp 4.000.000.000=Rp1.600.000.000
Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN)
Hongkong:Rp10 M/Rp 74 M x Rp 18,5 M = Rp 2,5 M
Korea :Rp 4 M/Rp74 M x Rp 18,5 M = Rp 1 M
PPh 24 yang dikreditkan di DN atas penghasilan di Hongkong Rp 2,5 M
PPh 24 yang dikreditkan di DN atas pengasilan di Korea Rp 1 M
Jumlah PPh 24 yang dikreditkan = Rp 2,5 M + Rp 1 M = Rp 3,5 M

Contoh 3
Kredit Pajak Untuk Kerugian Usaha di Luar Negeri
 PT Maju di Bandung selama tahun 2013 memperoleh penghasilan dari dalam negeri
dan luar negeri.
 Penghasilan neto dalam negeri Rp 4.000.000.000 sedangkan yang di Hongkong
sebesar Rp 1.000.000.000, dan Korea sebesar Rp 3.000.000.000 serta di Jepang
mengalami kerugian sebesar Rp 2.000.000.000.
 Pajak yang telah dibayar diluar negeri 35% untuk di Hongkong, 20% untuk Korea.
PERPAJAKAN-IwanSidharta 28
STIE Pasundan Bandung-2015
 Berapa PPh pasal 24 yang diperkenankan untuk dikreditkan dengan pajak penghasilan
yang harus dibayar.

Jawaban
PKP
Penghasilan Neto Dalam Negeri Rp 4.000.000.000
Penghasilan Neto Luar Negeri
Hongkong Rp 1.000.000.000
Korea Rp 3.000.000.000+
Jumlah Penghasilan Neto LN Rp 4.000.000.000+
PKP Rp 8.000.000.000
Pajak Penghasilan Terutang 25% x PKP = Rp 2.000.000.000
Pajak yang telah dibayar atas Penghasilan LN
Hongkong:35% x Rp 1.000.000.000 =Rp 350.000.000
Korea :20% x Rp 3.000.000.000 =Rp 600.000.000
Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN)
Hongkong:Rp 1M/Rp 8 M x Rp 2 M = Rp 250.000.000
Korea :Rp 3M/Rp8 M x Rp 2 M = Rp 750.000.000
PPh 24 dikreditkan di DN atas penghasilan di Hongkong Rp 250.000.000
PPh 24 dikreditkan di DN atas pengasilan di Korea Rp 600.000.000
Jumlah PPh 24 yang dikreditkan Rp 250.000.000 + Rp 600.000.000 = Rp 800.000.000

PERPAJAKAN-IwanSidharta 29
STIE Pasundan Bandung-2015
BAB VI

ANGSURAN PPH PADA TAHUN BERJALAN

PPH Pasal 25
1. Pendahuluan
 Pph pasal 25 UU No. 36 Tahun 2008 membahas tentang besarnya angsuran pajak
yang dibayar sendiri oleh wajib pajak pada tahun berjalan.
 Besarnya angsuran pada tahun berjalan sama dengan PPh yang terutang menurut SPT
Tahunan, PPh tahun pajak yang lalu dikurangi dengan PPh yang telah
dipotong/dipungut pihak lain (PPh 21, 22, dan 23) dan pajak terutang di luar negeri
yang boleh dikreditkan (PPh 24) kemudian dibagi 12 atau banyaknya bulan pada
bagian tahun pajak.
 Dengan kata lain PPh pasal 25 merupakan angsuran yang harus dibayar sendiri dalam
tahun berjalan setiap masa pajak.

2. Cara mencari angsuran PPh pasal 25


PPh Terutang menurut SPT Tahunan – Kredit Pajak
12
Kredit Pajak adalah suatu jumlah yang merupakan angsuran pajak, baik yang telah
dipungut/dipotong maupun dibayar pada tahun pajak yang bersangkutan yang meliputi; PPh
pasal 21, 22, 23, dan 24 yang telah dibayar dalam tahun pajak

Cara menghitung angsuran PPh pasal 25


Penghasilan neto Rp xxx
Penghasilan tidak teratur Rp xxx -
Penghasilan teratur Rp xxx
Kompensasi kerugian Rp xxx -
Penghasilan neto usaha Rp xxx
PTKP Rp xxx -
PKP Rp xxx
Penghasilan terutang
PKP x PPh Pasal 17 Rp xxx
Kredit Pajak Penghasilan:
Pasal 21 Rp xxx
Pasal 22 Rp xxx
Pasal 23 Rp xxx
Pasal 24 Rp xxx +
Jumlah Kredit Pajak Rp xxx -
Pajak yang harus dibayar sendiri Rp xxx
Angsuran PPh pasal 25=pajak yg dibayar/12

Contoh 1
PPh terutang berdasarkan SPT th 2013 Rp 55.000.000
PERPAJAKAN-IwanSidharta 30
STIE Pasundan Bandung-2015
 Dikurangi dengan:
◦ Pph pasal 21 Rp 20.000.000
◦ Pph pasal 22 Rp 10.000.000
◦ Pph pasal 23 Rp 2.500.000
◦ Pph pasal 24 Rp 7.500.000 +
◦ Jumlah kredit pajak Rp 40.000.000
 Pajak yang harus dibayar sendiri Rp 15.000.000
 Pph pasal 25 setiap bulan th 2014 =
Rp 15.000.000 /12 = Rp 1.250.000

Contoh 2
 Tn Dimas (K/1) mempunyai data penjualan tahun 2013 dengan penghasilan neto
sebesar Rp 250.000.000 sedangkan di tahun 2008 menderita kerugian Rp 25.000.000.
 Pajak yang telah dibayar antara lain;
◦ Pajak PPh pasal 21 Rp 2.000.000
◦ Pajak PPh pasal 22 Rp 100.000
◦ Pajak PPh pasal 23 Rp 500.000
◦ Pajak PPh pasal 24 Rp 1.500.000
 Berapakah angsuran PPh pasal 25 tahun 2013?

Jawaban
Penghasilan neto Rp 250.000.000
Penghasilan tidak teratur Rp 0-
Penghasilan teratur Rp 250.000.000
Kompensasi kerugian Rp 25.000.000 -
Penghasilan neto usaha Rp 225.000.000
PTKP (K/1) (Rp 28.350.000) -
PKP Rp 196.650.000
Penghasilan terutang
PKP x PPh Pasal 17(5% x Rp50jt + 15% x Rp146,65jt) Rp 24.497.500
Kredit Pajak Penghasilan:
Pasal 21 Rp 2.000.000
Pasal 22 Rp 100.000
Pasal 23 Rp 500.000
Pasal 24 Rp 1.500.000 +
Jumlah Kredit Pajak (Rp 4.100.000) -
Pajak yang harus dibayar sendiri Rp 20.397.500
Angsuran per bulan Rp 1.699.791.667

Contoh 3
 Wajib pajak baru
 Wajib pajak baru adalah WP orang pribadi atau badan yang baru pertama kali
memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas pada tahun berjalan
 Bagi WP baru tentu belum melaporkan SPT Tahunan sehingga perhitungan PPh pasal
25 perlu ditentukan sendiri

PERPAJAKAN-IwanSidharta 31
STIE Pasundan Bandung-2015
 Diketahui Tn Sakha (K/1) pada bulan Februari 2013 melakukan usaha dengan laba Rp
3.500.000 (didasarkan pembukuan)
 Tentukan PPh pasal 25 untuk bulan Maret 2013?

Jawaban
 Penghasilan Feb 2013 Rp 3.500.000
 Penghasilan setahun Rp 42.000.000
 PTKP
◦ WP Rp 24.300.000
◦ Kawin Rp 2.025.000
◦ Anak Rp 2.025.000+
◦ PTKP Rp 28.350.000-
PKP Rp 13.650.000
Pajak terutang, 5% x Rp 13.650.000 Rp 682.500
PPh sebulan, Rp 682.500/12 Rp 56.875

PERPAJAKAN-IwanSidharta 32
STIE Pasundan Bandung-2015
BAB VII

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

1. PPH Pasal 21
Ketentuan Terkait Dengan Pemotongan PPh Pasal 21
 Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009;
 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008;
 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008;
 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010;
 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206/PMK.11/2012;
 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012;
 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2012.

2. Pengertian Pajak Penghasilan


 Pajak penghasilan yang dipungut sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan
yang dilakukan oleh wajib pajak atau orang pribadi atas penghasilan berupa gaji,
upah, honor, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan bentuk apapun
sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan

3. Pemotongan PPh Pasal 21


 Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honor, tunjangan dan pembayaran lain
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai/bukan
pegawai
 Bendahara pemerintah yang membayar gaji upah, honor, tunjangan dan pembayaran
lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan
 Badan yang membayar honor atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas
 Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan
pelaksanaan suatu kegiatan

4. Subjek PPh Pasal 21


 Pegawai tetap termasuk dewan komisaris dan dewan pengawas yang ikut mengelola
perusahaan secara langsung
 Tenaga lepas yaitu orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang hanya
menerima imbalan apabila ia bekerja
 Penerima pensiun
 Penerima honor
 Penerima upah yaitu orang pribadi yang menerima upah harian, upah mingguan, upah
borongan, dan upah satuan

5. Objek PPh Pasal 21


 Penghasilan teratur gaji, uang pensiun, upah, honor, tunjangan, dll
PERPAJAKAN-IwanSidharta 33
STIE Pasundan Bandung-2015
 Penghasilan tidak teratur, jasa produksi, bonus, dll
 Uang harian, mingguan, satuan, borongan
 Uang tebusan pensiunan, pesangon, THT, JHT
 Honor, uang saku, hadiah, penghargaan, komisi, beasiswa
 Gaji kehormatan, tunjangan lain pejabat negara, PNS dll

6. Yang Tidak Termasuk Wajib Pajak


 Pejabat perwakilan diplomatik atau pejabat negara asing
 Orang-orang yang diperbantukan kepada pejabat tersebut yang bekerja dan bertempat
tinggal bersama mereka
 Pejabat organisasi internasional dengan keputusan Menteri Keuangan dengan syarat
◦ Bukan WNI
◦ Tidak menerima/memperoleh penghasilan lain diluar jabatannya di Indonesia
◦ Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik

7. Yang Tidak Termasuk Objek Pajak


 Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa
 Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan
 Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
Menteri Keuangan dan penyelenggara Taspen dan jamsostek yang dibayar oleh
pemberi kerja

8. Pengurangan Penghasilan Bruto


 Biaya jabatan sebesar 5% dari penghasilan bruto dengan jumlah maksimum yang
diperkenankan Rp 6.000.000 setahun atau Rp 500.000 sebulan
 Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada badan dana pensiun
yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan dan badan penyelengara
Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dipersamankan dengan dana pensiun

9. Penghitungan PPh Pasal 21


atas gaji dan tunjangan yang terikat gaji bagi karyawan tetap
Penghasilan Bruto Rp xxx
Dikurangi
Biaya Jabatan (Rp xxx)
Iuaran pensiun/THT/JHT (Rp xxx)
Penghasilan Neto Rp xxx
Dikurangi
PTKP (Rp xxx)
Penghasilan Kena Pajak Rp xxx
Pajak Terhutang Ps 17 (1) Rp xxx
Pajak Terhutang sebulan Rp xxx

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)…penyesuaian yang diberlakukan pada 1 Jan 2013

PERPAJAKAN-IwanSidharta 34
STIE Pasundan Bandung-2015
Keterangan Setahun Sebulan
Untuk WP Orang Pribadi 24.300.000 2.025.000
Tambahan WP Yang Kawin 2.025.000 168.750
Tambahan istri yang penghasilannya 24.300.000 2.025.000
digabung suami
Tambahan anggota keluarga Sedarah 2.025.000 168.750
dalam garis lurus, Anak angkat, maks.
3 orang

Karyawati kawin PTKP dikurangi untuk dirinya sendiri dan yang tidak kawin PTKP
ditambah PTKP keluarga yang ditanggung sepenuhnya

10. Biaya Jabatan


 Merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang
dapat dikurangkan dari penghasilan sebagai pekerjaan tetap tanpa memandang
mempunyai jabatan maupun tidak (5% dari penghasilan bruto/tahun atau Rp
500.000/bulan)
 Jika Penghasilan Bruto sebulan Rp 3jt maka biaya jabatannya = Rp 150.000
 Jika Penghasilan bruto sebluan Rp 12jt maka biaya jabatan=Rp 600.000, maka yang
dikurangi adalah Rp 500.000

11. Tarif PPh Pasal 17 ayat 1 UU No 36 Tahun 2008


Penghasilan
 Sampai dengan Rp 50jt = 5%
 Rp 50 jt – Rp 250jt = 15%
 Rp 250jt – Rp 500jt = 25%
 Diatas Rp 500jt = 30%

Jika PTKP WP orang pribadi setelah dikurangi PTKP sebesar Rp 260jt maka PPh terutang
sesuai tarif pasal 17 adalah sebagai berikut
 Rp 50jt x 5% = Rp 2.500.000
 Rp 200jt x 15% = Rp 30.000.000
 Rp 10jt x 25% = Rp 2.500.000
 Pajak Terutang = Rp 35.000.000

12. Perhitungan Tarif PPh Pasal 21


untuk Penghasilan Kena Pajak dari ;
Pegawai Tetap
 Pegawai tetap;
 Penerima pensiun berkala yang dibayarkan bulanan;
 Pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang dibayarkan secara bulanan;
 Bukan pegawai yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan.
 Tarif bagi pegawai tetap;
(Penghasilan neto – PTKP) x tarif
 Tarif bagi nenerima pensiun bulanan;
PERPAJAKAN-IwanSidharta 35
STIE Pasundan Bandung-2015
(Penghasilan neto – biaya pensiun – PTKP) x tarif
 Tarif bagi pegawai tidak tetap dibayar bulanan;
(Penghasilan bruto – PTKP) x tarif

13. Atas penghasilan yang diterima pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas berupa
upah harian, mingguan, satuan, borongan, sepanjang penghasilan tidak dibayarkan
secara bulanan;
◦ Tarif Pph 5% diterapkan atas;
 Jumlah penghasilan bruto sehari melebihi Rp 150.000,- atau
 Jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP telah melebihi Rp 2.025.000,- dalam
setahun

14. Pengusaha Kena Pajak (PKP)


 PKP sebesar jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP yang diterima bukan pegawai
dan selain tenaga ahli yang berkesinambungan dengan ketentuan;
◦ Yang bersangkutan memiliki NPWP;
◦ Hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan pemotong Pph;
◦ Tidak memperoleh penghasilan lainnya.
 50% dari penghasilan bruto yang diterima oleh tenaga ahli yang melakukan pekerjaan
bebas (notaris, akuntan, dokter)
 Jumlah penghasilan honor yang bersifat tidak teratur seperti dewan komisaris yang
tidak merangkap sebagai tenaga kerja tetap.
 Jumlah penghasilan bruto berupa jasa produksi, bonus, gratifikasi yang tidak teratur
 Jumlah penghasilan bruto atas penarikan dana pensiun oleh peserta pensiun yang
masih berstatus pegawai.

15. Atas peredaran penghasilan bruto dari;


 Untuk setiap pembayaran imbalan kepada bukan pegawai yang tidak bersifat
berkesinambungan;
 Untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak terpecah, yang diterima
peserta kegiatan

16. Atas penghasilan yang bersumber APBN/APBD;


 0% dari penghasilan PNS Golongan1 dan 2, Anggota TNI-POLRI Golongan pangkat
Tamtama dan Bintara, dan pensiunanya;
 5% dari penghasilan bruto PNS Golongan 3, Anggota TNI-POLRI Golongan pangkat
Perwira Pertama, dan pensiuannya;
 15% dari penghasilan bruto PNS Golongan IV, Anggota TNI-POLRI Golongan
pangkat Perwira Menengah dan Tinggi, dan pensiunanya.

Contoh soal
PPh 21 atas pegawai tetap dengan gaji bulanan (1)

PERPAJAKAN-IwanSidharta 36
STIE Pasundan Bandung-2015
Sakha menikah dengan mempunyai 1 orang anak bekerja pada PT BCD dengan Gaji Rp
3.000.000,- per bulan. Perusahaan tersebut mengikuti program Jamsostek. Premi asuransi
kecelakaan kerja 0,24% dan asuransi kematian 1% dari gaji di tanggung pihak perusahaan.
Sedangkan yang ditanggung karyawan sebesar 5% untuk iuran pensiun dan iuran JHT 2%
dari gaji. Hitunglah PPh pasal 21 Sakha

Jawaban (1)
Gaji sebulan Rp 3.000.000
Premi ditanggung perusahaan
JKK = 0,24% x Rp 3.000.000 =Rp 7.200
JKM = 1% x Rp 3.000.000 =Rp 30.000
Penghasilan bruto Rp 3.037.200
Pengurangan diperbolehkan
Biaya jabatan = 5% x Rp 3.037.200 =Rp 151.860
Maks diperkenankan Rp 500.000
Iuran ditanggung karyawan
Iuran pensiun = 5% x Rp 3.000.000 =Rp 150.000
Iuran JHT = 2% x Rp 3.000.000 =Rp 60.000
Penghasilan neto/bulan Rp 2.675.340
Penghasilan setahun X 12bln Rp 32.104.080
PTKP
Diri WP =Rp 24.300.000
WP kawin =Rp 2.025.000
Tanggungan =Rp 2.025.000 (Rp 28.350.000)
PKP Rp 3.754.080
PPh pasal 21 =5% x Rp 3.754.080 =Rp 187.704
PPh Pasal 21/bl=Rp 187.704/12 bln =Rp 15.642

Contoh soal
PPh 21 atas pegawai tetap dengan gaji mingguan(2)
Sakha sudah menikah dan belum mempunyai anak serta tidak memiliki tanggungan, bekerja
sebagai pegawai tetap pada PT BCD dengan Gaji Rp 650.000,- per minggu.
Hitunglah PPh pasal 21 Sakha
Nb;
Gaji sebulan = 4 minggu x gaji mingguan
= 4 minggu x Rp 650.000,-
= Rp 2.600.000,-
Jawaban (2)
Gaji sebulan (4 x Rp 650.000,-) Rp 2.600.000
Penghasilan bruto Rp 2.600.000
Pengurangan diperbolehkan
Biaya jabatan = 5% x Rp 2.600.000 =Rp 130.000
Maks diperkenankan Rp 500.000
Biaya Jabatan dibolehkan =Rp 130.000
Penghasilan neto/bulan Rp 2.470.000
Penghasilan setahun X 12bln Rp 29.640.000

PERPAJAKAN-IwanSidharta 37
STIE Pasundan Bandung-2015
PTKP
Diri WP =Rp 24.300.000
WP kawin =Rp 2.025.000 (Rp 26.325.000)
PKP Rp 3.315.000
PPh pasal 21 =5% x Rp 3.315.000 =Rp 165.750
PPh Pasal 21/bulan =Rp 165.750/12 bln =Rp 13.812.5
PPh Pasal 21/minggu=Rp 13.812.5/4 minggu =Rp 3.453.125
Pembulatan =Rp 3.450
PPh Pasal 21/hari =Rp 13.812.5/26 hari =Rp 132.69
Pembulatan =Rp 133

Contoh soal
PPh 21 atas pembayaran uang rapel(3)
Sakha**(lihat contoh soal nomor 2) pada bulan Juni 2014 menerima kenaikan gaji menjadi
Rp 3.000.000,- perbulan dan berlaku surut sejak 1 jan`14. Dengan kenaikan tersebut maka
Sakha mendapat rapel Rp 2.000.000,-. Untuk menghitung PPh 21, terlebih dahulu dihitung
PPh 21 untuk bulan jan-mei`14 atas dasar adanya kenaikan gaji.
Hitunglah PPh pasal 21 Sakha?
Nb
Uang rapel dari kenaikan gaji dikali dari bulan Jan s/d Juni 2014
Gaji Sakha pada soal nomor 2 adalah sebesar Rp 2.600.000,- perbulan

Jawaban (3)
Gaji sebulan Rp 3.000.000
Penghasilan bruto Rp 3.000.000
Pengurangan diperbolehkan
Biaya jabatan = 5% x Rp 3.000.000 =Rp 150.000
Maks diperkenankan Rp 500.000
Biaya Jabatan dibolehkan =Rp 150.000
Penghasilan neto/bulan Rp 2.850.000
Penghasilan setahun X 12bln Rp 34.200.000
PTKP
Diri WP =Rp 24.300.000
WP kawin =Rp 2.025.000 (Rp 26.325.000)
PKP Rp 7.875.000
PPh pasal 21 =5% x Rp 7.875.000 =Rp 393.750
PPh Pasal 21/bulan =Rp 393.750/12 bln =Rp 32.812.5
*PPh Pasal 21 Jan-Mei`14 =Rp 32.812.5 x 5bln =Rp 164.062
**PPh Pasal 21 Jan-Mei`14 =Rp 13.812.5 x 5bln =Rp 69.062.5
PPh Pasal 21 untuk uang rapel =Rp 94.999.5
Pembulatan =Rp 95.000
Nb
• *PPh seharusnya di bayar
• ** PPh 21 yang telah dibayarkan

Pajak Penghasilan Pasal 21

PERPAJAKAN-IwanSidharta 38
STIE Pasundan Bandung-2015
 Pengertian PPh pasal 21
 Pemotong PPh Pasal 21
 Subjek PPh Pasal 21
 Objek PPh Pasal 21
 Tidak termasuk WP PPh Pasal 21
 Tidak termasuk Objek Pajak PPh Pasal 21
 Penghitungan PPh Pasal 21
 PTKP penyesuaian per 1 Januari 2013
 Pengenaan Tarif PPh Pasal 21

Contoh soal
Perhitungan PPh 21 atas jasa produksi, THR, Bonus, dan penghasilan sejenis yang
sifatnya tidak tetap (1)
Sakha menikah dengan mempunyai 1 orang anak bekerja pada PT BECEDE dengan Gaji Rp
3.000.000,-per bulan. Perusahaan tersebut mengikuti program Jamsostek. Premi asuransi
kecelakaan kerja 0,24% dan asuransi kematian 1% dari gaji ditanggung perusahaan.
Sedangkan yang ditanggung karyawan sebesar 5% dan 2% dari gaji. Kemudian Sakha
mendapat bonus tahunan sebesar Rp 5.000.000,-.
Hitunglah PPh pasal 21 Sakha
Nb
Pertama dilakukan penghitungan (a) PPh 21+bonus, kemudian dikurangi dengan
perhitungan (b) PPh21 sebelum bonus. Jadi PPh 21 adalah (a)-(b)

Jawaban (1.a)
Gaji setahun (Rp 3.000.000 x 12) Rp 36.000.000
Premi ditanggung perusahaan
JKK = 0,24%`x Rp 3.000.000 =Rp 7.200
JKM = 1% x Rp 3.000.000 =Rp 30.000
Bonus Tahunan =Rp 5.000.000
Penghasilan bruto setahun Rp 41.037.200
Pengurangan diperbolehkan
Biaya jabatan = 5% x Rp 3.037.200 =Rp 401.860
Iuran ditanggung karyawan
Iuran pensiun = 5% x Rp 3.000.000 =Rp 150.000
Iuran JHT = 2% x Rp 3.000.000 =Rp 60.000+
Total Pengurangan =Rp 611.860
Penghasilan neto setahun Rp 40.425.340
PTKP
Diri WP =Rp 24.300.000
WP kawin =Rp 2.025.000
Tanggungan =Rp 2.025.000 (Rp 28.350.000)
PKP Rp 12.075.340
PPh pasal 21 =5% x Rp 12.075.340 =Rp 603.767
Pembulatan =Rp 600.000 (a)

Jawaban (1.b)
PERPAJAKAN-IwanSidharta 39
STIE Pasundan Bandung-2015
Gaji sebulan Rp 3.000.000
Premi ditanggung perusahaan
JKK = 0,24%`x Rp 3.000.000 =Rp 7.200
JKM = 1% x Rp 3.000.000 =Rp 30.000
Penghasilan bruto Rp 3.037.200
Pengurangan diperbolehkan
Biaya jabatan = 5% x Rp 3.037.200 =Rp 151.860
Maks diperkenankan Rp 500.000
Biaya Jabatan dibolehkan =Rp 151.860
Iuran ditanggung karyawan
Iuran pensiun = 5% x Rp 3.000.000 =Rp 150.000
Iuran JHT = 2% x Rp 3.000.000 =Rp 60.000
Penghasilan neto/bulan Rp 2.675.340
Penghasilan setahun X 12bln Rp 32.104.080
PTKP
Diri WP =Rp 24.300.000
WP kawin =Rp 2.025.000
Tanggungan =Rp 2.025.000 (Rp 28.350.000)
PKP Rp 3.754.080
PPh pasal 21 =5% x Rp 3.754.080 =Rp 187.704
Pembulatan =Rp 190.000 (b)
PPh Pasal 21 =Rp 600.000 (a) – Rp 190.000 (b) = Rp 410.000

Contoh soal
Perhitungan PPh 21 atas pegawai tetap yang baru bekerja pada tahun berjalan (2)
Sakha belum menikah dan tidak mempunyai tanggungan, bekerja sebagai pegawai tetap sejak
1 April 2014 PT BECEDE dengan Gaji Rp 3.500.000,-per bulan. Perusahaan tersebut
mengikuti program Jamsostek. Premi asuransi kecelakaan kerja 0,24% dan asuransi kematian
1% dari gaji ditanggung perusahaan. Sedangkan yang ditanggung karyawan sebesar 5% dan
2% dari gaji.
Hitunglah PPh pasal 21 Sakha
Nb
PPh 21 atas pegawai tetap baru yang bekerja pada pertengahan tahun tetapi
kewajiban pajak subjektifnya sebagai Subjek Pajak sudah ada saat awal tahun.

Jawaban (2)
Gaji sebulan Rp 3.500.000
Premi ditanggung perusahaan
JKK = 0,24% x Rp 3.500.000 =Rp 8.400
JKM = 1% x Rp 3.500.000 =Rp 35.000
Penghasilan bruto Rp 3.543.400
Pengurangan diperbolehkan
Biaya jabatan = 5% x Rp 3.543.400 =Rp 177.170
Iuran ditanggung karyawan
Iuran pensiun = 5% x Rp 3.500.000 =Rp 175.000
Iuran JHT = 2% x Rp 3.500.000 =Rp 70.000+
Total Pengurangan =Rp 422.170

PERPAJAKAN-IwanSidharta 40
STIE Pasundan Bandung-2015
Penghasilan neto sebulan Rp 3.121.230
Penghasilan neto setahun (Apr-Des’13=9 bln) Rp 28.091.070
PTKP
Diri WP =Rp 24.300.000
PTKP (Rp 24.300.000)
PKP Rp 3.791.070
PPh pasal 21 =5% x Rp 3.791.070,- =Rp 189.553.5
Pembulatan =Rp 190.000,-
PPh 21 =Rp 190.000 ,-/9 bln = 21.111.11
Pembulatan = Rp 21.000,-

Contoh soal
Perhitungan PPh 21 atas pengasilan yang diperoleh dalam mata uang asing(3)
Sakha menikah dan mempunyai anak 1 orang, bekerja sebagai pegawai tetap sejak 1 April
2014 PT Asing, Ltd dengan Gaji USD 750 sebulan. Perusahaan tersebut mengikuti program
Jamsostek. Premi asuransi kecelakaan kerja 0,24% dan asuransi kematian 1% dari gaji
ditanggung perusahaan. Sedangkan yang ditanggung karyawan sebesar 5% dan 2% dari gaji.
Hitunglah PPh pasal 21 Sakha
Nb
Kurs USD berdasarkan pada keputusan Menteri Keuangan adalah Rp 11.000 per
USD 1

Jawaban (3)
Gaji sebulan Rp 8.250.000
Premi ditanggung perusahaan
JKK = 0,24% x Rp 8.250.000 =Rp 19.800
JKM = 1% x Rp 8.250.000 =Rp 82.500
Penghasilan bruto Rp 8.352.300
Pengurangan diperbolehkan
Biaya jabatan = 5% x Rp 8.352.300 =Rp 417.615
Iuran ditanggung karyawan
Iuran pensiun = 5% x Rp 8.250.000 =Rp 412.500
Iuran JHT = 2% x Rp 8.250.000 =Rp 165.000+
Total Pengurangan =Rp 995.115
Penghasilan neto sebulan Rp 7.357.185
Penghasilan neto setahun (Apr-Des’13=9 bln) Rp 88.286.220
PTKP
Diri WP =Rp 24.300.000
WP kawin =Rp 2.025.000
Tanggungan =Rp 2.025.000 (Rp 28.350.000)
PKP Rp 59.936.220
PPh pasal 21 =5% x Rp 3.791.070,- =Rp 2.996.811,-
PPh pasal 21/bln= Rp 2.996.811,-/12 =Rp 249.734.25
Pembulatan = Rp 250.000,- per bulan

PERPAJAKAN-IwanSidharta 41
STIE Pasundan Bandung-2015
Contoh soal
Perhitungan PPh 21 atas pengasilan yang diperoleh sebelum memasuki masa pensiun
dan setelah memasuki masa pensiun (4)
Sakha menikah dan mempunyai anak 2 orang, bekerja sebagai pegawai tetap Pada PT ASCO
dan pada bulan September 2014 memasuki masa pensiun, dengan penghasilan sebesar Rp
4.000.000,- sebulan. Perusahaan tersebut mengikuti program Jamsostek. Premi asuransi
kecelakaan kerja 0,24% dan asuransi kematian 1% dari gaji ditanggung perusahaan.
Sedangkan yang ditanggung karyawan sebesar 5% dan 2% dari gaji.
Hitunglah PPh pasal 21 Sakha

Jawaban (4)
Gaji sebulan Rp 4.000.000
Premi ditanggung perusahaan
JKK = 0,24% x Rp 4.000.000 =Rp 9.600
JKM = 1% x Rp 4.000.000 =Rp 40.000
Penghasilan bruto Rp 4.049.600
Pengurangan diperbolehkan
Biaya jabatan = 5% x Rp 4.049.600 =Rp 202.480
Iuran ditanggung karyawan
Iuran pensiun = 5% x Rp 4.000.000 =Rp 200.000
Iuran JHT = 2% x Rp 4.000.000 =Rp 80.000+
Total Pengurangan =Rp 482.480
Penghasilan neto sebulan Rp 3.567.120
Penghasilan neto setahun (Jan-Sep’14=9 bln) Rp 32.104.080
PTKP
Diri WP =Rp 24.300.000
WP kawin =Rp 2.025.000
Anak 2 =Rp 4.050.000 (Rp 30.375.000)
PKP Rp 1.729.080
PPh pasal 21 =5% x Rp 1.729.080,- =Rp 86.454,-
PPh pasal 21/bln= Rp 86.454,-/9 =Rp 9.606
Pembulatan = Rp 10.000,- per bulan

Contoh soal
Perhitungan PPh 21 atas Pegawai yang ditugaskan pindah ke tempat kerja baru(5)
Sakha menikah dan mempunyai anak 1 orang, bekerja di Kantor Pusat Jakarta sebagai
pegawai tetap Pada PT AXIM dan pada bulan Juni 2013 di pindah tugaskan ke Kantor
Cabang Bandung, dengan penghasilan sebesar Rp 3.000.000,- sebulan. Perusahaan tersebut
mengikuti program Jamsostek. Premi pensiun yang ditanggung karyawan 5% dari gaji.
Hitunglah PPh pasal 21 Sakha pada bulan Desember 2013?

Jawaban (5.a.perhitungan di Kantor Pusat)


Gaji sebulan Rp 3.000.000
Gaji (Jan s/d Mei 2013) Rp15.000.000
Pengurangan diperbolehkan
PERPAJAKAN-IwanSidharta 42
STIE Pasundan Bandung-2015
Biaya jabatan = 5% x Rp 15.000.000 =Rp 750.000
Iuran pensiun = 5% x Rp15.000.000 =Rp 750.000+
Total Pengurangan =Rp 1.500.000
Penghasilan neto 5 bulan Rp 13.500.000
Penghasilan neto setahun (12/5 x Rp 13.500.000) Rp 32.400.000
PTKP
Diri WP =Rp 24.300.000
WP kawin =Rp 2.025.000
Anak 2 =Rp 2.025.000 (Rp 28.350.000)
PKP Rp 4.050.000
PPh pasal 21 =5% x Rp 4.050.000,- =Rp 202.500,-
PPh pasal 21/bln= 5/12 x Rp 202.500,- =Rp 84.375
Jawaban (5.b.perhitungan di Kantor Cabang)
Gaji sebulan Rp 3.000.000
Gaji (Juni s/d Des 2013) Rp 21.000.000
Pengurangan diperbolehkan
Biaya jabatan = 5% x Rp 21.000.000 =Rp 1.050.000
Iuran pensiun = 5% x Rp 21.000.000 =Rp 1.050.000+
Total Pengurangan =Rp 2.100.000
Penghasilan neto 7 bulan Rp 18.900.000
Penghasilan neto setahun (12/7 x Rp 18.900.000) Rp 32.400.000
PTKP
Diri WP =Rp 24.300.000
WP kawin =Rp 2.025.000
Anak 2 =Rp 2.025.000 (Rp 28.350.000)
PKP Rp 4.050.000
PPh pasal 21 =5% x Rp 4.050.000,- =Rp 202.500,-
PPh pasal 21/bln= 5/12 x Rp 202.500,- =Rp 118.125,-
PPh pasal 21 di Kantor Pusat = Rp 84.375,-
PPh Pasal 21 di Kantor Cabang = Rp 118.125,-+
Total PPh pasal 21 = Rp 202.500,-

17. Perhitungan PPh Pasal 21


untuk Tenaga Ahli
 Orang pribadi yang termasuk Tenaga Ahli diantaranya adalah
◦ Pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris
 Penghasilan neto dilakuakn dengan mengkalikan penghasilan bruto dengan persentase
norma yaitu 50%
 Tarif yang berlaku dalam perhitungan PPh Pasal 21 untuk tenaga ahli adalah 15%

Contoh Soal
 dr. Dimas merupakan spesialis penyakit dalam yang praktek di RS Hidup Sehat
dengan perjanjian bahwa setiap jasa dokter yang dibayarkan dipotong 15% oleh RS
sebagai penghasilan RS dan sisanya 85% dari jasa tersebut dibayarkan kepada dr.
Dimas.
 Berikut adalah jasa dokter yang diterima;

PERPAJAKAN-IwanSidharta 43
STIE Pasundan Bandung-2015
◦ Januari Rp 30.000.000
◦ Februari Rp 30.000.000
◦ Maret Rp 25.000.000
◦ April Rp 40.000.000
Tentukan PPh dr. Dimas yang akan dipotong?
Tarif PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tenaga Ahli [(50% x Penghasilan Bruto) x Tarif Pasal
17)]

Jawaban

Bln Penghasilan Dasar Pemotongan Dasar Tarif PPh terutang


Bruto (Rp) PPh Pasal 21 Pemotongan PPh Pasal (Rp)
kumulatif (Rp) 17

(1) (2) (3)=50%x(2) (4) (5) (6)=(3)x(5)


Jan 30.000.000 15.000.000 15.000.000 5% 750.000
Feb 30.000.000 15.000.000 30.000.000 5% 750.000

Mar 25.000.000 12.500.000 42.500.000 5% 625.000


Apr 15.000.000 7.500.000 50.000.000 5% 375.000
25.000.000 12.500.000 62.500.000 15% 1.875.000

Jml 125.000.000 62.500.000 4.375.000

Dengan demikian pajak penghasilan terutangnya adalah sebesar Rp 4.375.000

18. Tarif PPh bagi Pegawai Tidak Tetap


 Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap atas upah harian,
mingguan, satuan, borongan, dan uang saku harian
 Pajak penghasilan dilakukan dengan cara = 5% x (upah sehari – pengurang)
◦ Pengurang adalah sebesar Rp 150.000, kecuali jika penghasilan kumulatif
melebihi Rp 2.025.000 maka besarnya pengurang adalah 1/360 x PTKP
◦ Apabila jumlah penghasilan kumulatif sebulan melebihi Rp 6jt, PPh dihitung
dengan menggunakan tarif pasal 17 yang disetahunkan

Contoh soal ..upah harian(1)


 Tn Sakha (TK/0) bekerja pada bulan April 2014 di PT Maju untuk mengecat ruangan
dan menerima upah sebesar Rp 175.000 per hari selama 8 hari kerja. Hitung berapa
PPh 21 Tn Sakha?

Jawaban

Keterangan Rp Jumlah

Upah harian Rp Rp 175.000

PERPAJAKAN-IwanSidharta 44
STIE Pasundan Bandung-2015
Pengurang sehari Rp Rp 150.000
Upah kena pajak sehari: Rp Rp 25.000
(Rp175.000-Rp150.000)
PPh pasal 21 sehari: Rp Rp 1.250
5% x Rp 25.000
Tn Sakha, diberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21. Selanjutnya dilaporkan dalam SPT
Masa PPh Pasal 21 bulan April 2013

Contoh soal …harian(2)


 Tn Sakha (TK/0) bekerja pada bulan April 2014 di PT Maju untuk mengecat ruangan
dan menerima upah sebesar Rp 67.500 per hari selama 10 hari kerja. Hitung berapa
PPh 21 Tn Sakha?

 Jawaban

Keterangan Rp Jumlah

Upah harian (Rp 67.500 x 10 hr) Rp Rp 675.000

PTKP harian: Rp Rp 67.500


(Rp 24.300.000/360 hari)
PTKP selama 10 hari: Rp Rp 675.000
10 hr x PTKP (Rp 24.300.000/360 hr)
Penghasilan Kena Pajak Rp Rp 0
Karena Penghasilan Kena Pajak = Rp 0,- maka PPh 21 Tn. Sakha adalah Nihil

Contoh soal …upah harian di bayar bulanan(3)


 Tn Sakha (TK/0) bekerja di perusahaan elektronik dengan dasar upah harian
dibayarkan bulanan. Bulan Juni 2014 hanya bekerja 21 hari dengan upah sebesar Rp
100.000 per hari. Berapa PPh 21 Tn Sakha?

 Jawaban

Keterangan Rp Jumlah

Upah harian (Rp 100.000 x 21 hr) Rp Rp 2.100.000

Penghasilan neto setahun; Rp Rp 25.200.000


12 x Rp 1.500.000,-
PTKP (TK/0) Rp Rp 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak Rp Rp 900.000
PPh 21 = 5% x Rp 900.000,- = Rp 45.000,-
PPn 21 sebulan = Rp 45.000/12 = Rp 3.750,-

PERPAJAKAN-IwanSidharta 45
STIE Pasundan Bandung-2015
Contoh soal….lanjutan
 Tn Sakha (TK/0) bekerja pada bula April 2013 di PT Maju untuk mengecat ruangan
dan menerima upah sebesar Rp 175.000 per hari. Tn Sakha bekerja selama 15 hari.
Hitung berapa penghasilan Tn Sakha dan jumlah PPh yang harus dipotong?

 Jawaban

Keterangan Rp Jumlah

Upah kumulatif 15 hari kerja: Rp Rp 2.625.000


(15xRp175.000)
Pengurang : Rp Rp 1.012.500
PTKP 15 hari (15/360xRp24.300.000)
PPh pasal 21 selama 15hari Rp Rp 50.625
5% x Rp 1.012.500
PPh 21 Tn. Sakha adalah Rp 50.625,-

Tarif PPh bagi Pegawai Tidak Tetap


 Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap atas upah harian,
mingguan, satuan, borongan, dan uang saku harian
 Pajak penghasilan dilakukan dengan cara = 5% x (upah sehari – pengurang)
◦ Pengurang adalah sebesar Rp 150.000, kecuali jika penghasilan kumulatif
melebihi Rp 2.025.000 maka besarnya pengurang adalah 1/360 x PTKP
◦ Apabila jumlah penghasilan kumulatif sebulan melebihi Rp 6.000.000,- PPh
dihitung dengan menggunakan tarif pasal 17 yang disetahunkan

Contoh soal
Perhitungan PPh 21 atas penghasilan pegawai tidak tetap dengan penghasilan yang
bersifat berkesinambungan (1)
Ibu Anie seorang IRT, menikah dengan mempunyai 2 orang anak bekerja sebagai
distributor MLM. Suami ibu Anie bekerja pada PT Maju dan mempunyai NPWP. Ibu Anie
hanya memperoleh penghasilan sebagai distributor MLM tersebut.
Adapun penghasilan ibu Ani dari bulan Jan s.d Juni sebesar Rp 72.750.000,- dengan
rincian sebagai berikut;
Jan 2014 Rp 8.000.000,-
Feb 2014 Rp 10.500.000,-
Maret 2014 Rp 15.500.000,-
Apr 2014 Rp 16.000.000,-
Mei 2014 Rp 15.250.000,-
Jun 2014 Rp 7.500.000,+
Jumlah Rp 72.750.000,-
Hitunglah PPh pasal 21 Ibu Anie
Nb: Penghasilan Ibu Anie digabung dengan Suami, artinya pengurangan PTKP
hanya untuk diri pribadi

PERPAJAKAN-IwanSidharta 46
STIE Pasundan Bandung-2015
Jawaban (1)

Bln Penghasilan PTKP sebulan PKP sebulan PKP kumulatif Tarif PPh 21
Bruto (Rp) (Rp) Pasal terutang
17 (Rp)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)=(4)x(6)


Jan 8.000.000 2.025.000 5.975.000 5.975.000 5% 298.750
Feb 10.500.000 2.025.000 8.475.000 14.450.000 5% 423.750
Mar 15.500.000 2.025.000 13.475.000 27.925.000 5% 673.750
Apr 16.000.000 2.025.000 13.975.000 41.900.000 5% 698.750
Mei 15.250.000 2.025.000 13.225.000 50.000.000 5% 661.250
5.125.000 55.125.000 15% 768.000
Jun 7.500.000 2.025.000 5.475.000 60.600.000 15% 821.250
Jml 72.750.000 4.345.500
Dengan demikian pajak penghasilan terutangnya adalah sebesar Rp 4.345.500,-

Contoh soal
Perhitungan PPh 21 atas penghasilan pegawai tidak tetap dengan penghasilan yang
bersifat berkesinambungan serta tidak mempunyai NPWP (2)
Ibu Anie seorang IRT, menikah dengan mempunyai 2 orang anak bekerja sebagai distributor
MLM. Suami ibu Anie bekerja pada PT Maju dan mempunyai NPWP. Ibu Anie hanya
memperoleh penghasilan sebagai distributor MLM tersebut. Serta tidak dapat menunjukkan
bukti Copy NPWP, bukti nikah dan copy kartu keluarga.
Adapun penghasilan ibu Ani dari bulan Jan s.d Juni sebesar Rp 72.750.000,- dengan rincian
sebagai mana yang ada pada Contoh Soal 1.
Hitunglah PPh pasal 21 Ibu Anie
Nb: Karena Ibu Anie tidak dapat menunjukkan bukti copy NPWP Suami maka dasar
penerapan tarif 20% lebih tinggi dan tidak dapat pengurangan PTKP

Jawaban (2)

Bln Penghasilan Penghasilan Tarif Tidak PPh 21 terutang


Bruto (Rp) Bruto Kumulatif Pasal Memiliki (Rp)
(Rp) 17 NPWP

(1) (2) (3) (4) (5) (6)=(2)x(4)x(6)


Jan 8.000.000 8.000.000 5% 120% 480.000
Feb 10.500.000 18.500.000 5% 120% 630.000
Mar 15.500.000 24.000.000 5% 120% 930.000

PERPAJAKAN-IwanSidharta 47
STIE Pasundan Bandung-2015
Apr 16.000.000 40.000.000 5% 120% 960.000
Mei 10.000.000 50.000.000 5% 120% 600.000
5.250.000 5.250.000 15% 120% 315.000
Jun 7.500.000 2.025.000 15% 120% 1.350.000

Jml 72.750.000 5.265.000


Pajak penghasilan pasal 26 adalah Rp 5.265.000,- dan pajak yang di bayar lebih besar dari
jika memiliki NPWP yaitu sebesar Rp 919.500,-

Contoh soal
..atas penghasilan yang diterima peserta kegiatan (3)
 Tn Taufik merupakan pemain bulu tangkis profesional yang bertempat tinggal di
Indonesia. Pada kejuaraan Indonesian Open Tournament menjuarai kejuaraan bulu
tangkis dengan hadiah sebesar Rp 250.000.000,-.
 Hitung berapa PPh 21 Tn Taufik?
 Jawaban

Keterangan Rp Jumlah

Hadiah kegiatan Rp 250.000.000


Lapisan kena pajak
5 % x Rp 50.000.000,- Rp 2.500.000
15% x Rp 200.000.000,- Rp 30.000.000
Jumlah Pemotongan Rp 32.500.000
Tn Taufik, diberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 sebesar Rp 32.500.000 dan menerima
uang hadiah sebesar Rp 217.500.000,-.

Contoh soal
…atas pengahasilan yang menjadi beban APBN/APBD (4)
 Tn Adi seorang PNS golongan 3d, pada bulan Maret 2014 menjadi narasumber yang
sumber dananya berasal dari APBN dan penghasilan menjadi narasumber tersebut
sebesar Rp 5.000.000,-
Hitung berapa PPh 21 Tn Adi?
Jawaban

Keterangan Rp Jumlah

Honor narasumber Rp 5.000.000


Penghasilan Kena Pajak
Tarif pajak PNS golongan 3d Rp 250.000
5% x Rp 5.000.000,-

PERPAJAKAN-IwanSidharta 48
STIE Pasundan Bandung-2015
Penghasilan bersih Rp 4.750.000

Tn Adi, diberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 sebesar Rp 250.000,- dan menerima uang
honor sebesar Rp 4.750.000,-.

Contoh soal
…atas pengahasilan yang menjadi beban APBN/APBD (5)
 Tn Adi seorang PNS golongan 2d, pada bulan Maret 2014 menjadi anggota dari salah
satu Tim Kerja yang sumber dananya berasal dari APBN dan penghasilan menjadi
anggota Tim tersebut tersebut sebesar Rp 1.500.000,-
Hitung berapa PPh 21 Tn Adi?
Jawaban

Keterangan Rp Jumlah

Honor narasumber Rp 1.500.000


Penghasilan Kena Pajak
Tarif pajak PNS golongan 2d Rp 0
0% x Rp 1.500.000,-
Penghasilan bersih Rp 1.500.000
Tn Adi, diberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 sebesar Rp 0,- dan menerima uang honor
sebesar Rp 1.500.000,-.

Contoh soal
…atas pengahasilan uang pesangon (6)
 Tn Adi bekerja di PT ASER selama 15 tahun dan mulai berhenti bekerja pada bulan
Junii 2014 dan mendapat penghasilan berupa uang pesangon sebesar Rp
150.000.000,-
Hitung berapa PPh 21 Tn Adi?
Jawaban

Keterangan Rp Jumlah

Uang pesangon Rp 150.000.000


Lapisan Kena Pajak
5% x Rp 50.000.000,- Rp 2.500.000
15% x Rp 100.000.000,- Rp 15.000.000
Pph 21 Rp 17.500.000
Tn Adi, diberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 sebesar Rp 17.500.000,- dan menerima
uang pesangon sebesar Rp 132.500.000,-.

Soal latihan

PERPAJAKAN-IwanSidharta 49
STIE Pasundan Bandung-2015
 Tn Sakha menikah mempunyai dua orang anak, bekerja sebagai pegawai tetap pada
PT News dengan gaji sebulan sebesar Rp 5.000.000, perusahaan mengikuti program
Jamsostek, premi Asuransi Kecelakaan Kerja dan Asuransi Kematiaan ditanggung
perusahaan sebesar 0,24% dan 1% dari gaji. Sedangkan yang ditanggung pegawai
sebesar 5% untuk iuran pensiun dan 2% untuk iuran JHT. Pada bulan Juli 2014
memasuki masa pensiun (masa kerja dari bulan Jan-Juli 2014 selama 6 bln).
 Hitunglah PPh Pasal 21 Tn Sakha?

PERPAJAKAN-IwanSidharta 50
STIE Pasundan Bandung-2015
BAB VIII

PAJAK PENGHASILAN PPH Pasal 26

1. Dasar Peraturan Mengenai Pemungutan PPh Pasal 26


 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 624/KMK.04/1994;
 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2009;
 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 258/PMK.03/2008;
 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-52/PJ/ 2009.

2. Pajak Penghasilan Pasal 26


 Ketentuan pajak PPh pasal 26 mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang
bersumber di Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri
(WPLN) selain bentuk usaha tetap.
 WPLN yang berarti orang pribadi yang tidak bertidak bertempat tinggal di Indonesia
tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan Badan yang tidak
berkedudukan di Indonesia.
 Pemotong Pajak
◦ Badan pemerintah.
◦ Subjek pajak dalam negeri.
◦ Penyelenggara kegiatan.
◦ Bentuk usaha tetap.
◦ Perwakilan perusahaan asing.
◦ Pembeli yang di tunjuk sebagai pemotong PPh pasal 26.

3. Sifat Pemotongan pajak penghasilan pasal 26


 Sifat pemotongan pajak penghasilan pasal 26 bersifat final, kecuali;
◦ Pemotongan atas penghasilan kantor pusat dari usaha, penjualan barang atau
jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan badan usaha tetap di
Indonesia.
◦ Pemotongan atas penghasilan kantor pusat dari usaha, penjualan barang atau
jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan badan usaha tetap di
Indonesia, sepanjang terdapat hubungan efektif antara badan usaha tetap
dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan.
◦ Pemotongan atas penghasilan yang diterima oleh orang pribadi atau badan
usaha yang berubah status menjadi Wajib Pajak dDalam Negeri atau badan
usaha tetap di Indonesia.

4. Objek pajak penghasilan pasal 26


 Berupa;
◦ Deviden;
◦ Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehungan dengan
pengembalian pinjaman;
◦ Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
PERPAJAKAN-IwanSidharta 51
STIE Pasundan Bandung-2015
◦ Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
◦ hadiah dan penghargaan;
◦ Pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
◦ Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya;
◦ Keuntungan dari pembebasan hutang.
 Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia
 Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri.
 Penjualan atau pengalihan
 PKP sesudah dikurangi
 Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, berupa;
◦ Perhiasan mewah;
◦ Berlian;
◦ Emas;
◦ Intan;
◦ Jam tangan mewah;
◦ Barang antik;
◦ Lukisan;
◦ Mobil;
◦ Motor;
◦ Kapal pesiar;
◦ Pesawat terbang ringan.
 Dengan nilai > Rp 10.000.000,- untuk setiap jenis transaksi.
 Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri.
 Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (conduit company atau special
purpose company) yang didirikan bertempat kedudukan di negara yang memberikan
perlindungan pajak (tax haven country) yang mempunyai hubungan istimewa dengan
badan yang didirikan berkedudukan di Indonesia.
 PKP sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dikenai pajak
20% kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.

5. Tarif pajak penghasilan pasal 26


 Tarif pajak dibedakan atas kelompok sebagai berikut;
◦ Atas penghasilan berupa deviden, bunga, royalti, imbalan sehubungan dengan
jasa, pekerjaan dan kegiatan, hadiah, pensiun berkala, premi swap, dan
keuntungan pembebasan hutang.
 PPh pasal 26 = Penghasilan Bruto x 20%
◦ Atas penghasilan yang berupa, penghasilan dari penjualan harta di Indonesia
dan premi asuransi yang dibayarkan pada perusahaan asuransi luar negeri.
 PPh 26 =(Peng. Bruto x Perkiraan peng. neto) x 20%
 Besarnya perkiraan penghasilan neto adalah 25% dari harga jual
 Tarif pajak dibedakan atas kelompok sebagai berikut;
◦ Atas penghasilan penjualan atau pengalihanan saham
 PPh 26 =(Peng. Bruto x Perkiraan peng. neto) x 20%
◦ Atas PKP setelah dikurangi pajak dari BUT di Indonesia, kecuali penghasilan
tersebut diinvetasiakn kembali di Indonesia.
 PPh 26 = (PKP x PPh Teutang) x 20%

PERPAJAKAN-IwanSidharta 52
STIE Pasundan Bandung-2015
 Syarat penanaman kembali di Indonesia;
 Atas seluruh PKP setelah dikurangi PPh dalam bentuk
penyertaan modal pada perusahaan baru yang didirikan dan
beroperasi efektif paling lama 1 tahun.
 Penanaman tersebut dilakukan dalam tahun pajak berjalan dan
tidak mengalihkan usaha sebelum 2 tahun.

Contoh soal
…atas pajak penghasilan pasal 26 (1)
 Mr. Sam menikah, dan mempunyai 1 orang anak bekerja pada perusahaan asing PT
First ltd dan tinggal kurang dari 183 hari. Pada bulan Mei 2014, penghasilan Mr. Sam
sebesar US$ 1.000 perbulan dan kurs yang berlaku adalah 1 US$ = Rp 12.000,-.
Hitung berapa PPh 26 Mr. Sam?
 Jawaban

Keterangan Rp Jumlah

Penghasilan bruto (1.000 x 12.000,-) Rp Rp 12.000.000


Pengenaan tarif: Rp Rp 2.400.000
20% x Rp 12.000.000,-
PPh pasal 26 pada bulan Mei 2014 Rp Rp 2.400.000
Penghasilan Kena Pajak Mr. Sam adalah sebesar = Rp 2.400.000,-

Contoh soal
…atas pajak penghasilan pasal 26 (2)
 PT First Indonesia melakukan pembayaran atas royalty kepada PT First Amerika atas
licensi yang diberikan kepada PT First Indonesia. Adapun besarnya royalti atas lisensi
tersebut adalah US$ 10.000. Dan kurs yang berlaku sesuai ketetapan Menteri
Keuangan adalah 1 US$ = Rp 12.000,-
 Hitung berapa PPh 26 PT First Indonesia?
 Jawaban

Keterangan Rp Jumlah

Penghasilan bruto (10.000 x 12.000,-) Rp Rp 120.000.000


Pengenaan tarif: Rp Rp 24.000.000
20% x Rp 120.000.000,-
PPh pasal 26 PT First Indonesia Rp Rp 24.000.000
Penghasilan Kena Pajak PT First Indonesia adalah sebesar = Rp 24.000.000,-

Contoh Soal Penjualan Saham yang Dimiliki Wajib Pajak Luar Negeri

Way Co. (perusahaan di Cina) adalah salah satu pemegang saham PT Indo. Way Co.
di bulan Januari 2013 menjual saham yang dimilikinya di PT Indo kepada PT Hold

PERPAJAKAN-IwanSidharta 53
STIE Pasundan Bandung-2015
(perusahaan di Indonesia) senilai Rp5.000.000.000,00 dan kepada Matek Co.
(perusahaan di Malaysia) senilai Rp20.000.000.000,00.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait transaksi
tersebut?

Jawaban

Penghasilan dari penjualan saham Perseroan Terbatas dalam negeri yang diperoleh
Wajib Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) dipotong pajak sebesar 20
% x 25 % atau 5 % (lima persen) dari harga jual.
Perseroan Terbatas dalam negeri tersebut adalah Perseroan Terbatas yang:
• sahamnya diperjualbelikan oleh pemegang saham yang berstatus Wajib
Pajak luar negeri; dan
• tidak berstatus sebagai Emiten atau Perusahaan
." Publik.
Pemotong PPh Pasal 26 ini adalah pembeli yang ditunjuk sebagai pemotong pajak.
Dalam hal pembelinya adalah WPLN, maka yang ditunjuk sebagai pemungut pajak
adalah Perseroan.
Bagi pemegang saham Wajib Pajak luar negeri yang berkedudukan di negara-
negara yang telah mempunyai P3B dengan Indonesia, maka pemotongan PPh
Pasal 26 hanya dilakukan apabila berdasarkan P3B yang berlaku, hak pajaknya ada
di Indonesia.
Kewajiban Pemotongan PPh Pasal 26 PT Hold adalah:
PT Hold memotong PPh Pasal 26 sebesar Rp250.000.000,00
 (20% x 25% x Rp5.000.000.000,-) atas penghasilan dari penjualan saham
yang dibayarkan kepada Way Co;
 menyetor PPh Pasal 26 yang telah dipotong atas pengalihan saham
tersebut paling lambat tanggal 11 Februari 2013;
 melaporkan PPh Pasal 26 menggunakan SPT Masa PPh Pasal 23/26
masa pajak Januari 2013 paling lambat tanggal 20 Februari 2013.
Kewajiban Pemungutan PPh Pasal 26 oleh PT Indo adalah sebagai berikut:

PT Indonat memungut PPh 26 sebesar Rp 1.000.000.000,-

(20% x 25% x Rp 20.000.000.000,-) atas penghasilan dari penjualan saham yang


dibayar oleh Matek Co. kepada Way Co;

 menyetor PPh Pasal 26 yang telah dipungut atas pengalihan saham


tersebut paling lambat tanggal 11 Februari 2013;
 melaporkan PPh Pasal 26 menggunakan SPT Masa PPh Pasal 23/26
masa pajak Januari 2013 paling lambat tanggal 20 Februari 2013.

PERPAJAKAN-IwanSidharta 54
STIE Pasundan Bandung-2015
BAB IX

Pajak Atas Impor Dan Kegiatan Lain

1. Dasar Peraturan Mengenai Pemungutan PPh Pasal 22


 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008;
 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
146/PMK.011/2013;
 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2010 sebagaimana
telah beberapa kali diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-06/PJ/2013;
 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ/2013.

2. PPh Pasal 22
Pajak yang dikenakan atas penyerahan barang dan kegiatan dibidang impor atau kegiatan
usaha dibidang lainnya

3. Pemungut PPh Pasal 22


 Bank devisa dan Dirjen Bea Cukai
 Dirjen Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah
 BUMN dan BUMD
 BI, Badan Penyehatah Perbankan Nasional, Bulog, PT Telkom, PLN, Garuda
Indonesia, Indosat, Krakatau Steel, Pertamina dan Bank-Bank BUMN
 Badan usaha yang bergerak dalam industri semen, rokok, kertas, baja dan otomotif
 Pertamina serta badan usaha lain yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak
jenis premix, supert TT dan gas
 Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian
dan perikanan yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk
keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengepul
 Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan Barang Tergolong Mewah

4. Besanya pungutan pph pasal 22


 Atas impor
 API sebesar 2,5% dari nilai impor
 Non API sebesar 7,5% dari nilai impor
 Yang tidak dikuasai atau dilelang oleh Ditjen Bea Cukai sebesar 7,5% dari
harga jual lelang
 Nilai impor
= CIF + Bea Masuk + Pungutan Yang Sah
CIF = Cost + Insurance + Freight
 Atas pembelian barang yang dilakukan oleh pihak pemungut PPH Pasal 22 karena
menggunakan dana dari APBN/APBD
 1,5% dari harga pembelian

PERPAJAKAN-IwanSidharta 55
STIE Pasundan Bandung-2015
Atas pembelian barang yang dilakukan BI, PT Perusahaan Pengelola Aset, Bulog, Telkom,
PLN, Garuda Indonesia, Indosat, Krakatau Steel, Pertamina dan Bank-bank BUMN yang
dananya bersumber dari APBN maupun non APBN sebesar 1,5% dari harga pembelian

5. Besarnya pungutah pph pasal 22


 Atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah
 5% dari harga jual tidak termasuk PPN
 Bagi WP yang tidak berNPWP akan dipungut PPh 22 dengan tarif 2 kali lipat
atau 100% yanitu 10%

Pph terhutang tidak


Pemungut Dasar Hukum Pph terutang final
final
Pabrik semen KEP-401/PJ/01 0,25% x harga jual
Pabrik baja KEP-01/PJ/96 0,30% x harga jual
Pabrik otomotif KEP-32/PJ/01 0,45% x harga jual
Pabrik rokok KEP-529/PJ/01 0,43% x harga bandrol
Pabrik kertas KEP-69/PJ/95 0,45% x harga jual
Industri dan Eksportir KEP-25/PJ/03 0,5% x harga
pembelian tidak
termasuk PPN

BBM SPBU Swastanisasi SPBU Pertamina


Premium 0,3% 0,25%
Solar 0,3% 0,25%
Premix/Super TT 0,3% 0,25%
Minyak tanah 0,3%
LPG 0,3%
Pelumas 0,3%

6. Jenis barang yang tergolong sangat mewah


 Pesawat udara pribadi dengan harga jual > 20 Milyar
 Kapal pesiar dan sejenisnya yang harga jualnya > 10 Milyar
 Rumah beserta tanah dengan harga jual > 10 Milyar dan luas bangunan > 500 m2
 Apartemen, kondumium, dan sejenisnya dengan harga jual > 10 Milyar dan luasnya >
400 m2
 Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang dengan
harga jual > 5 Milyar dengan kapasitas silinder > 3.000cc

Contoh Soal ..pengusaha dengan api (1)


 Importir Akses yang memegang API mengimpor lampu kristal dari Amerika dengan
FOB sebesar us$ 6.000 (kurs dollar Rp 12.000) dengan bea masuk dan bea masuk
tambahan masing-masing sebesar 20% dan 10%. Asuransi dibayar di luar negeri
sebesar 1% dan ongkos angkut sebesar 5% dari biaya pembelian.
 Berapa nilai impor ?
PERPAJAKAN-IwanSidharta 56
STIE Pasundan Bandung-2015
 Berapa PPh pasal 22 ?

Jawaban ..soal(1)
Cost Insurance and Freight (CIF)
Cost
Pembelian USD 6.000 x Rp 12.000,- = Rp 72.000.000,-
Freight
5% x Rp 72.000.000 = Rp 3.600.000,-+
Cost and Freight (CF) = Rp 75.600.000,-
Insurance
1% x Rp 75.600.000,- = Rp 756.000,-+
CIF = Rp 76.356.000,-
Bea Masuk
Bea masuk
20% x Rp 76.356.000,- =Rp 15.271.200,-
Bea masuk tambahan
10% x Rp 76.356.000,- =Rp 7.635.600,-+
Total Bea masuk =Rp 22.906.800,-+
Nilai Import =Rp 99.262.800,-

Pajak PPh Pasal 22


PPh pasal 22 dengan API = 2.5% x Rp 99.262.800,- =Rp 2.481.570,-
Pembulatan PPh Pasal 22 =Rp 2.480.000,-

Soal…importir non api (2)


 Importir Akses yang tidak memegang API mengimpor lampu kristal dari Amerika
dengan FOB sebesar us$ 4.000 (kurs dollar Rp 12.000) dengan bea masuk dan bea
masuk tambahan masing-masing sebesar 20% dan 10%. Asuransi dibayar di luar
negeri sebesar 1% dan biaya freight sebesar 5% dari biaya pembelian.
 Berapa nilai impor ?
 Berapa PPh pasal 22 ?

Jawaban ….soal(2)
Cost Insurance and Freight (CIF)
Cost
Pembelian USD 4.000 x Rp 12.000,- = Rp 48.000.000,-
Freight
5% x Rp 48.000.000 = Rp 2.400.000,-+
Cost and Freight (CF) = Rp 50.400.000,-
Insurance
1% x Rp 50.400.000,- = Rp 504.000,-+
CIF = Rp 50.904.000,-
Bea Masuk
Bea masuk
20% x Rp 50.904.000,- =Rp 10.180.800,-
Bea masuk tambahan
10% x Rp 50.904.000,- =Rp 509.040,-+
PERPAJAKAN-IwanSidharta 57
STIE Pasundan Bandung-2015
Total Bea masuk =Rp 10.689.840,-+
Nilai Import =Rp 61.593.840,-

Pajak PPh Pasal 22


PPh pasal 22 non API = 7.5% x Rp 61.593.840,- =Rp 4.619.538,-
Pembulatan PPh Pasal 22 =Rp 4.620.000,-

Soal…importir dengan api (3)


 Importir DEL memiliki nomer API mengimpor komputer dari Amerika dengan biaya
sebesar us$ 140.000 dengan bea masuk dan bea masuk tambahan masing-masing
sebesar 20% dan 10%. Asuransi dibayar di luar negeri sebesar USD 1.000 dan biaya
angkut sebesar USD 4.000.
 Berapa nilai impor ?
 Berapa PPh pasal 22 ?
 Nb
Berdasarkan dokumen import nilai kurs 1 USD = Rp 11.000,-

Jawaban ….soal(3)
Cost Insurance and Freight (CIF)
Cost
Pembelian USD 140.000 x Rp 11.000,- = Rp 1.540.000.000,-
Freight USD 4.000 x Rp 11.000,- = Rp 44.000.000,-+
Cost and Freight (CF) =Rp 1.584.000.000,-
Insurance
USD 1.000 x Rp 11.000,- =Rp 11.000.000,-+
CIF =Rp 1.595.000.000,-
Bea Masuk
Bea masuk
20% x Rp 1.595.000.000,- =Rp 319.000.000,-
Bea masuk tambahan
10% x Rp 1.595.000.000,- =Rp 159.500.000,-+
Total Bea masuk =Rp 478.500.000,-+
Nilai Import =Rp2.073.500.000,-
Pajak PPh Pasal 22
PPh pasal 22 non API = 2.5% x Rp2.073.500.000,- =Rp 51.837.500,-
Pembulatan PPh Pasal 22 =Rp 51.840.000,-

Soal…PPh 22 untuk dana dari APBN/APBD(4)


 Perusahaan DEL memasok komputer sebayak 100 unit kepada instansi pemerintahan
dalam rangka pengembangan perangkat sistem informasi dengan nilai transaksi
sebesar Rp 1.000.000.000,- dengan pembayaran dilakukan melalui Kantor
Pembendaharaan Negara.
 Berapa PPh pasal 22 ?
Jika;
 Harga komputer yang dijual tidak termasuk PPN dan PPnBM?
 Harga komputer yang dijual termasuk PPN dan bukan termasuk golongan
barang mewah?
PERPAJAKAN-IwanSidharta 58
STIE Pasundan Bandung-2015
 Harga komputer yang dijual termasuk PPN dan PPnBM?
 Nb: dasar tarif dana dari APBN/APBD sebesar 1.5% x Harga Beli

Jawaban …soal (4)


1. Harga Komputer Tidak Termasuk PPn dan PPnBM
Harga Komputer Rp 1.000.000.000,-
PPh pasal 22 = 1.5% x Rp 1.000.000.000,- Rp 15.000.000,-
Penghasilan yang diterima Rp 985.000.000,-
2. Harga Komputer Termasuk PPn
Harga Komputer Rp 1.000.000.000,-
PPn 10% = 10/110 x Rp 1.000.000.000,- Rp 90.909.091,-
Harga Komputer Tidak Termasuk PPn Rp 909.090.909,-
PPh pasal 22 = 1.5% x Rp 909.090.909,- Rp 13.636.364,-
Penghasilan yang diterima Rp 895.454.545,-
Pembulatan Rp 895.455.000,-
3. Harga Komputer Termasuk PPn dan PPnBM
Harga Komputer Rp 1.000.000.000,-
PPn 10% = 10/130 x Rp 1.000.000.000,- Rp 76.923.077,-
PPn BM 20% = 20/130 x Rp 1.000.000.000,- Rp 153.846.154,-
Harga Komputer Tidak Termasuk PPn dan PPnBM Rp 769.230.767,-
PPh pasal 22 = 1.5% x Rp 769.230.767,- Rp 11.538.462,-
Penghasilan yang diterima Rp 757.692.305,-
Pembulatan Rp 757.690.000,-

PERPAJAKAN-IwanSidharta 59
STIE Pasundan Bandung-2015
BAB X

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

1. Dasar Peraturan Mengenai Pemungutan PPh Pasal 23


 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008;
 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 251/PMK.03/2008;
 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 33/PJ/2009;
 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-53/PJ/ 2009;
 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-35/PJ/ 2010;
 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-30/PJ/2012.

2. PPH Pasal 23
Pajak yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak dalam
negeri serta badan usaha tetap dengan nama dan bentuk apapun yang berasal dari modal
penyerahan jasa meliputi deviden, bunga, royalti, hadiah dan penghargaan penghasilan
sehubungan dengan penggunaan harta dan imbalan jasa tertentu

3. Pemotong PPh
 Badan pemerintah
 Subjek pajak dalam negeri
 Penyelenggara kegiatan
 Bentuk usaha tetap
 Perwakilan perusahaan luar negeri

4. Objek Pajak PPh Pasal 23


Objek Pajak yang dikenakan tarif 15%
 Deviden (kelebihan dana yang diterima)
 Bunga
 Royalti
 Hadiah
 Penghargaan
 Bonus, dll

Objek Pajak PPh Pasal 23


Objek Pajak yang dikenakan tarif 2%
 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
 Imbalan jasa teknik
 Imbalan jasa manajemen
 Imbalan jasa konsultan
 Imbalan jasa lainnya
Jasa lainnya

PERPAJAKAN-IwanSidharta 60
STIE Pasundan Bandung-2015
 Jasa penilai (appraisal)
 Jasa aktuaris
 Jasa akuntansi, pembukuan, dan laporan keuangan
 Jasa pengeboran
 Jasa penunjang di bidang penambangan migas
 Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas
 Jasa penebangan hutan
 Jasa pengolahan limbah
 Jasa penyedian tenaga kerja (outsourcing)
 Jasa perantara/keagenan
 Jasa perdagangan surat berharga
 Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan surat berharga
 Jasa pengisian suara (dubbing)
 Jasa sofware komputer
 Jasa pemasangan/instalasi mesin, peralatan, listrik, telpon, air, gas, ac. Tv kabel
 Jasa maklun
 Jasa keamanan dll.

Contoh PPh pasal 23


dengan tarif 15%
 PT Mandiri menbagikan deviden sebesar Rp 1000 per lembar saham yang dimiliki
pemegang saham. PT Mandiri merupakan perusahaan tertutup sehingga sahamnya
hanya dimiliki oleh pendiri perusahaan yaitu PT Aksen sebanyak 5000 lembar saham,
PT Eksis sebanyak 6000 lembar saham, PT Jaya sebanyak 3000 lembar saham dan PT
Maju sebanyak 4000 lembar saham
 Berapa deviden yang harus diterima masing-masing perusahaan?

Jawaban

Lembar
Pemilik Saham Total deviden PPh pasal 23 Yang Diterima
saham

PT Akses 6000 Rp 6.000.000 Rp 900.000 Rp 5.100.000

PT Eksis 5000 Rp 5.000.000 Rp 750.000 Rp 4.250.000

PT Jaya 3000 Rp 3.000.000 Rp 450.000 Rp 2.350.000

PT Maju 4000 Rp 4.000.000 Rp 600.000 Rp 3.400.000

Contoh PPh pasal 23


dengan tarif 2%
 PT Mandiri menyewa sebuah bus dari perusahaan penyewaan bus yaitu PT Maju yang
merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dengan jumlah pembayaran sebesar Rp
4.400.000 termasuk PPN
 Berapa jumlah yang harus dikenakan sesuai dengan PPh pasal 23?
PERPAJAKAN-IwanSidharta 61
STIE Pasundan Bandung-2015
Jawaban
PPh Pasal 23
◦ Jumlah pembayaran
(termasuk PPN) = Rp 4.400.000
◦ Objek PPh Pasal 23
10/110 x Rp 4.400.000 = Rp 4.000.000
◦ PPh Pasal 23
2% x Rp 4.000.000 = Rp 80.000

Jumlah PPh Pasal 23 yang dipotong PEMOTONG dengan memberikan Bukti Pemotongan
PPH Pasal 23 (lb ke-1) kepada PT Maju saat dilakukan pemotongan selanjutnya dilaporkan
pada SPT Masa PPh Pasal 23 oleh PT Mandiri

Contoh Soal Pembayaran Dividen ke Luar Indonesia

PT Lightindo sebuah perusahaan penanaman modal asing, pada tanggal 10 Mei


2013 mengumumkan pembagian dividen dari keuntungannya di tahun 2012,
antara lain kepada:
Mr. Sneijder, Subjek Pajak Luar Negeri yang berdomisili di Belanda
(dibuktikan dengan Surat Keterangan Domisili sesuai dengan format yang telah
ditentukan yang diserahkan kepada PT Lightindo), sebesar Rp300.000.000,-
perusahaan Spurs Vehicle Co., perusahaan yang berkedudukan di Mauritius, sebesar
Rp5.000.000.000,-.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait transaksi
tersebut?

Jawaban

Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi
merupakan objek PPh.
Apabila penerima dividen tersebut adalah:
Wajib Pajak badan dalam negeri (kecuali Wajib Pajak badan tertentu
sebagaimana dijelaskan dalam halaman 49) dan Bentuk Usaha Tetap maka
dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto dividen;
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri maka dipotong PPh bersifat final sebesar
10% dari jumlah bruto dividen;
Wajib Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap maka dipotong PPh Pasal 26
dengan tarif 20% atau sesuai dengan tarif dalam Persetujuan Penghindaran Pajak
Berganda (P3B) terkait.
Untuk dapat dipotong PPh Pasal 26 menggunakan tarif sesuai dengan P3B maka
, ·"
Wajib Pajak luar negeri penerima penghasilan harus dapat menyerahkan Surat
Keterangan Domisili (SKD).
Kewajiban PT Flip Light Indonesia sebagai pemotong PPh Pasal 26 adalah:
PT Lightindo memotong PPh Pasal 26 sebesar:

PERPAJAKAN-IwanSidharta 62
STIE Pasundan Bandung-2015
 10% x Rp300.000.000,00 = Rp30.000.000,00 atas pembayaran dividen kepada
Mr. Sneijder. Berdasarkan P3B Indonesia-Belanda atas dividen tersebut
dapat dikenakan pajak di Indonesia dengan tarif tidak lebih dari 10%;
 20% x Rp5.000.000.000,00 = Rp1.000.000.000,00 atas pembayaran
dividen kepada Spurs Vehicle Co. Tarif yang digunakan sesuai dengan
Pasal 26 yaitu 20% karena tidak ada P3B antara Indonesia-Mauritius;
 menyetor PPh Pasal 26 yang telah dipotong atas pembayaran dividen
tersebut paling lambat tanggal 10 Juni 2013;
 melaporkan PPh Pasal 26 menggunakan SPT Masa PPh Pasal 23/26 masa
pajak Mei 2013 paling lambat tanggal 20 Juni 2013.

PERPAJAKAN-IwanSidharta 63
STIE Pasundan Bandung-2015
Pajak Penghasilan Ayat 4

1. Dasar Hukum
Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.

2. Pajak penghasilan yang bersifat final


Pajak penghasilan ini meliputi penghasilan atas bunga, sewa imbalan, jasa konsultan
dan jasa konstruksi yang diatur dengan peraturan pemerintah
 Atas penghasilan berupa bunga diskonto dan tabungan, serta diskonto Sertifikat Bank
Indonesia.
 Atas penghasilan berupa bunga atau diskonto yang dijual di Bursa efek.
 Atas penghasilan berupa sewa tanah dan bangunan.
 Atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan
 Atas usaha jasa konstuksi.
 Atas penghasilan hadiah undian.
 Atas penghasilan transaksi derivatif berupa kontrak berjangka di bursa efek

3. Atas penghasilan bunga diskonto dan tabungan, serta diskonto SBI


Dasar Peraturan
 Peratuan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan atas
Bunga Deposito dan Tabungan Serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia;
 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 51/KMK.04/2001 tentang Pemotongan
Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat
Bank Indonesia;
 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-01/PJ/2013 tentang Tata Cara
Penerbitan Surat Keterangan Bebas Pemotongan Pajak Penghasilan atas
Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia yang
Diterima atau Diperoleh Dana Pensiun yang Pendiriannya Telah Disahkan oleh
Menteri Keuangan.
Penghasilan bunga diskonto dan tabungan, serta diskonto SBI adalah sebagai berikut
 Atas penghasilan berupa bunga diskonto dan tabungan, serta diskonto Sertifikat Bank
Indonesia yang diterima oleh Wajib Pajak dalam negeri atau Badan Usaha Tetap di
kenakan Pajak penghasilan yag bersifat final.
 Adapun besarnya potongan pajak penghasilan adalah sebesar 20% dari penghasilan
bruto.
 Sedangkan bagi Wajib Pajak Luar Negeri selain Badan Usaha Tetap besarnya sebesar
20% dari jumlah bruto berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.

4. Atas penghasilan bunga diskonto dan tabungan, serta diskonto SBI….pengecualian


 Bunga dan diskonto yang diterima Bank yg berkedudukan di Indonesia atau cabang
bank luar negeri.
PERPAJAKAN-IwanSidharta 64
STIE Pasundan Bandung-2015
 Bunga deposito dan tabungan serta SBI tidak melebihi Rp 7.500.000,- dan bukan
dalam bentuk yang dipecah.
 Bunga deposito dan tabungan serta SBI yang diperoleh sudah disahkan oleh Menteri
Keuangan.
 Bunga Bank yang ditunjuk oleh pemerintah dalam rangka kepemilikan rumah
sederhana dan sederhana, kavling siap bangun untuk RS dan RSS sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.

5. Atas penghasilan berupa bunga atau diskonto yang dijual di Bursa efek
Besarnya Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut;
 Atas penghasilan berupa bunga obligasi dengan kupon
o PPh Final sebesar 20% dari jumlah bruto.
 Atas penghasilan berupa diskonto obligasi dengan kupon.
o PPh Final sebesar 20% dari jumlah bruto
 Atas penghasilan berupa diskonto obligasi tanpa bunga.
o PPh Final sebesar 20% dari jumlah bruto

6. Atas penghasilan berupa bunga atau diskonto yang dijual di Bursa efek…terkecuali
Tidak Dikenakan PPh Final
 Bank berkedudukan di Indonesia dan bank cabang luar negeri.
 Dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
 Reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM), selama 5
tahun pertama sejak pemberian ijin usaha.

7. Atas penghasilan penghasilan berupa sewa tanah dan bangunan


Dasar Peraturan
 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 tentang Pembayaran Pajak
Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun
2002;
 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996 tentang
Pelaksanaan Pembayaran dan Pemotongan Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
120/KMK.03/2002;
 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-50/PJ./1996 tentang
Penunjukan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Tertentu Sebagai
Pemotong Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah
dan/atau Bangunan;
 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-227/PJ./2002 tentang Tata Cara
Pemotongan dan Pembayaran, serta Pelaporan Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan.

Besarnya Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut;


◦ Atas penghasilan berupa sewa tanah dan bangunan bersifat final.
PERPAJAKAN-IwanSidharta 65
STIE Pasundan Bandung-2015
◦ Pengenaan PPh Final berlaku buat orang pribadi maupun badan usaha.
◦ Besarnya tarif sebesar 10 % dari penghasilan bruto.
◦ Final = 10 % x Bruto

8. Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan


Besarnya Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan adalah sebagai
berikut;
 Wajib Pajak baik pribadi, yayasan atau organisasi dikenakan PPh Final 5% dari
Jumlah Bruto Nilai Pengalihan.
 Wajib Pajak pribadi yang jumlah penghasilannya melebihi PTKP serta jumlah bruto
melebihi Rp 60.000.000,- dikenakan PPh Final 5 % dari Jumlah Bruto Nilai
Pengalihan.
 Wajib Pajak Badan diluar kegiatan usahanya diwajibkan menyetor PPh 5 % melalui
bank persepsi dan tidak bersifat final dan dapat dikreditkan karena merupakan
angsuran PPh dalam tahun berjalan.

9. Atas penghasilan usaha jasa konstuksi


Dasar Peraturan
 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009;
 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2008 tentang Tata Cara
Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan, dan Penatausahaan Pajak
Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.03/2009.

10. Pengertian usaha jasa konstruksi;


 Merupakan layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, pelaksanaan
konstruksi dan pengawasan pekerjaan konstruksi.
 Pekerjaan konstruksi merupakan keseluruhan rangkaian kegiatan perencanaan
dan/pelaksanaan beserta pengawasan pekerjaan arsitek, sipil, mekanik, elektrik, dan
tata lingkungan.
 Pelaksanaan konstruksi merupakan pemberian jasa atas keahlian dalam jasa
konstruksi serta penerapannya.
 Pengawas konstruksi merupakan pemberian jasa kepada ahli dibidang pengawasan
konstruksi dan mampu mengawasi pelaksanaan kegiatan dari awal sampai selesai.
 Penyedia Jasa merupakan tenaga ahli yang menawarkan jasa pelaksanaan kegiatan di
bidang konstruksi.
PPh final yang dipotong adalah sebagai berikut;
◦ 2 % untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan Penyedia Jasa yang
mempunyai kualifikasi usaha kecil.
2 % x Jumlah Jasa
◦ 4 % untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan Penyedia Jasa yang tidak
memiliki kualifikasi usaha.
4 % x Jumlah Jasa

PERPAJAKAN-IwanSidharta 66
STIE Pasundan Bandung-2015
◦ 4 % untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang
mempunyai memiliki kualifikasi usaha.
4 % x Jumlah Jasa
◦ 6 % untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang
mempunyai tidak memiliki kualifikasi usaha.
6 % x Jumlah Jasa

11. PPh Final Atas Hadiah dan Transaksi Derivatif


Atas penghasilan penghasilan hadiah undian.
◦ Pajak penghasilan atas hadiah undian bersifat Final.
◦ Besarnya pemotongan pajak penghasilan atas hadiah adalah sebesar 25 % dari
jumlah bruto hadiah undian.
PPh final = 25 % x Jumlah Bruto
Atas penghasilan transaksi derivatif berupa kontrak berjangka di bursa efek
◦ Merupakan penghasilan yang diterima Wajib Pajak pribadi atau Badan Usaha
dari transaksi derivatif di bursa berjangka.
◦ Besarnya pajak penghasilan sebesar 2,5 % dari Margin Awal.
PPh Final = 2,5 % x Margin Awal

PERPAJAKAN-IwanSidharta 67
STIE Pasundan Bandung-2015
BAB XI

Pajak Pertambahan Nilai

1. Dasar Peraturan Pajak Pertambahan Nilai


Dasar Hukum pajak pertamnahan nilai (PPN) adalah Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009,
Undang-undang ini disebut dengan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984.
Peraturan mengenai PPN lebih rinci adalah sebagai berikut;
 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009;
 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2012;
 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2001 sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007;
 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1995 sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2001;
 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010;
 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 563/ KMK.03/2003;
 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-08/PJ/2013;
 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2010 sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2013;
 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-147/PJ./2006;
 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-382/PJ./2002.

2. Karakteristik PPN
 Pajak objektif
 Pajak tidak langsung
 Multi-stage tax
 Tidak menimbulkan pajak ganda
 Menggunakan alat bukti faktur pajak
 Bersifat netral
 Pajak atas konsumsi

3. Wajib Pajak PPN


 Pengusaha Kena Pajak (PKP)
◦ Merupakan pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)
atau Jasa kena Pajak (JKP) yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-
Undang PPN, Tidak Termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan
Menteri Keuangan kecuali Pengusa Kecil tersebut memilih untuk ditetapkan
sebagai PKP.
◦ Batasan Pengusaha Kecil yang jumlah peredaran bruto nya tidak lebih dari Rp
600.000.000

4. Kewajiban PKP
 Membuat faktur pajak untuk setiap penyerahan BKP dan JKP
PERPAJAKAN-IwanSidharta 68
STIE Pasundan Bandung-2015
 Memungut, menghitung, dan menyetorkan PPN dan PPnBM yang terutang atas
penyerahan BKP atau JKP atau ekspor BKP
 Mengisi dan menyampaikan SPT Masa paling lambat 20 hari setelah berakhirnya
masa pajak

5. Objek PPN
 Barang
◦ Barang yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau
tidak bergerak maupun tidak berwujud.
 Jasa
◦ Setiap kegiatan pelayanan berdasarkan ikatan atau perbuatan hukum yang
menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia
untuk dipakai termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang
karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk pemesan.

6. Tarif PPN
 Sistem PPN menganut tarif tunggal yaitu sebesar 10%
 Dengan peraturan pemerintah tarif bisa berubah serendah-rendahnya 5% dan setinggi-
tingginya 15%
 Untuk kegiatan ekspor dikenakan tarif 0%

7. Jasa Bebas PPN


 Jasa pelayanan kesehatan medis
 Jasa pelayanan sosial
 Jasa pengiriman surat dengan prangko
 Jasa keuangan
 Jasa asuransi
 Jasa di bidang keagamaan
 Jasa di bidang pendidikan
 Jasa kesenian dan hiburan
 Jasa penyiaran bukan iklan
 Jasa tenaga kerja
 Jasa angkutan umum di laut, didarat dan di udara
 Jasa bidang perhotelan
 Jasa yang disediakan pemerintah
 Jasa penyediaan tempat parkir
 Jasa telepon umum dengan menggunakan koin
 Jasa pengiriman uang dengan wesel pos
 Jasa boga atau katering

8. Pajak Masukan
Merupakan PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh PKP karena perolehan BKP atau JKP
dan atau pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan
JKP dari luar Daerah Pabean dan atau impor BKP.

PERPAJAKAN-IwanSidharta 69
STIE Pasundan Bandung-2015
9. Pajak Masukan Yang tidak dapat dikreditkan
 Perolehan BKP atau JKP sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP
 Perolehan BKP atau JKP tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha.
 Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor kecuali merupakan barang dagang
atau disewakan
 Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabeaan sebelum
dikukuhkan sebagai PKP
 Perolehan BKP atau JKP yang bukti pungutannya Faktur Pajak Sederhana
 Perolehan BKP atau JKP yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan yang
berlaku.
 Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabeaan yang Faktur
Pajaknya tidak memenuhi ketentuan
 Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan
ketetapan pajak.
 Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam SPT Masa
PPN

10. Restitusi
Merupakan selisih kelebihan pajak yang dapat dimintakan kembali akibat terdapat selisih
dalam Masa Pajak, Pajak Masukannya dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran.

PERPAJAKAN-IwanSidharta 70
STIE Pasundan Bandung-2015
PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH
1. Pengertian PPnBM
 Bahwa barang tersebut bukan barang kebutuhan pokok
 Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
 Umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi
 Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status
 Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat seperti minuman
beralkohol

2. Objek PPnBM
 Selain dikenakan PPN, dikenakan juga Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
terhadap:
◦ Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh
Pengusaha Yang Menghasilkan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah
di dalam Daerah Pabeaan dari kegiatan usaha atau pekerjaannya.
◦ Impor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah

3. Yang Termasuk Dihasilkan Pengusaha


 Merakit
 Memasak
 Mencampur
 Mengemas
 Membotolkan

4. Tarif PPnBM
 Tarif PPnBM paling rendah adalah 10% dan paling tinggi 200% tergantung dari jenis
barang.
 Ekspor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah dikenakan pajak dengan tarif 0%
 Tarif PPnBM menjadi dua kelompok
 Kendaraan bermotor : 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60% dan 75% (PP Nomor
12 Tahun 2006)
 Non Kendaraan Bermotor : 10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 75% (PP Nomor
55 Tahun 2004)
 Jenis Barang yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas Barang Kena
Pajak Yang Tergolong Mewah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan

5. Kendaraan Yang Bibebaskan Dari PPnBM


 Kendaraan CKD
 Kendaraan sasis
 Kendaraan angkutan barang
 Kendaraan bermotor roda dua dengan isi silinder sampai 250 cc
 Ambulan, kendaraan jenazah, kendaraan kebakaran, kendaraan tahanan, kendaraan
angkutan umum
 Untuk protokoler kenegaraan sepanjang dananya dari APBN/APBD
PERPAJAKAN-IwanSidharta 71
STIE Pasundan Bandung-2015
 Kendaraan bermotor angkutan lebih dari 10 orang termasuk pengemudi yang
digunakan untuk kegiatan dinas TNI/POLRI sepanjang dananya dari APBN/APBD
 Untuk keperluan patroli TNI/POLRI sepanjang dananya dari APBN/APBD

6. Prosedur Pembebasan PPnBM


 Wajib Pajak mempunyai SKB PPnBM, yaitu Surat Keterangan Bebas PPnBM yang
dikeluarkan Dirjen Pajak
 SKB PPnBM diajukan kepada Dirjen Pajak melalui KPP
 Dirjen Pajak memberikan keputusan dalam jangka waktu 10 hari kerja setelah surat
permohonan diterima secara lengkap
 SKB PPnBM diterbitkan sebelum impor kendaraan bermotor atau penyerahan
kendaraan bermotor

7. Cara Menentukan PPN dan PPnBM


Tarif X Dasar Pengenaan Pajak
 Dasar Pengenaan Pajak:
◦ Harga jual
◦ Nilai penggantian
◦ Nilai impor
◦ Nilai ekspor
◦ Nilai lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan

8. Faktur Pajak
 Merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan
BKP atau penyerahan JKP
 Jenis Faktur Pajak
◦ Faktur Pajak Standar
◦ Faktur Gabungan
◦ Faktur Sederhana

9. Faktur Pajak Standar


 Syarat formal, bahwa faktur pajak standar harus memuat;
◦ Nama, alamat, dan NPWP
◦ Jenis Barang atau Jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongang
harga
◦ PPN dipungut
◦ PPnBM yang dipungut
◦ Kode, nomer seri dan tanggal pembuatan
◦ Nama, jabatan dan tandatangan
 Syarat material, bahwa barang yang diserahkan benar.

10. Fajak Gabungan

PERPAJAKAN-IwanSidharta 72
STIE Pasundan Bandung-2015
 Merupakan suatu Faktur Pajak yang dibuat oleh PKP yang meliputi semua
penyerahan BKP atau penyerahan JKP yang terjadi selama satu bulan takwim kepada
pembeli yang sama atau penerima JKP yang sama

11. Faktur Pajak Sederhana


 Merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP untuk menampung kegiatan
penyerahan BKP dan atau JKP yang dilakukan secara langsung kepada konsumen
akhir dan pembeli BKP atau penerima JKP yang tidak diketahui identitasnya.
 Faktur Pajak Sederhana tidak dapat digunakan pembeli BKP atau penerima JKP
sebagai dasar untuk pengkreditan Pajak Masukan

Contoh Soal PPN (1)


Diketahui Transaksi PT Maju Selama bulan Agustus 2014 adalah sebagai berikut;
Pembelian Bahan Baku termasuk PPN sebesar Rp 110.000.000,-
Pembelian Bahan Penolong termasuk PPN sebesar Rp 44.000.000,-
Transaksi Penjualan termasuk PPN sebesar Rp 220.000.000,-
Perhitungan PPN Masukan
Pembelian Bahan Baku, 10/110 x Rp 110.000.000 = Rp 10.000.000,
Pembelian Bahan Penolong, 10/110 x Rp 44.000.000 = Rp 4.000.000,+
PPN Keluaran Rp14.000.000,-
Perhitungan PPN Keluaran
Transaksi Penjualan, 10/110 x Rp 220.000.000 = Rp 20.000.000,-
Perhitungan PPN Keluaran - PPN Masukan
Rp 20.000.000 - Rp14.000.000 = Rp 6.000.000,-
PPN Kurang Bayar sebesar Rp 6.000.000,-
Nb
Jika PPN Keluaran lebih besar dari PPN Masukan, maka selisih tersebut harus disetor ke
Kas Negara, jika sebaliknya maka kelebihan tersebut dapat dikompensasi atau direstitusi

Contoh soal ..PPN dan PPnBM (2)


 Transaksi pembelian yang dilakukan oleh Kantor Pemerintah atas barang kena pajak
PPN dan PPnBM 20%. Diketahui Harga Jual sebesar Rp 900.000,- . Hitung berapa
PPN dan PPnBM?
 Jawaban
Keterangan Rp Jumlah

Harga Jual Rp 900.000,-


PPN 10% Rp 90.000,-
PPnBM 20% Rp 180.000,-
Harga Jual Termasuk PPN dan PPnBM Rp 1.170.000,-
Karena Harga Jual termasuk PPN dan PPnBM kurang dari Rp 1.000.000,- maka PPN dan
PPnBM tidak dipungut oleh Bendahara Pemerintah atau KPPN tetapi oleh PKP rekanan dan
faktur pajak tetap dibuat.

PERPAJAKAN-IwanSidharta 73
STIE Pasundan Bandung-2015
Contoh soal ..PPN dan PPnBM (3)
 Transaksi pembelian yang dilakukan oleh Kantor Pemerintah atas barang kena pajak
PPN dan PPnBM 10%. Diketahui Harga Jual sebesar Rp 800.000,- . Hitung berapa
PPN dan PPnBM?
 Jawaban
Keterangan Rp Jumlah

Harga Jual Rp 800.000,-


PPN 10% Rp 80.000,-
PPnBM 10% Rp 80.000,-
Harga Jual Termasuk PPN dan PPnBM Rp 960.000,-
Karena Harga Jual termasuk PPN dan PPnBM kurang dari Rp 1.000.000,- maka PPN dan
PPnBM tidak dipungut oleh Bendahara Pemerintah atau KPPN tetapi oleh PKP rekanan dan
faktur pajak tetap dibuat.

Contoh Soal PPnBM(4)


Diketahui PT Maju melakukan transaksi sebesar Rp 13.000.000,- dan Barang Kena Pajak
termasuk barang mewah dengan tarif 20% kepada Kantor pemerintah.
Transaksi Rp 13.000.000,-
PPN yang dipungut
10/130 x Rp 13.000.000,- Rp 1.000.000,-
PPnBM yang dipungut
20/130 x Rp 13.000.000,- Rp 2.000.000,-+
Perhitungan PPN dan PPnBM Rp 3.000.000,-
Transaksi Penjualan yang dibayarkan
oleh Bendahara Kantor Pemerintah
Rp 13.000.000 – Rp 3.000.000 =Rp 10.000.000,-
Nb
Jika PPnBM sebesar 20% maka, PPN yang dipungut sebesar 10/130 bagian dari jumlah
pembayaran dan PPnBM yang dipungut sebesar 20/130 bagian dari jumlah pembayaran.

PERPAJAKAN-IwanSidharta 74
STIE Pasundan Bandung-2015
BAB XII

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN


1. Dasar Hukum
Dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan adalah Undang-Undang N0.12 Tahun 1985 yang
diubah dengan Undang-Undang N0.12 Tahun 1994 dan Undang-Undang No.28 Tahun 2009

2. Sifat PBB
 Pajak Daerah
 Pajak Objektif (bersifat kebendaan)
 Official Assesment System (menggunakan SPPT)

3. Subjek PBB
 Subjek pajak
◦ Orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi,
memperoleh manfaat atas bumi, memiliki bangunan, menguasa bangunan dan
memperoleh manfaat atas bangunan
 Wajib Pajak
◦ Subjek pajak yang harus membayar pajak
 Hak-hak atas bumi dan bangunan PBB
◦ Mengacu pada UU Agraria yaitu Hak Milik, Hak Guna Bangun, Hak Guna
Usaha, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan
 Apabila subjek pajak yang ditetapkan Dirjen Pajak dirasa tidak benar, maka Subjek
pajak dapat mengajukan keberatan dengan memberikan keterangan secara tertulis.
 Pembayaran PBB yang dilakukan WP tidak ada kaitannya dengan status hak
kepemilikan objek pajak, sehingga pelunasan PBB bukanlah merupakn bukti
kepemilikan hak.

4. Objek Pajak Bumi dan Bangunan


 Bumi
◦ Bumi merupakan permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya.
Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah RI.
(sawah, ladang, kebun, tanah, tambang, dll).
 Bangunan
◦ Merupakan suatu konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap
pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut (rumah tempat tinggal,
bangunan usaha, gedung dll).
 Jalan lingkungan yang terletak dikomplek bangunan seperti hotel, pabrik dan lain-
lainnya yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut.
 Jalan tol
 Kolam renang
 Tempat olahraga
 Dermaga
PERPAJAKAN-IwanSidharta 75
STIE Pasundan Bandung-2015
 Taman
 Tempat penampungan tambang
 Fasilitas lain yang memberikan manfaat

5. Faktor Penentu Klasifikasi Bumi dan Bangunan


 Bumi
◦ Letak
◦ Peruntukan
◦ Pemanfataan
◦ Kondisi lingkungan dan lain-lain
 Bangunan
◦ Bahan yang digunakan
◦ Rekayasa
◦ Letak
◦ Kondisi lingkungan dan lain-lain

6. Objek Yang Tidak Dikenakan PBB


 Tanah dan bangunan untuk kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan,
pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak memperoleh keuntungan.
 Tanah dan bangunan yang digunakan untuk kuburan umum, peninggalan purbakala
atau sejenisnya.
 Tanah dan bangunan yang digunakan oleh perwakilan diplomatik atau konsulat
berdasarkan asas perlakua timbal balik.
 Tanah yang merupakan hutan lindung, suaka alam, taman nasional, tanah
pengembalaan yang dikuasai desa, dan tanah negara yang belum dibebani sesuatu
hak.
 Tanah dan bangunan yang digunakan oleh perwakilan organisasi internasional yang
ditentukan oleh Menteri Keuangan.

7. Administrasi PBB
 Untuk keperluan pendataan, subjek pajak wajib mendaftarkan objek pajaknya dengan
mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) ke Dirjen Pajak.
 SPOP yang telah diisi dikembalikan ke Dirjen Pajak selambat-lambatnya 30 hari sejak
SPOP diterima subjek pajak.
 Dirjen Pajak akan menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
berdasarkan SPOP
 Dirjen Pajak dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) apabila
 SPOP tidak disampaikan dan telah ditegur secara tertulis
 Berdasrkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata terdapat selisih
perhitungan jumlah pajak yang harus dibayar.

8. Tarif dan Dasar Pengenaan PBB


 Tarif
◦ Untuk menentukan besarnya PBB yang terutang, maka nilai jual objek pajak
dikalikan dengan tarif paling tinggi sebesar 0,3% (UU No. 28 Tahun 2009)
PERPAJAKAN-IwanSidharta 76
STIE Pasundan Bandung-2015
 Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
◦ NJOP ditetapkan perwilayah berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan
dengan mendengar pertimbangan Gubernur.
 Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang wajar
 Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenisnya yang letaknya berdekatan dan
fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya.
 Nilai perolehan baru
 Penentuan Nilai Jual Objek Pengganti

9. Tata Cara Pembayaran PBB


 Bank atau kantor pos dan giro tempat pembayaran yang tercantum pada SPPT dapat
melalui ATM
 Petugas pemungut PBB kelurahan/desa yang ditunjuk resmi

10. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)


 Merupakan batas NJOP atas bumi dan bangunan yang tidak kena pajak.
 Besarnya NJOPTKP maksimum Rp 10.000.000
 Setiap WP memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak 1 kali dalam satu Tahun
Pajak
 Apabila WP mempunyai beberapa Objek Pajak maka yang diambil berdasarkan nilai
terbesar bukan gabungan dari beberapa Objek Pajak
 Besarnya NJOPTKP ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Dirjen Pajak atas nama
Menteri Keuangan dengan pertimbangan pendapat Pemda.

11. Pengurangan PBB


 Objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa
 Kondisi tertentu sehingga objek pajak terletak di lokasi yang nilai jualnya tinggi
sedangkan penghasilannya hanya dapat disatu tempat dan tidak mampu untuk
memenuhi kewajibannya.

12. Syarat Pengajuan Pengurangan


 Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasannya.
 Melampirkan foto copy SPPT yang bersangkutan dan bukti-bukti lain yang
mendukung
 Surat pengajuan pengurangan hanya untuk satu tahun pajak dan satu objek pajak
 Dikirim selambat-lambatnya 60 hari sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak

13. Cara Menghitung


 Tarif tunggal paling tinggi 0,3%
 NJOPKP = NJOP - NJOPTKP
PBB = Tarif X NJOPKP
PBB = 0,3% X NJOP - NJOPTKP

Contoh Perhitungan PBB


PERPAJAKAN-IwanSidharta 77
STIE Pasundan Bandung-2015
 Diketahui Objek Pajak dengan Luas Tanah sebesar 100 m2 dengan Luas Bangunan
sebesar 80 m2. Penetapan harga tanah dan Bangunan sesuai dengan NJOP adalah
sebesar Rp 1.000.000,- per mtr untuk tanah dan sebesar Rp 800.000,- per meter untuk
bangunan.
 Tentukan besarnya PBB Terutang?

Jawaban
Objek Pajak
Luas Tanah, 100m2 = 100m2 x Rp 1.000.000,- Rp 100.000.000,-
Luas Bangunan, 80m2 = 80m2 x Rp 800.000,- Rp 64.000.000,-+
NJOP Dasar Pengenaan Pajak Rp 164.000.000,-
Pengurang
NJOPTKP = Rp 25.000.000,- Rp 139.000.000,-
Dasar Tarif Pengenaan PBB
Dasar Tarif sebesar 0.1% x Rp 139.000.000,- Rp 139.000,-

Dengan demikian besarnya PPB terhutang yang harus dibayar sebesar Rp 139.000,-

PERPAJAKAN-IwanSidharta 78
STIE Pasundan Bandung-2015
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN

1. Dasar Peraturan
 Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak
Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008;
 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635/KMK.04/1994 tentang
Pelaksanaan Pembayaran dan Pemungutan Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 243/PMK.03/2008;
 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ/2009 tentang
Pelaksanaan Ketentuan Peralihan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun
2008;
 Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-30/PJ/2009 tentang Tata Cara
Pemberian Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran atau Pemungutan
Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan;
 Peraturan Dirjen Pajak N0 PER-26/PJ/2010 tentang Tata Cara Penelitian
.
Surat Setoran Pajak atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan;
 Surat Edaran Dirjen Pajak N0 SE-30/PJ/2013 tentang Pelaksanaan Pajak
Penghasilan yang Bersifat Final atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas
Tanah dan/atau Bangunan yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang
Usaha Pokoknya Melakukan Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
dan Penentuan Jumlah Bruto Nilai Pengalihan Hak atas Tanah dan/ atau
Bangunan Oleh Wajib Pajak yang Melakukan Pengalihan Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan.

2. Pengertian BPHTB
Bea perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan merupakan pajak yang dikenakan atas
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan
adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan
atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Serta hak atas tanah dan atau bangunan
merupakan hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan diatasnya.

3. Objek Pajak
 Perolehan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan
◦ Pemindahan Hak
◦ Pemberian Hak Baru
 Objek pajak yang tidak kena BPHTB
◦ Perwakilan diplomatik
◦ Negara untuk kepentingan umum
◦ Badan/Organisasi Internasional
PERPAJAKAN-IwanSidharta 79
STIE Pasundan Bandung-2015
◦ Konversi hak tanpa perubahan nama
◦ Wakaf
◦ Kepentingan ibadah

4. Perlakuan Khusus Objek Yang Dikenankan BPHTB


 Objek Pajak yang diperoleh karena waris, hibah wasiat, dan hak pengelolaan yang
diatur dengan PP
 Untuk memberikan rasa keadilan
◦ Pada saat meninggal dunia pada hakikatnya terjadi pemindahan hak kepada
ahli waris
◦ Hibah waris merupakan penetapan wasiat berdasarkan surat wasiat

5. Dasar Pengenaan Pajak


Dasar pengenaan pajak dapat dilakukan dengan tiga cara, antara lain;
Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP)
 Harga transaksi
◦ Jual beli
◦ Penunjukan pembeli dalam lelang
 Nilai pasar
◦ Tukar-menukar
◦ Hibah
◦ Pemberian hak baru
◦ Waris
◦ Penggabungan usaha
◦ Peleburan usaha
◦ Pemekaran usaha dll.
 NPOP tidak diketahui/lebih rendah dari NJOP PBB
◦ Berdasarkan NJOP PBB

6. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)


 Ditetapkan Kakanwil dengan pertimbangan Pemda dan perkonomian daerah
 NPOPTKP RSH dan Rusun Sederhana
◦ Sebesar Rp 55.000.000
 NPOPTKP Warisan
◦ Paling banyak Rp 300.000.000
 NPOPTKP Usaha Kecil
◦ Sebesar Rp 10.000.000
 NOPTKP Lainnya
◦ Paling banyak Rp 60.000.000

7. Tarif dan Penghitungan Pajak


Dalam perhitungan pajak BPHTB diterapkan tarif tunggal.
 Tarif tunggal 5%
BPHTB = (NPOP – NPOPPTKP) x Tarif

PERPAJAKAN-IwanSidharta 80
STIE Pasundan Bandung-2015
Jika NJOP digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, maka perhitungan BPHTB adalah
sebagai berikut;
BPHTB = (NJOP – NPOPTKP) x Tarif

Contoh Perhitungan BPHTB


Diketahui Objek Objek Pajak BPHYB sebagai Berikut;
Objek Pajak
Luas Tanah, 100m2 = 100m2 x Rp 1.000.000,- Rp 100.000.000,-
Luas Bangunan, 80m2 = 80m2 x Rp 800.000,- Rp 64.000.000,-+
NJOP Dasar Pengenaan Pajak Rp 164.000.000,-
Pengurang
NJOPTKP = Rp 60.000.000,- Rp 104.000.000,-
Nilai Perolehan Objek Pajak Rp 104.000.000,-
Dasar Tarif Pajak BPHTB
Untuk Pembeli tarif 5% x NPOKP
Dasar Tarif sebesar 5% x Rp 104.000.000,- Rp 5.200.000,-
Untuk Penjual tarif 5% x NPOP
Dasar Tarif sebesar 5% x Rp 164.000.000,- Rp 8.200.000,-

Dengan demikian besarnya BPHTB terhutang yang harus dibayar Pembeli sebesar Rp
5.200.000,- sedangkan yang harus di bayar Penjual adalah sebesar Rp 8.200.000,-

PERPAJAKAN-IwanSidharta 81
STIE Pasundan Bandung-2015
DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-Undang N0 28 Tahun 2007, Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara


Perpajakan; PP; Kep. Menteri Terkait dan Perpu Dirjen Pajak.
2. Undang-Undang No. 36 Tahun 2008, Tentang Pajak Penghasilan; PP; Kep. Menteri
Terkait dan Perpu Dirjen Pajak.
3. Undang-Undang No 42 Tahun 2009, tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Baran Mewah; PP; Kep. Menteri Keuangan dan
Keputusan Dirjen Pajak terkait.
4. Peraturan Menteri Keuangan No. 252/PMK.03/2008, tentang Petunjuk Pelakasanaan
Pemotongan Pajak atas Penghasilan sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan
Kegiatan Orang Pribadi.
5. Peraturan Direktur Jendaral Pajak No. PER-3/PJ/2012, tentang Petunjuk Teknis Tata
Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan
6. Undang-Undang No. 28 Tahun 2009, tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
7. Dirjen Pajak. 2013. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
8. Dirjen Pajak. 2013. Undang-Undang KUP dan Peraturan Pelaksanaannya.
9. Dirjen Pajak. 2013. Oasis, Pemotongan dan Pemungutan PPh Edisi Revisi.
10. Dirjen Pajak. 2013. Bendahara Mahir Pajak Edisi Revisi.
11. Mardiasmo., 2013. Perpajakan Edisi Revisi, Penerbit Andi, Yogya.
12. Wirawan, 2009. Pengantar Perpajakan, Buku 1 dan 2, Penerbit Salemba Empat,
Jakarta.

PERPAJAKAN-IwanSidharta 82
STIE Pasundan Bandung-2015

Anda mungkin juga menyukai