Anda di halaman 1dari 14

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ i

DAFTAR ISI .............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 1
C. Tujuan .............................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 2

A. Penggolongan Pajak ........................................................................................ 2


B. Tax Reform ..................................................................................................... 3

BAB III PENUTUP .................................................................................................... 8

A. Kesimpulan ...................................................................................................... 8
B. Saran................................................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu kewajiban utama warga negara Indonesia adalah membayar pajak.
Membayar pajak penting karena pajak merupakan salah satu sumber pendapatan
negara Indonesia. Sebelum membayar pajak, warga negara Indonesia setidaknya
harus tahu penggolongan pajak. Tujuannya adalah agar warga negara Indonesia
paham pajak-pajak apa yang ada di Indonesia.
Peningkatan penerimaan pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama
adalah pertumbuhan ekonomi nasional. Sementara intensifikasi dan ekstensifikasi
pemungutan pajak juga besar pengaruhnya dalam ikut meningkatkan penerimaan
negara dari sektor pajak. Intensifikasi dan ekstensifikasi dalam pemungutan pajak
akan bersifat kontraktif jika tanpa adanya keberhasilan pembangunan secara
keseluruhan (Nadir Sitorus, 2002 : 2).
Uang masyarakat yang dibayarkan kepada pemerintah pusat dalam bentuk
pajak pusat dimasukkan ke dalam kas negara selanjutnya diolah dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan untuk pajak daerah dimasukkan ke
dalam kas daerah dan selanjutnya diolah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) untuk biaya rutin dan pembangunan.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat diperoleh beberapa rumusan


masalahnya, yaitu antara lain :

1. Bagaimana penggolongan pajak?


2. Bagaimana tax reform?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat diambil beberapa tujuan, diantaranya :

1. Untuk mengetahui penggolongan pajak


2. Untuk mengetahui tax reform
BAB II

PEMBAHASAN

A. Penggolongan Pajak
1. Menurut Administrasi Perpajakan
Jika dilihat dari sudut penggolongannya maka pajak dapat dibedakan ke dalam
jenis pajak sebagai berikut :
a. Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan
tidak dapat dibebankan atau dialihkan kepada pihak lain, misalnya : Pajak
Penghasilan.
Ciri-ciri dari pajak langsung tersebut adalah sebagai berikut :
1) Dipungut secara periodik;
2) Mempunyai kohir / Surat Ketetapan Pajak;
3) Merupakan pajak yang dipungut langsung kepada Wajib Pajak ,
sehingga ada 2 pihak yaitu Fiscus dan Wajib Pajak.
b. Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau
dialihkan kepada pihak lain, misalnya : Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 38
Ciri-ciri yang melekat pada jenis pajak tidak langsung ini adalah sebagai
berikut :
1) Dipungut tidak secara periodik;
2) Tidak berkohir;
3) Pemungutan melalui Pihak ketiga, sehingga ada tiga pihak yaitu
Fiscus, Wajib Pungut (Wapu) dan Wajib Pajak.

2. Menurut Sifat Pajak


Jika dilihat dari sudut kewenangan memungutnya, maka pajak dapat dibedakan ke
dalam :
a. Pajak Pusat adalah pajak yang kewenangan memungutnya ada pada
pemerintah pusat, misalnya : Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan lain-lain.
b. Pajak Daerah adalah pajak yang kewenangan memungutnya ada pada
pemerintah daerah (Pajak Propinsi & Pajak Kab/Kota), misalnya untuk Pajak
Propinsi adalah Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor, dan lain-lain, sedang untuk Pajak Daerah Kabupaten / Kota adalah
Pajak Reklame, Pajak Hotel dan Restoran, Pajak Penerangan Jalan, Pajak
Parkir, dan lain-lain

3. Menurut Kewenangan Pemungut


Jika dilihat dari sifatnya, pajak dapat dibedakan ke dalam jenis pajak sebagai
berikut:
a. Pajak Pribadi (pajak subjektif) yaitu pajak yang pemungutannya
memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak (subjek pajak), misalnya Pajak
Penghasilan dalam menentukan besar kecilnya utang pajak akan dilihat
kondisi atau jumlah tanggungan Wajib Pajak.
b. Pajak Kebendaan (pajak objektif) yaitu pajak yang pemungutannya tanpa
memperhatikan keadaan Wajib Pajak, yang dilihat hanya objek pajaknya saja,
misalnya Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Meterai, Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan lain-lain.

B. Tax Reform
Saat ini negara Indonesia sedang aktif melakukan pembangunan baik di kota
maupun di daerah-daerah, dalam rangka untuk menyejahterakan masyarakat
Indonesia. Sumber dana yang diperoleh untuk melaksanakan pembangunan tersebut
berasal dari penerimaan pajak. Penerimaan pajak sering diartikan sebagai sumber
pembiayaan negara yang baik dan dapat diandalkan untuk kegunaan dari belanja rutin
kenegaraan hingga pembangungan negara.

Tidak hanya itu, pajak juga merupakan sebuah alat untuk mencapai tujuan-
tujuan dalam rangka menyejahterakan masyarakat. Namun yang menjadi permasalah
adalah angka penerimaan pajak yang tidak sesuai dengan ekspetasi dimana tax
ratio masih relatif lebih kecil. Penerimaan pajak merupakan salah satu sumber
pembiayaan negara yang sangat penting dan akan terus ditingkatkan.
Caranya bagaimana? Caranya adalah dengan melakukan evaluasi-evaluasi
terhadap sistem perpajakan dan penyempurnaan kebijakan perpajakan. Oleh karena
semakin hari pengeluaran negara semakin besar, maka pemerintah melakukan
berbagai usaha untuk meningkatkan penerimaan pajak. Salah satu usaha pemerintah
dalam meningkatkan penerimaan pajak yakni dengan mengadakan Reformasi Pajak
(Tax Reform).

Pada tanggal 14 Juli lalu, Indonesia merayakan Hari Pajak Nasional ke-2
dengan tema “Bersama Dukung Reformasi Perpajakan”. Sejauh manakah reformasi
perpajakan yang telah berlaku di Indonesia? Tujuan reformasi perpajakan adalah
untuk apa? Mari kita simak penjelasan mengenai Reformasi perpajakan pertama-tama
dengan memahami apa itu reformasi. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, reformasi adalah perubahan secara drastis untuk perbaikan (bidang sosial,
politik, atau agama) dalam suatu masyarakat atau negara; ekonomi perubahan secara
drastis untuk perbaikan ekonomi dalam suatu masyarakat atau negara.

Reformasi perpajakan adalah sebuah proses mengubah cara pengumpulan


pajak dengan cara melakukan pembenahan asministrasi perpajakan, perbaikan
regulasi perpajakan dan peningkatan basis pajak. Pihak yang terkena dampak dari
reformasi perpajakan adalah Wajib Pajak, Pegawai Pajak, Lembaga terkait dan
masyarakat. Menurut Direktorat Jenderal Pajak, terdapat 5 alasan mengapa Reformasi
perpajakan perlu dilakukan.

1. Tingkat kepatuhan Wajib Pajak yang masih rendah

2. Target penerimaan pajak setiap tahun meningkat

3. Jumlah SDM tidak sebanding dengan penambahan jumlah Wajib Pajak. Kesulitan

dalam pengawasan dan penegakan hukum

4. Perkembangan ekonomi digital dan kemajuan teknologi sangat pesat

5. Aturan yang mengantisipasi perkembangan transaksi perdagangan

Tahapan Reformasi Pajak


Berbicara mengenai penerimaan pajak, tiap tahunnya, pemerintah menetapkan
target pajak dan optimis akan tercapainya target penerimaan pajak. Nah yang menjadi
kendala adalah kendala adalah sulitnya mengumpulkan pajak dari wajib pajak.
Hal ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran dan kepatuhan para wajib pajak.
Untuk itu agar cara pengumpulan pajak menjadi lebih efektif dan tujuan pajak dapat
terlaksana, administrasi perpajakan harus berfungsi secara efektif dan efisien. Oleh
karena itu untuk memperbaiki hal tersebut, perlu adanya reformasi perpajakan agar
dapat memperbaiki dan meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari administrasi
perpajakan.

Di Indonesia setidaknya terdapat 5 tahap reformasi perpajakan (tax reform), yakni:

1. Tax reform pertama, tahun 1983-1985

Tax reform pertama di Indonesia dimulai pada tahun 1983 dengan


memperkenalkan self assesement system. Bersamaan dengan tax reform pertama juga
dikeluarkan serangkaian undang-undang, yakni:

a) UU Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan (KUP).

b) UU Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan (PPh), berlaku sejak

januari 1984

c) Undang –undang No.8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), berlaku mulai 1 April

1985

d) Undang-undang No.12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

e) Undang-undang No.13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (BM), keduanya

undang-undang ini mulai berlaku mulai 1 Januari 1986

2. Tax reform kedua, tahun 1994

Reformasi pajak selanjutnya dilakukan pada tahun 1994 dalam rangka


penyempurnaan sistem perpajakan. Bersamaan dengan ini dikeluarkan undang-undang
pajak, yakni:
a) UU Nomor 9 Tahun 1994 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 6 Tahun 1983

tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)


b) UU No 10 Tahun 1994 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 7 Tahun 1983

Tentang Pajak Penghasilan (PPh) Sebagaimana Telah Diubah dengan UU

Nomor 7 Tahun 1991.

c) UU Nomor 11 Tahun 1994 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 8 Tahun 1983

Tentang Pajak Pertambahan Nilai/Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

(PPN/PPnBM)

d) Untuk Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 12 Tahun

1985 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

3. Tax reform ketiga, tahun 1997

Reformasi perpajakan 1997 memiliki tujuan yang sama dengan reformasi


perpajakan 1994. Bersamaan ini dikeluarkan serangkaian undang-undang untuk
melengkapi undang-undang sebelumnya, yakni:

a) UU Nomor 17 Tahun 1997 Tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak

b) UU Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

c) UU Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak dan Surat Paksa

d) UU Nomor 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak

e) UU Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan

4. Tax reform keempat tahun 2000

5. Tax reform kelima tahun 2002-2009


Demikian penjelasan singkat mengenai reformasi perpajakan di Indoenesia.
Reformasi perpajakan merupakan perubahan mendasar yang perlu dilakukan agar
sistem perpajakan dapat lebih efektif dan efisien. Tentunya dalam menjalankannya
tidak sedikit tantangan yang dialami. Tantangan ini jangan dihindari melainkan
dihadapi.
Dengan menghadapi tantangan, akan lebih mudah mengevaluasi kelemahan
peraturan perpajakan yang berlaku untuk dibenahi. Reformasi perpajakan ke arah 
yang lebih baik merupakan suatu proses yang harus kita dukung bersama.

Mari kita wujudkan reformasi perpajakan negara ini. Dengan mewujudkan


reformasi perpajakan negara, kita juga mendukung penerimaan negara dengan patuh
dan taat membayar pajak karena pendapatan negara adalah pilar utama landasan
ekonomi Indonesia. Jika anda bingung dan ingin menanyakan tentang perpajakan atau
ingin perpajakan anda ditangani oleh konsultan pajak yang berpengalaman, anda bisa
hubungi kami disini. Biar kami urus perpajakan anda.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penggolongan pajak terbagi dalam pajak menurut administrasi, menurut sifat,
dan menurut kewenangan pemungut. Dalam pajak reformasi atau Tex Reform, pajak
terjadi dalam 4 masa perubahan yaitu, remormasi pajak 1983, reformasi pajak 1994,
reformasi pajak 1997, dan reformasi pajak pasca 1997.

Anda mungkin juga menyukai