Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH TATA CARA PEMUNGUTAN

PAJAK DAERAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Dosen Pengampu : Rita Nataliawati, S.E., M.Ak.

Disusun oleh :

1. Feny Dwi Widyati 2101030133


2. Greshela Ayudya Wardani 2101030134
3. Azhira Prananda R. 2101030155
4. Mahar Dhika Ramadiansyah 2101030158
5. Adam Fawwaz A. 2101030152

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PRODI D3 PERPAJAKAN
INSTITUT TEKNOLOGI DAN BISNIS AHMAD DAHLAN LAMONGAN
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt. yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kelompok mata kuliah
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang berjudul “Makalah Tata Cara
Pemungutan Pajak Daerah” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas pada mata kuliah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang perpajakan bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Rita Nataliawati, S.E., M.Ak.
selaku dosen mata kuliah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai bidang studi yang kami pelajari. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah mendukung dan berkontribusi baik secara
langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan laporan ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik
segi penyusunan, bahasa, maupun tulisannya. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca demi
menjadi lebih baik di masa mendatang.

Semoga laporan ini dapat menambah wawasan para pembaca dan


bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Lamongan, 15 Mei 2023

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB I.......................................................................................................................3
PENDAHULUAN...................................................................................................3
1.1 Latar Belakang..........................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................3
1.3 Tujuan........................................................................................................3
BAB II......................................................................................................................5
PEMBAHASAN......................................................................................................5
2.1 Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah.............................................................5
2.2 Surat Tagihan Pajak Daerah......................................................................7
2.3 Tata Cara Pembayaran dan Penagihan......................................................8
2.4 Keberatan dan Banding.............................................................................8
2.5 Pengambilan Kelebihan Pembayaran........................................................9
2.6 Sanksi......................................................................................................10
2.7 Pembukuan dan Pemeriksaan..................................................................11
BAB III..................................................................................................................12
PENUTUP..............................................................................................................12
3.1 Kesimpulan..............................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengertian pemungutan yang diatur dalam Pasal 1 angka 49 Undang-


Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU
PDRD) adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek
dan subjek pajak atau retribusi, penentuan besarnya pajak atau retribusi yang
terutang, hingga penagihan pajak atau retribusi kepada wajib pajak atau wajib
retribusi serta pengawasan penyetorannya.
Di Indonesia, terdapat tiga macam sistem pemungutan pajak, yaitu self
assessment system, official assessment system, dan withholding system.
Untuk pemungutan pajak daerah sendiri hanya menggunakan self assessment
system dan official assessment system sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2016 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah (PP No. 55 Tahun 2016).

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana tata cara pemungutan pajak daerah?


1.2.2 Apa itu surat tagihan pajak?
1.2.3 Bagaimana tata cara pembayaran dan penagihan?
1.2.4 Bagaimana proses keberatan dan banding?
1.2.5 Bagaimana cara pengambilan kelebihan pembayaran?
1.2.6 Apa saja sanksi yang akan didapatkan?
1.2.7 Bagaimana pembukuan dan pemeriksaannya?

1.3 Tujuan

1.3.1 Mengetahui tata cara pemungutan pajak daerah.


1.3.2 Mengetahui surat tagihan pajak.
1.3.3 Mengetahui tata cara pembayaran dan penagihan.
1.3.4 Mengetahui proses keberatan dan banding.
1.3.5 Mengetahui cara pengambilan kelebihan pembayaran.

3
1.3.6 Mengetahui sanksi yang akan dibayar.
1.3.7 Mengetahui pembukuan dan pemeriksaan.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah

Pengertian pemungutan yang diatur dalam Pasal 1 angka 49 Undang-


Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU
PDRD) adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek
dan subjek pajak atau retribusi, penentuan besarnya pajak atau retribusi yang
terutang, hingga penagihan pajak atau retribusi kepada wajib pajak atau wajib
retribusi serta pengawasan penyetorannya.
Di Indonesia, terdapat tiga macam sistem pemungutan pajak, yaitu self
assessment system, official assessment system, dan withholding system.
Untuk pemungutan pajak daerah sendiri hanya menggunakan self assessment
system dan official assessment system sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2016 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah (PP No. 55 Tahun 2016).
Merujuk pada Pasal 3 ayat (1) sampai ayat (4) PP No. 55 Tahun 2016,
jenis pajak provinsi yang dipungut berdasarkan penetapan kepada daerah
terdiri atas pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor,
dan pajak air permukaan. Untuk pajak bahan bakar kendaraan bermotor dan
pajak rokok dipungut pemerintah provinsi berdasarkan penghitungan wajib
pajak sendiri.

2.1.1. Tata cara pemungutan pajak daerah berdasarkan Pasal 96 UU 28 Tahun


2009:

1. Pemungutan Pajak dilarang diborongkan.


2. Setiap Wajib Pajak wajib membayar Pajak yang terutang
berdasarkan surat ketetapan pajak atau dibayar sendiri oleh Wajib
Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.
3. Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan berdasarkan
penetapan Kepala Daerah dibayar dengan menggunakan SKPD
atau dokumen lain yang dipersamakan.

5
4. Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) berupa karcis dan nota perhitungan.
5. Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar
dengan menggunakan SPTPD, SKPDKB, dan/atau SKPDKBT.

2.1.2. Ketentuan lanjutan dalam Pasal 97 UU 28 Tahun 2009:

(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak,
Kepala Daerah dapat menerbitkan:
a. SKPDKB dalam hal:
1). jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain,
pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
2). jika SPTPD tidak disampaikan kepada Kepala Daerah
dalam jangka waktu tertentu dan setelah ditegur secara
tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana
ditentukan dalam surat teguran;
3). jika kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang
terutang dihitung secara jabatan.
b. SKPDKBT jika ditemukan data baru dan/atau data yang semula
belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak
yang terutang.
c. SKPDN jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan
jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada
kredit pajak.
(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1) dan angka 2)
dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua
persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat
dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
(3) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikenakan sanksi

6
administratif berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari
jumlah kekurangan pajak tersebut.
(4) Kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan
jika Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan
pemeriksaan.
(5) Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 3) dikenakan sanksi
administratif berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen)
dari pokok pajak ditambah sanksi administratif berupa bunga
sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang
atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua
puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
2.1.3. Ketentuan lanjutan dalam Pasal 99 UU 28 Tahun 2009:
(1) Tata cara penerbitan SKPD atau dokumen lain yang
dipersamakan, SPTPD, SKPDKB, dan SKPDKBT sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 96 ayat (3) dan ayat(5) diatur dengan
Peraturan Kepala Daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengisian dan
penyampaian SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan,
SPTPD, SKPDKB, dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 96 ayat (3) dan ayat (5) diatur dengan Peraturan
Kepala Daerah.

2.2 Surat Tagihan Pajak Daerah

SPTPD atau Surat Pemberitahuan Pajak Daerah merupakan salah satu jenis
surat yang ada dalam pajak daerah. Surat ini digunakan wajib pajak untuk
melakukan pelaporan penghitungan serta pembayaran terhadap pajak, objek
pajak maupun bukan objek pajak, harta, serta kewajiban lainnya sesuai
dengan Undang-Undang pajak daerah.
2.2.1 Berdasarkan Pasal 100 UU No. 28 Tahun 2009:
(1) Kepala Daerah dapat menerbitkan STPD jika:
a. pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;

7
b. dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran
sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administratif berupa bunga
dan/atau denda.
(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b
ditambah dengan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2%
(dua persen) setiap bulan untuk paling lama 15 (lima belas)
bulan sejak saat terutangnya pajak.
(3) SKPD yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo
pembayaran dikenakan sanksi administratif berupa bunga
sebesar 2% (dua persen) sebulan dan ditagih melalui STPD.

2.3 Tata Cara Pembayaran dan Penagihan

Berdasarkan pasal 101 UU No. 28 Tahun 2009 :


(1) Kepala Daerah menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan
penyetoran pajak yang terutang paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja
setelah saat terutangnya pajak dan paling lama 6 (enam) bulan sejak
tanggal diterimanya SPPT oleh Wajib Pajak.
(2) SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding, yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah merupakan
dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling
lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
(3) Kepala Daerah atas permohonan Wajib Pajak setelah memenuhi
persyaratan yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada
Wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak,
dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran, penyetoran,
tempat pembayaran, angsuran, dan penundaan pembayaran pajak
diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.

2.4 Keberatan dan Banding

8
Keberatan Pajak adalah upaya hukum dari Wajib Pajak (WP) yang merasa
tidak puas dengan ketetapan pajak tertentu maupun gugatan dari pihak ketiga.

2.4.1 Perbedaan keberatan dan banding pajak


Perbedaan Keberatan dan Banding Pajak terletak pada tahapan atau
tingkatan pengajuannya. Dalam hal ini, Wajib Pajak yang tidak merasa puas
dengan keputusan pajak dapat mengajukan Keberatan Pajak. Apabila dari
hasil Keberatan tersebut Wajib Pajak (WP) masih merasa kurang puas, maka
ia bisa mengajukan Banding Pajak.

2.5 Pengambilan Kelebihan Pembayaran

pengembalian kelebihan pembayaran pajak bukan suatu hal yang baru lagi
di telinga kita, khususnya Wajib Pajak. Pengembalian kelebihan pembayaran
pajak ini sering kali disebut dengan restitusi, dimana hal ini dapat terjadi
ketika kondisi pada jumlah pajak atau kredit pajak yang dibayarkan lebih
besar dibandingkan pajak yang terutang, atau dengan kata lain pajak yang
harus dibayarkan. Namun, dengan catatan bahwa Wajib Pajak yang
bersangkutan tidak memiliki tunggakan atau hutang pajak lainnya.
Pengembalian pajak menjadi salah satu mekanisme yang dapat dilakukan
bagi seluruh Wajib Pajak yang memang terdapat kelebihan bayar pada pajak
terutangnya, atau bisa juga karena pembayaran pajak yang dilakukan tidak
sesuai dengan aturan yang berlaku. Dalam hal ini, tentunya Wajib Pajak harus
mengikuti prosedur yang ada dalam melakukan permohonan pengembalian
pajak yang seharusnya tidak terutang. Pengajuan ini dapat dilakukan dalam
bentuk apapun, dengan catatan Wajib Pajak memang merasa memiliki
kelebihan dalam membayar pajak terutangnya.
Hasil dari proses pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang
seharusnya tidak terutang tidak selalu dilakukan dengan pengembalian dana
secara tunai ataupun non-tunai, melainkan dapat dilakukan juga untuk
pembayaran pajak bulan berikutnya, atau dengan kata lain kelebihan bayar
pajak dapat dialokasikan dan/atau menjadi pengurang atas kewajiban pajak
atau pajak terutang yang harus dibayarkan dibulan berikutnya.

9
Dalam melakukan permohonan proses pengembalian kelebihan
pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang terdapat kondisi atau syarat
dimana permohonan tersebut dapat dilakukan, yakni sebagai berikut:

 Pembayaran pajak yang lebih besar daripada pajak yang terutang.


 Pembayaran pajak atas transaksi yang sudah dibatalkan.
 Pembayaran pajak yang seharusnya tidak dibayarkan
 Pembayaran pajak yang berkaitan dengan permintaan penghentian
penyelidikan tindak pidana dalam bidang perpajakan sebagaimana
dimaksud pada UU KUP Pasal 44B yang tidak disetujui

2.6 Sanksi

Berdasarkan pasal 107 UU No. 28 Tahun 2009 :


1) Atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya, Kepala Daerah
dapat membetulkan SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT atau STPD,
SKPDN atau SKPDLB yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis
dan/atau kesalahan hitung dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan
tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
2) Kepala Daerah dapat:
a. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administratif berupa
bunga, denda, dan kenaikan pajak yang terutang menurut peraturan
perundangundangan perpajakan daerah, dalam hal sanksi tersebut
dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena
kesalahannya;
b. mengurangkan atau membatalkan SPPT, SKPD, SKPDKB,
SKPDKBT atau STPD, SKPDN atau SKPDLB yang tidak benar;
c. mengurangkan atau membatalkan STPD;
d. membatalkan hasil pemeriksaan atau ketetapan pajak yang
dilaksanakan atau diterbitkan tidak sesuai dengan tata cara yang
ditentukan; dan
e. mengurangkan ketetapan pajak terutang berdasarkan pertimbangan
kemampuan membayar Wajib Pajak atau kondisi tertentu objek
pajak.

10
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengurangan atau penghapusan
sanksi administratif dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Kepala
Daerah.

2.7 Pembukuan dan Pemeriksaan

2.7.1 Berdasarkan pasal 169 UU No. 28 Tahun 2009 :


1) Wajib Pajak yang melakukan usaha dengan omzet paling sedikit
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) per tahun wajib
menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan.
2) Kriteria Wajib Pajak dan penentuan besaran omzet serta tata cara
pembukuan atau pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.
2.7.2 Berdasarkan pasal 170 UU No. 28 Tahun 2009 :
1) Kepala Daerah berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan kewajiban
Retribusi dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan
perpajakan daerah dan Retribusi.
2) Wajib Pajak atau Wajib Retribusi yang diperiksa wajib:
a) memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan,
dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang
berhubungan dengan objek Pajak atau objek Retribusi yang
terutang;
b) memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan
yang dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran
pemeriksaan; dan/atau
c) memberikan keterangan yang diperlukan.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan Pajak dan
Retribusi diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik


Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas
daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak
dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan kepada masyarakat.
Untuk menyelenggarakan pemerintahan tersebut, Daerah berhak
mengenakan pungutan kepada masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan perpajakan
sebagai salah satu perwujudan kenegaraan, ditegaskan bahwa penempatan
beban kepada rakyat, seperti pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa
diatur dengan Undang-Undang. Dengan demikian, pemungutan Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah harus didasarkan pada Undang-Undang.
Selama ini pungutan Daerah yang berupa Pajak dan Retribusi diatur
dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
34 Tahun 2000. Sesuai dengan Undang-Undang tersebut, Daerah diberi
kewenangan untuk memungut 11 (sebelas) jenis Pajak, yaitu 4 (empat) jenis
Pajak provinsi dan 7 (tujuh) jenis Pajak kabupaten/kota. Selain itu,
kabupaten/kota juga masih diberi kewenangan untuk menetapkan jenis Pajak
lain sepanjang memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam Undang-Undang.

12
DAFTAR PUSTAKA

DJP. 2009. “Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009”,


https://www.pajak.go.id/index.php/id/peraturan/pajak-daerah-dan-
retribusi-daerah-0 , diakses pada 15 Mei 2023 pukul 17.23.

Consulting, M. Apa itu Banding, Gugatan, dan Keberatan dalam Pengadilan Pajak
https://www.pajakku.com/read/630d77e1767ce5265ee9379f/Apa-Itu-
Pengembalian-Kelebihan-Pembayaran-Pajak , diakses pada 16 Mei 2023
pukul 11.04.

13

Anda mungkin juga menyukai