Anda di halaman 1dari 2

Nama : Hayatun Nufus Kamilah

Fakultas : Ekonomi dan Bisnis

Prodi : Akuntansi Dan Perpajakan

Judul : Aku dan Muhammadiyah

Aku adalah seseorang yang memang tidak punya latar belakang Muhammadiyah. Aku terlahir
sebagai orang Nahdlatul Ulama (NU). Sejak kecil aku berpendidikan di lingkungan Nahdlatul
Ulama (NU). Mulai dari PAUD, TK Muslimat, Madrasah Ibtidaiyah (MI), SLTP dan SLTA.
Aku tumbuh dan dibesarkan dengan Nahdlatul Ulama (NU). Hingga akhirnya setelah lulus MI,
aku memutuskan untuk melanjutkan sekolahku di Jombang, Desa Tambakberas. Disana aku
semakin dipupuk dengan ke-NU-an, karena disana budaya NU sangat kental. Aku menetap di
salah satu pondok pesantren dalam naungan Bahrul Ulum, tepatnya di Pondok Pesantren Putri
Al-Lathifiyyah 1 yang mana pengasuhnya adalah putri pertama dari KH. Wahab Hasbullah,
tokok pendiri Nahdlatul Ulama (NU).

Suatu ketika setelah selesai mengaji sorogan, aku ingin menanyakan suau hal yang sering
mengganjal di pikiranku, yakni tentang Muhammadiyah. Di dekat rumahku terdapat sebuah
tempat penggilingan padi yang mana pemiliknya adalah orang Muhammadiyah. Tetapi Ia
bukan asli orang desaku. Saat menginjak bulan Ramadhan tahun lalu, Ia menunaikan ibadah
puasa sehari sebelum aku menunaikannya. Terlintas pertanyaan di pikiranku, “Kenapa orang
tersebut puasanya tidak sama sepertiku?”. Lalu aku bertanya pada ibuku, barangkali beliau
mengetahuinya. Ibuku menjelaskan bahwa Ia bukanlah orang NU, melainkan orang
Muhammadiyah. Saat aku berkunjung ke rumahnya dan mengikuti Shalat Tarawih di sana,
ternyata Shalat Tarawihnya hanya terdapat 8 rakaat, 4 salaman. Aku hanya bisa dian dan tidak
berkomentar apapun. Karena ya, cara mereka melakukannya seperti itu. Bagaimanapun juga
kita harus menhargai perbedaan dan tetap menghormati sebagaimana mestinya. Akan tetapi
semua perbedaan tersebut tidak menutup kemungkinan untuk tetap menjalin hubungan yang
baik.

Ketika di pondok, aku beserta temanku menghampiri ustadz yang tengah duduk santai sambil
membaca koran yang telah disediakan di suatu ruangan tempat para ustadz dan ustadzah
beristirahat setelah selesai mengajar. Kebetulan beliau sedang sendiri. Aku memanfaatkan
kesempatan baik ini untuk bertanya mengenai hal yang ingin aku ketahui sejak dulu. Beliau
bukan orang Muhammadiyah, namun bisa dipastikan beliau paham tentang Muhammadiyah.
Cara beliau menjelaskan sangat enak, runtut dan jelas.

Detik demi detik waktu terus berjalan. Aku pernah mendengan bahwa Muhammadiyah adalah
aliran yang sesat atau bahkan ada yang menyebutnya atheis alias tidak bertuhan. Aku tidak
ingin memandang Muhammadiyah hanya dari satu sisi. Aku harus mengetahui kebenarannya
seperti apa. Sebelum menjawab, ustadzku bertanya, “Mengapa kamu bertanya seperti itu?.”
Aku menjawab dan menceritakan sedikit pengalamanku yang telah aku ceritakan di atas.
Lantas beliau menjelaskan, “ Muhammadiyah adalah sebuah organisasi islan yang besar di
Indonesia. Muhammadiyah berdiri pada tanggal 12 November 1912/8 Dzulhijjah 1330 H di
Kampung Kauman, Daerah Isimewa Yogyakarta. Orang pertama yang memprakarsai
organisasi ini adalah KH. Ahmad Dahlan. Tujuan utama Muhammadiyah adalah untuk
mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah. Memang setiap
aliran memiliki cara yang berbeda baik dalam hal beribadah, adat istiadat, budaya dan lain-
lain. Namun kita harus mengingat bahwa agama kita tetap sama, yakni Agama Islam. Kita
harus menjunjung tinggi nilai persatuan dan kesatuan.

Gerakan Muhammadiyah ditandai dengan semanat membangun tatanan sosial dan masyarakat
yang lebih maju dan berpendidikan. Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak
mencerminkan perintah-perintah yang ada dalam Al-quran. Sebagai dampak positif daro
organisasi ini, sekarang telah dibangun banyak rumah sakit, panti asuhan, sekolah dan
perguruan tinngi di seluruh Indonesia. Jadi, jangan melihat dari satu sisi saja. Belum tentu
penganggapanmu itu benar. Jadi caranya ya, menelisik seperti ini. Yang harus kamu ingat
adalah bahwa setiap organisasi memiliki cara yang berbeda-beda dalam hal pendekatan diri
kepada Allah SWT. Orang Muhammadiyah, mereka juga menjalankan sholat, menunaikan
puasa, zakat, ya sama seperti kita.”

Tak terasa sudah berjam-jam kami berbincang. Ustadzku mengakhiri pertemuan ini karena
beliau akan mengikuti pengajian di Jombang Kota. Mungkin lain waktu bisa dilanjut lagi.

Anda mungkin juga menyukai