Anda di halaman 1dari 3

Sang Pencerah merupakan film sejarah sebagai pelajaran pada masa kini tentang

toleransi, koeksistensi (bekerjasama dengan yang berbeda keyakinan), kekerasan berbalut


agama, dan semangat perubahan yang kurang. Sang Pencerah mengungkapkan sosok
pahlawan nasional itu dari sisi yang tidak banyak diketahui publik. Selain mendirikan
organisasi Islam Muhammadiyah, lelaki tegas pendirian itu juga dimunculkan sebagai
pembaharu Islam di Indonesia. Ia memperkenalkan wajah Islam yang modern, terbuka, serta
rasional. 
Film Sang Pencerah ini menyebutkan bahwa Syeikh Siti Jenar  telah  membelokkan
Islam di Jawa ke dalam praktik mistik dan klenik. Syeh Siti Jenar yang meletakan raja
sebagai perwujudan Tuhan dan masyarakat banyak meyakini bahwa raja adalah sabda Tuhan
yang membuat syariat Islam bergeser kearah tahayul dan mistik. Sementara itu, kemiskinan
dan kebodohan sangat merajalela yang diakibatkan oleh politik tanam kerja paksa penjajah
Belanda. Sedangkan Agama tidak bisa mengatasi keadaan dikarenakan terlalu sibuk dengan
urusan tahayul yang jelas-jelas jauh meleset bertentangan dengan Al’Quran dan Sunah
Rassul.
Kisah ini berawal pada tahun 1868 bertempat di Kauman, Jogjakarta. Lahir dengan
nama Muhammad Darwis, si kecil Ahmad Dahlan sudah menunjukkan sisi kepeduliannya
dan kegelisahannya terhadap pelaksanaan agama Islam di Kauman yang dimatanya sedikit
agak melenceng dari yang telah diajarkan. Anak dari Khatib Mesjid Besar Kesultanan
Yogyakarta dan lahir pada 1 Agustus 1868 ini semakin menunjukkan sikapnya yang kritis
terhadap agamanya sendiri ketika beranjak remaja, sampai-sampai Darwis “iseng” mencuri
sesajen warga untuk dibagikan kepada fakir miskin. Pada saat umur 15 tahun, Darwis banyak
melihat budaya sesajen berbaur agama Islam yang menurutnya menyesatkan. Kemudian
Darwis memutuskan untuk pergi ke Mekkah untuk memperdalam ilmu agama Islam.
Sebelum berangkat ke Mekkah, Pakde-nya berpesan agar ia belajar di Mekkah untuk
membawa perubahan untuk Kauman. Tidak seperti kyai-kyai sebelumnya yang sudah belajar
disana tetapi masih saja mengikuti tradisi yang dilakukan di Kauman.
Sekembalinya dari Mekah, Darwis mengganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Nama
Ahmad Dahlan itu sendiri berasal dari gurunya sewaktu belajar di Mekkah. Ahmad Dahlan
melihat Kauman yang ditinggalkan selama 5 tahun ternyata tidak banyak berubah termasuk
ajaran Islam yang masih dicampur-adukan dengan kebudayaan mistis. Ditambah para
pemuka agama yang masih “kolot” dalam menerima perubahan, menolak semua yang
berkaitan dengan Belanda dan melabelinya dengan produk kafir.
Setelah belajar di Mekkah belajar selama 5 tahun, Ahmad Dahlan dengan pemikirannya
yang lebih luas, bijaksana, namun kadang terucap dengan sederhana ini berniat untuk
meluruskan arti ajaran Islam yang sesungguhnya. Dia pun dipercaya menggantikan ayahnya
menjadi Khatib Mesjib Besar Kauman dan mulai membangun surau di dekat rumahnya. Ia
mencoba melihat apakah arah sholat yang berada pada masjid besar itu benar atau salah. Ia
sudah mengukurnya dengan kompas dan menghitung jarak di peta, untuk mengetahui arah
yang selama ini diyakini sesuai tidaknya arah kiblat menghadap Mekkah. Ia juga bertanya
pada Kyai-Kyai dari masjid lain. Malahan ada Masjid yang menghadap ke arah timur laut.
Dengan keyakinan bahwa perkiraan arah kiblat yang sebelumnya mengarah pada
Afrika menjadi arah Ka’bah di Mekkah dengan mengubah arah kiblat menghadap barat laut,
yaitu 23 derajat dari arah sebelumnya. Melalui langgar/ surau-nya, Ahmad Dahlan mengawali
pergerakan mengubah arah kiblat yang salah di masjid besar kauman. Akan tetapi, perubahan
yag dibawa olehnya menerima penolakan dari kyai-kyai Kauman. Bahkan ajarannya
dianggap merusak tradisi dan aliran sesat sehingga berakhir dengan perobohan surau
miliknya.
Karena merasa sakit hati, Ahmad Dahlan dan Istrinya yaitu Siti Walidah memutuskan
untuk pergi dari desa Kauman. Tetapi keputusannya itu tidak disetujui olek kakak Ahmad
Dahlan. Ia mengatakan bahwa keluarganya masih butuh pemikiran-pemikiran pembaharuan
yang dilakukan oleh Ahmad Dahlan. Kakaknya juga berjanji akan mendirikan surau untuk
Ahmad Dahlan sebagai sarana belajar mengaji dan tempat ibadah. Dengan dana dari kakak
dan istrinya, Ahmad Dahlan Akhirnya dapat mendirikan Suraunya dan membuka sekolah
yang menyadarkan bahwa Islam tidak hanya mengajarkan tentang tauhid, tetapi juga mampu
memperbaiki kesejahteraan melalui pendidikan. KH. Ahmad Dahlan sukses menyampaikan
pesan penting dari inti surat Al-Ma’un yang menjadi gerakannya dalam mengelola sebuah
masyarakat yang mengalami kemiskinan, kesengsaraan untuk memperoleh kesejahteraan
sekaligus kesehatan.
Ahmad Dahlan mencoba untuk mengajarkan agama Islam di sekolah pemerintah
Belanda. Awalnya pengurus sekolah itu tidak yakin akan berhasil, tetapi Ahmad Dahlan
membujuknya agar ia diberi kesempatan sekali untuk mengajarkan agama islam. Dan
akhirnya beliau diijinkan untuk mencoba.
Pada saat percobaan itu, ketika Ahmad Dahlan memberi salam, tidak ada satupun murid
yang menjawab salam itu. Ketiga kalinya memberi salam, salah satu murid ada yang
mengeluarkan kentut. Ahmad Dahlan tidak marah, ia menerangkan tentang kebesaran Allah
yang telah memberikan manusia lubang untuk membuang gas-gas yang berada dalam perut.
Karena cara mengajar yang asyik, murid-murid tertarik untuk diajar Ahmad Dahlan, dan
Beliau pun resmi mengajar di sekolah itu. Namun hal itu tidak disetujui oleh keluarga dan
murid-muridnya dulu seperti sudja. Ahmad Dahlan dianggap kafir karena telah mengajar di
sekolah pemerintah Belanda. Beliau juga dituduh sebagai kyai kejawen hanya karena dekat
dengan lingkungan cendekiawan Jawa di Budi Utomo. Tetapi tuduhan itu tidak membuat
pemuda Kauman itu surut untuk menegakkan agam islam yang telah melenceng dari ajaran
sebelumnya.

Para murid yang berada di sekolah pemerintah Belanda tertarik belajar pada Ahmad
Dahlan karena mereka tahu bahwa Ahmad Dahlan akan mendirikan sekolah disuraunya. Bagi
Ahmad Dahlan, Islam adalah agama Rahmatan Lil Alamin, memberikan kedamaian bagi
siapa saja termasuk non muslim. Selama masih dalam koridor membangun kesejahteraan
masyarakat. Baginya, hal pertama yang seharusnya dikedepankan umat Islam adalah akhlaq
yang baik, terbuka dan toleran seperti Rasulullah SAW. Secara perlahan, kiprah Dahlan muda
yang dianggap kontroversi mampu mengubah tidak hanya pandangan umat Islam
kebanyakan, tetapi kaum barat terhadap Agama Islam.
Didampingi isteri tercinta, Siti Walidah, dan 5 murid-murid setianya yakni Sudja,
Fahrudin, Hisyam, Syarkawi, dan Abdulgani, Ahmad Dahlan membentuk organisasi
Muhammadiyah dengan tujuan mendidik umat Islam agar berpikiran maju sesuai dengan
perkembangan zaman.
Pada hampir akhir cerita, satu hal yang menarik yang dapat kita saksikan dalam film
tersebut yakni kegigihan yang dilahirkan oleh sosok Ahmad Dahlan semakin membesarkan
niat beliau untuk berdakwah dan terus berdakwah. Dan, beliau berpikir dan berencana serta
berunding dengan murid-murid pengikutnya bahwa ia ingin mendirikan sebuah perkumpulan
sendiri seperti halnya perkumpulan Boedi Oetomo. Ia pun meluruskan niat dan rencananya
itu dengan tidak gentar sekalipun masih dicap kafir. Dan, akhirnya setelah dirundingkan oleh
pengurus Boedi Oetomo dan mendapat izin dari presiden, maka ia pun member nama
perkumpulannya dengan nama Muhammadiyah, yang artinya pengikut Muhammad,
Rasulullah SAW. Gerakan ini diberi nama Muhammadiyah dengan maksud untuk berta’faul
mampu meneladani jejak perjuangan nabi Muhammad SAW dalam rangka mengakkan dan
menjunjung tinggi agama Islam. Di sisi itu pun sempat beliau mengutarakan,”hiduplah,
dengan menghidupi Muhammadiyah bukan hidup dalam Muhammadiyah”. Sesungguhnya,
Muhammadiyah itu hanyalah sebatas organisasi yang mungkin bisa dikatakan juga sebagai
organisasi dakwah dan bukan merupakan sebuah agama. Namun, setelah menjelaskan itu,
kyai Penghulu pun tetap tidak setuju dan mengira kalau Ahmad Dahlan diangkat menjadi
residen yang artinya bawahan orang-orang Belanda.
Di penghujung kisahnya, terlihat jelas betapa susahnya perjuangan yang dilalui oleh
Ahmad Dahlan hingga akhirnya beliau berhasil meyakinkan dan memperbaiki
kesalahpahaman antara dia dengan kyai-kyai masjid Besar Keraton. Tidak hanya itu, mereka
pun akhirnya mendukung  semua yang telah dijalankan oleh Ahmad Dahlan yang kemudian
meresmikan Muhammadiyah pada 18 November 1912. Muhammadiyah adalah sebuah
gerakan modernisasi / pembaharuan Islam di tanah air Indonesia  dengan mayoritas muslim
terbesar di dunia.

Anda mungkin juga menyukai