Anda di halaman 1dari 37

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Seminar Perpajakan

Dosen: Dr. Ita Salsalina Lingga, S.E., M.Si., Ak., CA.

Oleh :

Intan Nadia Sacharesa 1651054


Syabanti Krisnaeni 1651056
Daniel Edy Mulyono 1651901

Kelas : AK- Q

FAKULTAS EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia


dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten
dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.
Untuk menyelenggarakan pemerintahan tersebut, Daerah berhak mengenakan
pungutan kepada masyarakat. Pajak daerah merupakan pungutan wajib yang dikenakan oleh
pemerintah daerah kepada penduduk yang mendiami wilayah yurisdiksinya, tanpa langsung
memperoleh kontraprestasi yang diberikan oleh pemerintah daerah yang memungut
pungutan wajib yang dibayarkan tersebut.
. Pajak daerah ini diatur dalam peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah
yang disetujui oleh lembaga perwakilan rakyat daerah serta dipungut oleh lembaga yang
berada di dalam struktur pemerintah daerah yang bersangkutan.
Selain itu pemungutan pajak ini juga berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan perpajakan sebagai salah satu
perwujudan kenegaraan, ditegaskan bahwa penempatan beban kepada rakyat, seperti pajak
dan pungutan lain yang bersifat memaksa diatur dengan Undang-Undang.

B. Rumusan Masalah

Dalam penyusunan makalah ini, penyusun mencoba mengidendifikasi beberapa


pertanyaan yang akan dijadikan sebagai bahan dalam penyusunan dan penyelesaian masalah.
Diantaranya sebagai berikut :

1. Pengertian pajak daerah dan retribusi serta landasan hukumnya ?

2. Objek, subjek dan wajib pajak/retribusi dalam pajak daerah dan retribusi daerah ?

3. Kriteria - kriteria dalam pajak daerah dan retribusi daerah ?


4. Tarif yang berlaku dalam pajak daerah dan retrubusi daerah ?

5. Bagaimana tata cara pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah diadakan ?

C. Tujuan

1. Tujuan diadakannya penyusunan makalah ini adalah guna memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Seminar Perpajakan.
2. Maksud dari adanya penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :

a. Mengetahui dan memahami tentang pengertian yang dimaksud dengan Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah beserta landasan hukumnya.

b. Mengetahui dan memahami tentang objek, subjek dan wajib pajak/retribusi.

c. Mengetahui dan memahami tentang kriteria – kriteria baik untuk pajak maupun
retribusi daerah-nya.
d. Mengetahui dan memahami tentang besaran tarif baik untuk pajak dan retribusi
daerah-nya.
e. Mengetahui dan memahami tentang tata cara pemungutan dalam pajak daerah
maupun retribusi daerah.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pajak Daerah

1. Pengertian

Di dalam ketatanegaraan Indonesia yang dimaksud dengan pajak berdasarkan

Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 1 ayat 10 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah (PDRD) jo Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 pasal 1 ayat 6 jo Undang-Undang


Nomor 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah adalah kontribusi wajib
kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2. Landasan Hukum

Dalam hal pemungutan pajak, Undang-Undang Dasar 1945 telah menetapkan pada pasal 23
A yang ,menyebutkan bahwa :”Pajak & pungutan lain yang bersifat memaksa untuk
keperluan negara diatur dengan undang-undang”
Selain itu, dalam evolusi penarikan pungutan ini ditandai dengan beragamnya peraturan
perundang-undangan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat dalam penarikannya. Sejak masa
kemerdekaan, peraturan-perundang-undangan yang mendasari pemungutan Pajak Daerah
sebagai berikut :
a. Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Pajak Daerah

b. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

c. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor


18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

d. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

e. PP No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah


3. Kriteria

Selanjutnya dalam menilai pajak daerah dapat digunakan kriteria pengukuran sebagai berikut:
a. Bersifat pajak dan bukan retribusi

b. Obyek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan
dan mempunyai mobilitas cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah
kabupaten /kota yang bersangkutan.
c. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum

d. Potensinya memadai dan hasil penerimaan pajak harus lebih besar dari biata pemungutan
e. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif. Karena pajak tidak mengganggu alokasi
sumber – sumber ekonomi dan tidak merintangi arus sumber daya ekonomi antar daerah maupun
kegiatan ekport – import
f. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat

g. Menjaga kelestarian lingkungan yang berarti bahwa pengenaan pajajk tidak memberikan
peluang kepada Pemda atau Pemerintah atau pun masyarakat luas untuk merusak lingkungan

Ini berarti haruslah jelas kepada daerah mana suatu pajak harus dibayarkan, dan tempat
memungut pajak sedapat mungkin sama dengan tempat akhir beban pajak. Pajak tidak mudah
dihindari, dengan cara memindahkan obyek pajak dari suatu daerah ke daerah lain, pajak daerah
hendaknya jangan mempertajam perbedaan-perbedaan antara daerah baik dari segi potensi
ekonomi masing-masing dan pajak hendaknya tidak menimbulkan beban yang lebih besar dari
kemampuan tata usaha pajak daerah.

4. Tarif Pajak Daerah

1. Pajak Provinsi
a. Pajak Kendaraan Bermotor
Pajak Kendaraan Bermotor merupakan pajak terhadap seluruh kendaraan beroda yang
digunakan di semua jenis jalan baik darat maupun air.
Pajak ini dibayar di muka dan dikenakan kembali untuk masa 12 bulan atau 1 tahun.
Tarif yang yang dikenakan untuk kendaraan bermotor beragam, berikut ini rinciannya:
 Bagi kepemilikan kendaraan motor pertama paling rendah sebesar 1 %, dan paling
tinggi sebesar 2%.
 Bagi kepemilikan kendaraan bermotor oleh pemerintah pusat dan daerah sebesar 0,5%
dan paling tinggi sebesar 1%
 Bagi kepemilikan kendaraan bermotor alat berat paling tinggi sebesar 0,2%

b. Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)

Menurut Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2010 tentang Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor (BBNKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penyerahan
hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau pembuatan sepihak
atau keadaan terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke
dalam badan usaha. Untuk tarif BBNKB, berikut ini rinciannya:

 Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan masing-masing sebagai


berikut:
1. Penyerahan pertama sebesar 20%.
2. Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1%.
 Khusus kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yang tidak
menggunakan jalan umum, tarif pajak ditetapkan masing-masing sebagai berikut:
1. Penyerahan pertama sebesar 0,75%.
2. Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075%.

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB)

Pajak PBB-KB diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pajak Bahan
Bakar Kendaraan Bermotor.
Tarif PBB-KB:

 Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor titetapkan sebesar 10%


 Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor sebagaimana yang dimaksud pada poin
sebelumnya, dapat diubah oleh Pemerintah dengan Peraturan Presiden, dalam hal:
1. Terjadi kenaikan harga minyak dunia melebihi 130% dari asumsi harga minyak
dunia yang ditetapkan dalam Undang-undang tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara tahun berjalan.
2. Diperlukan stabilitas harga bahan bakar minyak untuk jangka waktu paling lama 3
tahun sejak ditetapkannya Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah.

 Dalam hal harga minyak dunia sebagaimana dimaksud pada poin kedua huruf a sudah
kembali normal, Peraturan Presiden dicabut dalam jangka waktu paling lama 2 bulan.

d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah

Tarif Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah

 Dasar pengenaan pajak adalah nilai perolehan air tanah


 Nilai perolehan air tanah dinyatakan dalam satuan rupiah yang dihitung berdasarkan
faktor-faktor berikut:
1. Jenis sumber air.
2. Lokasi/zona pengambilan sumber air.
3. Tujuan pengambilan atau pemanfaatan air.
4. Volume air yang diambil atau dimanfaatkan.
5. Kualitas air.
6. Tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan atau
pemanfaatan air.
 Penghitungan Nilai Perolehan Air Tanah sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2)
dengan cara mengalikan volume air yang diambil dengan harga dasar air.
 Penghitungan Harga Dasar Air sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) dengan cara
mengalikan faktor nilai air dengan Harga Air Baku.
 Nilai Perolehan Air Tanah dan Harga Air Baku sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dan ayat (4)ditetapkan dengan Peraturan Walikota
 Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan sebesar 10%.
 Besaran pokok Pajak Air Tanah yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
dengan dasar pengenaan pajak.

e. Pajak Rokok

Pajak Rokok merupakan pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah
pusat. Objek pajak dari Pajak Rokok adalah jenis rokok yang meliputi sigaret, cerutu, dan
rokok daun. Konsumen rokok telah otomatis membayar pajak rokok karena WP membayar
Pajak Rokok bersamaan dengan pembelian pita cukai.

Wajib pajak yang bertanggung jawab membayar pajak adalah pengusaha pabrik
rokok/produsen dan importir rokok yang memiliki izin berupa Nomor Pokok Pengusaha
kena Cukai. Subjek pajak dari Pajak Rokok ini adalah konsumen rokok.

Tarif pajak rokok sebesar 10% dari cukai rokok dipungut oleh instansi pemerintah yang
berwenang memungut cukai bersamaan dengan pemungutan cukai rokok.

2. Pajak Kabupaten/Kota

a. Pajak Hotel

Pajak Hotel merupakan dana/iuran yang dipungut atas penyedia jasa penginapan yang
disediakan sebuah badan usaha tertentu yang jumlah ruang/kamarnya lebih dari 10.
Pajak tersebut dikenakan atas fasilitas yang disediakan oleh hotel tersebut.

Tarif pajak hotel dikenakan sebesar 10% dari jumlah yang harus dibayarkan kepada hotel
dan masa pajak hotel adalah 1 bulan.

b. Pajak Restoran

Pajak Restoran merupakan pajak yang dikenakan atas pelayanan yang disediakan oleh
restoran. Tarif pajak restoran sebesar 10% dari biaya pelayanan yang ada diberikan sebuah
restoran.

c. Pajak Hiburan

Pajak Hiburan adalah pajak yang kenakan atas jasa pelayanan hiburan yang memiliki biaya
atau ada pemungutan biaya di dalamnya.

Objek pajak hiburan adalah yang menyelenggarakan hiburan tersebut, sedangkan


subjeknya adalah mereka yang menikmati hiburan tersebut.

Kisaran tarif untuk pajak hiburan ini adalah 0%-35% tergantung dari jenis hiburan yang
dinikmati.

d. Pajak Reklame

Pajak Reklame merupakan pajak yang diambil/dipungut atas benda, alat, perbuatan, atau
media yang bentuk dan coraknya dirancang untuk tujuan komersial agar menarik perhatian
umum.

Biasanya reklame ini meliputi papan, bilboard, reklame kain, dan lain sebagainya.

Namun, ada pengecualian pemungutan pajak untuk reklame seperti reklame dari
pemerintah, reklame melalui internet, televisi, koran, dan lain sebagainya.

Tarif untuk pajak reklame ini adalah 25% dari nilai sewa reklame yang bersangkutan.
e. Pajak Penerangan Jalan

Pajak Penerangan Jalan merupakan pajak yang dipungut atas penggunaan tenaga listrik,
baik yang dihasilkan sendiri maupun dari sumber lain. Yakni 10%

f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan merupakan pajak yang dikenakan atas
pengambilan mineral yang bukan logam seperti asbes, batu kapur, batu apung, granit, dan
lain sebagainya.

Namun, pajak tidak akan berlaku jika dilakukan secara komersial. Berikut ini tarif Pajak
Mineral Bukan Logam dan Batuan:

1. Tarif untuk mineral bukan logam sebesar 25%,


2. Tarif untuk batuan sebesar 25%

g. Pajak Parkir

Pajak Parkir merupakan pajak yang dipungut atas pembuatan tempat parkir di luar badan
jalan, baik yang berkaitan dengan pokok usaha atau sebagai sebuah usaha/penitipan
kendaraan.

Lahan parkir yang dikenakan pajak adalah lahan yang kapasitasnya bisa menampung lebih
dari 10 kendaraan roda 4 atau lebih dari 20 kendaraan roda 2. Tarif pajak yang dikenakan
sebesar 30%.

h. Pajak Air Tanah

Pajak Air Tanah adalah pajak yang dikenakan atas penggunaan air tanah untuk tujuan
komersil. Besar tarif Pajak Air tanah adalah 20%.
i. Pajak Sarang Burung Walet

Pajak Sarang Burung Walet merupakan pajak yang dikenakan atas pengambilan sarang
burung walet. Tarif pajak sarang burung walet sebesar 10%.

j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan merupakan pajak yang dikenakan atas
bumi atau bangunan yang dimiliki, dikuasi, atau dimanfaatkan. Yakni paling tinggi sebesar
0.3%

k. Pajak Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan

Pajak Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan merupakan pajak yang dikenakan atas
perolehan tanah dan bangunan oleh orang pribadi atau badan tertentu, misalnya melalui
transaksi jual-beli, tukar-menukar, hibah, waris, dll.

Tarif dari pajak ini sebesar 5% dari nilai bangunan atau tanah yang diperoleh orang pribadi
atau suatu badan tertentu.

8.Pemungutan Pajak Daerah

a. Sistem Dan Prosedur Administrasi Pajak Daerah

1) Pendaftaran Dan Pendataan


a. Kegiatan pendaftaran dan pendataan untuk wajib pajak baru dengan cara penetapan
kepala daerah (Official Assessment) terdiri dari :
 Pendaftaran
 Pendataan
 Formulir / kartu dan daftar
b. Kegiatan Pendaftaran Dengan Cara Dibayar Sendiri (Self Assesment) terdiri dari ;
 Menyiapkan formulir pendaftaran
 Menyerahkan formulir pendaftaran kepada wajib pakak setelah dicatat dalam daftar
formulir pendaftaran.
 Menerima dan memeriksa kelengkapan formulir pendaftaran yang telah di isi oleh
wajib pajak dan atau yang diberi kuasa Formulir / kartu dan daftar.
c. Kegiatan pendataan dengan cara dibayar sendiri (Self Assesment) untuk wajib pajak yang
sudah memiliki NPWPD terdiri dari :
 Menyerahkan formulir pendataan
 Menerima dan memeriksa kelengkapan formulir pendataan (SPTPD) yang telah di isi
oleh wajib pajak atau yang diberi kuasa.
 Mencatat data pajak daerah dalam kartu data ke dalam daftar SPTPD (Surat
Pemberitahuan Pajak Daerah) wajib pajak self assessment.
 Formulir dan daftar SPTPD.
2) Penetapan

a) Kegiatan penetapan dengan cara di bayar sendiri (self assesment) terdiri dari :

 Setelah wajib pajak membayar pajak terutang berdasarkan SPTPD di catat dalam
kartu data.
 Membuat nota perhitungan pajak atas dasar kartu data dan hasil pemeriksaan atau
keterangan lain, Dengan cara menghitung jumlah pajak terutang dan jumlah kredit
pajak yang diperhitungkan dalam kartu data.
 Jika pajak terutang kurang atau tidak dibayar maka di terbitkan surat ketetapan pajak
daerah kurang bayar (SKPDKB).
 jika tidak terdapat selisih antara kurang dan kredit, Maka diterbitkan surat ketetapan
pajak daerah nihil (SKPDN).
 Jika terdapat tambahan objek pajak yang sama selesai akibat di temukannya data baru,
Maka diterbitkan surat ketetapan pajak daerah kurang bayar tambahan (SKPDKBT).
 Jika terdapat kelebihan pembayaran pajak terutang, Maka di terbitkan surat ketetapan
pajak daerah lebih bayar (SKPDLB)
 Setelah pembuatan nota perhitungan pajak selesai, Selanjutnya menyerahkan kembali
kartu data kepada unit kerja pendataan.
 Menerbitkan daftar SKPDKB,SKPDKBT,SKPDLB,dan SKPDN atas dasar surat
etetapan pajak daerah tersebut.
 Surat ketetapan ditandatangani oleh kepalah unit kerja penetapan.
 Menyerahkan copy daftar surat ketetapan di atas kepala unit kerja penagihan,unit kerja
perencanaan dan pengendalian operasional.
 Menyerahkan kepada wajib pajak berupa SKPDKB, SKPDKBT, SKPDN kemudian
wajib pajak menandatangani masing-masing tanda terima dan mengembalikannya.
 Jumlah pajak terutang dalam SKPDKB dikenakan sanksi administrasi berupa
kenaikan sebesar 100% dari pokok pajak.
 Apabila SKPDKB,SKPDKBT,SKPDN yang direrbitkan tidak atau kurang bayar
setelah lewat waktu paling lama 30 hari sejak SKPDKB,SKPDKBT,SKPDN diterima,
Dapat memberikan sanksi administrasi berupa bunga 2% tiap bulan dengan
menerbitkan STPD (surat tagihan pajak daerah).
b) Formulir dan daftar / buku :

 Formulir kartu data


 Daftar surat ketetapan
3) Kegiatan Penyetoran

a) Kegitan penyetoran melalui bendaharawan khusus penerima (BKP) terdiri dari:


 BKP menerima setoran disertai surat ketetapan pajak daerah dengan media SSPD
(Surat Setoran Pajak daerah)
 Setelah SSPD tersebut di cap, Aslinya disertai SKPD dikembalikan ke wajib pajak
yang bersangkutan.
 Berdasarkan SSPD yang telah di cap, Dicatat dan dijumlahkan dalam buku pembantu
penerimaan sejenis melalui BKP dan selanjutnya dibukukan dalam buku kas umum.
 BKP menyetor uang ke kas daerah secara harian yang disertai bukti setoran Bank.
 BKP secara periodikal (bulanan) menyiapkan laporan realisasi penerimaan dan
penyetoran uang yang di tandatangani oleh Kepala Dinas Pendapatan Daerah.
 mendistribusikan
b) Kegiatan Penyetoran Melalui Kas Daerah terdiri dari:

 Kas daerah menerima uang dari wajib pajak disertai dengan media surat ketetapan dan
media penyetoran SSPD dan bukti setoran Bank.
 Selanjutnya setelah SSPD ditandatangani dan di cap oleh pejabat kas daerah, Maka
lembar pertama dari SSPD dan bukti setoran Bank diserahkan kembali ke wajib pajak.
 2 (Dua) lembar tembusan SSPD diberikan oleh kas daerah ke BKP Dipenda yang
dilampiri bukti setoran Bank.
 BKP setelah menerima media penyetoran yang di cap oleh kas daerah dicatat dan
dijumlahkan dalam buku pembantu penerimaan sejenis melalui kas daerah dan
selanjutnya dibukukan dalam buku kas umum.
 BKP secara periodikal (bulanan) membuat laporan realisasi penerimaan dan
penyetoran uang yang ditandatangani oleh Kadipenda.
 Mendistribusikan

b. Angsuran Dan Penundaan Pembayaran

1) Angsuran pembayaran

a) Kegiatan yang dilaksanakan terdiri dari :

 Menerima surat per mohonan angsuran dari wajib pajak


 Mengadakan penelitian untuk di jadikan bahan dalam persetujuan perjanjian angsuran
oleh kadipenda.
 Membuat surat perjanjian angsuran / penolakan angsuran ditandatangani oleh
kadipenda dan apabila permohonan di setujui selanjutnya dibuatkan daftar perjanjian
angsuran.
 Menyerahkan surat perjanjian angsuran / penolakan angsuran kepada wajib pajak dan
daftar surat perjanjian angsuran kepada unit lain-lain yang terkait.
b) Formulir Dan Buku / Daftar yang harus dipersiapkan, seperti :

 Formulir SSPD
 Buku / Daftar
 Buku registrasi permohonan angsuran
 Daftar surat perjanjian angsuran
2) Kegiatan Penundaan pembayaran

a. Kegiatan yang dilaksanakan, terdiri dari :

 Dipenda melalui unit kerja penetapan menerima surat permohonan penundaan


pembayaran oleh Kadipenda.
 Mengadakan penelitian untuk dijadikan bahan dalam pemberian persetujuan
penundaan pembayaran oleh Kadipenda.
 Membuat surat persetujaun penundaan pembayaran / penolakan penundaan
pembayaran yang ditandatangani oleh Kadipenda apabila permohonan di setujui
dibuatkan sistem persetujuan penundaan.
 Menyerahkan surat persetujuan penundaan pembayaran kepada wajib pajak dan daftar
persetujuan penundaan kepada unit-unit yang te rkait.
b. Formulir Dan Buku / Daftar harus dipersiapkan, seperti :

 Formlir surat permohonan penundaan pembayaran


 Buku / Daftar
 Buku registrasi
 Daftar persetujuan penundaan pembayaran

c. Pelaporan

Kegiatan yang dilaksanakan, terdiri dari :

1) Membuat daftar penetapan, Penerimaan dan tunggakan

2) Membuat daftar tunggakan per wajib pajak

3) Membuat laporan realisasi penerimaan pajak daerah

4) Mengajukan laporan realisasi penerimaan pendapatan daerah pada


Kadipenda

5) Mengajukan laporan realisasi penerimaan pendapatan asli daerah kapada


kepala, Unit kerja pengelolaan pendapatan daerah lainnya dan perencanaan,
Pengendalian operasional.
6) Membuat daftar realisasi setoran masa pada akhir periode.

7) Mengajukan daftar realisasi setoran masa (Self Assessment)


8) Menyerahkan daftar realisasi setoran masa (Self Assessment)
d. Penagihan

Dalam tahapan penagihan akan dilakukan dengan beberapa cara, seperti :

1) Penagihan dengan surat teguran

2) Penagihan dengan surat paksa

3) Penagihan dengan surat perintah melaksanakan penyitaan

4) Pengumuman lelang dan pelaksanaan lelang

5) Pencabutan penyitaan dan pengumuman lelang

6) kegiatan penagihan dengan surat perintah penagihan seketika dan sekaligus


(SPPS dan S)

e. Kegiatan Pembetulan, Pembatalan, Pengurangan ketetapan dan penghapusan atau


pengurangan sanksi administrasi
Dengan kebijakannya seorang Kepala Daerah dapat melakukan berbagai kebijakan
dalam hal pemungutan pajak daerah, seperti :
 mengurangkan atau menghapuskan sanksi administratif berupa bunga, denda, dan
kenaikan pajak yang terutang menurut peraturan perundangundangan perpajakan
daerah, dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau
bukan karena kesalahannya
 mengurangkan atau membatalkan SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT atau STPD,
SKPDN atau SKPDLB yang tidak benar mengurangkan atau membatalkan STPD
 membatalkan hasil pemeriksaan atau ketetapan pajak yang dilaksanakan atau
diterbitkan tidak sesuai dengan tata cara yang ditentukan
 mengurangkan ketetapan pajak terutang berdasarkan pertimbangan kemampuan
membayar Wajib Pajak atau kondisi tertentu objek pajak.
Dengan kebijakannya maka, tindakan yang perlu dilakukan sebagai berikut :

→ Menerima surat permohonan pembetulan pembatalan, Pengurangan ketetapan


dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi dari wajib pajak.
→ Meneliti kelengkapan permohonan pembetulan, Pembatalan, Pengurangan
ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi wajib pajak
setelah dilakukan penelitian dan bila perlu dilakukan pemeriksaan, Dibuat
laporan hasil penelitian.
Adapun formulir – formulir yang perlu disiapkan sebagai berikut :

→ SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang)


→ SKPD (Surat Setoran Pajak Daerah)

→ SKPDKB (Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar)

→ SKPDKBT (Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan)

→ STPD (Surat Pemberitahuan Pajak Daerah)

→ SKPDN (Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil)

→ SKPDLB (Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar)

Setelah semua formulir terpenuhi, maka langkah selanjutnya :

 Menerima surat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak


 Melakukan pemeriksaan dan membuat laporan pemeriksaan ditandatangani oleh
petugas dari wajib pajak.
 Mencatat ke kartu data selanjutnya diserahkan kapada unit kerja penghitungan untuk
dilakukan penghitungan penetapan kelebihan pembayaran pajak.
 Memperhitungkan dengan hutang / tunggakan pajak yang lain
 Setelah perhitungan dengan hutang pajak yang lain ternyata kelebihan pembayaran
pajak kurang / sama dengan hutang pajak lainnya tersebut maka wajib pajak menerima
bukti pemindahbukuan sebagai bukti pembayaran / kompensasi dengan pajak terutang
dimaksud, Karenanya SKPDLB tidak diterbitkan.
 Apabila hutang pajak di perhitungkan di kompensasi dengan kelebihan pembayaran
pajak ternyata lebih, Maka wajib pajak akan menerima bukti pemindahbukuan dan
sebagai bukti pembayaran / kompensasi dari SKPDLB harus di terbitkan.
 Setelah menerima SKPDLB dari unit kerja penetapan dan di proses untuk
 penerbitan
B. Retribusi Daerah

1. Pengertian

Pengertian retribusi berdasarkan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 1 ayat 64
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) jo Undang-Undang Nomor 34
Tahun 2000 jo Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah adalah ”pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu
yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan
orang pribadi atau badan”.

2. Landasan Hukum

Dalam hal pemungutan retribusi daerah, Undang-Undang Dasar 1945 telah menetapkan pada
pasal 23 A yang ,menyebutkan bahwa :”Pajak & pungutan lain yang bersifat memaksa untuk
keperluan negara diatur dengan undang-undang”
Selain itu, dalam pemungutan Retribusi Daerah juga diatur dalam peraturanperundang-
undangan sebagai berikut :
a. Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Pajak Daerah

b. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

c. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

a. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

b. PP No. 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah

3. Kriteria Retribusi

 Dipungut oleh pemerintah daerah, berdasarkan kekuatan peraturan perundang-


undangan.
 Dapat dipungut apabila ada jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dan dinikmati
oleh orang atau badan.
 Pihak yang membayar retribusi daerah mendapatkan imbalan/balas jasa secara langsung
dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukannya.
 Wajib retribusi yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran retribusi daerah dapat
dikenakan sanksi ekonomis, yaitu jika tidak membayar retribusi daerah tidak
memperoleh jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
 Hasil penerimaan retribusi daerah disetor ke kas daerah.

4. Tarif Retribusi Daerah


Menurut UU Nomor 28 tahun 2009 pasal 108 tentang Objek dan Golongan Retribusi,
dikelompokan menjadi 3 golongan, yaitu :
a. Jasa Umum
Objek Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah
Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang
pribadi atau Badan.
Menurut UU Nomor 28 tahun 2009 pasal 110 ayat 1 tentang Jenis Retribusi Jasa Umum
adalah:
1) Retribusi Pelayanan Kesehatan

2) Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan

3) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta


Catatan Sipil

4) Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat

5) Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum

6) Retribusi Pelayanan Pasar

7) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor

8) Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran

9) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta

10) Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus

11) Retribusi Pengolahan Limbah Cair


12) Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang

13) Retribusi Pelayanan Pendidikan

14) Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi

b. Jasa Usaha

Objek Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah
dengan menganut prinsip komersial yang meliputi:
 pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan Daerah yang belum
dimanfaatkan secara optimal; dan/atau
 pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum disediakan secara memadai oleh
pihak swasta.
Menurut UU Nomor 28 tahun 2009 pasal 127 tentang Jenis Retribusi Jasa Usaha
adalah:
1) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah

2) Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan

3) Retribusi Tempat Pelelangan

4) Retribusi Terminal

5) Retribusi Tempat Khusus Parkir

6) Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa

7) Retribusi Rumah Potong Hewan

8) Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan

9) Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga

10) Retribusi Penyeberangan di Air; dan

11) Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah


c. Perizinan Tertentu

Objek Retribusi Perizinan Tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu oleh Pemerintah
Daerah kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan
pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang,
prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga
kelestarian lingkungan. Menurut UU Nomor 28 tahun 2009 pasal 141 tentang Jenis Retribusi
Perizinan Tertentu adalah:

1. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan


2. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol

3. Retribusi Izin Gangguan

4. Retribusi Izin Trayek

5. Retribusi Izin Usaha Perikanan

Subjek Retribusi Daerah

1. Retribusi Jasa Umum adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati
pelayanan jasa umum yang bersangkutan.
2. Retribusi Jasa Usaha adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati jasa
usaha yang bersangkutan.
3. Retribusi Perizinan Tertentu adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin
tertentu dari Pemerintah Daerah

Prinsip dan Sasaran Penetapan Tarif Retribusi

1. Retribusi Jasa Umum, ditetapkan dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang
bersangkutan, kemampuan masyarakat, aspek keadilan, dan efektivitas pengendalian atas
pelayanan tersebut. Yang dimaksud dengan biaya di sini meliputi biaya operasi dan
pemeliharaan, biaya bunga, dan biaya modal.
2. Retribusi Jasa Usaha, didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak,
yaitu keuntungan yang diperoleh apabila pelayanan jasa usaha tersebut dilakukan secara efisien
dan berorientasi pada harga pasar.

3. Retribusi Perizinan Tertentu, didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh
biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan. Yang dengan biaya
penyelenggaraan pemberian izin di sini meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan di
lapangan, penegakan hukum, penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari pemberian izin
tersebut.

Tata Cara Pemungutan Retribusi

Retribusi dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) atau
dokumen lain yang dipersamakan berupa karcis, kupon, dan kartu langganan. Dalam hal
wajib retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, maka
dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% setiap bulan dari retribusi terutang
yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi
Daerah (STRD). Penagihan Retribusi terutang sebagaimana didahului dengan surat teguran.
Tata cara pelaksanaan pemungutan retribusi ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.

Pemanfaatan Retribusi

Pemanfaatan dari penerimaan masing-masing jenis retribusi diutamakan untuk mendanai


kegiatan yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan pelayanan yang bersangkutan.
Ketentuan mengenai alokasi pemanfaatan penerimaan retribusi ditetapkan dengan Peraturan
Daerah.
Daluwarsa Penagihan Retribusi

Hak untuk melakukan penagihan retribusi menjadi daluwarsa setelah melampaui waktu 3
tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali jika wajib retribusi melakukan tindak
pidana di bidang retribusi.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam sejarah kepemerintahan daerah di Indonesia, pemungutan pajak daerah


terbukti berjalan seiring dengan sejauh mana daerah diberi kewenangan oleh pemerintah
pusat untuk mengatur dirinya. Pola pemberian kemampuan keuangan, baik yang tercakup
dalam topik alokasi keuangan antar tingkatan pemerintahan maupun pemberian
kemampuan bagi daerah untuk secara langsung menerima penerimaan (komponen PAD,
dimana termasuk di dalamnya pajak daerah), sangat terkait erat dengan kewenangan yang
dimiliki dan dijalankan daerah dalam rangka status otonom yang diembannya. Politik
desentralisasi, dimana tercakup di dalamnya desentralisasi fiskal, yang dijalankan oleh
pemerintah Republik Indonesia dapat dilihat sebagai suatu pendulum yang bergerak sesuai
dengan irama politik yang dimainkan oleh penguasa (pemerintah pusat) dan tuntutan
daerah.
Tujuan dari diadakannya otonomi daerah sangat penting untuk memberikan peluang
kepada daerah untuk mengoptimalkan penerimaannya, termasuk dalam penerimaan pajak
daerah dengan memberikan kesempatan bagi daerah untuk memungut beragam jenis
pajak. Namun demikian, pemberian kemampuan ini tidak berhenti pada titik ini. Pemerintah
juga harus kembali mengeluarkan regulasi guna mencegah dampak-dampak negatif yang
muncul dari keberagaman jenis pajak yang dipungut seraya membuat aransemen
kelembagaan yang komprehensif guna mengatur pelaksanaan desentralisasi fiskal yang
terkait dengan dimungkinkannya daerah memungut beragam jenis pajak daerah.
Selanjutnya, untuk meningkatkan efektivitas pengawasan pungutan Daerah,
mekanisme pengawasan diubah dari represif menjadi preventif. Setiap Peraturan Daerah
tentang Pajak dan Retribusi sebelum dilaksanakan harus mendapat persetujuan terlebih
dahulu dari Pemerintah. Selain itu, terhadap Daerah yang menetapkan kebijakan di bidang
pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi akan dikenakan sanksi berupa penundaan dan/atau pemotongan dana alokasi
umum dan/atau dana bagi hasil atau restitusi.
Dengan diberlakukannya Undang-Undang terbaru untuk pajak daerah dan retribusi
daerah (UU No. 28 Tahun 2009), kemampuan Daerah untuk membiayai kebutuhan
pengeluarannya semakin besar karena Daerah dapat dengan mudah menyesuaikan
pendapatannya sejalan dengan adanya peningkatan basis pajak daerah dan diskresi dalam
dunia usaha yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat
dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

B. Saran

Untuk meningkatkan pembangunan di setiap daerah maka dibutuhkan dana guna


membangun berbagai fasilitas yang berguna untuk kepentingan daerah tersebut seperti
pembangunan Jalan Raya, Jembatan, Rumah Sakit dan tempat-tempat pelayanan umum
lainnya yang merupakan berguna untuk kepentingan bersama di daerah tersebut, oleh karena
itu dengan adanya Pajak Daerah maka hal ini dapat membantu dalam pembangunan di
berbagai sektor di daerah tersebut.
Dengan dipungutnya Pajak Daerah ini yaitu untuk meningkatkan pembangunan
daerah tersebut dalam pelayanan masyarakat sesuai dengan daerah masing-masing yang
ditempatinya, karena setiap daerah mempunyai peraturan-peraturan yang berbeda akan tetapi
terpaku pada peraturan pemerintah pusat.
Oleh karena itu agar pembangunan di suatu daerah ini berkembang maka diperlukan
kesadaran masyarakat akan pentingnya kewajiban membayar Pajak.
Contoh Kasus 1
Untuk lebih mendalami tentang bagaimana menghitung Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor, maka akan diberikan contoh-contoh kasus yang terjadi di
masyarakat.

1. Pada bulan Maret tahun 2008 Tuan A membeli mobil baru merk Toyota Alphard dengan
harga Rp 650.000.000,-. Sebelumnya Tuan A telah memiliki Motor Harley Davidson
dengan Nilai Kendaraan Rp 350.000.000,- atas nama Tuan A, serta mobil Toyota Innova
dengan Nilai Kendaraan Rp 220.000.000 atas nama Istri Tuan A. Jika Nilai Jual Kendaraan
Bermotor dianggap sama dengan harga pembelian, hitung besarnya PKB dan BBNKB atas
kendaraan tersebut pada tahun 2008.

2. Pada tahun 2010, Tuan A tidak membayarkan Pajak Kendaraan Bermotor atas mobilnya.
Jika diasumsikan pada 5 tahun pertama kendaraan tersebut mengalami depresiasi 10% per
tahun, hitunglah besarnya Pajak Kendaraan Bermotor dan BBNKB atas kendaraan tersebut
jika pada bulan Juni 2012 kendaraan tersebut dijual kepada Tuan B.

Untuk menjawab pada kasus pertama, hal yang perlu diketahui adalah menentukan
besarnya Dasar Pengenaan Pajak (DPP), yaitu dilihat dari Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB).
Dalam kasus ini, besarnya NJKB diasumsikan sama dengan harga pembelian, maka besarnya DPP
adalah sebesar Rp 650.000.000,-. Kemudian kita menentukan berapa besarnya tarif pajak atas
kendaraan tersebut. Sebelumnya Tuan A telah memiliki kendaraan berupa motor Harley atas nama
Tuan A dan mobil Toyota Avanza atas nama istri Tuan A. Hal ini perlu dilakukan untuk
menentukan apakah Tuan A dikenakan Tarif Pajak Progresif atau tidak. Didalam aturan Peraturan
Gubernur No 168 Tahun 2012 pasal 10 dinyatakan bahwa pajak progresif dikenakan terhadap
kendaraan bermotor kedua dan seterusnya yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh orang pribadi
berdasarkan nama dan/atau alamat yang sama.
Sehingga kalau mengacu pada aturan tersebut, maka mobil baru Tuan A adalah mobil yang
kedua, walaupun mobil pertamanya atas nama istrinya, namun karena memiliki alamat yang sama,
maka dikategorikan sebagai mobil kedua. Sementara itu motor Harley atas nama Tuan A adalah
jenis sepeda motor, bukan mobil sehingga tidak berpengaruh pada tarif pajak progresif atas mobil.
Jadi besarnya Pajak Kendaraan Bermotor mobil Toyota Alphard milik Tuan A adalah
Tarif Pajak PKB x Dasar Pengenaan Pajak = 2% x Rp 650.000.000 = Rp 13.000.000,-
Besarnya BBNKB yang harus dibayarkan oleh Tuan A adalah
Tarif Pajak BBNKB x DPP = 10% x Rp 650.000.000 = Rp 65.000.000,-
Pada pertanyaan kedua, diasumsikan bahwa nilai jual kendaraan bermotor Toyota Alphard
mengalami penyusutan sebesar 10% pertahun pada 5 tahun pertama. Sehingga besarnya nilai jual
kendaraan tersebut adalah
Tahun 2009 : Rp 585.000.000
Tahun 2010 : Rp 520.000.000
Tahun 2011 : Rp 455.000.000
Tahun 2012 : Rp 390.000.000
Setelah kita mengetahui nilai jual kendaraannya yang dijadikan sebagai Dasar Pengenaan Pajak,
langkah berikutnya adalah menghitung besarnya PKB dengan mengalikan Dasar Pengenaan Pajak
dengan tarif pajak sebesar 2% (kendaraan kedua). Dalam kasus ini, Tuan A tidak melakukan
pembayaran sejak tahun 2010, sehingga kepadanya diberikan sanksi administrasi berupa denda
sebesar 2% per bulan untuk paling lama 15 bulan sejak saat terutang pajak (bulan Maret 2010).
Sehingga denda administrasi dihitung per tahun pajak, yaitu untuk tahun pajak 2010 dendanya 2%
x 15 bulan, tahun pajak 2011 dendanya 2% x 15 bulan dan tahun pajak 2012 dendanya 2% x 4
bulan.
Contoh Kasus
Pertanyaan Diskusi & Jawaban

 Pertanyaan Kelompok 1

Apabila seorang tamu hotel yang menginap dihotel kemudian menggunakan fasilitas dan
membayar kolam renang, fitness dan karaoke juga dikenakan Pajak Hotel ? Lalu bagaimana
dengan seorang tamu hotel yang hanya berenang, fitness, makan/minum direstoran hotel namun
tidak menginap di hotel tersebut akan dikenakan pajak hotel juga?

Jawaban :

Iya, seorang tamu tersebut dikenakan pajak hotel , tetapi jika tamu tersebut tidak menginap
dihotel dan hanya menggunakan fasilitas hotel seperti berenang,fitnes,makan/minum tamu
tersebut dikenakan restoran dan/atau pajak hiburan .

Sumber : http://dearthur-tevan.blogspot.com/2010/11/pajak-daerah-dan-retribusi-daerah.html

 Pertanyaan Kelompok 2

Untuk pajak parkir di universitas negeri tidak dipungut biaya parkir, sedangkan di universitas
swasta dipungut, padahal keduanya memanfaatkan lahan. Apakah memang ada pengecualian
pajak parkir oleh pemerintah ?

Jawaban :

Menurut kelompok kami untuk pengenaan pajak parkir di Universitas baik negeri maupun swasta
seharusnya tidak ada berdasarkan sumber berita yang kami dapat.

Pengenaan Pajak Parkir di Lembaga Pendidikan Mendapat Protes dari Pihak Kampus
Dosen Pasca Sarjana Universitas Pamulang, Doktor Bachtiar Baetal mengatakan, upaya
menggenjot pajak daerah lewat penerapan pajak parkir di lembaga pendidikan atau perguruan
tinggi dirasa kurang tepat. Sebab bisa memunculkan beban baru bagi mahasiswa sebagai
konsekuensi atas diberlakukannya pajak parkir tersebut.

Menurutnya, objek pajak parkir pada dunia pendidikan harus dibedakan dengan objek pajak parkir
di fasilitas komersial. Apalagi jika dipahami lebih dalam, lembaga pendidikan berkontribusi pula
menjalankan program pemerintah.

Sumber : https://economy.okezone.com/read/2019/03/16/470/2030821/pengenaan-pajak-parkir-
di-lembaga-pendidikan-mendapat-protes-dari-pihak-kampus.

 Pertanyaan Kelompok 3

Untuk parker liar, apakah dikenakan retribusi daerah atau tidak? Jika dikenakan, bagaimana
pengenaannya ?

Jawaban :

Ya, karena Objek Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 110 ayat (1) huruf e adalah penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan umum yang
ditentukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
meskipun hal tersebut parkir liar tetapi tetap saja lahan tersebut tetap harus dikenakan retribusi.
Selain itu dapat mencari tempat – tempat parkir yang memang khusus disediakan oleh pemda
yang biasanya bisa dilihat dari website dishub dan juga melihat petugas parkir dari dishub yang
biasanya menggunakan baju berwarna oranye.

Sumber :
http://gunungkidulkab.go.id/pustaka/ld%20PARKIR%20TEPI%20JALAN%20UMUM%20utk%
20diundangkan.pdf
 Pertanyaan Kelompok 4

Ada kah perbedaan objek pajak antara pajak kendaraan bermotor dengan bea balik nama
kendaraan bermotor? jika ada bagaimana maksud perbedaannya?

Jawaban :

- Objek Pajak Kendaraan Bermotor adalah kepemilikan dan/atau penguasaan Kendaraan


Bermotor.
- Objek Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah penyerahan kepemilikan
Kendaraan Bermotor.

Sumber : http://dearthur-tevan.blogspot.com/2010/11/pajak-daerah-dan-retribusi-daerah.html

 Pertanyaan Kelompok 6

Jika pemerintah daerah ingin memungut retribusi terhadap usaha perdagangan LPG, apa payung
hukumnya dan apa jenis pungutannya dan bolehkah pungutan tersebut didelegasikan ke BUMD
setempat?

Jawaban :

Untuk kasus ini, sudah pernah ada di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Tetapi pada saat
itu Menteri Dalam Negeri telah membatalkan Pasal 5 ayat (2) Peraturan Daerah Kota
Palangkaraya Nomor 5 Tahun 2009 tentang Retribusi Perizinan Pendirian Agen dan Pangkalan
Minyak Tanah serta Liquid Petroleum Gas (LPG), dengan alasan :

1. Retribusi dikenakan sekali untuk masa berlakunya izin.

2. Perizinan Agen dan Pangkalan Minyak Tanah dan LPG tergolong Izin Usaha Perdagangan
(SIUP), yang berlaku selama perusahaan menjalankan kegiatan usaha perdagangan dan daftar
ulang SIUP dilakukan setiap 5 tahun sekali, sesuai Pasal 7 Peraturan Menteri Perdagangan
Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Izin Usaha
Perdagangan.
Sumber : https://jdih.lampungtimurkab.go.id/media/file/kepmen-No372-2009-KEPUTUSAN-
MENTERI-DALAM-NEGERI-NOMOR-372-TAHUN-2009-TENTANG-PEMBATALAN-
PASAL-5-AYA-kepmen%20No.372-2009.pdf

 Pertanyaan Kelompok 7

Apa saja yang dikecualikan untuk dikenakan pajak rokok? Lalu bagaimana cara penyetorannya
serta pembayarannya kepada daerah?

Jawaban :

Rokok yang tidak dikenai cukai berdasarkan peraturan perundang-undangan dibidang cukai ialah
rokok yang dibuat sendiri dan digunakan sendiri. Pajak rokok yang dipungut oleh instansi
pemerintah pemerintah, disetor ke rekening kas umum daerah provinsi.

Sumber : http://dearthur-tevan.blogspot.com/2010/11/pajak-daerah-dan-retribusi-daerah.html

 Pertanyaan Kelompok 8

Siapakah yang Membayar Pajak Penerangan Jalan dan bagaimana cara perhitungan pajaknya?

Jawaban :

1. Wajib Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga
listrik.
2. Dalam hal tenaga listrik disediakan oleh sumber lain, Wajib pajak Penerangan Jalan adalah
penyedia tenaga listrik tersebut.

 Tarif Pajak :

- Tarif Pajak Penerangan Jalan yang disediakan oleh PLN atau bukan PLN yang digunakan
atau dikonsumsi oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam, sebesar 3%
(tiga persen).
- Tarif Pajak Penerangan Jalan yang bersumber dari PLN atau bukan PLN yang digunakan
atau dikonsumsi selain yang dimaksud angka (1), ditetapkan sebesar 2,4% (dua koma
empat persen).
- Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tariff Pajak Penerangan jalan
ditetapkan sebesar 1,5% (satu koma lima persen).

 Cara Perhitungan Pajaknya :


Besaran pokok Pajak Penerangan Jalan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan
tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak yaitu
Nilai Jual Tenaga Listrik.

 Pertanyaan Kelompok 9

Bagaimana kalo sebuah tempat hiburan besar, menyediakan penjualan makanan dan/atau
minuman yang omzetnya dapat dikenakan pemungutan pajak restoran, apakah termasuk dalam
pajak hiburan atau akan dikenakan pajak restoran?

Jawaban :

Jika didalam izinnya usaha hiburan berarti bisa jadi masuk ke pajak hiburan semua. Terkecuali
dalam usahanya terdapat 2 izin usaha yaitu usaha hiburan dan restoran, pajaknya bisa dipisahkan
yaitu pajak hiburan dan pajak restoran.

Sumber : https://www.ortax.org/ortax/?mod=forum&page=show&idtopik=74855
 Pertanyaan kelompok 10

Apakah seluruh hasil pungutan pajak bermotor hanya masuk ke pemerintah provinsi?

Pemerintah pusat (negara) dan pemerintah daerah setempat juga menerima hasil pungutan pajak
atau tidak?

Kalau pun trnyata menerima, berapa % (bagaimana pembagian) hasil pungutan pajak bermotor
yg diterima pemerintah pusat (negara), pemerintah daerah setempat, dan pemerintah provinsi?

Jawaban :

- Ya hasil pungutan pajak bermotor masuk ke pemerintah propinsi

Pajak Kendaraan Bermotor

Adapun Pajak Kendaraan Bermotor termasuk ke dalam jenis pajak provinsi yang merupakan
bagian dari Pajak Daerah. Lebih lanjut, Pajak Kendaraan Bermotor sebagaimana yang
didefinisikan dalam Pasal 1 angka 12 dan 13 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 28 TAHUN 2009 adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan
bermotor. Dalam pelaksanaan pemungutannya dilakukan di kantor bersama samsat. Kantor
Bersama SAMSAT ini melibatkan tiga instansi pemerintah, yaitu: Badan Pendapatan Daerah,
Kepolisian Daerah Republik Indonesia, dan PT. (Persero) Asuransi Kerugian Jasa Raharja.

Sumber: https://bapenda.jabarprov.go.id/pajak-kendaraan-bermotor/
- Ya pemerintah daerah juga menerima hasil pungutan pajak.

a. bahwa pajak Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan Daerah yang penting guna
membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah;

b. bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian Daerah,
telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, sehingga perlu dilakukan penyesuaian atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat bidang
Pajak Daerah;

Sumber: PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 13 TAHUN 2011


TENTANG PAJAK DAERAH
DAFTAR PUSTAKA

Eko Lasmana. Sistem Perpajakan di Indonesia. Buku Pertama : Penerbit Prima Kampus
Grafika
Gie, The Liang. Pertumbuhan Pemerintahan Daerah di Negara Republik Indonesia. Jilid II.
Edisi Kedua (Diperlengkap). Yogyakarta : Penerbit Liberty, 1994
Mardiasmo. (2018). Perpajakan Edisi Revisi Tahun 2018. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Anda mungkin juga menyukai