Anda di halaman 1dari 45

Pengaruh Pajak Kendaraan Bermotor Terhadap Pajak

Daerah
(Studi Kasus di Samsat Ciputat Kota Tangerang Selatan)

Untuk Memenuhi Nilai Mata Kuliah Metodologi Penelitian


Dosen Pengampu: Angga Hidayat, Ph.D.
NIDN: 0426108802

Disusun oleh:

Anisa Ulfah (2013122499)


Ernawati (2013122211)
Lia Rosalina (2013122385)
Sifa Fauziah (2013120772)
Siti Setiyaningsih (2013121843)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PAMULANG
2016
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyusun serta menyelesaikan proposal yang berjudul
Pengaruh Pajak Kendaraan Bermotor Terhadap Pajak Daerah ini dengan baik.
Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar
Muhammad SAW, yang telah menjadi suri tauladan bagi seluruh umat manusia.
Dalam menyusun proposal ini, penulis banyak memperoleh bimbingan, arahan, bantuan
dan dorongan yang sangat berharga dan bermanfaat. Pada kesempatan ini, dengan segala
kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Drs. H. Darsono selaku pemilik Yayasan Sasmita Jaya.
2. Bapak Dr. H. Dayat Hidayat, MM selaku Rektor Universitas Pamulang.
3. Bapak H. Endang Ruhiyat, SE, MM selaku Kaprodi Akuntansi Universitas Pamulang.
4. Bapak Angga Hidayat, Ph.D. selaku dosen mata kuliah Metodologi Penelitian.
5. Kedua orang tua yang selalu memberikan bimbingan serta bantuan secara moril maupun
material.
6. Semua pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam mendukung
penyelesaian proposal ini.
Penulis berhadap makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan pembaca.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk itu, penulis sangat
mengharapkan saran serta kritik yang membangun untuk penyempurnaan makalah ini. Atas
perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih.
Pamulang, Januari 2016

Kelompok 5
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang Penelitian
B. Identifikasi Masalah
C. Pembatasan Masalah
D. Perumusan Masalah
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
F. Kerangka Pemikiran
G. Hipotesis
H. Sistematika Penulisan
I. Pendekatan Data dan Keilmuan
1. Perpajakan Secara Umum
1) Pengertian Pajak
2) Fungsi Pajak
3) Jenis Pajak
4) Asas Pemungutan Pajak
5) Sistem Pemungutan Pajak
1. Pajak Daerah
1) Pengertian Pajak Daerah
2) Penetapan Peraturan Daerah Tentang Pajak
3) Sistem Pemungutan Pajak Daerah
2. Pengertian Kendaraan Bermotor
3. Pajak Kendaraan Bermotor
1) Pengertian Pajak Kendaraan Bermotor
2) Dasar Hukum Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor
3) Objek Pajak Kendaraan Bermotor
4) Subjek dan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor
5) Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor
6) Bagi Hasil Pajak dan Biaya Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor
J. Tim Peneliti
K. Jadwal Kegiatan
L. Anggaran
M. Pedoman Peliputan Data
N. Metodologi Penelitian
O. Daftar Pustaka
A. Latar Belakang Penelitian

Pembiayaan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan

pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang dapat diandalkan. Kebutuhan ini

semakin dirasakan oleh daerah terutama sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia,

yaitu mulai 1 januari 2001. Dengan adanya otonomi daerah, setiap daerah-daerah otonom dipacu

untuk dapat berkreasi mencari sumber penerimaan daerah yang dapat mendukung pembiayaan

pengeluaran daerah serta membangun daerahnya. Dari berbagai alternatif sumber penerimanaan

yang mungkin dipungut oleh daerah, undang-undang tentang pemerintahan daerah menetapkan

pajak dan retribusi daerah menjadi salah satu sumber penerimaan yang berasal dari dalam daerah

dan dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi masing-masing daerah otonom.

Sejak tahun 1948 berbagai undang-undang tentang pemerintahan daerah dan

perimbangan keuangan antara pusat dan daerah telah menempatkan pajak dan retribusi daerah

sebagai sumber penerimaan daerah, bahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 pajak dan

retribusi daerah dimasukkan menjadi pendapatan asli daerah.

Semangat otonomi daerah membawa reformasi pula dalam undang-undang pajak daerah,

maka pada tahun 2000 diberlakukan perubahan pertama dengan diberlakukannya Undang-

Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang lahir sebagai penyempurnaan terhadap Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 1997. Mengingat pajak daerah dan pajak pusat merupakan suatu sistem

perpajakan yang pada dasarnya sebagai beban yang dipikul oleh masyarakat, maka perlu dijaga

agar beban tersebut dapat memberikan keadilan dan diharapkan adanya perubahan yang dapat

saling melengkapi antara peraturan pajak pusat dan pajak daerah. Dalam perkembangan

penerapan undang-undang tersebut, pemerintah dan DPR merasa perlu pula melakukan

perubahan dan penyempurnaan tersebut seiring dengan perkembangan situasi perekonomian


secara makro serta perubahan kondisi sosial politik, yang ditandai dengan semangat otonomi

daerah yang semakin besar.

Dengan terbentuknya Kota Tangerang Selatan sebagai daerah otonom pada awal 2008

maka Kota Tangerang Selatan perlu melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kemampuan

perekonomian salah satunya dengan pemungutan pajak daerah. Pajak daerah merupakan sumber

pendapatan daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan

pembangunan daerah. Salah satu pajak provinsi diantaranya adalah pajak kendaraan bermotor.

Pembayaran pajak kendaraan bermotor biasanya dilayani di samsat masing-masing daerah/kota,

untuk mempermudah wajib pajak dalam memenuhi kewajiban membayar pajak kendaraan

bermotor sesuai domisili kendaraannya. Besar kecilnya penerimaan pajak kendaraan bermotor

disuatu daerah menjadi tolak ukur keberhasilan daerah dalam rangka pemenuhan pendapatan

pajak daerahnya.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis ingin menelaah lebih dalam mengenai

penerimaan pajak kendaraan bermotor khususnya untuk Kota Tangerang Selatan dengan

mengajukan judul proposal Pengaruh Pajak Kendaraan Bermotor Terhadap Pajak

Daerah

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, berikut ini masalah-masalah yang teridentifikasi,

antara lain:

1. Penerimaan pajak kendaraan bermotor terhadap pajak daerah Kota Tangerang Selatan dirasa

belum signifikan dan perlu ada pembenahan.


2. Keefektifan dan efisiensi penerimaan pajak kendaraan bermotor di Kota Tangerang Selatan

belum maksimal dengan penerapan peraturan yang seharusnya.


3. Masih kurangnya kepatuhan wajib pajak untuk membayar pajak kendaraan bermotor di Kota

Tangerang Selatan.

C. Pembatasan Masalah

Sehubungan dengan kompleksnya permasalahan yang ada dalam lingkup mengenai pajak

kendaraan bermotor, penulis membatasi permasalahan tentang Pengaruh Pajak Kendaraan

Bermotor Terhadap Pajak Daerah, yaitu:

1. Pengertian Judul
a. Pajak
Pajak adalah iuran wajib kepada kas negara yang dikenakan berdasarkan undang-undang

yang dapat dipaksakan, tetapi tidak mendapat jasa timbal balik secara langsung dan digunakan

untuk membayar pengeluaran umum.


b. Kendaraan Bermotor
Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda dua atau lebih, beserta

gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat dan digerakkan oleh peralatan teknik,

berupa motor atau peralatan lain yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi

tertentu menjadi tenaga, termasuk alat-alat berat dan besar yang operasinya menggunakan roda

dan motor dan tidak melekat secara permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air.
c. Pajak Kendaraan Bermotor
Pajak kendaraan bermotor adalah pajak atas kendaraan dan atau penguasaan kendaraan

bermotor.
d. Pajak Daerah

Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik pemerintah

provinsi maupun kabupaten yang berguna untuk membiayai pengeluaran dan penyelenggaraan

pembangunan daerah serta untuk menunjang penerimaan pendapatan asli daerah dan hasil

penerimaan tersebut masuk dalam APBD.


2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kantor Samsat Ciputat yang beralamat di Jalan R.E.

Martadinata No.10, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten. Penelitian dilaksanakan pada 1

Desember sampai dengan 31 Desember 2015.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, maka

penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah pajak kendaraan bermotor berpengaruh terhadap pajak daerah Kota Tangerang Selatan?
2. Apakah pajak kendaraan bermotor di Kota Tangerang Selatan sudah berjalan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan?
3. Bagaimana perhitungan pengenaan pajak atas kendaraan bermotor?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat dirumuskan tujuan penelitian, yaitu:
1. Untuk mengetahui pengaruh penerimaan pajak kendaraan bermotor terhadap pajak daerah Kota

Tangerang Selatan.
2. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang pajak kendaraan bermotor yang diterapkan

di Kota Tangerang Selatan apakah sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau

belum.
3. Untuk mengetahui perhitungan pajak atas kendaraan bermotor.
4. Manfaat Penelitian
Dari penulisan proposal ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik secara

langsung terkait dalam pembuatan makalah maupun yang membacanya. Adapun manfaat dari

penulisan proposal ini adalah:


a. Manfaat Teoritis
1) Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan secara mendalam dibidang

perpajakan khususnya mengenai penerimaan pajak kendaraan bermotor dan sebagai syarat

pengajuan skripsi.
2) Bagi Pembaca
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai landasan atau pangkal tolak bagi

penulisan dibidang yang sama di masa yang akan datang.


3) Bagi Universitas Pamulang
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi perpustakaan, serta

dapat dijadikan bahan perbandingan penelitian bagi peneliti yang memiliki objek penelitian yang

sama.

b. Manfaat Praktis
Dengan adanya makalah ini, penulis berharap dapat menjadi bahan informasi atau

masukan, untuk mengetahui persoalan pajak kendaraan bermotor sebagai pendapatan pajak

daerah.

F. Kerangka Pemikiran

Kerangka berpikir menurut Sekaran (dalam Sugiyono, 2013:93) adalah metode

konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai dengan berbagai faktor yang

telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting.

Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui tingkat efektifitas dan konstribusi penerimaan

pajak kendaraan bermotor, serta seberapa besar pengaruh penerimaan pajak kendaraan bermotor

terhadap pendapatan pajak daerah. Dari penelitian ini ada dua variabel, yaitu variabel bebas atau

variabel independen (X) yaitu Pajak Kendaraan Bermotor dan variabel terikat atau variabel

dependen (Y) yaitu Pajak Daerah.

G. Hipotesis

Menurut Sekaran (2014:135), hipotesis bisa didefinisikan sebagai hubungan yang

diperkirakan secara logis di antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk

pernyataan yang dapat diuji.


Sedangkan Sukandarrumidi (2002:126) menyatakan bahwa hipotesis yaitu dari hasil

tinjauan pustaka dijabarkan dengan tepat dugaan atau jawaban sementara tentang hasil penelitian

yang diharapkan atau keterangan empiris yang mungkin diperoleh.

Dari berbagai pengertian diatas, maka penulis dapat mendefinisikan bahwa hipotesis

adalah sarana penelitian yang penting dimana hasil dari tinjauan pustaka dijabarkan dengan tepat

dugaan atau jawaban sementara tentang hasil penelitian antara dua atau lebih variabel yang

diungkapkan dalam pernyataan yang dapat diuji dengan harapan atau keterangan empiris yang

mungkin diperoleh.

Adapun dugaan sementara atau hipotesis atas proposal yang penulis buat adalah:

H0 : Pajak kendaraan bermotor tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pajak daerah.

H1 : Pajak kendaraan bermotor berpengaruh secara signifikan terhadap pajak daerah.

H. Sistematika Penulisan

1. Sampul muka
2. Halaman Pengesahan
3. Halaman pernyataan
4. Halaman abstrak (bahasa Indonesia)
5. Halaman abstract (bahasa Inggris)
6. Kata pengantar
7. Daftar isi
8. Daftar tabel
9. Daftar gambar
10. Daftar lampiran
11. Bagian utama
Bab I : Pendahuluan
a. Latar Belakang Masalah
b. Identifikasi Masalah
c. Pembatasan Masalah
d. Perumusan Masalah
e. Tujuan dan Manfaat Penelitian
f. Kerangka Pemikiran
g. Hipotesis
h. Sistematika Penulisan

Bab II : Tinjauan Pustaka


Bab III: Metodologi Penelitian

a. Jenis Penelitian
b. Model Penelitian
c. Populasi dan Sampel (bila ada)
d. Teknik Pengumpulan Data
e. Pengolahan dan Analisis Data
f. Operasionalisasi Variabel

Bab IV: Hasil dan Pembahasan

Bab V : Kesimpulan dan Saran

12. Bagian akhir, terdiri dari


a. Daftar Pustaka
b. Lampiran (bila ada)
c. Surat Bukti atau Keterangan Melakukan Penelitian

I. Pendekatan Data dan Keilmuan

1. Perpajakan Secara Umum

1) Pengertian Pajak

Menurut Siahaan (2008:7), pajak adalah pembayaran wajib yang dikenakan berdasarkan

undang-undang yang tidak dapat dihindari bagi yang berkewajiban dan bagi mereka yang tidak

mau membayar pajak dapat dikenakan paksaan.

Djajadiningrat (dalam Resmi, 2011:1) mendefinisikan pajak sebagai berikut:

Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang
disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi
bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan,
tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejateraan
secara umum.

Soemitro (dalam Waluyo, 2008:2) menyatakan bahwa pajak adalah iuran kepada kas

negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal

(kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar

pengeluaran umum.
Menurut Sukirno (2006:195), pajak adalah pungutan yang dikenakan ke atas keuntungan

perusahaan, pendapatan individu dan nilai jual suatu barang termasuk barang yang diekspor dan

diimpor.

Dari berbagai pengertian diatas, secara umum penulis mendefinisikan pajak adalah iuran

wajib kepada kas negara yang dikenakan berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan,

tetapi tidak mendapat jasa timbal balik secara langsung dan digunakan untuk membayar

pengeluaran umum.

2) Fungsi Pajak

Terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi

regulared (pengatur).

1. Fungsi budgetair (sumber keuangan negara)


Menurut Resmi (2011:3), pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya salah satu sumber

penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan.


Waluyo (2008:6) mengatakan bahwa pajak berfungsi sebagai sumber dana yang

diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah.


Secara umum, penulis mendefinisikan pajak sebagai fungsi budgetair yaitu pajak yang

berfungsi sebagai salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran

pemerintah baik rutin maupun pembangunan. Sebagai contoh: dimasukkannya pajak dalam

APBN sebagai penerimaan dalam negeri.


2. Fungsi regularend (pengatur)
Resmi (2011:3) berpendapat bahwa pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak

sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan

ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.


Waluyo (2008:6) mengatakan bahwa pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau

melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi.


Secara umum, penulis mendefinisikan pajak sebagai fungsi regularend (pengatur) yaitu

alat untuk mengatur dan melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi,
serta mencapai tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Sebagai contoh: dikenakannya pajak

yang lebih tinggi terhadap minuman keras, dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang

mewah.

3) Jenis Pajak

Terdapat berbagai jenis pajak, yang dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu:

1) Menurut Golongan
Berdasarkan golongannya, pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Pajak Langsung
Resmi (2011:7) mengatakan pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul atau

ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang

lain atau pihak lain.


Menurut Waluyo (2008:12), pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak

dapat dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak yang

bersangkutan.
Sukirno (2006:154) mengungkapkan bahwa pajak langsung berarti jenis pungutan

pemerintah yang secara langsung dikumpulkan dari pihak yang wajib membayar pajak.
Dari berbagai pengertian diatas, maka penulis dapat mendefinisikan bahwa pajak langsung

adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat

dibebankan ataupun dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh), PPh

dibayar atau ditanggung oleh pihak lain tertentu yang memperoleh penghasilan tersebut.
b. Pajak Tidak Langsung
Resmi (2011:7) mendefinisikan bahwa pajak tidak langsung adalah pajak yang pada

akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga.
Menurut Waluyo (2008:12), pajak tidak langsung adalah pajak yang pembebananya dapat

dilimpahkan kepada pihak lain.


Sukirno (2006:154) mengatakan bahwa pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya

dapat dipindah-pindahkan kepada pihak lain.


Dari berbagai pengertian diatas, maka penulis dapat mendefinisikan bahwa pajak tidak

langsung adalah pajak yang dapat dibebankan dan dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh: Pajak

Pertambahan Nilai (PPN)


2) Menurut Sifat
Berdasarkan sifatnya, pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

a. Pajak Subjektif
Menurut Resmi (2011:7), pajak subjektif adalah pajak yang pengenaannya memerhatikan

keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang memerhatikan keadaan subjeknya.
Waluyo (2008:12) mengatakan bahwa pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal atau

berdasarkan pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memerhatikan

keadaan dari wajib pajak.


Secara umum, penulis mendefinisikan bahwa pajak subjektif adalah pajak yang

pengenaannya berdasarkan subjeknya yaitu keadaan pribadi wajib pajak. Contoh: Pajak

Penghasilan (PPh) yang memerhatikan subjek pajak (wajib pajak) yaitu status perkawinan,

banyaknya anak, dan tanggungan lainnya).


b. Pajak Objektif
Resmi (2011:8) mendefinisikan tentang pajak objektif adalah:
Pajak yang pengenaannya memerhatikan objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau
peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memerhatikan
keadaan pribadi subjek pajak (wajib pajak) maupun tempat tinggal.

Menurut Waluyo (2008:12), pajak objektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan

pada objeknya, tanpa memerhatikan keadaan diri wajib pajak.

Secara umum, penulis mendefinisikan bahwa pajak objektif adalah pajak yang

pengenaannya memerhatikan dan berdasarkan objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan,

atau peristiwa dan tanpa memerhatikan keadaan diri wajib pajak baik maupun tempat tinggal.

Contoh: PPN, PPnBM, serta PBB.


3) Menurut Lembaga Pemungut
Berdasarkan lembaga pemungutnya, pajak dikelompokkan menjadi dua yaitu:
a. Pajak Negara (Pajak Pusat)
Menurut Resmi (2011:8), pajak negara atau pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh

pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya.
Waluyo (2008:12) mengatakan bahwa pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh

pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.


Secara umum, penulis mendefinisikan bahwa pajak adalah pajak yang dipungut oleh

pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: PPh, PPN dan

PPnBM, PBB, serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). PBB dan BPHTB

menjadi pajak daerah mulai tahun 2011.


b. Pajak Daerah
Menurut Resmi (2011:8), pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah

daerah baik pemerintah tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak

kabupaten/kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing.


Waluyo (2008:12) mengatakan bahwa pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh

pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.


Secara umum, penulis mendefinisikan bahwa pajak daerah adalah pajak yang dipungut

oleh pemerintah daerah baik pemerintah tingkat I maupun tingkat II dan digunakan untuk

membiayai rumah tangga daerah masing-masing.

4) Asas Pemungutan Pajak

Resmi (2011:10) mengatakan terdapat tiga asas pemungutan pajak, yaitu:

a. Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal)


Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak tau seluruh penghasilan

Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam

maupun luar negeri.


b. Asas Sumber
Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang

bersumber di wilayahnya tanpa memerhatikan tempat tinggal wajib pajak.


c. Asas Kebangsaan
Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu

negara.

5) Sistem Pemungutan Pajak

Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan yang dikemukaan Resmi

(2011:11), yaitu:

a. Official Assessment System


Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk

menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan

perundang-undangan perpajakan yang berlaku.


b. Self Assessment System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang wajib pajak untuk menentukan sendiri

jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan

perpajakna yang berlaku.


c. With Holding System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk

untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak sesuai dengan peraturan

perundang-undangan perpajakkan yang berlaku.

2. Pajak Daerah

1) Pengertian Pajak Daerah

Menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang pajak daerah (dalam Siahaan,

2008:10) sebagai berikut:

Pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang
pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-udangan yang berlaku, dan yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.

Kurniawan dan Purwanto (2004:47) berpendapat bahwa pajak daerah merupakan pajak

yang dikelola oleh pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota yang berguna untuk
menunjang penerimaan pendapatan asli daerah dan hasil penerimaan tersebut masuk dalam

APBD.

Siahaan (2008:10) menyatakan pendapatnya tentang pajak daerah bahwa:

Pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dan peraturan daerah
(Perda), yang wewenang pemungutannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan hasilnya
digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah dalam melaksanakan
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah.

Menurut Resmi (2011:8), pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah

daerah baik pemerintah tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak

kabupaten/kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing.

Secara umum, penulis mendefinisikan pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh

pemerintah daerah baik pemerintah provinsi maupun kabupaten yang berguna untuk membiayai

pengeluaran dan penyelenggaraan pembangunan daerah serta untuk menunjang penerimaan

pendapatan asli daerah dan hasil penerimaan tersebut masuk dalam APBD.

Pendapatan daerah bersumber dari tiga kelompok seperti yang dikemukakan oleh Siahaan

(2008:15), antara lain:

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu pendapatan yang diperoleh daerah dan dipungut

berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, meliputi:


a. Pajak Daerah.
b. Restribusi daerah, termasuk hasil dari pelayanan badan layanan umum (BLU) daerah.
c. Hasil pengelolaan kekayaan pisahkan, antara lain bagian laba dari BUMD, hasil sama dengan

pihak ketiga.
d. Lain-lain PAD yang sah.
2. Dana Perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan

kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
3. Lain-lain pendapatan yang sah.
Berdasarkan Undang-Undang No. 34 Tahun 2000, ditetapkan jenis pajak daerah yang

dikemukakan oleh Siahaan (2008:43), yaitu:


1) Pajak Provinsi
a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air.
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air.
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
2) Pajak Kabupaten/Kota
a. Pajak Hotel.
b. Pajak Restoran
c. Pajak Hiburan.
d. Pajak Reklame.
e. Pajak Penerangan Jalan.
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C.
g. Pajak Parkir.

2) Penetapan Peraturan Daerah Tentang Pajak

Pajak dipungut harus berdasarkan undang-undang untuk mencerminkan keadilan

pembayaran pajak, baik bagi fiscus maupun bagi wajib pajak. Dengan undang-undang tersebut,

pemerintah pusat dan daerah akan memungut pajak sesuai dengan peraturan yang ada dan tidak

semena-mena. Demikian pula dengan wajib pajak, mereka akan menjalankan hak dan kewajiban

perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Kurniawan dan Purwanto (2004:115) mengemukakan ada beberapa ketentuan pajak yang

ditetapkan dalam peraturan daerah yakni, sebagai berikut :

1. Pajak daerah dikenakan kepada masyarakat ditetapkan dalam peraturan daerah.

2. Peraturan daerah tentang pajak tidak dapat berlaku surut.

3. Peraturan daerah tentang pajak sekurang-kurangnya mengatur ketentuan mengenai:

a. Nama, objek dan subjek pajak

b. Dasar pengenaan, tarif, dan cara perhitungan pajak

c. Wilayah pemungutan

d. Masa pajak

e. Penetapan

f. Tata cara pembayaran dan penagihan


g. Kedaluwarsa Sanksi administrasi dan

h. Tanggal mulai berlakunya

4. Selain mengatur ketentuan tersebut, peraturan daerah tentang pajak dapat mengatur ketentuan

mengenai beberapa hal berikut:

a. Pemberian pengurangan, keringanan, dan dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok

pajak dan atau sanksinya. Ketentuan ini dibuat dengan mempertimbangkan kemampuan wajib

pajak.

b. Tata cara penghapusan piutang pajak yang kedaluwarsa. Ketentuan ini dibuat untuk

mengantisipasi adanya piutang pajak yang kedaluwarsa atau mungkin disebabkan oleh hal lain,

yang sudah tidak memungkinkan lagi untuk ditagih. Jadi, agar tidak menimbulkan tunggakan,

maka diatur bagaimana tata cara penghapusannya.

c. Asas timbal balik. Ketentuan ini dibuat sesuai dengan ketentuan umum dalam perpajakan

internasional, yakni pengurangan, keringanan atau pembebasan ajak dapat diberikan kepada

korps diplomatik dengan asas timbal balik. Maksud asas timbal balik yakni bila suatu negara

yang mempunyai hubungan diplomatik dengan Indonesia tidak melakukan pungutan atau korps

diplomatik, maka Indonesia sebagai negara mitra juga harus melakukan hal yang sama.

5. Sebelum ditetapkan, peraturan daerah harus disosialisasikan terlebih dahulu pada masyarakat.

Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan pemerintahan yang partisipatif, akuntabel dan

transparan. Pengertian masyarakat disini antara lain asosiasi-asosiasi didaerah, lambaga swadaya

masyarakat, dan perguruan tinggi.


6. Ketentuan mengenai tata cara dan mekanisme pelaksanaan sosialisasi peraturan daerah

ditetapkan oleh kepala daerah.


7. Pengawasan terhadap peraturan daerah dilakukan oleh pemerintah dengan ketentuan berikut :
a. Dalam rangka pengawasan, peraturan daerah disampaikan kepada pemerintah paling lama 15

(lima belas) hari ditetapkan. Penetapan tersebut telah mempertimbangkan administrasi

pengiriman peraturan daerah dari daerah yang tergolong jauh.


b. Jika peraturan daerah bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi, maka pemerintah dapat membatalkan peraturan daerah tersebut.
c. Ketentuan dalam huruf a dan b tersebut dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan

yang berlaku.
d. Pembatalan dalam peraturan daerah dilakukan oleh pemerintah, paling lama 1 bulan sejak

diterimanya peraturan daerah. Penempatan jangka waktu 1 bulan tersebut dilakukan dengan

pertimbangan untuk mengurang dampak negative dari pembatalan peraturan daerah.

3) Sistem Pemungutan Pajak Daerah

Sistem pemungutan pajak daerah atau sistem pemungutan daerah berdasarkan ketentuan

dalam pasal 7 UU Pajak Daerah yang menegaskan mekanismenya (dalam Kurniawan dan

Purwanto, 2004:126) sebagai berikut:

1. Pajak yang Terutang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah


Dalam mekanisme pertama, pajak dibayar oleh wajib pajak setelah ditetapkan oleh kepala

daerah melalui surat ketetapan pajak daerah atau dokumen lain yang disamakan dengan itu,

seperti karcis atau nota perhitungan. Mekanisme pertama tersebut dalam sistem pemungutan

pajak dikenal sabagai cara official assessment system, yakni sistem pemungutan pajakvuntuk

menentukan besarnya pajak terutang ditentukan oleh fiskus/aparat pajak. Wajib pajak bersifat

pasif menunggu surat ketetapan pajak dan fiskus.


Wajib pajak memenuhi kewajiban pajak yang dipungut dengan menggunakan surat

ketetapan pajak daerah atau dokumen yang disamakan dengan itu. Wajib pajak yang jumlah

pajaknya ditetapkan oleh kepala daerah, pembayarannya menggunakan surat ketetapan pajak

daerah atau dokumen yang disamakan yang ditetapkan oleh kepala daerah.
2. Pajak yang Terutang Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak
Dalam sebuah mekanisme kedua pajak dibayar sendiri oleh wajib pajak, wajib pajak

mendaftarkan diri, menghitung, memperhitungkan, membayar/menyetor, dan melaporkan sendiri

jumlah pajak yang terutang dengan surat pemberitahuan pajak daerah. Dalam sistem pemungutan

pajak, mekanisme ini dikenal sebagai cara self assessment system, dalam sistem ini wajib pajak

harus bersifat aktif dan fiskus bersifat pasif, yakni hanya melakukan penyuluhan, pengawasan,

dan pemeriksaan dalam rangka uji kepatuhan dalam laporan wajib pajak atas jumlah pajak yang

terutang. Wajib pajak yang memenuhi kewajiban pembayaran pajak dengan cara membayar

sendiri/menggunakan sistem self assessment, diwajibkan melaporkan pajak yang terutang dengan

menggunakan surat pemberitahuan pajak daerah.


Apabila dalam pelaksanaan pemungutan pajak ternyata wajib pajak yang diberi

kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan sendiri jumlah

pajak yang terutang tidak memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundangan yang berlaku, maka atas dasar tersebut dapat diterbitkan surat ketetapan pajak

daerah kurang bayar dan atau surat ketetapan pajak daerah kurang bayar tambahan sebagai

sarana untuk melakukan penagihan pajak yang terutang.

3. Pengertian Kendaraan Bermotor

Menurut Kurniawan dan Purwanto (2004:53), kendaraan bermotor adalah semua

kendaraan beroda dua atau lebih, beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan

darat dan digerakkan oleh peralatan teknik, berupa motor atau peralatan lain yang berfungsi

untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga.

Siahaan (2010:175) mendefinisikan tentang kendaraan bermotor sebagai berikut:

Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta
gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat dan digerakkan oleh peralatan teknik
berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi
tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat
dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat
secara permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air.

Secara umum, penulis mendefinisikan bahwa kendaraan bermotor adalah semua

kendaraan beroda dua atau lebih, beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan

darat dan digerakkan oleh peralatan teknik, berupa motor atau peralatan lain yang berfungsi

untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga, termasuk alat-alat berat dan

besar yang operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen serta

kendaraan bermotor yang dioperasikan di air.

4. Pajak Kendaraan Bermotor

1) Pengertian Pajak Kendaraan Bermotor

Menurut Kurniawan dan Purwanto (2004:54), pajak kendaraan bermotor adalah pajak

atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor.

Siahaan (2010:175) mendefinisikan bahwa pajak kendaraan bermotor adalah pajak atas

kepemilikan dan atau penguasaan kendaraan bermotor.

Secara umum, penulis mendefinisikan bahwa pajak kendaraan bermotor adalah pajak atas

kendaraan dan atau penguasaan kendaraan bermotor.

Siahaan (2010) mengatakan bahwa pada saat diberlakukannya Undang-Undang Nomor

18 Tahun 1997 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, pajak

kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air pada beberapa provinsi dipungut sebagai jenis

pajak yang terpisah, yaitu Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Pajak Kendaraan di Atas Air

(PKAA). Hal ini wajar saja mengingat kendaraan bermotor pada dasarnya berbeda dengan

kendaraan di atas air.

2) Dasar Hukum Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor


Dalam masa transisi pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, pemungutan

Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar hukum yang jelas

dan kuat, sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak yang terkait. Siahaan (2010:177)

berpendapat bahwa dasar hukum pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Pajak

Kendaraan di Atas Air (PKAA) pada suatu provinsi dewasa ini adalah sebagaimana di bawah ini:

1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.


3. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.
4. Peraturan daerah provinsi yang mengatur tentang PKB dan PKAA. Peraturan daerah ini dapat

menyatu, yaitu satu peraturan daerah untuk PKB dan PKAA, tetapi dapat juga dibuat secara

terpisah yaitu Peraturan Daerah tentang PKB dan Peraturan Daerah tentang PKAA. Beberapa

provinsi yang menetapkan Peraturan Daerah tentang PKAA yang terpisah dari Peraturan Daerah

tentang PKB antara lain sebagai berikut:


a. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 9 Tahun 2005 tentang Pajak Kendaraan di

Atas Air;
b. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 5 Tahun 2004 tentang Pajak Kendaraan di

Atas Air;
c. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 16 Tahun 2003 tentang Pajak Kendaraan di Atas

Air;
d. Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 5 Tahun 2000 tentang Pajak Alat Angkut di Atas Air;
e. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 03 Tahun 2007 tentang Pajak Kendaraan

di Atas Air dan Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air;


f. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Barat Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pajak Kendaraan di

Atas Air dan Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air;


g. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 4 Tahun 2002 tentang Pajak Kendaraan di

Atas Air dan Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air;


5. Keputusan gubernur yang mengatur tentang PKB dan PKAA sebagai aturan pelaksanaan

Peraturan Daerah tentang PKB dan PKAA pada provinsi dimaksud. Sebagaimana halnya pada
poin 4 di atas, keputusan gubernur yang mengatur tentang PKB dan PKAA dapat dibuat menyatu

yaitu satu keputusan gubernur untuk PKB dan PKAA, tetapi dapat juga dibuat secara terpisah

yaitu Keputusan Gubernur tentang PKB dan Keputusan Gubernur tentang PKAA.

3) Objek Pajak Kendaraan Bermotor

Kurniawan dan Purwanto (2004:54) menegaskan bahwa objek kendaraan bermotor

adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor.

Siahaan (2008:140) mengatakan bahwa yang termasuk dalam objek pajak kendaraan

bermotor adalah kepemilikan dan atau penguasaan kendaraan bermotor yang digunakan di

semua jenis jalan darat, antara lain, di kawasan bandara, pelabuhan laut, perkebunan, kehutanan,

pertanian, pertambangan, industri, perdagangan, dan sarana olahraga dan rekreasi.

Menurut Siahaan (2010:180), objek pajak kendaraan bermotor adalah kepemilikan dan

atau penguasaan kendaraaan bermotor.

Secara umum, penulis mendefinisikan bahwa objek kendaraan bermotor adalah

kepemilikan dan atau penguasaan kendaraan bermotor yang digunakan di semua jenis jalan

darat.

Siahaan (2010:181) mengemukakan bahwa pada pajak kendaraan bermotor, tidak semua

kepemilikan dan atau penguasaan kendaran bermotor dikenakan pajak. Berdasarkan Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 3 ayat 3, dikecualikan dari pengertian kendaraan bermotor

yang kepemilikan dan penguasaan atasnya menjadi objek pajak PKB adalah:

a. Kereta api;
b. Kendaraan bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan

negara;
c. Kendaraan bermotor yang dimiliki dan atau dikuasai kedutaan, konsulat, perwakilan negara

asing dengan asas timbale balik dan lembaga-lembaga internasional yang memperoleh fasilitas

pembebasan pajak dari pemerintah pusat; dan


d. Objek pajak lainnya yang ditetapkan dalam peraturan daerah.

Beberapa alternatif objek pajak lainnya yang dikecualikan dari pengertian kendaraan

bermotor yang dapat ditetapkan dalam peraturan daerah seperti yang dikemukakan Siahaan

(2010:181), antara lain sebaga berikut:

a. Kepemilikan atau penguasaan kendaraan bermotor oleh orang pribadi yang digunakan untuk

keperluan pengolahan lahan pertanian rakyat.


b. Kepemilikan atau penguasaan kendaraan bermotor oleh BUMN yang digunakan untuk

keperluan keselamatan.
c. Kepemilikan atau penguasaan kendaraan bermotor oleh pabrikan atau milik importer yang

semata-mata digunakan untuk pameran, untuk dijual, dan tidak dipergunakan dalam lalu lintas

bebas.
d. Kepemilikan atau penguasaan kendaraan bermotor oleh turis asing yang berada di daerah untuk

jangka waktu 60 (enam puluh) hari.


e. Kendaraan pemadam kebakaran.
f. Kendaraan bermotor yang disegel atau disita oleh negara.

4) Subjek dan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor

Siahaan (2010) mengatakan bahwa pada PKB, subjek pajak adalah orang pribadi atau

badan yang memiliki dan atau menguasai kendaraan bermotor. Sementara itu, yang menjadi

wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang memiliki kendaraan bermotor. Jika wajib pajak

berupa badan, kewajiban perpajakannya diwakili oleh pengurus atau kuasa badan tersebut.

Dengan demikian, pada PKB subjek pajak sama dengan wajib pajak, yaitu orang pribadi atau

badan yang memiliki dan atau menguasai kendaraan bermotor.


Siahaan (2010) mengungkapkan bahwa dalam menjalankan kewajiban perpajakannya,

wajib pajak dapat diwakili oleh pihak tertentu yang diperkenalkan oleh undang-undang dan
peraturan daerah tentang PKB. Wakil wajib pajak bertanggung jawab secara pribadi dan atau

secara tanggung renteng atas pembayaran pajak terutang. Selain itu, wajib pajak dapat menunjuk

seorang kuasa dengan surat khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban

perpajakannya.

5) Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor

Kurniawan dan Purwanto (2004:54) mengemukakan bahwa dasar pengenaan pajak

kendaraan bermotor dihitung sebagai perkalian dari dua unsur pokok berikut:

1. Nilai jual kendaraan bermotor.


2. Bobot yang mencerminkan secara relatif kadar kerusakan jalan dan pencemaran lingkungan

akibat penggunaan kendaraan bermotor.


Nilai Jualan Kendaraan Bermotor (NJKB) ditentukan berdasarkan harga pasaran umum

atas suatu kendaraan bermotor. Harga pasaran umum adalah harga rata-rata yang diperoleh dari

berbagai sumber daya yang akurat, antara lain agen tunggal pemegang merek (ATPM) dan

asosiasi penjual kendaraan bermotor. NJKB ditetapkan berdasarkan harga pasaran umum pada

minggu pertama bulan Desember tahun pajak sebelumnya. Siahaan (2010:183) mengatakan

bahwa dalam hal harga pasaran umum suatu kendaraan bermotor tidak diketahui, NJKB dapat

ditentukan berdasarkan sebagian atau seluruh faktor-faktor:


a. Harga kendaraan bermotor dengan isi silinder dan atau satuan tenaga yang sama;
b. Penggunaan kendaraan bermotor untuk umum atau pribadi;
c. Harga kendaraan bermotor dengan merek kendaraan bermotor yang sama;
d. Harga kendaraan bermotor dengan tahun pembuatan kendaraan bermotor yang sama;
e. Harga kendaraan bermotor dengan pembuat kendaraan bermotor;
f. Harga kendaraan bermotor dengan kendaraan bermotor sejenis; dan
g. Harga kendaraan bermotor berdasarkan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB).

Bobot mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan atau pencemaran

lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor dinyatakan dalam koefisien sama dengan

satu dianggap dalam batas toleransi, apabila lebih besar dari satu dianggap melewati batas
toleransi. Siahaan (2010:182) mengemukakan bahwa bobot dihitung berdasarkan faktor-faktor

berikut ini:

a. Tekanan gandar, yang dibedakan atas dasar jumlah sumbu roda, dan berat kendaraan bermotor;
b. Jenis bahan bakar kendaraan bermotor yang dibedakan, menurut solar, bensin, gas, listrik,

tenaga surya, atau jenis bahan bakar lainnya; dan


c. Jenis, penggunaan, tahun pembuatan, dan ciri-ciri mesin kendaraan bermotor yang dibedakan

berdasarkan jenis mesin 2 tak atau 4 tak, dan isi silinder.

Kurniawan dan Purwanto (2004:99) memberikan contoh Perhitungan Dasar Pengenaan

Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor di Jawa Timur sebagai

berikut :

a. Untuk bobot kendaraan bermotor jenis Sedan, Sedan Station, Jeep, Stationwagon, Minibus,

Mikrobus, Bus, Sepeda Motor,dan sejenisnya ditetapkan sebesar 1,00.

b. Untuk bobot kendaraan bermotor jenis mobil barang atau beban ditetapkan sebesar 1,30.

c. Bobot kendaraan bermotor jenis alat-alat berat dan alat-alat besar serta kereta gandeng

ditetapkan sebasar 1,00.

Dasar pengenaan pajak kendaraan bermotor tersebut ditinjau kembali setiap tahun.

Siahaan (2008:145) mengemukakan bahwa tarif pajak kendaraan bermotor ditetapkan sebesar :

1. 1,5% untuk kendaraan bermotor bukan umum

2. 1% untuk kendaraan bermotor umum

3. 0,5% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar

Berdasarkan pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar

pengenaan pajak. Jadi, bila menggunakan indeks bobot yang ditetapkan, Kurniawan dan

Purwanto (2004:100) menyimpulkan rumus sebagai berikut:

a. PKB untuk kendaraan bermotor bukan umum


PKB terutang = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak

= Tarif x (NJKB x Bobot)

= 1,5% x (NJKB x 1,00)

Jika mobil bukan umum tersebut berupa mobil barang/beban maka bobot tidak 1,00 tetapi 1,3

sehingga rumus menjadi:

PKB terutang = Tarif x (NJKB x Bobot)

= 1,5% x (NJKB x 1,3)

b. PKB untuk kendaraan bermotor umum


PKB terutang = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak
= Tarif x (NJKB x Bobot)

= 1% x (NJKB x 1,00)

Jika mobil bukan umum tersebut berupa mobil barang/beban maka bobot tidak 1,00 tetapi 1,3

sehingga rumus menjadi:

PKB terutang = Tarif x (NJKB x Bobot)

= 1% x (NJKB x 1,3)

c. PKB untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar


PKB terutang = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak
= Tarif x (NJKB x Bobot)

= 0,5% x (NJKB x 1,00)

Contoh Soal:

Diketahui pada tahun 2002 Menteri Dalam Negeri menetapkan bahwa NJKB mobil Mercedes

Benz C.180 automatic tahun pembuatan 2000 adalah sebesar Rp 290.000.000,00 dengan bobot

sebesar 1,00. Berapa PKB terutangnya?

PKB terutang = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak

= Tarif x (NJKB x Bobot)


= 1,5% x (Rp. 290.000.000,00 x 1,00)

= 1,5% x Rp. 290.000.000,000

= Rp. 4.350.000,00

6) Bagi Hasil Pajak dan Biaya Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor

Bagi Hasil Pajak dan Biaya Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang

dikemukakan oleh Siahaan (2010:203) sebagai berikut:

1. Bagi Hasil Pajak

Hasil penerimaan PKB merupakan pendapatan daerah yang harus disetorkan seluruhnya

ke kas daerah provinsi. Hasil penerimaan PKB sebagian diperuntukkan bagi daerah

kabupaten/kota di wilayah provinsi tempat pemungutan PKB. Pembagian hasil penerimaan PKB

ditetapkan dalam peraturan daerah provinsi, dengan perimbangan adalah:

a. 70% menjadi bagian provinsi; dan


b. 30% diserahkan kepada kabipaten/kota.

Pembagian hasil penerimaan PKB dilakukan setelah dikurangi biaya pemungutan sebesar

lima persen. Pembagian hasil penerimaan PKB dilakukan dengan memperhatikan aspek

pemerataan dan potensi antardaerah kabupaten/kota. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan

bahwa potensi antara satu kabupaten/kota yang satu dengan kabupaten/kota lainnya tidak sama.

Untuk pemerataan dan keadilan dalam pembagian bagian daerah kabupaten/kota, besarnya

bagian masing-masing kabupaten/kota didasarkan pada kesepakatan kabupaten/kota yang ada

dalam wilayah provinsi bersangkutan. Berdasarkan hasil kesepakatan tersebut gubernur

menetapkan bagian masing-masing kabupaten/kota dengan kuputusan gubernur. Penyerahan bagi

hasil pajak bagian kabupaten/kota dilakukan dengan cara pemindahbukuan dari kas daerah

pemerintah provinsi ke rekening kas pemerintah kabupaten/kota.

2. Biaya Pemungutan Pajak


Dalam rangka pelaksanaan kegiatan pemungutan dan pengelolaan PKB, diberikan biaya

pemungutan sebesar lima persen dari hasil penerimaan pajak yang telah disetorkan ke kas daerah

provinsi. Sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 35 Tahun 2002 tentang

Pedoman Alokasi Biaya Pemungutan Pajak Daerah ditetapkan alokasi biaya pemungutan PKB

terdiri dari:

a. 70% untuk aparat pelaksana pemungutan; dan


b. 30% untuk aparat penunjang, yang terdiri dari:
1. 2,5% untuk tim Pembina pusat;
2. 7,5% untuk kepolisian; dan
3. 20% untuk aparat penunjang lainnya.

Biaya pemungutan adalah biaya yang diberikan kepada aparat pelaksana pemungutan dan

aparat penunjang dalam rangka kegiatan pemungutan. Berbeda dengan PKB, alokasi biaya

pemungutan PKAA tidak ditentukan oleh Menteri Dalam Negeri, tetapi ditetapkan dengan

keputusan kepala daerah. Penggunaan biaya pemungutan pajak ditetapkan denga keputusan

gubernur dengan berpedoman kepada ketentuan yang berlaku.

J. Tim Peneliti

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan

terima kasih kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan kesehatan hingga kami mampu

menyelesaikan penelitian ini.


2. Kedua orang tua kami yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan baik moril maupun

material hingga penelitian ini selesai disusun.


3. Bapak Drs. H. Darsono selaku pemilik Yayasan Sasmita Jaya.
4. Bapak Dr. H. Dayat Hidayat, MM selaku Rektor Universitas Pamulang.
5. Bapak H. Endang Ruhiyat, SE, MM selaku Kaprodi Akuntansi Universitas Pamulang.
6. Bapak Angga Hidayat, Ph.D. selaku dosen mata kuliah Metodologi Penelitian.
7. Untuk Anisa Ulfah, Ernawati, Lia Rosalina, Sifa Fauziah dan Siti Setiyaningsih selaku tim

peneliti yang telah saling membantu dan menguatkan selama proses penelitian berlangsung.
8. Untuk Afriana Agung Setiawan dan Hari Setia Pranata yang telah membantu dan memberikan

dukungan saat melakukan penelitian.


9. Semua pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam mendukung

penyelesaian proposal ini.

K. Jadwal Kegiatan

Kegiatan penelitian akan dilakukan selama 3 bulan terhitung mulai November 2015

sampai dengan Januari 2016. Tahapan dan waktu kegiatan penelitian akan diuraikan pada tabel

berikut ini:

L. Anggaran

Dana yang terpakai dalam penelitian skripsi ini sebesar Rp. 6.810.000 dengan rincian

sebagai berikut:

1. Biaya Bahan dan Alat


1) 4 rim kertas A4 80 gram @ Rp 45.000 Rp. 180.000
2) Alat-alat tulis Rp. 100.000
3) Perlengkapan lainnya Rp. 400.000
Jumlah Rp. 680.000
2. Biaya Operasional
1) Telepon selama 3 bulan Rp. 400.000
2) Pengolahan data Rp. 300.000
Jumlah Rp. 700.000
3. Biaya Transportasi dan Konsumsi
1) Transportasi Rp. 500.000
2) Konsumsi Rp. 1.000.000
Jumlah Rp. 1.500.000
4. Biaya Fotocopy dan Rental
1) Internet selama 3 bulan Rp. 400.000
2) Biaya cetak atau print out Rp. 800.000
3) Fotocopy kuesioner Rp. 200.000
4) Fotocopy bahan-bahan kajian teori Rp. 300.000
5) Fotocopy dan penjilidan proposal Rp. 80.000
6) Fotocopy dan penjilidan skripsi Rp. 150.000
Jumlah Rp. 1.930.000
5. Biaya Wisuda
1) Pendaftaran wisuda Rp. 500.000
2) Sewa baju wisuda Rp. 1.000.000
Jumlah Rp. 1.500.000
6. Biaya Tak Terduga Rp. 500.000
TOTAL BIAYA Rp 6.810.000

M. Pedoman Peliputan Data

Pedoman peliputan data yang digunakan dalam pembuatan proposal ini, dengan cara

wawancara. Hasan (2002:85) mengatakan bahwa wawancara adalah teknik pengumpulan data

dengan mengajukan pertanyaan langsung oleh pewawancara kepada responden, dan jawaban-

jawaban responden dicatat atau direkam.

N. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan data yang bersifat assosiatif kuantitatif.

Adapun maksud dari penelitian assosiatif kuantitatif yang dikemukakan oleh Sugiyono (2012:36)

adalah suatu rumusan masalah penelitian yang bersifat menanyakan hubungan antara dua

variabel atau lebih.


Dari penelitian ini ada dua variabel, yaitu variabel bebas atau variabel independen (X)

yaitu Pajak Kendaraan Bermotor dan variabel terikat atau variabel dependen (Y) yaitu Pajak

Daerah.
2. Model Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Penelitian ini dilakukan untuk

memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena.
Sugiyono (2011:7) menyatakan bahwa metode kuantitatif disebut sebagai metode

positivistic karena berlandaskan pada filsafat positivisme. Metode ini sebagai metode

ilmiah/scientific kerena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit/empiris, obyektif,

terukur rasional dan sistematis. Metode ini juga disebut metode discovery, karena dengan metode

ini dapat ditemukan dan dikembangkan berbagai iptek baru. Metode ini disebut metode

kuantitatif karena penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik.


3. Populasi dan Sampel
1) Populasi
Menurut Sugiyono (2011:80) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas

obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.


Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wajib pajak kendaraan bermotor di

Kota Tangerang Selatan.

2) Sampel
Sampel menurut Sugiyono (2011:81) adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari

semua yang ada populasi, misalnya karna keterbatasan dana, tenaga, dan waktu, maka peneliti

dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu,

kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari

populasi harus betul-betul refresentatif (mewakili).


Dalam penelitian ini, sampel yang diambil adalah data pajak kendaraan bermotor di

kantor Samsat Ciputat, Kota Tangerang Selatan.


4. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Hasan (2002:83) mengatakan bahwa pengumpulan data adalah pencatatan

peristiwa-peristiwa atau hal-hal atau keterangan-keterangan atau karakteristik-karakteristik

sebagian atau seluruh elemen populasi yang akan menunjang atau mendukung penelitian.
Penulis melakukan penelitian dengan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1) Riset Kepustakaan
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh landasan teoritis, yaitu memperoleh

pengetahuan secara teoritis dengan membaca buku-buku referensi dan karya tulis lainnya yang

berhubungan dengan masalah yang diteliti yaitu pengaruh pajak kendaraan bermotor terhadap

pajak daerah, sehingga data tersebut dapat digunakan untuk mengadakan pendekatan teoritis

terhadap data yang diperoleh dari penelitian lapangan.


2) Studi Lapangan
Yaitu suatu penelitian yang dilakukan secara langsung di Samsat Ciputat, Kota Tangerang

Selatan yang menjadi objek penelitian untuk memperoleh data primer. Data primer diperoleh

melalui Interview (wawancara) yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara mengajukan

pertanyaan-pertanyaan secara langsung kepada pihak-pihak yang terkait dengan objek penelitian.
5. Pengolahan dan Analisis Data
Hasan (2002:89) menyatakan pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh

data ringkasan atau angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara atau rumus-rumus tertentu.
Pengolahan data meliputi kegiatan sebagai berikut:

1) Editing
Hasan (2002:89) mendefinisikan editing adalah pengecekan atau pengoreksiaan data

yang telah dikumpulkan,karena kemungkinan data yang masuk (raw data) atau data terkumpul

itu tidak logis dan meragukan.


2) Coding
Hasan (2002:90) menyatakan bahwa coding adalah pemberiaan/pembuatan kode-kode

pada tiap-tiap data yang termasuk dalam kategori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat

dalam bentuk angka-angka/huruf-huruf yang memberikan petunjuk,atau identitas pada suatu

informasi atau data yang dianalisis.


3) Tabulasi
Setelah editing dan coding dalam proses pengolahan data selanjutnya tabulasi. Hasan

(2002:91) mengatakan bahwa tabulasi adalah membuat tabel-tabel yang berisikan data yang

telah diberi kode, sesuai dengan analisis yang dibutuhkan.

Jenis-jenis teknik analisis data yaitu :

1) Statistik Deskriktif
Statistik deskriktif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara

mendekripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa

bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.


Statistik deskriptif terdiri dari :
a. Rata-rata
Rata-rata hitung (arithmetic mean) atau sering hanya disebut rata-rata, adalah suatu

himpunan data kuantitatif yang menjumlahkan seluruh data dibagi dengan banyaknya data yang

ada.
b. Median
Median dari suatu himpunan data kuantitatif adalah angka tengah yang diperoleh apabila

data disusun dari nilai terendah hingga nilai tertinggi.


2) Statistik Inferensial
Statistik inferensial adalah teknik statistik yang digunakan untuk menganalisi data sampel

dan hasilnya diberlakukan untuk populasi.


6. Operasionalisasi Variabel
Menurut Sekaran (2014:115) variabel adalah apa pun yang dapat membedakan atau

membawa variasi pada nilai.


Dari penelitian ini ada dua variabel, yaitu variabel bebas atau variabel independen (X)

yaitu Pajak Kendaraan Bermotor dan variabel terikat atau variabel dependen (Y) yaitu Pajak

Daerah.

O. Daftar Pustaka
Hasan, M. Iqbal. (2002). Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Kurniawan, Panca dan Purwanto, Agus. (2004). Pajak dan Retribusi Daerah di Indonesia. Malang:
Bayumedia Publishing.
Resmi, Siti. (2011). Perpajakan Teori dan Kasus Edisi 6 Buku 1. Jakarta: Salemba Empat.
Sekaran, Uma. (2014). Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.
Siahaan, Marihot P. (2008). Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Siahaan, Marihot P. (2010). Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Edisi Revisi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kombinasi. Bandung: Alfabeta.
Sukandarrumidi. (2002). Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sukirno, Sadono. (2006). Makroekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Waluyo. (2008). Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
BAB I
PENDAHULUAN
I.7
Latar Belakang Praktik Kerj
a Lapangan Mandiri (PKLM)
Pelaksanaan Praktik Kerja Lapa
ngan Mandiri (PKLM) bertujuan
sebagai salah satu syarat
dalam rangka penyusunan Tugas Akhir dan metode
untuk mempraktikkan teori yang selama ini
diperoleh di perkuliahan dan mengaplikasikanny
a dalam kondisi kerja yang nyata. Dalam Praktik
Kerja Lapangan
ini, juga dapat diharapkan memberik
an pengetahuan praktis mengenai
lingkungan kerja beserta as
pek-aspek perpajakan.
Pemungutan Pajak Daerah merupakan salah sa
tu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD)
yang sangat penting guna membiayai penyelengga
raan pemerintah daerah dan pembangunan
daerah, juga untuk memantapkan penyelenggaraan otonomi daerah yang luas dan
nyata. Pajak
Daerah dalam struktur Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (A
BPD) masih merupakan elemen
yang cukup penting perannya baik mendukung pe
nyelenggaraan pemerintah maupun pemberian
pelayanan kepada publik. Dalam pengolahan Angga
ran Pendapatan Daerah perlu diperhatikan
upaya peningkatan pendapatan Pa
jak Daerah dan Retribusi Daerah tanpa harus menambah beban
bagi masyarakat. Dengan pola kebijakan yang
tepat untuk meningkatkan kemampuan keuangan
daerah, secara bertahap akan mampu keluar dari
berbagai persoalan ya
ng selama ini dihadapi
seperti tingkat pengangguran yang tinggi dan ju
mlah penduduk miskin yang masih cukup besar.
Dalam hal ini, pemerintah memberikan ta
nggung jawab terhadap se
tiap Pemerintah
Provinsi untuk mengatur rumah tangga daerahnya se
ndiri atau yang lebih
dikenal dengan Sistem
Otonomi Daerah. Adapun pelaksanaan otonomi daer
ah menimbulkan reaksi yang berbeda-beda
1
Universitas
Sumatera
Utara
bagi daer
ah. Pemerintah Daerah yang memiliki sumber kekayaan alam yang besar,
menyambut
otonomi daerah dengan penuh harapan, sebaliknya
daerah yang miskin sumber daya alamnya,
menanggapi dengan rasa khawatir. Kekhawatiran bebe
rapa daerah tersebut dapat dipahami dalam
pelaksanaan otonomi daerah, karena pelaksan
aan otonomi daerah membawa dampak bagi
pemerintah untuk lebih mandiri
baik dari sistem pembayaran maupun dalam memnetukan arah
pembanguan daerah sesuai dengan prioritas dan ke
pentingan masyarakat daerah. Oleh sebab itu
pemerintah daerah harus mampu menggali sumbe
r-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi
kebutuhan pembiayaan daerah dalam pembangunan daerahnya.
Suatu daerah harus sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam melakukan
otonomi
daerah menuju desentralisasi pemerintahan, ma
ka pemerintah menetapkan Undang-Undang Nomor
22 tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, undang Undang-Unda
ng Nomor 25 tahun 1999 yang telah direvisi
menjadi Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 te
ntang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, se
rta Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 yang
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34
tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah sebagai acuan dan dasar-dasar dalam menentukan setiap peraturan daerah.
Atas Undang-
Undang tersebut Pemerintah Daerah baik itu Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten/Kota
yang telah diberi wewenang untuk mengatur ruma
h tangga daaerahnya sendiri memalui sistem
otonomi daerah.
Dalam upaya peningkatan anggaran daerah
yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD), diantaranya dari Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dapat berupa pajak daerah dan
retribusi daerah maka dituntut
kesadaran dari semua pihak
khususnya masyarakat yang
mempunyai andil yang sangat besar dalam pencapaian pembangunan daerah.
2
Universitas
Sumatera
Utara
Adapun yang me
njadi jenis-jenis pendapatan
daerah menurut Undang-Undang Nomor 34
tahun 2000 terbagi atas:
1.
Jenis-Jenis Pajak Pr
ovinsi terdiri dari:
a.
Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas Air
b.
Bea Balik Nama Kendaraan Bermot
or dan Kendaraan di atas Air
c.
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
d.
Pajak Pengambilan dan Pemanfatan Ai
r Bawah Tanah dan Air Permukaan
2.
Jenis-Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari:
a.
Pajak Hiburan
b.
Pajak Hotel
c.
Pajak Reklame
d.
Pajak Penerangan Jalan
e.
Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
f.
Pajak Parkir
g.
Pajak Restoran
Dengan adanya Praktik Kerja Lapangan Mandiri (P
KLM) ini penulis merasa tertarik
untuk mengetahui seberapa besar peranan Paja
k Kendaraan Bermotor (PKB) dalam menunjang
pembangunan daerah serta apa saja kebijakan yang diterapkan pada kantor
SAMSAT
Pematangsiantar dalam Upaya Peningkatan Pene
rimaan Pajak Kendaraan Bermotor Sebagai
Sumber Pendapatan Asli Daerah
pada Kantor Sistem Administra
si Manunggal Di Bawah Satu
Atap (SAMSAT) Pematangsiantar.
3
Universitas
Sumatera
Utara
Oleh sebab itu, diadakannya Praktik Kerja
Lapangan Mandiri (PKLM) selain me
mbantu
penulis guna memenuhi salah satu syarat unt
uk menyelesaikan pendidikan Program Studi
Diploma-III Administrasi Perpajakan pada Faku
ltas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara tetapi juga su
atu proses pembelajaran yang berharga untuk penulis dalam hal
penerapan teori-teori yang selama ini telah didapa
tkan selama perkuliahan. Maka dari itu dalam
Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini penu
lis sangat ingin mengetahui bagaimana realita
yang ada di lapangan dengan apa yang dilaporkan
pada kantor SAMSAT Pematangsiantar dan
dituangkan penulis dalam sebuah Praktik Kerja Lapanga
n Mandiri (PKLM) dengan judul:

Upaya Peningkatan Penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor Sebagai Sumber


Pendapatan Asli Daerah Pada Kantor Sist
em Administrasi Manunggal Di Bawah
Satu
Atap (SAMSAT) Pematangsiantar
.
I.8
Tujuan dan Manfaat
Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Diadakannya pelaksanaan Praktik Kerja Lapang
an Mandiri (PKLM) ini merupakan syarat
menyelesaikan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan pada Fakultas
Ilmu Sosial
dan Ilmu Polotik Universitas Sumatera Utara.
I.2.1
Tujuan dalam Pelaksanaan Praktik Kerja
Lapangan Mandiri (PKLM) adalah
sebagai berikut :
a.
Untuk mengetahui prosedur pemungutan Paja
k Kendaraan Bermotor di Sistem
Administrasi Manunggal Di Ba
wah Satu Atap (SAMSAT).
b.
Untuk mengetahui realisasi penerimaan Paja
k Kendaraan Bermotor terhadap Penerimaan
Daerah.
4
Universitas
Sumatera
Utara
c.
Untuk me
ngetahui faktor pendukung pencapai
an target Penerimaan Pajak Kendaraan
Bermotor di SAMSAT Pematangsiantar.
d.
Untuk mengetahui upaya yang dilakukan
SAMSAT Pematangsiantar dalam
meningkatkan Pajak Kendaraan Bermotor.
I.2.2
Manfaat dari Praktik Kerja Lapa
ngan Mandiri (PKLM) adalah :
a.
Bagi Mahasiswa
1.
Menerapkan ilmu pengetahuan yang diperole
h di perkuliahan khususnya tentang
perpajakan daerah dan mengaplikasikannya
ke dalam pelaksanaan Praktik Kerja
Lapangan Mandiri (PKLM) ini.
2.
Memahami sistem prosedur kerja tentang pe
rpajakan Daerah di
instansi terkait,
3.
Mendapatkan pengetahuan dan wawasan te
rutama tentang perpajakan daerah.
b.
Bagi SAMSAT Pematangsiantar
1.
Memperoleh ide dan upaya untuk mengoptimalkan penerimaan Pajak Kendaraan
Bermotor.
2.
Untuk mempererat hubungan baik antara ka
ntor Sistem Admini
strasi Manunggal Di
Bawah Satu Atap (SAMSAT) Pematangsiant
ar dengan Program Studi Diploma III
Administrasi Perpajakan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Polotik Universitas
Sumatera Utara.
c.
Bagi Program Diploma III Ad
ministrasi Perpajakan
1.
Memberikan uji nyata atas disiplin ilmu
yang telah disampaikan selama perkuliahan.
2.
Mendapatkan masukan, ide, saran bagi perbaikan dan penyempurnaan kurikulum
bagi
evaluasi penyempurnaan revisi pembuata
n Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).
5
Universitas
Sumatera
Utara
I.9
Ruang Lingkup Praktik Kerja
Lapangan Mandiri (PKLM)
Pada Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKL
M) ini, memiliki ruang lingkup dari sektor
Pajak Kendaraan Bermotor pada kantor SAMS
AT Pematangsiantar Propinsi Sumatera Utara
khususnya di seksi Paja
k Kendaraan Bermotor.
I.10
Metode
Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data
serta perolehan informasi sesuai dengan
metode yang digunakan sebagai berikut:
1.
Tahap Persiapan
Dalam tahap ini, dilakukan pengajuan judul
Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM),
penentuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri
(PKLM) serta penyusunan proposal dengan
melakukan konsultasi dengan dosen.
2.
Studi Literatur
Mencari sumber dari Undang-Undang, buku,
literatur dan majalah yang berhubungan
dengan Pajak Kendaraan Bermotor
3.
Observasi Lapangan
Penentuan daerah pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) dengan
melakukan pengamatan langsung kepada instansi yang berkaitan.
4.
Pengumpulan Data
Dalam tahap ini penulis melakukan pengumpulan
data yang akurat
dan terbaru mengenai
Penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) melalui:
a.
Data Primer yaitu mengumpulkan data secara langsung dari sumbernya yaitu
dengan
wawancara langsung dengan fihak kantor SAMSAT Pematangsiantar.
6
Universitas
Sumatera
Utara
b.
Data Sekunder yaitu me
ngumpulkan data dari
hasil dokumentasi berupa buku,
literatur dan majalah yang ada releva
nsi dengan Pajak Kendaraan Bermotor.
5.
Analisa dan Evaluasi Data
Dalam Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini penulis akan memberikan
gambaran
secara sistematis sumber data yang dipero
leh dengan fakta yang ada dan menganalisanya
sesuai pencapaian kesimpulan yang d
iinginkan. Kegiatan yang dilakukan dalam
menganalisa data adalah:
a.
Mengumpulkan data statistik mengenai targ
et dan pelaksanaan Pajak Kendaraan
Bermotor di kantor SAMSAT Pematangsiantar.
b.
Pembuatan data secara sistematik data
mengenai Pajak Kendaraan Bermotor.
I.11
Metode Penungumpulan Data
Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Setelah data dan informasi yang diperoleh, ma
ka penulis menyimpulkan hasil dari data
yang didapat, dengan menggunakan Metode
Pengumpulan Data sebagai berikut:
1.
Daftar Pertanyaan (
Interview Guide
)
Pengumpulan data dengan melakukan wawa
ncara secara langsung dengan menyiapkan
daftar pertanyaan kepada pihak SAMSAT Pematangsiantar.
2.
Daftar Observasi (
Observation Guide
)
Melakukan kegiatan pengamatan secara langs
ung tentang objek Praktik Kerja Lapangan
Mandiri (PKLM), yang bertujuan untuk mendapatk
an gambaran dari data yang diperlukan.
7
Universitas
Sumatera
Utara
3.
Daftar Dokumentasi (
Optional Guide
)
Pengumpulan data dengan m
elakukan studi d
okumentasi yaitu dengan cara membuat
daftar dokumentasi yang diperoleh
dari SAMSAT Pematangsiantar.
I.12
Sistematika Penulisan Laporan
Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Adapun yang menjadi sistematika penulisan
laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri
(PKLM) adalah :
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini menguraikan dan membahas
secara ringkas tentang Latar Belakang,
Tujuan dan Manfaat Penelitian, Rua
ng Lingkup, Metode Penelitian, Metode
Pengumpulan Data serta Sistematika Penulisan.
BAB II
GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PENELITIAN PRAKTIK KERJA
LAPANGAN MANDIRI (PKLM)
Pada bab ini menguraikan secara ringkas
berdirinya SAMSAT Pematangsiantar,
Struktur Organisasinya se
rta Struktur Pegawainya.
BAB III
GAMBARAN OBJEK PAJAK KENDARAAN BERMOTOR
Pada bab ini penulis akan menjelaskan tent
ang ketentuan, Objek dan Subjek
Pajak, Cara Penghitungannya, Pendaftaran
dan Penilaian, dan hal-hal lain yang
dilakukan selama masa Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).
8
Universitas
Sumatera
Utara
BAB IV
ANALISIS DAN EVALUASI DATA
Pada bab ini penulis akan
m
embandingkan penerapan teori yang ada dengan data
yang diperoleh di lapangan, yaitu dengan
Target Penerimaan Pajak Kendaraan
Bermotor serta berkala pada kantor SAMSAT Pematangsiantar.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan penutup dari bab-bab
sebelumnya yang berisi kesimpulan dan
saran mengenai objek Praktik Kerja Lapa
ngan Mandiri (PKLM) dan permasalahan
yang penulis hadapi selama pelaksanaan
Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Anda mungkin juga menyukai