NIDN: 0426108802
Disusun oleh:
Ernawati (2013122211)
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PAMULANG
2016
__________________________________________________________________
Sejak tahun 1948 berbagai undang-undang tentang pemerintahan daerah dan perimbangan
keuangan antara pusat dan daerah telah menempatkan pajak dan retribusi daerah sebagai
sumber penerimaan daerah, bahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 pajak dan
retribusi daerah dimasukkan menjadi pendapatan asli daerah.
Semangat otonomi daerah membawa reformasi pula dalam undang-undang pajak daerah,
maka pada tahun 2000 diberlakukan perubahan pertama dengan diberlakukannya Undang-
Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang lahir sebagai penyempurnaan terhadap Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 1997. Mengingat pajak daerah dan pajak pusat merupakan suatu sistem
perpajakan yang pada dasarnya sebagai beban yang dipikul oleh masyarakat, maka perlu
dijaga agar beban tersebut dapat memberikan keadilan dan diharapkan adanya perubahan
yang dapat saling melengkapi antara peraturan pajak pusat dan pajak daerah. Dalam
perkembangan penerapan undang-undang tersebut, pemerintah dan DPR merasa perlu pula
melakukan perubahan dan penyempurnaan tersebut seiring dengan perkembangan situasi
perekonomian secara makro serta perubahan kondisi sosial politik, yang ditandai dengan
semangat otonomi daerah yang semakin besar.
Dengan terbentuknya Kota Tangerang Selatan sebagai daerah otonom pada awal 2008 maka
Kota Tangerang Selatan perlu melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kemampuan
perekonomian salah satunya dengan pemungutan pajak daerah. Pajak daerah merupakan
sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintah
daerah dan pembangunan daerah. Salah satu pajak provinsi diantaranya adalah pajak
kendaraan bermotor. Pembayaran pajak kendaraan bermotor biasanya dilayani di samsat
masing-masing daerah/kota, untuk mempermudah wajib pajak dalam memenuhi kewajiban
membayar pajak kendaraan bermotor sesuai domisili kendaraannya. Besar kecilnya
penerimaan pajak kendaraan bermotor disuatu daerah menjadi tolak ukur keberhasilan daerah
dalam rangka pemenuhan pendapatan pajak daerahnya.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis ingin menelaah lebih dalam mengenai
penerimaan pajak kendaraan bermotor khususnya untuk Kota Tangerang Selatan dengan
mengajukan judul proposal “Pengaruh Pajak Kendaraan Bermotor Terhadap Pajak Daerah”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, berikut ini masalah-masalah yang teridentifikasi, antara
lain:
C. Pembatasan Masalah
Sehubungan dengan kompleksnya permasalahan yang ada dalam lingkup mengenai pajak
kendaraan bermotor, penulis membatasi permasalahan tentang Pengaruh Pajak Kendaraan
Bermotor Terhadap Pajak Daerah, yaitu:
1. Pengertian Judul
a. Pajak
Pajak adalah iuran wajib kepada kas negara yang dikenakan berdasarkan undang-undang
yang dapat dipaksakan, tetapi tidak mendapat jasa timbal balik secara langsung dan
digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
b. Kendaraan Bermotor
Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda dua atau lebih, beserta gandengannya
yang digunakan di semua jenis jalan darat dan digerakkan oleh peralatan teknik, berupa
motor atau peralatan lain yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu
menjadi tenaga, termasuk alat-alat berat dan besar yang operasinya menggunakan roda dan
motor dan tidak melekat secara permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air.
Pajak kendaraan bermotor adalah pajak atas kendaraan dan atau penguasaan kendaraan
bermotor.
d. Pajak Daerah
Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik pemerintah provinsi
maupun kabupaten yang berguna untuk membiayai pengeluaran dan penyelenggaraan
pembangunan daerah serta untuk menunjang penerimaan pendapatan asli daerah dan hasil
penerimaan tersebut masuk dalam APBD.
Penelitian dilaksanakan di Kantor Samsat Ciputat yang beralamat di Jalan R.E. Martadinata
No.10, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten. Penelitian dilaksanakan pada 1 Desember sampai
dengan 31 Desember 2015.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, maka
penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat dirumuskan tujuan penelitian, yaitu:
4. Manfaat Penelitian
Dari penulisan proposal ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik secara
langsung terkait dalam pembuatan makalah maupun yang membacanya. Adapun manfaat dari
penulisan proposal ini adalah:
a. Manfaat Teoritis
1) Bagi Penulis
2) Bagi Pembaca
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai landasan atau pangkal tolak bagi
penulisan dibidang yang sama di masa yang akan datang.
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi perpustakaan, serta
dapat dijadikan bahan perbandingan penelitian bagi peneliti yang memiliki objek penelitian
yang sama.
b. Manfaat Praktis
Dengan adanya makalah ini, penulis berharap dapat menjadi bahan informasi atau masukan,
untuk mengetahui persoalan pajak kendaraan bermotor sebagai pendapatan pajak daerah.
F. Kerangka Pemikiran
Kerangka berpikir menurut Sekaran (dalam Sugiyono, 2013:93) adalah “metode konseptual
tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai dengan berbagai faktor yang telah
diidentifikasi sebagai masalah yang penting.”
Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui tingkat efektifitas dan konstribusi penerimaan
pajak kendaraan bermotor, serta seberapa besar pengaruh penerimaan pajak kendaraan
bermotor terhadap pendapatan pajak daerah. Dari penelitian ini ada dua variabel, yaitu
variabel bebas atau variabel independen (X) yaitu Pajak Kendaraan Bermotor dan variabel
terikat atau variabel dependen (Y) yaitu Pajak Daerah.
G. Hipotesis
Dari berbagai pengertian diatas, maka penulis dapat mendefinisikan bahwa hipotesis adalah
sarana penelitian yang penting dimana hasil dari tinjauan pustaka dijabarkan dengan tepat
dugaan atau jawaban sementara tentang hasil penelitian antara dua atau lebih variabel yang
diungkapkan dalam pernyataan yang dapat diuji dengan harapan atau keterangan empiris
yang mungkin diperoleh.
Adapun dugaan sementara atau hipotesis atas proposal yang penulis buat adalah:
H0 : Pajak kendaraan bermotor tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pajak daerah.
H. Sistematika Penulisan
1. Sampul muka
2. Halaman Pengesahan
3. Halaman pernyataan
6. Kata pengantar
7. Daftar isi
8. Daftar tabel
9. Daftar gambar
Bab I : Pendahuluan
b. Identifikasi Masalah
c. Pembatasan Masalah
d. Perumusan Masalah
f. Kerangka Pemikiran
g. Hipotesis
h. Sistematika Penulisan
a. Jenis Penelitian
b. Model Penelitian
f. Operasionalisasi Variabel
1) Pengertian Pajak
Menurut Siahaan (2008:7), pajak adalah “pembayaran wajib yang dikenakan berdasarkan
undang-undang yang tidak dapat dihindari bagi yang berkewajiban dan bagi mereka yang
tidak mau membayar pajak dapat dikenakan paksaan.”
Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang
disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu,
tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat
dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara
kesejateraan secara umum.
Soemitro (dalam Waluyo, 2008:2) menyatakan bahwa pajak adalah “iuran kepada kas negara
berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal
(kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.”
Menurut Sukirno (2006:195), pajak adalah “pungutan yang dikenakan ke atas keuntungan
perusahaan, pendapatan individu dan nilai jual suatu barang termasuk barang yang diekspor
dan diimpor.”
Dari berbagai pengertian diatas, secara umum penulis mendefinisikan pajak adalah iuran
wajib kepada kas negara yang dikenakan berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan,
tetapi tidak mendapat jasa timbal balik secara langsung dan digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.
2) Fungsi Pajak
Terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi
regulared (pengatur).
Menurut Resmi (2011:3), pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya “salah satu sumber
penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan.”
Waluyo (2008:6) mengatakan bahwa pajak berfungsi sebagai “sumber dana yang
diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah.
Secara umum, penulis mendefinisikan pajak sebagai fungsi budgetair yaitu pajak yang
berfungsi sebagai salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran
pemerintah baik rutin maupun pembangunan. Sebagai contoh: dimasukkannya pajak dalam
APBN sebagai penerimaan dalam negeri.
Resmi (2011:3) berpendapat bahwa pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai
“alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan
ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.”
Waluyo (2008:6) mengatakan bahwa pajak berfungsi sebagai “alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi.”
Secara umum, penulis mendefinisikan pajak sebagai fungsi regularend (pengatur) yaitu alat
untuk mengatur dan melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi,
serta mencapai tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Sebagai contoh: dikenakannya pajak
yang lebih tinggi terhadap minuman keras, dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang
mewah.
3) Jenis Pajak
Terdapat berbagai jenis pajak, yang dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
1) Menurut Golongan
a. Pajak Langsung
Resmi (2011:7) mengatakan pajak langsung adalah “pajak yang harus dipikul atau
ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada
orang lain atau pihak lain.”
Menurut Waluyo (2008:12), pajak langsung adalah “pajak yang pembebanannya tidak dapat
dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak yang
bersangkutan.”
Dari berbagai pengertian diatas, maka penulis dapat mendefinisikan bahwa pajak langsung
adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat
dibebankan ataupun dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh), PPh
dibayar atau ditanggung oleh pihak lain tertentu yang memperoleh penghasilan tersebut.
Resmi (2011:7) mendefinisikan bahwa pajak tidak langsung adalah “pajak yang pada
akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga.”
Menurut Waluyo (2008:12), pajak tidak langsung adalah “pajak yang pembebananya dapat
dilimpahkan kepada pihak lain.”
Sukirno (2006:154) mengatakan bahwa pajak tidak langsung adalah “pajak yang bebannya
dapat dipindah-pindahkan kepada pihak lain.”
Dari berbagai pengertian diatas, maka penulis dapat mendefinisikan bahwa pajak tidak
langsung adalah pajak yang dapat dibebankan dan dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh:
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
2) Menurut Sifat
a. Pajak Subjektif
Menurut Resmi (2011:7), pajak subjektif adalah “pajak yang pengenaannya memerhatikan
keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang memerhatikan keadaan subjeknya.”
Waluyo (2008:12) mengatakan bahwa pajak subjektif adalah “pajak yang berpangkal atau
berdasarkan pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti
memerhatikan keadaan dari wajib pajak.”
Secara umum, penulis mendefinisikan bahwa pajak subjektif adalah pajak yang
pengenaannya berdasarkan subjeknya yaitu keadaan pribadi wajib pajak. Contoh: Pajak
Penghasilan (PPh) yang memerhatikan subjek pajak (wajib pajak) yaitu status perkawinan,
banyaknya anak, dan tanggungan lainnya).
b. Pajak Objektif
Pajak yang pengenaannya memerhatikan objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan,
atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa
memerhatikan keadaan pribadi subjek pajak (wajib pajak) maupun tempat tinggal.
Menurut Waluyo (2008:12), pajak objektif adalah “pajak yang berpangkal atau berdasarkan
pada objeknya, tanpa memerhatikan keadaan diri wajib pajak.”
Secara umum, penulis mendefinisikan bahwa pajak objektif adalah pajak yang pengenaannya
memerhatikan dan berdasarkan objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau
peristiwa dan tanpa memerhatikan keadaan diri wajib pajak baik maupun tempat tinggal.
Contoh: PPN, PPnBM, serta PBB.
Menurut Resmi (2011:8), pajak negara atau pajak pusat adalah “pajak yang dipungut oleh
pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya.”
Waluyo (2008:12) mengatakan bahwa pajak pusat adalah “pajak yang dipungut oleh
pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.”
Secara umum, penulis mendefinisikan bahwa pajak adalah pajak yang dipungut oleh
pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: PPh, PPN
dan PPnBM, PBB, serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). PBB dan
BPHTB menjadi pajak daerah mulai tahun 2011.
b. Pajak Daerah
Menurut Resmi (2011:8), pajak daerah adalah “pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
baik pemerintah tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak kabupaten/kota)
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing.”
Waluyo (2008:12) mengatakan bahwa pajak daerah adalah “pajak yang dipungut oleh
pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.”
Secara umum, penulis mendefinisikan bahwa pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh
pemerintah daerah baik pemerintah tingkat I maupun tingkat II dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga daerah masing-masing.
Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak tau seluruh penghasilan Wajib
Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam
maupun luar negeri.
b. Asas Sumber
Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang
bersumber di wilayahnya tanpa memerhatikan tempat tinggal wajib pajak.
c. Asas Kebangsaan
Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.
Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan yang dikemukaan Resmi
(2011:11), yaitu:
Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan
sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku.
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang wajib pajak untuk menentukan sendiri
jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan
perpajakna yang berlaku.
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakkan yang berlaku.
2. Pajak Daerah
Menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang pajak daerah (dalam Siahaan,
2008:10) sebagai berikut:
Pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang
pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-udangan yang berlaku, dan yang digunakan
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.
Kurniawan dan Purwanto (2004:47) berpendapat bahwa pajak daerah merupakan “pajak yang
dikelola oleh pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota yang berguna untuk
menunjang penerimaan pendapatan asli daerah dan hasil penerimaan tersebut masuk dalam
APBD.”
Menurut Resmi (2011:8), pajak daerah adalah “pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
baik pemerintah tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak kabupaten/kota)
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing.”
Secara umum, penulis mendefinisikan pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh
pemerintah daerah baik pemerintah provinsi maupun kabupaten yang berguna untuk
membiayai pengeluaran dan penyelenggaraan pembangunan daerah serta untuk menunjang
penerimaan pendapatan asli daerah dan hasil penerimaan tersebut masuk dalam APBD.
Pendapatan daerah bersumber dari tiga kelompok seperti yang dikemukakan oleh Siahaan
(2008:15), antara lain:
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu pendapatan yang diperoleh daerah dan
dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
meliputi:
a. Pajak Daerah.
b. Restribusi daerah, termasuk hasil dari pelayanan badan layanan umum (BLU) daerah.
c. Hasil pengelolaan kekayaan pisahkan, antara lain bagian laba dari BUMD, hasil sama
dengan pihak ketiga.
2. Dana Perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi.
Berdasarkan Undang-Undang No. 34 Tahun 2000, ditetapkan jenis pajak daerah yang
dikemukakan oleh Siahaan (2008:43), yaitu:
1) Pajak Provinsi
d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
2) Pajak Kabupaten/Kota
a. Pajak Hotel.
b. Pajak Restoran
c. Pajak Hiburan.
d. Pajak Reklame.
g. Pajak Parkir.
Kurniawan dan Purwanto (2004:115) mengemukakan ada beberapa ketentuan pajak yang
ditetapkan dalam peraturan daerah yakni, sebagai berikut :
c. Wilayah pemungutan
d. Masa pajak
e. Penetapan
b. Tata cara penghapusan piutang pajak yang kedaluwarsa. Ketentuan ini dibuat untuk
mengantisipasi adanya piutang pajak yang kedaluwarsa atau mungkin disebabkan oleh hal
lain, yang sudah tidak memungkinkan lagi untuk ditagih. Jadi, agar tidak menimbulkan
tunggakan, maka diatur bagaimana tata cara penghapusannya.
c. Asas timbal balik. Ketentuan ini dibuat sesuai dengan ketentuan umum dalam
perpajakan internasional, yakni pengurangan, keringanan atau pembebasan ajak dapat
diberikan kepada korps diplomatik dengan asas timbal balik. Maksud asas timbal balik yakni
bila suatu negara yang mempunyai hubungan diplomatik dengan Indonesia tidak melakukan
pungutan atau korps diplomatik, maka Indonesia sebagai negara mitra juga harus melakukan
hal yang sama.
b. Jika peraturan daerah bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, maka pemerintah dapat membatalkan peraturan
daerah tersebut.
d. Pembatalan dalam peraturan daerah dilakukan oleh pemerintah, paling lama 1 bulan
sejak diterimanya peraturan daerah. Penempatan jangka waktu 1 bulan tersebut dilakukan
dengan pertimbangan untuk mengurang dampak negative dari pembatalan peraturan daerah.
Sistem pemungutan pajak daerah atau sistem pemungutan daerah berdasarkan ketentuan
dalam pasal 7 UU Pajak Daerah yang menegaskan mekanismenya (dalam Kurniawan dan
Purwanto, 2004:126) sebagai berikut:
1. Pajak yang Terutang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah
Dalam mekanisme pertama, pajak dibayar oleh wajib pajak setelah ditetapkan oleh kepala
daerah melalui surat ketetapan pajak daerah atau dokumen lain yang disamakan dengan itu,
seperti karcis atau nota perhitungan. Mekanisme pertama tersebut dalam sistem pemungutan
pajak dikenal sabagai cara official assessment system, yakni sistem pemungutan pajakvuntuk
menentukan besarnya pajak terutang ditentukan oleh fiskus/aparat pajak. Wajib pajak bersifat
pasif menunggu surat ketetapan pajak dan fiskus.
Wajib pajak memenuhi kewajiban pajak yang dipungut dengan menggunakan surat ketetapan
pajak daerah atau dokumen yang disamakan dengan itu. Wajib pajak yang jumlah pajaknya
ditetapkan oleh kepala daerah, pembayarannya menggunakan surat ketetapan pajak daerah
atau dokumen yang disamakan yang ditetapkan oleh kepala daerah.
Dalam sebuah mekanisme kedua pajak dibayar sendiri oleh wajib pajak, wajib pajak
mendaftarkan diri, menghitung, memperhitungkan, membayar/menyetor, dan melaporkan
sendiri jumlah pajak yang terutang dengan surat pemberitahuan pajak daerah. Dalam sistem
pemungutan pajak, mekanisme ini dikenal sebagai cara self assessment system, dalam sistem
ini wajib pajak harus bersifat aktif dan fiskus bersifat pasif, yakni hanya melakukan
penyuluhan, pengawasan, dan pemeriksaan dalam rangka uji kepatuhan dalam laporan wajib
pajak atas jumlah pajak yang terutang. Wajib pajak yang memenuhi kewajiban pembayaran
pajak dengan cara membayar sendiri/menggunakan sistem self assessment, diwajibkan
melaporkan pajak yang terutang dengan menggunakan surat pemberitahuan pajak daerah.
Apabila dalam pelaksanaan pemungutan pajak ternyata wajib pajak yang diberi kepercayaan
untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang
terutang tidak memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan yang berlaku, maka atas dasar tersebut dapat diterbitkan surat ketetapan pajak
daerah kurang bayar dan atau surat ketetapan pajak daerah kurang bayar tambahan sebagai
sarana untuk melakukan penagihan pajak yang terutang.
Menurut Kurniawan dan Purwanto (2004:53), kendaraan bermotor adalah “semua kendaraan
beroda dua atau lebih, beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat dan
digerakkan oleh peralatan teknik, berupa motor atau peralatan lain yang berfungsi untuk
mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga.”
Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda
beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat dan digerakkan oleh
peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu
sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan,
termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan
motor dan tidak melekat secara permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air.
Secara umum, penulis mendefinisikan bahwa kendaraan bermotor adalah semua kendaraan
beroda dua atau lebih, beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat dan
digerakkan oleh peralatan teknik, berupa motor atau peralatan lain yang berfungsi untuk
mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga, termasuk alat-alat berat dan
besar yang operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen serta
kendaraan bermotor yang dioperasikan di air.
Menurut Kurniawan dan Purwanto (2004:54), pajak kendaraan bermotor adalah “pajak atas
kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor.”
Siahaan (2010:175) mendefinisikan bahwa pajak kendaraan bermotor adalah “pajak atas
kepemilikan dan atau penguasaan kendaraan bermotor.”
Secara umum, penulis mendefinisikan bahwa pajak kendaraan bermotor adalah pajak atas
kendaraan dan atau penguasaan kendaraan bermotor.
a. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 9 Tahun 2005 tentang Pajak
Kendaraan di Atas Air;
b. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 5 Tahun 2004 tentang Pajak
Kendaraan di Atas Air;
c. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 16 Tahun 2003 tentang Pajak
Kendaraan di Atas Air;
d. Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 5 Tahun 2000 tentang Pajak Alat Angkut di
Atas Air;
e. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 03 Tahun 2007 tentang Pajak
Kendaraan di Atas Air dan Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air;
f. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Barat Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pajak
Kendaraan di Atas Air dan Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air;
g. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 4 Tahun 2002 tentang Pajak
Kendaraan di Atas Air dan Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air;
5. Keputusan gubernur yang mengatur tentang PKB dan PKAA sebagai aturan
pelaksanaan Peraturan Daerah tentang PKB dan PKAA pada provinsi dimaksud.
Sebagaimana halnya pada poin 4 di atas, keputusan gubernur yang mengatur tentang PKB
dan PKAA dapat dibuat menyatu yaitu satu keputusan gubernur untuk PKB dan PKAA,
tetapi dapat juga dibuat secara terpisah yaitu Keputusan Gubernur tentang PKB dan
Keputusan Gubernur tentang PKAA.
Kurniawan dan Purwanto (2004:54) menegaskan bahwa objek kendaraan bermotor adalah
“kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor.”
Siahaan (2008:140) mengatakan bahwa yang termasuk dalam objek pajak kendaraan
bermotor adalah “kepemilikan dan atau penguasaan kendaraan bermotor yang digunakan di
semua jenis jalan darat, antara lain, di kawasan bandara, pelabuhan laut, perkebunan,
kehutanan, pertanian, pertambangan, industri, perdagangan, dan sarana olahraga dan
rekreasi.”
Menurut Siahaan (2010:180), objek pajak kendaraan bermotor adalah “kepemilikan dan atau
penguasaan kendaraaan bermotor.”
Secara umum, penulis mendefinisikan bahwa objek kendaraan bermotor adalah kepemilikan
dan atau penguasaan kendaraan bermotor yang digunakan di semua jenis jalan darat.
Siahaan (2010:181) mengemukakan bahwa pada pajak kendaraan bermotor, tidak semua
kepemilikan dan atau penguasaan kendaran bermotor dikenakan pajak. Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 3 ayat 3, dikecualikan dari pengertian kendaraan
bermotor yang kepemilikan dan penguasaan atasnya menjadi objek pajak PKB adalah:
a. Kereta api;
Beberapa alternatif objek pajak lainnya yang dikecualikan dari pengertian kendaraan
bermotor yang dapat ditetapkan dalam peraturan daerah seperti yang dikemukakan Siahaan
(2010:181), antara lain sebaga berikut:
d. Kepemilikan atau penguasaan kendaraan bermotor oleh turis asing yang berada
di daerah untuk jangka waktu 60 (enam puluh) hari.
Siahaan (2010) mengatakan bahwa pada PKB, subjek pajak adalah orang pribadi atau badan
yang memiliki dan atau menguasai kendaraan bermotor. Sementara itu, yang menjadi wajib
pajak adalah orang pribadi atau badan yang memiliki kendaraan bermotor. Jika wajib pajak
berupa badan, kewajiban perpajakannya diwakili oleh pengurus atau kuasa badan tersebut.
Dengan demikian, pada PKB subjek pajak sama dengan wajib pajak, yaitu orang pribadi atau
badan yang memiliki dan atau menguasai kendaraan bermotor.
Siahaan (2010) mengungkapkan bahwa dalam menjalankan kewajiban perpajakannya, wajib
pajak dapat diwakili oleh pihak tertentu yang diperkenalkan oleh undang-undang dan
peraturan daerah tentang PKB. Wakil wajib pajak bertanggung jawab secara pribadi dan atau
secara tanggung renteng atas pembayaran pajak terutang. Selain itu, wajib pajak dapat
menunjuk seorang kuasa dengan surat khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi
kewajiban perpajakannya.
Kurniawan dan Purwanto (2004:54) mengemukakan bahwa dasar pengenaan pajak kendaraan
bermotor dihitung sebagai perkalian dari dua unsur pokok berikut:
2. Bobot yang mencerminkan secara relatif kadar kerusakan jalan dan pencemaran
lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor.
Nilai Jualan Kendaraan Bermotor (NJKB) ditentukan berdasarkan harga pasaran umum atas
suatu kendaraan bermotor. Harga pasaran umum adalah harga rata-rata yang diperoleh dari
berbagai sumber daya yang akurat, antara lain agen tunggal pemegang merek (ATPM) dan
asosiasi penjual kendaraan bermotor. NJKB ditetapkan berdasarkan harga pasaran umum
pada minggu pertama bulan Desember tahun pajak sebelumnya. Siahaan (2010:183)
mengatakan bahwa dalam hal harga pasaran umum suatu kendaraan bermotor tidak diketahui,
NJKB dapat ditentukan berdasarkan sebagian atau seluruh faktor-faktor:
a. Harga kendaraan bermotor dengan isi silinder dan atau satuan tenaga yang sama;
Bobot mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan atau pencemaran lingkungan
akibat penggunaan kendaraan bermotor dinyatakan dalam koefisien sama dengan satu
dianggap dalam batas toleransi, apabila lebih besar dari satu dianggap melewati batas
toleransi. Siahaan (2010:182) mengemukakan bahwa bobot dihitung berdasarkan faktor-
faktor berikut ini:
a. Tekanan gandar, yang dibedakan atas dasar jumlah sumbu roda, dan berat
kendaraan bermotor;
b. Jenis bahan bakar kendaraan bermotor yang dibedakan, menurut solar, bensin,
gas, listrik, tenaga surya, atau jenis bahan bakar lainnya; dan
Kurniawan dan Purwanto (2004:99) memberikan contoh Perhitungan Dasar Pengenaan Pajak
Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor di Jawa Timur sebagai
berikut :
b. Untuk bobot kendaraan bermotor jenis mobil barang atau beban ditetapkan
sebesar 1,30.
c. Bobot kendaraan bermotor jenis alat-alat berat dan alat-alat besar serta kereta
gandeng ditetapkan sebasar 1,00.
Dasar pengenaan pajak kendaraan bermotor tersebut ditinjau kembali setiap tahun. Siahaan
(2008:145) mengemukakan bahwa tarif pajak kendaraan bermotor ditetapkan sebesar :
Berdasarkan pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan
pajak. Jadi, bila menggunakan indeks bobot yang ditetapkan, Kurniawan dan Purwanto
(2004:100) menyimpulkan rumus sebagai berikut:
Jika mobil bukan umum tersebut berupa mobil barang/beban maka bobot tidak 1,00 tetapi 1,3
sehingga rumus menjadi:
= 1% x (NJKB x 1,00)
Jika mobil bukan umum tersebut berupa mobil barang/beban maka bobot tidak 1,00 tetapi 1,3
sehingga rumus menjadi:
= 1% x (NJKB x 1,3)
Contoh Soal:
Diketahui pada tahun 2002 Menteri Dalam Negeri menetapkan bahwa NJKB mobil Mercedes
Benz C.180 automatic tahun pembuatan 2000 adalah sebesar Rp 290.000.000,00 dengan
bobot sebesar 1,00. Berapa PKB terutangnya?
= Rp. 4.350.000,00
Bagi Hasil Pajak dan Biaya Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang
dikemukakan oleh Siahaan (2010:203) sebagai berikut:
Hasil penerimaan PKB merupakan pendapatan daerah yang harus disetorkan seluruhnya ke
kas daerah provinsi. Hasil penerimaan PKB sebagian diperuntukkan bagi daerah
kabupaten/kota di wilayah provinsi tempat pemungutan PKB. Pembagian hasil penerimaan
PKB ditetapkan dalam peraturan daerah provinsi, dengan perimbangan adalah:
Dalam rangka pelaksanaan kegiatan pemungutan dan pengelolaan PKB, diberikan biaya
pemungutan sebesar lima persen dari hasil penerimaan pajak yang telah disetorkan ke kas
daerah provinsi. Sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 35 Tahun 2002
tentang Pedoman Alokasi Biaya Pemungutan Pajak Daerah ditetapkan alokasi biaya
pemungutan PKB terdiri dari:
Biaya pemungutan adalah biaya yang diberikan kepada aparat pelaksana pemungutan dan
aparat penunjang dalam rangka kegiatan pemungutan. Berbeda dengan PKB, alokasi biaya
pemungutan PKAA tidak ditentukan oleh Menteri Dalam Negeri, tetapi ditetapkan dengan
keputusan kepala daerah. Penggunaan biaya pemungutan pajak ditetapkan denga keputusan
gubernur dengan berpedoman kepada ketentuan yang berlaku.
J. Tim Peneliti
Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima
kasih kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan kesehatan hingga kami
mampu menyelesaikan penelitian ini.
2. Kedua orang tua kami yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan baik
moril maupun material hingga penelitian ini selesai disusun.
6. Bapak Angga Hidayat, Ph.D. selaku dosen mata kuliah Metodologi Penelitian.
7. Untuk Anisa Ulfah, Ernawati, Lia Rosalina, Sifa Fauziah dan Siti Setiyaningsih
selaku tim peneliti yang telah saling membantu dan menguatkan selama proses penelitian
berlangsung.
8. Untuk Afriana Agung Setiawan dan Hari Setia Pranata yang telah membantu
dan memberikan dukungan saat melakukan penelitian.
9. Semua pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
mendukung penyelesaian proposal ini.
K. Jadwal Kegiatan
Kegiatan penelitian akan dilakukan selama 3 bulan terhitung mulai November 2015 sampai
dengan Januari 2016. Tahapan dan waktu kegiatan penelitian akan diuraikan pada tabel
berikut ini:
L. Anggaran
Dana yang terpakai dalam penelitian skripsi ini sebesar Rp. 6.810.000 dengan rincian sebagai
berikut:
2. Biaya Operasional
5. Biaya Wisuda
Pedoman peliputan data yang digunakan dalam pembuatan proposal ini, dengan cara
wawancara. Hasan (2002:85) mengatakan bahwa wawancara adalah “teknik pengumpulan
data dengan mengajukan pertanyaan langsung oleh pewawancara kepada responden, dan
jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam.”
N. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan data yang bersifat assosiatif kuantitatif. Adapun
maksud dari penelitian assosiatif kuantitatif yang dikemukakan oleh Sugiyono (2012:36)
adalah “suatu rumusan masalah penelitian yang bersifat menanyakan hubungan antara dua
variabel atau lebih.”
Dari penelitian ini ada dua variabel, yaitu variabel bebas atau variabel independen (X) yaitu
Pajak Kendaraan Bermotor dan variabel terikat atau variabel dependen (Y) yaitu Pajak
Daerah.
2. Model Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan
gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena.
1) Populasi
Menurut Sugiyono (2011:80) populasi adalah “wilayah generalisasi yang terdiri atas
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.”
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wajib pajak kendaraan bermotor di Kota
Tangerang Selatan.
2) Sampel
Sampel menurut Sugiyono (2011:81) adalah “bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut.” Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari
semua yang ada populasi, misalnya karna keterbatasan dana, tenaga, dan waktu, maka
peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari
sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang
diambil dari populasi harus betul-betul refresentatif (mewakili).
Dalam penelitian ini, sampel yang diambil adalah data pajak kendaraan bermotor di kantor
Samsat Ciputat, Kota Tangerang Selatan.
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh landasan teoritis, yaitu memperoleh pengetahuan
secara teoritis dengan membaca buku-buku referensi dan karya tulis lainnya yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti yaitu pengaruh pajak kendaraan bermotor terhadap
pajak daerah, sehingga data tersebut dapat digunakan untuk mengadakan pendekatan teoritis
terhadap data yang diperoleh dari penelitian lapangan.
2) Studi Lapangan
Yaitu suatu penelitian yang dilakukan secara langsung di Samsat Ciputat, Kota Tangerang
Selatan yang menjadi objek penelitian untuk memperoleh data primer. Data primer diperoleh
melalui Interview (wawancara) yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara
mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung kepada pihak-pihak yang terkait dengan
objek penelitian.
Hasan (2002:89) menyatakan pengolahan data adalah “suatu proses dalam memperoleh data
ringkasan atau angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara atau rumus-rumus tertentu.”
1) Editing
Hasan (2002:89) mendefinisikan editing adalah “pengecekan atau pengoreksiaan data yang
telah dikumpulkan,karena kemungkinan data yang masuk (raw data) atau data terkumpul itu
tidak logis dan meragukan.”
2) Coding
3) Tabulasi
Setelah editing dan coding dalam proses pengolahan data selanjutnya tabulasi. Hasan
(2002:91) mengatakan bahwa tabulasi adalah “membuat tabel-tabel yang berisikan data yang
telah diberi kode, sesuai dengan analisis yang dibutuhkan.”
Statistik deskriktif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara
mendekripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa
bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.
a. Rata-rata
Rata-rata hitung (arithmetic mean) atau sering hanya disebut rata-rata, adalah suatu himpunan
data kuantitatif yang menjumlahkan seluruh data dibagi dengan banyaknya data yang ada.
b. Median
Median dari suatu himpunan data kuantitatif adalah angka tengah yang diperoleh apabila data
disusun dari nilai terendah hingga nilai tertinggi.
2) Statistik Inferensial
Statistik inferensial adalah teknik statistik yang digunakan untuk menganalisi data sampel
dan hasilnya diberlakukan untuk populasi.
6. Operasionalisasi Variabel
Menurut Sekaran (2014:115) variabel adalah “apa pun yang dapat membedakan atau
membawa variasi pada nilai.”
Dari penelitian ini ada dua variabel, yaitu variabel bebas atau variabel independen (X) yaitu
Pajak Kendaraan Bermotor dan variabel terikat atau variabel dependen (Y) yaitu Pajak
Daerah.
Daftar Pustaka
Kurniawan, Panca dan Purwanto, Agus. (2004). Pajak dan Retribusi Daerah di Indonesia.
Malang: Bayumedia Publishing.
Resmi, Siti. (2011). Perpajakan Teori dan Kasus Edisi 6 Buku 1. Jakarta: Salemba Empat.
Sekaran, Uma. (2014). Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.
Siahaan, Marihot P. (2008). Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Siahaan, Marihot P. (2010). Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Edisi Revisi. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sukirno, Sadono. (2006). Makroekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.