Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

TEORI BIAYA TRANSAKSI

Disusun Oleh :

Endang Fitri Br Manurung

(A1A120054)

Dosen Pengampu : Dra. Refnida, M.E


Mata Kuliah : Ekonomi Koperasi

UNIVERSITASJAMBI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKANEKONOMI
2020
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia yang telah dilimpahkan
kepada penulis sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini. Makalah
ini berisi tentang materi “Teori Biaya Transaksi” yang penulis tujukan sebagai nilai dari tugas
mata kuliah EkonomiKoperasi.

Dalam makalah ini, mengenai Teori Biaya Transaksi. Diharapkan agar pembaca dapat
menyaring poin-poin penting dari pembahasan, karena isi nya mengandung sesuatu yang
penting dalam perekonomian terutama dalam menjalankan suatu bisnis.

Semoga makalah yang penulis buat ini bisa bermanfaat dalam memahami konsep
Teori Biaya Transaksi dan menambah wawasan bagi pembaca, walaupun dalam makalah ini
masih terasa ada kekurangannya. Oleh karena itu, mohon kritik dan saran pembaca terutama
untuk dosen mata kuliah Ekonomi Koperasi untuk penyempurnaan. Akhir kalimat, semoga
Allah Swt. Senantiasa memberikan taufik dan hidayah kepada kita sekalian, Aamiin.

Jambi, November 2020

Penyusun

i
Daftar Isi

Hal

Kata Pengantar................................................................................................................... i
Daftar Isi.............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ........................................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ......................................................................................................................... 2

BAB 2 PEMBAHASAN..................................................................................................... 3
2.1 Pengertian Transaksi...................................................................................................... 3
2.2 Definisi Biaya Transaksi................................................................................................ 3
2.3 Perbedaan Biaya Transaksi dan Biaya Produksi............................................................ 4
2.4 Asumsi Perilaku dalam Analisis Biaya Transaksi........................................................... 5
2.5 Biaya Transaksi dan Efisiensi Ekonomi.......................................................................... 6
2.6 Determinan dan Variabel Biaya Transaksi..................................................................... 7
2.7 Penyebab Besaran Biaya Transaksi................................................................................. 8
2.8 Jenis Biaya Transaksi...................................................................................................... 11
2.9 Pengaruh Biaya Transaksi dalamKeuntunganBisnis ...................................................... 12
2.10 Kritik terhadap TeoriBiayaTransaksi ....................................................................... 13

BAB 3PENUTUP............................................................................................................... 17
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 17
B. Saran ............................................................................................................................. 18
DaftarPustaka. .................................................................................................................. 19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Dalam ilmu ekonomi kelembagaan ada satu alat analisis yang populer yaitu biaya
transaksi (transaction cost economics). Alat analisis ini sering digunakan untuk mengukur
efisien tidaknya desain kelembagaan. Semakin tinggi biaya transaksi dalam kegiatan ekonomi
(transaksi), maka tidak efisien kelembagaan yang didesain; begitu juga dengansebaliknya.
Meskipun alat analisis ini populer tetapi mengalami beberapa hambatan. Hambatan tersebut
ada dalam tiga level. Pertama, secara teoritis masih belum terungkap secara tepat definisi dari
biaya transaksi itu sendiri. Kedua, setiap kegiatan (transaksi) ekonomi selalu bersifat spesifik,
sehingga biaya transaksi juga berlaku secara khusus. Ketiga, meskipun definisi dan variabel
sudah dapat dirumuskan dengan baik dan jelas, masalah yang muncul adalah bagaimana
mengukurnya.

Kemunculan teori biaya transaksi paling tidak merupakan turunan dari adanya asumsi
mengenai sifat rasionalitas yang terbatas dalam diri individu dan pelaku ekonomi lainnya.
Dengan kata lain, karena rasionalitas manusia bersifat terbatas maka eksistensi dari biaya
transaksi selalu bersifat positif. Teori ekonomi biaya transaksi berusaha untuk menganalisis
organisasi dari perspektif manusia kontraktual (contractual man) yang didasarkan pada
asumsi rasionalitas terbatas dan potensi oportunisme dalam diri individu (Baudry dan
Chassagnon, 2010: 482).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa pengertian dari transaksi?
1.2.2 Apa definisi dari biaya transaksi?
1.2.3 Apa perbedaan antara biaya transaksi dan biaya produksi?
1.2.4 Bagaimana asumsi perilaku dalam analisis biaya transaksi?
1.2.5 Apa kaitan biaya transaksi dan efisiensi ekonomi?
1.2.6 Seperti apa determinan dan variabel biaya transaksi?
1.2.7 Apa penyebab dari besaran biaya transaksi?
1.2.8 Seperti apa jenis biaya transaksi?

1
1.2.9 Bagaimana pengaruh biaya transaksi dalam keuntungan bisnis?
1.2.10 Bagaimana kritik terhadap teori biaya transaksi?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk melengkapi tugas mata kuliah Ekonomi Koperasi,
1.3.2 Untuk menjelaskan pengertian daritransaksi,
1.3.3 Untuk menjelaskan definisi dari biayatransaksi,
1.3.4 Untuk menjelaskan perbedaan biaya transaksi dan biayaproduksi,
1.3.5 Untuk menjelaskan asumsi pelaku dalam analisis biayatransaksi,
1.3.6 Untuk menjelaskan biaya transaksi dan efisiensiekonomi,
1.3.7 Untuk menjelaskan determinan dan variabel biayatransaksi,
1.3.8 Untuk menjelaskan penyebab besaran biayatransaksi,
1.3.9 Untuk menjelaskan jenis biayatransaksi,
1.3.10 Untuk menjelaskan pengaruh biaya transaksi dalam keuntunganbisnis,
1.3.11 Untuk menjelaskan kritik terhadap teori biaya transaksi.

1.4 Manfaat
1.4.1 Dapat menambah wawasan mengenai biayatransaksi,
1.4.2 Bisa dijadikan referensi dalam memahami materi biayatransaksi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PengertianTransaksi

Transaksi yang berarti “To Transact” atau “to do business with negotiation”. Biaya
transaksi muncul karena terjadinya kegiatan ekonomi di antara aktor-aktor yang ada dalam
masyarakat.

Menurut Bromley (1989), ada dua jenis transaksi dalam masyarakat, yaitu transaksi
komoditas dan transaksi kelembagaan. Sebagian besar teori ekonomi terkait dengan
hubungan komoditas, yaitu mengenai pembelian dan penjualan barang dan jasa. Domain ini
disebut transaksi komoditas. Domain kedua adalah mengenai pengembangan keteraturan,
struktur, stabilitas, dan prediksi proses pasar yang teratur dimana komoditas bergerak.
Domain ini adalah domain mengenai transaksi atas aturan main yang disebut transaksi
kelembagaan (institusi).

Peran transaksi kelembagaan amat besar dalam menentukan transaksi komoditas berjalan
dengan efisien atau tidak, optimum atau tidak. Aransemen kelembagaan dalam hal ini
memberi corak transaksi kelembagaan dan komoditas yang terjadi. Institusi menentukan 1)
domain pilihan aktor-aktor ekonomi; 2) hubungan antar individu; dan 3) apa yang boleh dan
apa yang tidak.

2.2 Definisi Biaya Transaksi

Teori ekonomi kelembagan merupakan pemekaran dari teori biaya transaksi (transaction
costs) yang muncul akibat kegagalan pasar (Yeager, 1999:29-30). Seperti diketahui,
pandangan neoklasik menganggap pasar sistemnya sempurna tanpa ada biaya apa pun karena
pembeli memiliki informasi yang sempurna dan penjual saling berkompetisi sehingga
menghasilkan harga yang rendah. Tetapi faktanya adalah sebaliknya. Biaya transaksi
didefinisikan sebagai biaya-biaya untuk melakukan proses negosiasi, pengukuran, dan
pemaksaan pertukaran. Intinya, teori biaya transaksi menggunakan transaksi sebagai basis
unit analisis, sedangkan teori neoklasik memakai produk sebagai dasar unit analisis (Greif,
1998:3). Berikutnya, ada teori Coase (Coase Theorem) yang mengklarifikasi tentang biaya
transaksi dalam teori ekonomi neoklasik. Coase mendemonstrasikan bahwa inefesiensi dalam
ekonomi neoklasik terjadi bukan hanya karena struktur pasar yang tidak sempurna melainkan
adanya kehadiran secara implisit biaya transaksi.

3
Secara ringkas biaya transaksi adalah ongkos untuk melakukan negosiasi, mengukur, dan
memaksakan pertukaran (exchange). Sedangkan menurut Mburu (2002:42), biaya transaksi
dapat juga diartikan untuk memasukkan tiga kategori yang lebih luas, yaitu: (1) biaya
pencarian dan informasi; (2) biaya negosiasi (bargaining) dan keputusan atau mengeksekusi
kontrak; dan (3) biaya pengawasan (monitoring), pemaksaan, dan pemenuhan/pelaksanaan
(compliance). Secara lebih detail, proses negosiasi sendiri bisa sangat panjang dan memakan
banyak biaya. Seluruh pelaku pertukaran harus melakukan tawar-menawar antara satu dengan
lainnya. Kemudai pengukuran juga dapat sangat mahal, karena menyangkut keinginan untuk
mengetahui secara dalam mengenai barang dan jasa yang diperjualbelikan.

Secara spesifik, biaya transaksi pasar (market transaction costs) bisa dikelompokkan
secara lebih rinci sebagai:

1. Biaya menyiapkan kontrak (secara sempit bisa diartikan sebagai biaya


pencarian/ searching daninformasi)
2. Biaya mengeksekusi kontrak/concluding contracts (biaya negosiasi dan pengambilan
keputusan)
3. Biaya pengawasan (monitoring) dan pemaksaan kewajiban yang tertuang dalam
kontrak.

Selanjutnya, Williamson (1911), dan North dan Wallis (1994) menyampaikan perbedaan
dasar antara biaya proses produksi (juga bisa disebut biaya transformasi/transformation costs)
dan biaya transaksi. North dan Wallis (1994) memandang biaya transaksi sebagai ongkos
untuk lahan, tenaga kerja, kapital, dan keterampilan kewirausahaan (entreprenurship) yang
diperlukan untuk mentransfer hak-hak kepemilikan dari satu atau kelompok orang ke pihak
yang lain. Dengan kata lain, biaya transaksi muncul karena adanya transfer kepemilikan atau
lebih umum, hal-hak kepemilikan.

2.3 Perbedaan Biaya Transaksi dan BiayaProduksi

Masih banyak beberapa orang, yang menganggap kedua biaya itu sama. Secara definisi,
memang biaya merupakan sejumlah uang yang dikeluarkan untuk mendapatkan sesuatu.
Namun, tetap biaya transaksi berbeda jauh dengan biaya produksi.

Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh keuntungan lain atau
manfaat, baik di masa ini maupun di masa yang akan datang. Sedangkan biaya transaksi
adalah sejumlah uang yang dikeluarkan untuk menjalankan sistem ekonomi suatu badan
usaha. Sebenarnya belum ada definisi pasti mengenai biaya transaksi sendiri.

Lantas, mengapa dibandingkan dengan biaya produksi? Karena dengan melakukan


perbandingan tersebut maka Anda akan mengetahui secara jelas perbedaan dari kedua biaya
tersebut. Biaya produksi dikeluarkan dengan tujuan untuk menghasilkan barang dan jasa,

4
yang nantinya akan dijadikan penjualan oleh perusahaan. Contoh, biaya beli bahan baku,
biaya beli mesin, biaya marketing, dan sejenisnya.

Biaya transaksi dikeluarkan dengan tujuan mendukung kelancaran proses produksi.


Contohnya, biaya negosiasi, biaya mobilisasi untuk karyawan, biaya pelaksanaan, biaya
pengawasan, dan sejenisnya. Jadi tidak ada hubungan langsung dengan produk yang akan
dijual, tetapi tetap dibutuhkan untuk kelancaran proses jual beli.

Teorinya, semakin tinggi biaya transaksi, maka semakin tidak efisien badan usaha
tersebut. Ini berbanding terbalik dengan teori dari biaya produksi. Semakin tinggi biaya
produksi, maka akan disertai semakin tingginya angka penjualan dan laba. Tingkatan biaya
transaksi sebenarnya dapat diatur sedemikian rupa oleh perusahaan. Sedangkan tingkatan
biaya produksi dipengaruhi oleh permintaan pasar.

Berikut 4 sebab terjadinya penyimpangan biaya transaksi:

1. Penyimpangan atas lemahnya jaminan suatu hakkepemilikan.


2. Penyimpangan pengukuran atau tugas-tugas yang dinilai kompleks dan memiliki
prinsip yangbermacam-macam.
3. Penyimpanganintertemporal.
4. Penyimpangan yang timbul karena adanya kelemahan dalam kebijakan badanusaha.

2.4 Asumsi Perilaku dalam Analisis BiayaTransaksi

Dua asumsi perilaku dimana analisis biaya transaksi beroperasi dan tanpa asumsi ini studi
tentang organisasi ekonomi bakal tidak terarah adalah rasionalitas terbatas (bounded
rationality) dan perilaku oportunis (opportunistic), yang secara umum termanifestasikan
dalam wujud menghindari kerugian (adverse selection), penyimpangan moral (moral hazard),
penipuan, dan bentuk-bentuk perilaku strategis lain untuk menjelaskan pilihan sistem kontrak
dan struktur kepemilikan perusahaan. Bounded rationality sendiri merujuk kepada tingkat dan
batas kesanggupan individu untuk menerima, menyimpan, mencari kembali, dan memproses
informasi tanpa kesalahan. Konsep bounded rationality ini didasarkan pada dua prinsip yaitu,
individu atau kelompok yang memiliki batas-batas kemampuan akibat terbatasnya informasi
dan kemampuan untuk memproses. Kemudian tidak mungkin semua negara di dunia dan
semua hubungan sebab akibat yang relevan dapat diidentifikasi dengan bersandarkan kepada
kejadian sebelumnya.

Perilaku oportunistik adalah upaya untuk mendapatkan keuntungan melalui praktik yang
tidak jujur dalam kegiatan transaksi. Namun, laba yang didapat dari keuntungan yang bersifat
keunggulan produktif (misalnya, lokasi yang unik atau keterampilan yang berbeda) tidak
dianggap sebagai sikap oportunistis (Williamson, 1973:317). Menurut Williamson trade-
off akan selalu terjadi dan hal itu tergantung pada besarnya biaya transaksi. Untuk

5
memudahkan atau menyulitkan pembuatan kontrak tersebut, bentuk-bentuk kontrak biasanya
ditentukan oleh tingkat dan sifat biaya transaksi yang eksistensinya dipengaruhi oleh
keberadaan informasi yang tidak sempurna (yang implisit selalu ada dalam proses transaksi).
Dengan cara pandang ini, inti dari ekonomi biaya transaksi tidak lain adalah biaya-biaya yang
muncul berkenaan dengan informasi.

2.5 Biaya Transaksi dan EfisiensiEkonomi

North berargumen bahwa dalam komunitas pedesaan di negara yang sedang berkembang,
biaya transaksi biasanya rendah. Hal ini bisa terjadi karena kedekatan hubungan dalam
komunitas sehingga informasi tentang aktivitas-aktivitas dalam komunitas (keluarga,
tetangga) individu tersedia secara luas dan bebas. Selanjutnya, bila biaya transaksi terlalu
tinggi, maka perdagangan tidak akan terjadi dan ekonomi akan stagnan. Oleh karena itu,
tantangan pembangunan ekonomi adalah untuk mengurangi biaya transaksi pada saat
melakukan perdagangan yang semakin kompleks. Ini akan tercapai bila desain pembangunan
kelembagaan yang dibuat memang mendukung kegiatan perdagangan, yakni dengan
penyediaan informasi, melindungi hak kepemilikan, dan menyiapkan mekanisme yang efektif
untuk menegakkan kesepakatan.

Besaran biaya transaksi juga bisa terjadi karena adanya penyimpangan dalam wujud: (i)
penyimpangan atas lemahnya jaminan hak kepemilikan; (ii) penyimpangan pengukuran atas
tugas yang kompleks (multiple task) dan prinsip yang beragam; (iii) penyimpangan yang
intertemporal, muncul karena kelemahan dalam kebijakan kelembagaan, yang berhubungan
dalam pembangunan dan reformasi ekonomi; (iv) penyimpangan yang muncul karena
kelemahan dalam kebijakan kelembagaan yang berhubungan dengan pembangunan dan
reformasi ekonomi dan (v) kelemahan integritas (probity), yang dirujuk oleh James Wilson
sebagai „sovereign transactions‟. Jadi akar dari seluruh masalah ini adalah informasi yang
kurang sempurna.

Relatif pentingnya perbedaan biaya yang diasosiasikan dengan transaksi tergantung dari
sifat transaksi tersebut. Williamson mengompilasi tiga sifat utama dari transaksi, yaitu
frekuensi, ketidakpastian, dan spesifisitas aset. Poulton et. Al (1998:14-15) selanjutnya
menjelaskan sifat-sifat itu dalam penjelasan berikut:

1. Derajat ketidakpastian inklusif dalam setiaptransaksi


2. Frekuensi transaksi. Transaksi pertanian cenderung bersifat musiman. Jumlah penjualan
produksi yang dilakukan oleh pemilik lahan kecil dalam suatu musim akan tergantung
pada kapasitas penyimpanan dalampertanian.
3. Sejauh mana spek ini melibatkan satu atau kedua pihak yang melakukan kontrak dalam
investasi aset-asetspesifik.

Istilah „kurangnya/keterbatasan informasi‟ diperkenalkan oleh Williamson untuk mengkap

6
semua aspek informasi yang terbatas dan asimetris. Istilah ini paralel dan dekat dengan karya
Stiglitz dan yang lain dalam pendekatan ekonomi informasi, di mana konsep yang
berhubungan dipecah ke dalam tiga spek yang berbeda: (1) keuntungan informasi prakontrak
hanya kepada salah satu pihak; (2) nonobservability tindakan agen (moral hazards,
mendorong kepada munculnya biaya pengawasan atau skema insentif); dan
(3) nonveriability informasi ke orang luar (mendorong kepada munculnya biaya auditing atau
biaya karena misinterpretasi ketika audit terlalu mahal).

2.6 Determinan dan Variabel BiayaTransaksi

Isu utama dalam biaya transaksi adalah pengukuran. Berbagai studi empiris telah
dilakukan seperti melakukan pengukuran langsung dan memperkirakan biaya transaksi
dengan menggunakan pasar keuangan yang terorganisasi. Sebaliknya, Williamson
menggunakan metode pengukuran secara tidak langsung. Dia memfokuskan pada hubungan
khusus antara invetasi spesifik sebagai pengukuran biaya transaksi. Ide utamanya adalah
bahwa sifat struktur kelembagaan sangat memengaruhi level biaya transaksi. Dari studi-studi
tersebut, deskripsi yang bisa dirasakan adalah bahwa pengukuran biaya transaksi merupakan
masalah pelik sehingga diperlukan pemahaman yang sama mengenai definisi, determinan,
dan variabel yang seragam dari biaya transaksi.

Sekarang kita akan mengidentifikasi faktor-faktor yang menentukan biaya transaksi.


Seperti diungkapkan oleh Zhang (2000:288), faktor-faktor yang memengaruhi besarnya biaya
transaksi pada umumnya bisa dikelompokkan dalam tiga hal berikut:

1. What: the identity of bundle of rights. Hak-hak (atau komoditas) memiliki banyak
atribut yang nilai, pengukuran, kebijakan dan pemaksaannya beragam dari satu jenis
dengan tipe yanglain.
2. Who: to identity of agents involved in the exchanges. Ini erat dengan faktor-faktor
manusia yang muncul dalam asumsinya Williamson (1975), yakni kemampuan manusia
untuk menerima, menyimpan, mencari, memproses informasi, dan batas-batas bahasa
dalam penyampaian pengetahuan kepada orang lain, oportunisme, dan
terjepitnya/kurangnyainformasi
3. How: the instructions, technical and social, governing the exchange and how to
organize the exchanges. Dalam hal ini, pasar diandaikan sebagai kelembagaan untuk
memfasilitasi proses pertukaran dan perusahaan/firms (atau keluarga) juga dapat
dianggap sebagai kelembagaan yang dapat memfasilitasi pertukaran yang saling
menguntungkan.

Bagaimanakah konsep biaya transaksi yang sedemikian kompleks tersebut bisa diderivasi
dalam bentuk variabel-variabel yang mudah untuk diukur? Collins dan Fabozzi menjelaskan
jawaban atas pertanyaan tersebut melalui formulasi biaya transaksi sebagai berikut:

7
 Biaya Transaksi= biaya tetap + biayavariabel
 Biaya Tetap= komisi + transfer fees +pajak
 Biaya Variabel= biaya eksekusi + biayaoportunitas
 Biaya Eksekusi= price impact + market timingcosts
 Biaya Oportunitas= hasil yang diinginkan – pendapatan aktual – biaya eksekusi – biaya
tetap

Sebagai penjelasan, yang dimaksud dengan biaya oportunitas adalah perbedaan antara
kinerja investasi aktual (actual investment) dan kinerja investasi yang diharapkan,
disesuaikan (adjusted) dengan biaya tetap dan biaya eksekusi. Sedangkan biaya eksekusi
sendiri adalah ongkos yang muncul akibat permintaan eksekusi yang cepat, yang sebetulnya
hal ini merefleksikan dua hal penting: kebutuhan adanya likuiditas dan kegiatanperdagangan.

Sedangkan dalam bentuk yang lain, UNDP (2000:15) mengidentifikasi biaya transaksi
dalam tiga komponen. Pertama, biaya administrasi (administrative costs). Biaya ini muncul
dari input sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan tmnsaksi, antara lain biaya
kegiatan administratif (administrative overheads) dan staf. Kedua, biaya tidak langsung
(indirect costs), yakni biaya yang muncul sebagai dampak dari mekanisme pemesanan
(delivery mechanism) bagi pencapaian tujuan kegiatan. Ketiga, biaya oportunitas
(opportunity costs), yaitu keuntungan yang hilang (benefit forgone) dari aplikasi-aplikasi
alternatif sumber daya yang dikonsumsi dalam proses transaksi. Komponen biaya yang
disusun seperti ini lebih fleksibel untuk diterapkan karena cakupan yang digunakan sengaja
diperluas. Kategorisasi ini cocok apabila diterapkan untuk menilai atau mengukur besaran-
besaran makro dalam perekonomian.

2.7 Penyebab Besaran BiayaTransaksi

Agar kegiatan ekonomi terus berlanjut dan dalam jangkauan yang lebih luas, masyarakat
harus berdagang/bertransaksi dengan orang lain diluar komunitasnya. Semakin kompleks dan
impersional jaringan perdagangan, kian tinggi biaya transaksi yang muncul. Selanjutnya, jika
biaya transaksi terlalu tinggi, maka perdagangan tidak akan terjadi dan ekonomi menjadi
stagnan. Oleh karena itu tantangan pembangunan ekonomi adalah untuk mengurangi biaya
transaksi pada saat melakukan perdagangan yang semakin kompleks. Ini akan tercapai bila
desain pembangunan kelembagaan yang dibuat memang mendukung kegiatan perdagangan,
yakni melalui penyediaan informasi,melindungi hak kepemilikan, dan menyiapkan
mekanisme yang efektif. Besaran biaya transaksi dapat terjadi karena adanya penyimpangan
dalam wujud:

1. Penyimpangan atas lemahnya jaminan hakkepemilikan


2. Penyimpangan pengukuran atas tugas yang kompleks (multiple-task) dan prinsp yang
beragam

8
3. Penyimpangan intertemporal, yang dapat berbentuk kontrak yang timpang,responsivitas
waktu nyata(real time), ketersembunyian informasi yang panjang, penyalahgunaan
strategis
4. Penyimpangan yang muncul karena kelemahan dalam kebijakan kelembagaan yang
berhubungan dengan pembangunan dan reformasiekonomi
5. Kelemahan integritas (James Wilson 1989)

Jadi, akar dari seluruh masalah ini adalah informasi yang kurang sempurna. Sebagai salah
satu cabang dari ekonomi kelembagaan baru, teori ekonomi biaya transaksi juga tidak lepas
dari penggunaan asumsi perilaku rasionalitas terbatas. Dalam karyanya yang berjudul
“Markets and Hierarchies: Analysis and Antitrust Implications”, Williamson (1975)
menggunakan konsep rasionalitas terbatas sebagai bukti bahwa manusia sesungguhnya
memiliki kemampuan yang tidak sempurna dalam memproses sejumlah informasi. Sebagai
konsekuensi dari hal tersebut manusia tak jarang mengambil keputusan yang tidak tepat
bahkan membuat keputusan berdasarkan penggunaan informasi yang keliru. Hal ini akhirnya
berujung pada terjadinya peningkatan biaya transaksi (Todeva, 2010: 758).

Williamson menghubungkan antara konsep rasionalitas terbatas dengan faktor


kompleksitas (complexity) dan ketidakpastian (uncertainty) (Pessali, 2006: 51). Kompleksitas
berkaitan dengan kesulitan individu dalam mengelola informasi yang mereka miliki.
Sedangkan ketidakpastian muncul sebagai akibat dari terbatasnya akurasi kesimpulan dan
keberadaan informasi yang tidak sempurna. Dalam hal ini tak ada satu pihak pun yang dapat
memastikan bahwa kontrak dapat berjalan sesuai dengan apa yangdiharapkan.

Dalam literatur teori ekonomi biaya transaksi, oportunisme ditenggarai sebagai salah satu
determinan yang menyebabkan timbulnya biaya transaksi (Duran dan McNutt, 2010: 756).
Williamson (dalam Pessali, 2006: 54) mendefinisikan oportunisme sebagai upaya untuk
memperoleh keuntungan individu dengan cara yang tidak jujur atau dengan jalan
menghilangkan keterusterangan dalam transaksi. Dengan kata lain, oportunisme adalah
sebuah upaya untuk mendapat keuntungan dengan cara-cara yang tidakpantas.

Semakin tinggi peluang bagi munculnya perilaku oportunistik maka semakin besar pula
biaya transaksi yang timbul (Cordes et.al, 2011: 12). Peningkatan biaya transaksi tersebut
disebabkan oleh adanya kebutuhan untuk meningkatkan upaya koordinasi serta peningkatan
biaya pemenuhan (compliance cost) yang kesemuanya itu akan menyebakan
membengkaknya biaya untuk negosiasi (negotiating), penyusunan draft (drafting),
pengawasan (monitoring), usaha perlindungan (safeguarding), dan pemaksaan kesatuan
kontrak (enforcing contingent contracts).

Kaitan antara oportunisme dengan kemunculan biaya transaksi juga dapat ditelusuri dari
segi ketidaksempurnaan kontrak (incomplete contract). Pada dasarnya tak satupun dari aturan
kontrak yang sempurna secara mutlak. Sebab kemampuan rasional manusia juga bersifat
terbatas (Pessali, 2006: 53). Selain itu ketidaksempurnaan kontrak juga disebabkan oleh
adanya ketidakpastian (uncertainty) yang diakibatkan oleh adanya ketidaksempurnaan

9
informasi serta kesulitan dalam hal pengukuran (assesment). Meskipun demikian keberadaan
kontrak tetap menjadi relevan karena ia menyediakan payung bagi banyak pihak yang ingin
terlibat dalam aktivitas transaksi. Disamping itu, kontrak juga tetap relevan karena ia
membuka kemungkinan bagi upaya perbaikan secara terus menerus. Upaya perbaikan aturan
kontrak pada akhirnya menyebabkan timbulnya biaya transaksi. Sebab upaya perbaikan
meniscayakan timbulnya biaya negosiasi (negotiating cost), pengontrolan (monitoring cost),
dan pemaksaan (enforcing cost) dari kesepakatan aturan kontrak baru yang ingin dibuat.

Williamson (dalam Duran dan McNutt, 2010: 759) mengasumsikan bahwa individu, pada
situasi dimana ketidaksetaraan informasi (asymmetric information) terjadi, berpotensi untuk
berperilaku oportunistik, dimana mereka menggunakan informasi yang dimiliki untuk
memenuhi ambisi pribadi dalam sebuah situasi transaksi ekonomi. Ia juga membagi perilaku
oportunistik ke dalam dua sifat, yakni: pertama, ex ante opportunism; dan, kedua, ex post
opportunism. Yang dimaksud dengan ex ante opportunism ialah perilaku oportunistik yang
timbul manakala salah satu pihak yang terlibat dalam transaksi hanya memiliki informasi
yang terbatas mengenai objek transaksi. Ex ante opportunism muncul sepanjang periode
negosiasi kontrak dimana pihak yang memiliki jumlah informasi lebih banyak bisa
menggunakannya untuk mengeruk keuntungan dengan cara-cara yang tidak sehat. Meskipun
demikian hal ini dapat diatasi setelah transaksi menjadi lengkap. Sedangkan ex post
opportunism merupakan situasi dimana salah satu pihak menguasai informasi lebih banyak
dibandingkan dengan pihak lain dimana potensi terjadinya moral hazard tak dapat di`tasi
sekalipun saat transaksi telah terjadi. Ex post opportunism timbul setelah kesepakatan kontrak
dibuat dalam bentuk pengingkaran atau ketidakpatuhan terhadap isi kesepakatan kontrak
yang sudah sama-sama disetujui. Ex post opportunism juga mungkin timbul dalam situasi
dimana salah satu pihak mengambil keuntungan dari kerentanan (vulnerability) pihak lain
yang dilakukan semata-mata untuk meningkatkanprofitabilitasnya.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa informasi yang asimetris (asymmetric
information) merupakan pemicu dari timbulnya perilaku oportunistik, dimana hal tersebut
berujung pada timbulnya biaya transaksi. Selain daripada itu, penjelasan di atas juga
menyiratkan bahwa informasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya
daya kekuatan (power) pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi. Hubungan antara berbagai
pihak yang terlibat dalam transaksi ini, yang memiliki kadar pengetahuan informasi berbeda-
beda, pada akhirnya membentuk sebuah pola relasi kekuasaan dalam sebuah skema transaksi.

Williamson menggunakan istilah “Keterbatasan Rasionalitas” untuk menggambarkan fakta


bahwa manusia memiliki keterbatasan informasi dan keterbatasan kemampuan untuk
memproses informasi tersebut. Keterbatasan atau bahkan tidak tersedianya informasi
mengenai:

1. PeluangPasar
2. Perkembangan masa depan dari variabel-variabel penting (produk, permintaan,
teknologi)
3. Tanggapan manusia pada kejadian-kejadian yang akan datang.
10
Karena pikiran manusia tidak mampu untuk menggunakan seluruh informasi yang secara
teoritis tersedia baginya, maka mengambil keputusan dan bertindak di dalam ketidakpastian
adalah suatu hal yang normal, namun memiliki konsekuensi yang cukup mendasar, yang
tidak cukup direfleksikan dalam pemikiran ekonomi standar. Semakin besar ketidakpastian
maka akan semakin tinggi biaya transaksi.

2.8 Jenis BiayaTransaksi

Sebelum menjelaskan lebih lanjut jenis dari biaya transaksi, saya akan berikan contoh
kasus terlebih dahulu untuk mempermudah mengerti.

Misalkan, Anda akan membuka usaha mie ayam pangsit. Lokasi sudah ada, hanya tinggal
menjalankan. Tentunya sebagai wirausaha, Anda tidak langsung berjualan. Anda harus
mengamati dahulu lokasi jualan Anda seperti apa dan selera konsumen atau target pasar.
Untuk mendapatkan informasi tersebut, maka pasti akan ada biaya yang dikeluarkan.

Untuk menuju ke lokasi ada biaya transportasi dan untuk mendapatkan resep mie ayam
yang sesuai dengan target pasar tentu harus melakukan trial and error, hingga mendapatkan
rasa yang pas. Kemudian karena tidak ingin mengganggu tetangga sekitar, maka Anda juga
menyewa orang untuk menjadi juru parkir.

Saat grand opening, ternyata rumah makan Anda dikenakan biaya keamanan oleh aparat
setempat. Untuk lebih meyakinkan masyarakat, maka Anda memutuskan mengurus sertifikat
halal.

Dari contoh kasus di atas, maka yang masuk dalam biaya transaksi adalah

1. Biaya mobilisasi saat tinjauan kelokasi.


2. Biaya trial and error resep mie ayampangsit.
3. Biaya keamanan aparatsetempat.
4. Biaya mengurus sertifikat pernyataanhalal.

Biaya tersebut tidak berhubungan secara langsung dengan proses produksi, termasuk biaya
trial and error resep mie ayam sekalipun. Hal ini karena pangsit mie ayam tersebut murni
untuk di coba saja, bukan untuk dijual dan mendatangkan laba. Maka hal-hal yang masuk
dalam biaya transaksi adalah

1. Biaya organisasi tenagakerja


2. Biaya pengelolaaninformasi
3. Biaya koordinasi supplier(komunikasi)
4. Biaya penarikan pelanggan (marketing danpromosi)
5. Biaya mengelola distributor(komunikasi)

11
6. Biaya mobilisasi (untuk pelanggan, pekerja, pemegang saham danlain-lain)
7. Biaya pajak (bulanan dantahunan)
8. Fee (keamanan, listrik, air, dan telepon)
9. Biaya research and development
10. Biaya audit laporankeuangan
11. Biaya administrasilainnya

Biaya-biaya tersebut harus dikelola dengan benar, agar tidak meningkat setiap periode
nya. Semakin tinggi biaya transaksi, maka akan semakin berkurang laba perusahaan. Selain
itu, kinerja perusahaan akan dianggap tidak efisien dan efektif, karena seharusnya biaya
transaksi di atas bisa ditekan serendah mungkin.

Memang biaya seperti pajak ataupun biaya audit laporan keuangan akan menjadi stagnan,
karena merupakan kebutuhan yang wajib bagi badan usaha. Biaya transaksi seperti biaya
marketing dan promosi, serta mobilisasi bisa diusahakan untuk dikurangi.

2.9 Pengaruh Biaya Transaksi dalam KeuntunganBisnis

Biaya transaksi berhubungan dengan keuangan perusahaan, tentunya besaran biaya


tersebut akan mempengaruhi laba dalam laporan keuangan. Logikanya, biaya dibayar dengan
kas perusahaan. Lalu, apa pengaruhnya dalam keuntungan bisnis?

Menurut Chang (2000:288), ada 3 faktor yang mempengaruhi besaran nilai biaya transaksi
, yaitu:

1. Apa (what: the identity of bundle of rights) adalah hak-hak dalam memilikinilai.
2. Siapa (who: to indentity of agents involved in the exchanges) adalah kemampuan atau
batasan manusia dalam mengelola informasi, termasuk di dalamnya bila kekurangan
informasi.
3. Bagaimana (how: the institutions, technical and social, governing the exchange how to
organize the exchanges) adalah pasar sebagai kelembagaan yang memfasilitasi proses
pertukaran.

Dari ketiga teori diatas dapat disimpulkan bahwa sebenarnya biaya transaksi penting untuk
keberlangsungan bisnis, meskipun tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.
Biaya ini menyokong adanya kelancaran penjualan barang dan jasa. Jika dipertanyakan
apakah biaya transaksi menguntungkan atau tidak bagi perusahaan, jawabannya tergantung
pada dampak yang ditimbulkan berdasarkan tingkat efisiensinya.

Sehingga pengaruhnya dalam keuntungan bisnis adalah, dapat membantu penjualan


barang atau jasa yang dihasilkan perusahaan. Biaya transaksi menyokong kuantitas dalam
proses produksi. Misalkan saja biaya transaksi berupa biaya promosi. Jika tidak ada promosi,

12
maka masyarakat tidak akan mengenal brand atau merk produk tersebut. Begitu pula dengan
biaya transaksi berupa pajak. Tidak mungkin perusahaan menghindari biaya pajak. Bila tidak
dibayar, tentunya kegiatan operasional tidak akan berlanjut, dan ini akan merugikan badan
usaha. Pemerintah akan memaksa untuk memberhentikan kegiatan mereka, sehingga tidak
ada lagi penjualan.

Jadi, untuk membuat dan merancang agar biaya transaksi dapat menguntungkan dapat
dilakukan cara-cara seperti berikut ini:

1. Buat anggaran setiap periode, jadikan anggaran realitas pada periode sebelumnya
sebagai dasar penyusunan anggaran periode kedepannya.
2. Lakukan meeting dengan pihak internal terkait. Misalkan para manajer per divisi,
akuntan, danlainnya.
3. Minta para manajer untuk mendengarkan masukan dari para karyawannya, karena
mereka lah yang langsung menghadapi realita pekerjaannya. Bertanyalah apakah biaya
transaksi yang di anggarkan sudah sesuai atau perlu perbaikan.

2.10 Kritik terhadap Teori BiayaTransaksi

Kritik terhadap teori teori biaya transaksi dilakukan oleh Robbins (1987), Perrow (1986),
Donaldson (1985, 1990), Arrow (1985), Chalmers (1982), Drucker (1995), McCloskey
(1983), Agryris (1964), Schein (1972), Eisenhardt (1989), Anderson dan Tollison (1982),
Kosnik dan Batenhansen (1988), Barney (1990), Jones (1987), Hill (1990), Chanon (1978),
Berle dan Means (1932), Stigler dan Friedland (1983), Coase (1991).

Secara umum kritik terhadap teori ekonomi organisasi ditujukan pada idiologi teori biaya
transaksi yang sangat materialistis. Donaldson (1995), mengatakan hal ini sebagai idiologi
yang memuji setinggi langit lembaga kepemilikan swasta tanpa memperhatikan hak asasi
manusia (human rights) dan hak cipta (property rights). Kesalahan umum yang dilakukan
oleh positivis teori ekonomi organisasional adalah pendekatannya yang parsial dimana
berbagai aspek dalam manajemen diabaikan. Barney (1990), menyimpulkannya sebagai
tindakan simplifikasi terhadap teori manajemen.

Teori ini bercuriga terhadap para manajer dan pendidikan manajemen yang
mengasumsikan bahwa pendidikan menolong organisasi lewat proses pengajaran dan
penilitian agar pekerjaan organisasi menjadi lebih efektif. Bagi para manajer axioma dalam
teori ini sangat menyerang integritas dan idealisme mereka tentang organisasi sebagai tempat
untuk bekerja dalam suatu masa yang panjang dan bekerja keras untuk organisasi mereka,
untuk sebuah komunitas yang lebih besar, termasuk kepada para pemilik organisasi.

Terhadap para akademisi hal yang sama terjadi pula. Asumsi teori ini mengabaikan
keyakinan mereka tentang penanaman kebenaran kepada peserta didik khususnya para calon

13
manajer lewat proses pengajaran dan penilitian. Jadi teori ini tidak memiliki nilai positif
terhadap para manajer, manajemen dan bahkan akademisi.

Robbins (1987), melihat teori ini selalu menggeneralisir dan melakukan deduksi secara
umum terhadap perilaku perusahaan secara individual. Argumen Robbins menyatakan bahwa
teori biaya transaksi tidak bisa mengkonstruksi hubungan kausal yang menjadi sebuah
pernyataan umum, karena hal ini akan mengurangi kepercayaan manajer terhadap institusi,
terhadap apresiasi perilaku ekonomi yang diyakini dalam struktur yang spesifik.

Transaksi dalam pasar secara alamiah melibatkan transaksi organisasi secara hirarkis,
dimana semua pihak dalam organisasi dilibatkan dalam proses tersebut. Secara alamiah
organisasi sosial-ekonomi dapat dipahami dengan merevers pembentukan sejarahnya yang
spesifik sebagai sebuah kelas dan perilaku sosial yang terjadi padanya. Hal yang sama dilihat
oleh Dore (1983), pada perusahaan Jepang dan supliers mereka. Hubungan mereka dibangun
atas dasar hubungan saling bergantung dan percaya bahwa hubungan tersebut merupakan
hubungan yang saling menguntungkan, dan jauh dari usaha mementingkan diri sendiri. Dasar
hubugan seperti ini adalah win-win framework dalam jangka panjang.

Robbins (1987), tidak pernah menemukan hubungan kausal antara teori biaya transaksi
sebagai sebuah pendekatan yang mengarah terhadap lingkungan yang spesifik.
Kesimpulannya menyatakan bahwa teori ini hanya sebagai sarana lebih lanjut bagi integrasi
teori struktural kontingensi dengan upaya-upaya penjelasan yang lebih luas. Walaupun kritik
Robbins merupakan elemen yang penting bagi teori biaya transaksional tetapi dia tidak
pernah menyimpulkan bahwa hal ini merupakan perspektif dan pijakan untuk
mengintegrasikan kembali teori biaya transaksional dan penilitian teori ini di masadatang.

Perrow (1986), mengkritik pemahaman teori ini akan ide integrasi vertikal ataumerger.
Merger yang biasa dilakukan pada pemahaman teori ini terjadi karena pertimbangan
dominasi pasar demi keuntungan pemilik semata bukan karena pertimbangan efisiensi bagi
kepentingan publik. Kritik Perrow konsisten dengan kritik yang dilakukan gerakan kiri baru
(new left), yang peduli terhadap eksploitasi kapitalisme terhadap pekerja.

Coase (1991), secara tegas menolak contoh yang sering digunakan pada teori biaya
transaksi yaitu akuisisi yang dilakukan pada tahun 1926, antara Fisher Body sebagai supplier
dengan General Motors sebagai klien yang menyebabkan hilangnya kebebasan A.O Smith. Ia
sebagai pengelola mengalami kehilangan kebebasan selama dua puluh tahun lebih karena
bentuk hubungan kontraktual yang diciptakan lewat integrasi vertikal.

Coase menolak dua pilar utama dari teori integrasi vertikal yang dibangun Williamson
(1975) dan Klein (1978), yaitu transaksi spesifik penanaman modal dan oportunisme. Ia
menjelaskan penolakannya dengan mereview kembali artikel klasiknya pada tahun 1937
tentang biaya transaksi. Menurutnya konsep integrasi vertikal yang dibangun dalam teori
biaya transaksi kontemporer telah menyimpang dari pemahaman awal teori biaya transaksi
oleh karenanya perlu disanggah. Dalam realitas, konsep oportunisme penting guna

14
membandingkan hal-hal yang berhubungan dengan organisasi ekonomi yaitu masalah
ketamakan para manajer, akan tetapi konsep „sisi-gelap manusia‟ yang dimaksudkan oleh
Williamson dan Klein (termasuk yang lainnya; Barney, Ouchi, Jones, dan tulisan
kontemporer biaya transaksi lainnya) perlu disanggah karena menyimpang dari pemahaman
awal teori biaya transaksi. Pandangan seperti ini akan membawa pusaran masalah baru.

Drucker (1995), juga mengkritik model keiretsu atau integrasi vertikal pada konteks
perusahaan Amerika Utara yang dibangun dalam pemahaman teori ini bermasalah karena
antara tahun 1950 sampai dengan 1960 penyatuan pada peruhaan General Motors tersebut
menimbulkan biaya-biaya tenaga kerja yang lebih tinggi pada divisi-divisi suku cadang GM
daripada biaya tenaga kerja pada perusahaan-perusahaan kompetitor mereka. Ketika para
pelanggan luar mereka yaitu perusahaan-perusahaan mobil independen seperti Packard dan
Studebaker, yang telah membeli 50 persen barang yang dihasilkan divisi-divisi suku cadang
di GM, menghilang satu per satu, kontrol yang dilakukan oleh GM pada biaya maupun
kualitas dari pemasok utamanya ikut menghilang. Namun selama empat puluh tahun atau
lebih, perhitungan biaya sisem GM memberikan keunggulan bagi para kompetitornya yang
paling efektif, yang sering muncul kala itu yaitu Studebaker sendiri. Menurut Drucker (1995),
para eksekutif perlu mengorganisir dan mengelola bukan saja rantai biaya, namun juga segala
sesuatu yang lain, khususnya strategi perusahaan dan perencanaan produk sebagai satu
kesatuan ekonomi, apapun pembatas hukum setiapperusahaan.

Dalam mengukur kontribusi teori biaya transaksi terhadap organisasi yang berskopa luas
dan kompleks yaitu perusahan multinasional. Kritik terhadap teori ini dilakukan oleh Bukley
dan Casson (1983), Dunning (1980), Henard (1983), Teece (1985), Kreps (1984), Dore
(1983), Stokey (1983), Doz dan Prahalad (1991), Hedlund (1981), Eisenhardt (1989).
Indikator kontribusi teori biaya transakasional diukur dalam beberapa elemen manajemen
antara lain determinansi teori terhadap struktur, diferensiasi internal, optimalisasi
pengambilan keputusan, pengelolaan informasi, akselerasi, penciptaan hubungan antar
perusahaan, kontinuitas dan pembelajaran.

Kreps (1984), menyatakan kelemahan teori ini tehadap proses manajemen terletak pada
simplifikasi asumsi yang inheren, di dalamnya ada penciptaan hirarki dengan transaksi
sebagai fokus tunggal unit analisis, karena terjadi simplifikasi pada struktur maka teori biaya
transaksional tidak terlalu formal menjelaskan teori mereka dalam kriteria-kriteria
manajemen perusahaan multinasional. Termasuk menurut Dore (1998), terhadappembahasan
dimensi hubungan kontraktualinter-organisasional.

Teori Transactional Cost memiliki kegunaan terhadap analisa tipe spesifik hubungan inter
organisasional dalam konteks negara Amerika Utara seperti hubungan antara perusahaan
Amerika Serikat dengan pemasok mereka, integrasi vertikal (Monteverde and Teece, 1982,
Stokey, 1983) dan joint venture dengan batasan atau konstrain yang kaku dalam hubungan
alamiah pada joint venture (Hemart, 1982). Akan tetapi Dore (1983), melihat hal ini tidak
terjadi pada perusahaan Jepang dan supliers mereka, dimana hubungan mereka dibangun atas

15
hubungan saling bergantung dan percaya bahwa hubungan mereka merupakan hubungan
yang saling menguntungkan yang jauh dari usaha mementingkan diri sendiri. Dasarhubungan
seperti ini adalah win-win framework dalam jangkapanjang.

Hubungan seperti ini biasanya dikembangkan pula dalam bentuk keiretsu. Doz dan
Prahalad (1991), melihat asumsi teori biaya transaksi yang sangat materialistis terlalu jauh
mengatur tugas-tugas manajerial pada perusahaan multinasional, terutama hal-hal yang
menyangkut budaya organisasi, perilaku clan (misalnya hubungan perusahaan dengan
pemasok), masalah pengendalian, atau integrasi normatif pada perusahaan multinasional.
Analisa biaya transaksional berasumsi secara berlebihan terhadap kemanusiaan dan
organisasi sehingga fokus Teori Biaya Transaksi (Transaction Cost Theory) menjauh dari isu-
isu sentralmanajemen.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Biaya transaksi didefinisikan sebagai biaya-biaya untuk melakukan proses negosiasi,


pengukuran, dan pemaksaan pertukaran. Intinya, teori biaya transaksi menggunakan transaksi
sebagai basis unit analisis, sedangkan teori neoklasik memakai produk sebagai dasar unit
analisis (Greif, 1998:3).

Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh keuntungan lain atau
manfaat, baik di masa ini maupun di masa yang akan datang. Sedangkan biaya transaksi
adalah sejumlah uang yang dikeluarkan untuk menjalankan sistem ekonomi suatu badan
usaha.

Dua asumsi perilaku dimana analisis biaya transaksi beroperasi dan tanpa asumsi ini studi
tentang organisasi ekonomi bakal tidak terarah adalah rasionalitas terbatas (bounded
rationality) dan perilaku oportunis (opportunistic), yang secara umum termanifestasikan
dalam wujud menghindari kerugian (adverse selection), penyimpangan moral (moral hazard),
penipuan, dan bentuk-bentuk perilaku strategis lain untuk menjelaskan pilihan sistem kontrak
dan struktur kepemilikan perusahaan.

Tantangan pembangunan ekonomi adalah untuk mengurangi biaya transaksi pada saat
melakukan perdagangan yang semakin kompleks. Ini akan tercapai bila desain pembangunan
kelembagaan yang dibuat memang mendukung kegiatan perdagangan, yakni dengan
penyediaan informasi, melindungi hak kepemilikan, dan menyiapkan mekanisme yang efektif
untuk menegakkan kesepakatan.

UNDP (2000:15) mengidentifikasi biaya transaksi dalam tiga komponen. Pertama, biaya
administrasi (administrative costs). Biaya ini muncul dari input sumber daya yangdibutuhkan
untuk melakukan tmnsaksi, antara lain biaya kegiatan administratif (administrative
overheads) dan staf. Kedua, biaya tidak langsung (indirect costs), yakni biaya yang muncul
sebagai dampak dari mekanisme pemesanan (delivery mechanism) bagi pencapaian tujuan
kegiatan. Ketiga, biaya oportunitas (opportunity costs), yaitu keuntungan yang hilang (benefit
forgone) dari aplikasi-aplikasi alternatif sumber daya yang dikonsumsi dalam proses
transaksi.

Besaran biaya transaksi dapat terjadi karena adanya penyimpangan dalam wujud:
penyimpangan atas lemahnya jaminan hak kepemilikan, penyimpangan pengukuran atas
tugas yang kompleks (multiple-task) dan prinsp yang beragam, penyimpangan intertemporal,

17
yang dapat berbentuk kontrak yang timpang,responsivitas waktu nyata(real time),
ketersembunyian informasi yang panjang, penyalahgunaan strategis, penyimpangan yang
muncul karena kelemahan dalam kebijakan kelembagaan yang berhubungan dengan
pembangunan dan reformasi ekonomi, dan kelemahan integritas (James Wilson 1989)

3.2 Saran

Semakin tinggi biaya transaksi menggambarkan bahwa suatu lembaga atau perusahaan
tidak efisien. Hal itu dipicu oleh berbagai penyebab. Maka dari itu, sebaiknya suatu
perusahaan atau petinggi dari sebuah kelembagaan untuk ikut peran dalam menilai kinerja
dan mengevaluasi lebih pada suatu perusahaannya agar masalah biaya transaksi tidak menjadi
penghambat dalam kemajuan perusahaannantinya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Ridwan MI. -. Teori Biaya Transaksi. https://pdfslide.net/documents/teori-biaya-


transaksi.html. (kamis, 19 November2020)

Anonymous. 2015. Transaction Cost. http://sappilpil.blogspot.com/2015/12/transaction-


cost.html. (kamis, 19 November2020)

Michael DR. 2018. Teori Ekonomi Biaya Transaksi.


https://blog.ub.ac.id/davidrtz46/2018/09/17/teori-ekonomi-biaya-transaksi/. (kamis,
19 November 2020)

Roen F. 2011. Teori Biaya Transaksi (Transaction Cost Theory).


http://perilakuorganisasi.com/theori-biaya-transaksi-transaction-cost-theory.html.
(kamis, 19 November 2020)

Amalialaisa. 2017. Apa yang dimaksud dengan Teori Biaya Transaksi (Transaction Cost
Theory)?. https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-teori-biaya-transaksi-
transaction-cost-theory/8996. (kamis, 19 November2020)

Martina. 2019. Hal Apa saja yang Masuk dalam Biaya Transaksi dan Apakah Ada
Pengaruhnya dalam Keuntungan Bisnis. (kamis, 19 November 2020)

19

Anda mungkin juga menyukai