Anda di halaman 1dari 9

5.

PARTISIPASI DALAM KOPERASI


Capaian Pembelajaran : Setelah Menyelesaikan Mata Kuliah
Ini, maka Mahasiswa Semester
2 Mampu Menjelaskan Mengenai Koperasi
& Usaha Mikro, Kecil & Menengah (C2)
Kemampuan Akhir : Setelah menyelesaikan bahan kajian ini,
mahasiswa

akan

mampu

menjelaskan

partisipasi dalam koperasi.


Sub Bahasan :
- Pengertian partisipasi anggota
- Partisipasi anggota dan profesionalisme manajemen
- Motivasi anggota berpartisipasi
- Model kesesuaian berpartisipasi

Partisipasi Anggota
Konflik

antara

anggota

sebagai

pemilik

(principal)

dengan

pengelolaan (agent) yang sering disebut dengan istilah masalah


keagenan, pada organisasi koperasi masalah keagenan dapat dikurangi
apabila anggota dapat berpartisipasi aktif terhadap koperasinya baik
sebagai pemilik maupun sebagai pengguna jasa, Wagner (1995)
menyatakan bahwa: Parisipasi adalan keterlibatan seseorang baik secara
mental maupun emosional dalam kelompoknya baik untuk berkontribusi
kepada pencapaian tujuan kelompok dan ikut serta bertanggung jawab.
Dari definisi tersebut terdapat tiga ide penting yaitu, bahwa partisipasi
meliputi keterlibatan, kontribusi dan pertanggungjawaban terhadap
kelompok atau organisasi. Sebagai pemilik, anggota selain harus
menyetorkan modal, juga harus secara aktif berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan dan pengawasan terhadap jalannya kegiatan
koperasinya.

Partisipasi

anggota

diharapkan

dapat

memecahkan

masalah

keagenan, sebagaimana pendapat Rpke (2003) yang menyatakan bahwa


alat utama untuk memecahkan masalah principal-agent ini adalah
partisipasi anggota, yang dikendalikan oleh alat partisipasi (vote, voice,
exit) yang demokratis. Masalah konflik kepentingan antara manajemen
dengan

pemilik

dapat

diminimumkan

dengan

suatu

mekanisme

pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan. Namun mekanisme


pengawasan akan menimbulkan biaya yang disebut sebagai biaya
keagenan (Agency Cost)

Sedangkan keberhasilan organisasi koperasi

tidak dapat hanya diukur dari kinerja finansial, dan manfaat yang
diperoleh oleh anggota, tetapi yang terpenting adalah sampai sejauh
mana anggota koperasi berpartisipasi aktif terhadap koperasinya, baik
sebagai pemilik maupun sebagai pengguna jasa. Partisipasi anggota
adalah pelaksanaan hak dan kewajiban seorang anggota terhadap
koperasinya. Bentuk-bentuk partisipasi anggota koperasi menurut Ropke
(1987) terdiri dari:
(1) Berbicara dan bertindak atau disebut Voice;
(2) Memberikan hak suara pada proses pengambilan keputusan atau
disebut Vote; dan
(3) Menyatakan ke luar dari keanggotaan koperasi atau disebut exit.
Sedangkan bentuk-bentuk partisipasi anggota menurut A. Hannel
(1992) dihubungkan dengan prinsip identitas ganda anggota yaitu :
(1) Sebagai pemilik, anggota harus turut serta mengambil keputusan,
evaluasi dan pengawasan terhadap jalannya perusahaan koperasi
yang biasanya dilakukan pada waktu rapat anggota;
(2) Sebagai pemilik, anggota harus turut serta melakukan kontribusi
modal

melalui

berbagai

bentuk

simpanan

(simpanan

yang

menentukan kepemilikan dan simpanan yang tidak menentukan


kepemilikan), untuk memodali jalannya usaha perusahaan koperasi;
(3) Sebagai pemilik, anggota harus turut serta menanggung risiko
usaha koperasi;

(4) Sebagai pengguna/pelanggan/pekerja/nasabah, anggota harus


turut serta memanfaatkan pelayanan barang dan jasa yang
disediakan oleh koperasi. Dalam kedudukan sebagai pelanggan yang
memanfaatkan

pelayanan

koperasinya,

mengandung

makna

berpartisipasi dalam membiayai koperasinya. Nilai partisipasi


anggota dalam kedudukan sebagai pengguna akan menentukan besar
kecilnya manfaat koperasi bagi anggota (members benefit), dan
sekaligus akan menentukan berhasil tidaknya koperasi dalam
mencapai tujuannya.
Partisipasi Anggota dan Profesionalisme Manajemen
Banyak pakar yang berpendapat bahwa, partisipasi anggota
sebagai pilar keberhasilan koperasi, dapat dijadikan sebagai alat ukur
keberhasilan koperasi. Artinya partisipasi anggota sebagai faktor yang
dominan dalam menentukan keberhasilan koperasi. Hal ini sebagaimana
hipotesis dari Ropke J (1987) yang menyatakan bahwa, partisipasi
anggota lebih menentukan kepada tingkat keberhasilan suatu koperasi
dibandingkan dengan profesionalisme manajemen, secara lengkap dapat
diilustrasikan pada tabel 5.1 sebagai berikut :

Tabel 5.1 Matrik Partisipasi Anggota, Profesionalisme Manajemen


dan Perkembangan Koperasi
Profesionalisme
Manajemen
Partisipasi

Profesionalisme

Profesionalisme

Manajemen Tinggi

Manajemen Rendah

Koperasi berkembang

Koperasi berkembang

pesat

lambat

(1)

(3)

Koperasi tidak akan

Selamat meninggal dunia

berkembang

dengan selamat

(2)

(4)

Anggota
Partisipasi anggota
tinggi

Partisipasi anggota
rendah

Keberhasilan organisasi koperasi akan sangat ditentukan oleh


tingginya partisipasi anggota dan dukungan dari manajemen yang
profesional. Koperasi yang memperoleh dukungan partisipasi anggota
yang tinggi dan memiliki profesionalisme manajemen yang tinggi, maka
dipastikan koperasi tersebut akan berkembang dengan pesat (kuadran
1). Apabila salah satu dari dua variabel tersebut tersebut rendah, misal
partisipasi

anggota

rendah

maka

koperasi

tersebut

tidak

akan

berkembang (kuadran 2) walaupun koperasi memiliki profesionalisme


manajemen yang tinggi, atau sebaliknya, partisipasi anggota tinggi,
tetapi

profesionalisme

manajemen

rendah,

maka

koperasi

akan

berkembang dengan lambat (kuadran 3) dan dapat dipastikan pula


koperasi akan berhenti aktivitasnya, bila partisipasi anggota dan
profesionalisme manajemen rendah (kudran 4).

Motivasi anggota berpartisipasi

Partisipasi anggota mempunyai hubungan sebab akibat dengan


dampak koperasi atau manfaat yang diterima anggota. Tingkat partisipasi
anggota ditentukan oleh motivasinya, dan motivasi anggota ditentukan
oleh preferensi anggota terhadap manfaat koperasi sebagai anggota
melalui tingkat kepuasannya. Sebagai ilustrasi dapat diperhatikan
gambar berikut :
Gambar 5.2 Hubungan Members Participation, dengan Members
Benefit

Members

Members

Members

Members

Benefit

Satisfaction

Motivation

Participation

Anggota akan berpartisipasi aktif terhadap koperasinya, baik sebagai


pemilik

maupun

termotivasi

(members

kepuasan dari
terjadi

bila

sebagai

pengguna

motivation),

jasa,
karena

bila

anggota

anggota

tersebut

memperoleh

bergabungnya dengan organisasi koperasi, hal ini akan


koperasi

mampu

memberikan

manfaat

yang

lebih

dibandingkan dengan bila anggota bergabung dengan organisasi lainnya.


Model Kesesuaian Partisipasi
Efektivitas dan kualitas partisipasi anggota di Koperasi akan
tergantung pada 3 variabel berikut :
a. Para anggota;
b. Manajemen koperasi;
c. Program koperasi.
Interaksi dari 3 variabel

di atas digambarkan dalam sebuah model

kesesuaian partisipasi the fit models of participation (Ropke, 1998)

Gamber 5.3 Model Kesesuaian Partisipasi

Kesesuaian antara anggota dan pihak manajemen koperasi akan


terjadi apabila anggota dengan sarana partisipasinya (vote, voice dan
exit) mempunyai kemampuan dan motivasi untuk menyatakan hasrat,
keinginan dan kritik kepada pihak manajemen. Sebaliknya pihak
manajemen harus mampu membuat keputusan yang merefleksikan
permintaan anggota. Selanjutnya harus ada kesesuaian antara
manajemen

dengan

program-program

pelayanan

koperasi

(dicerminkan dari unit-unit usaha yang ada) yang menjadi tugas utama
manajemen yang didukung dengan kemampuan dan profesionalitas.
Terakhir harus ada kesesuaian antara program (sebagai output
pelayanan) sebagai kegiatan usaha yang dipilih atau ditentukan oleh
manajemen seperti penyediaan sarana produksi, penjualan barang
konsumsi, serta penyediaan fasilitas perkreditan dengan kebutuhan
anggota yang terus berkembang. Dalam hal ini secara konsisten para
anggota harus

menggunakan

pelayanan

yang telah

diputuskan

bersama.
Di mana partisipasi yang efektif dapat mencapai hasil-hasil sebagai
berikut (Ropke, 2000;48):

1) Para anggota akan memutuskan jumlah fungsi koperasinya (fungsi


tunggal atau multi fungsi/multiusaha)
2) Para anggota akan memutuskan struktur koperasinya menjadi
organisasi sederhana atau lebih komplek; dan juga koperasi tersebut
akan menjadi multilevel yang lebih besar (dari lembaga primer
menjadi organisasi tingkat dua atau tiga).
3) Para anggota akan memutuskan tujuan dari koperasinya sendiri
(menjadi organisasi yang murni ekonomis atau diperluas dengan
tujuan sosial politik).
Menurut Ropke (2000;61)) bahwa partisipasi dalam organisasi yang
ditandai oleh hubungan identitas, dapat diwujudkan jika pelayanan yang
diberikan oleh perusahaan koperasi sesuai dengan kepentingan dan
kebutuhan daripada anggotanya. Juga masih menurut Ropke bahwa
partisipasi sebagai alat mempunyai tiga konteks, yaitu :
1) Partisipasi anggota dalam mengkontribusikan atau menggerakkan
sumber-sumber dayanya.
2) Partisipasi anggota dalam mengambil keputusan (perencanaan,
implementasi/ pelaksanaan, evaluasi)
3) Partisipasi anggota dalam menikmati manfaat.
Ketiga aspek tersebut saling berhubungan satu sama lain; di mana
anggota yang tidak menikmati manfaat tidak akan mengkombinasikan
sumber-sumber daya miliknya, manfaat koperasi tidak akan diberikan
bagi anggota jika mereka tidak dapat atau pun tidak mau berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan pada koperasinya, dan digambarkan
sebagai berikut:

Sumber-sumber daya

Partisipasi

Pengambilan keputusan

Manfaat

Gambar 5.4 Jenis-Jenis Partisipasi

Pengertian Partisipasi menurut Ropke (2000;63): sebagai suatu


proses

dimana

sekelompok

mengimplementasikan

orang

(anggota)

ide-ide/gagasan-gagasan

menemukan
koperasi.

dan

Dengan

partisipasi ini anggota mengisyaratkan dan menyatakan kepentingannya,


begitu juga dengan partisipasi sumber-sumber daya tersebut digerakkan
dan keputusan-keputusan itu diimpelentasikan dan dievaluasi.
Ada beberapa syarat yang harus diperhatikan apabila anggota
berperan sebagai pemilik, yaitu :
1) Kesediaannya untuk bekerjasama dan kesiapannya untuk mengubah
perilaku tradisional serta keikutsertaannya dalam suatu organisasi
swadaya yang inovatif dan berorientasi kepada anggota.
2) Sumber

daya

yang

tersedia

padanya

agar

dapat

memberi

kontribusinya dalam pembentukan perusahaan koperasi, dan


3) Tingkat pendidikannya dan informasi yang dibutuhkannya, agar
mampu

turut

serta

secara

aktif

dalam

diskusi-diskusi

dan

pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penetapan sasaran


perumusan kebijakan (usaha), dan pengendalian prestasi perusahaan
koperasinya.
Daftar Pustaka :
www.hukumonline.com

www.lilissolehat.files.wordpress.com

Anda mungkin juga menyukai