Pendahuluan
D
alam rangka memenuhi kebutuhan hidup manusia –seperti makan,
minum, berpakaian, dan memiliki rumah- maka mereka melakukan
berbagai aktivitas ekonomi. Aktifitas ekonomi masing-masing pelaku
berbeda satu sama lain. Ada aktifitas ekonomi yang berkaitan dengan
sumber daya alam. Namun ada juga aktifitas ekonomi yang berkaitan
dengan potensi sumber daya manusia.
1
langka. Maka dibutuhkan kebijakan untuk memilih, yang merupakan salah
satu kajian ilmu ekonomi.
2
buku yang berjudul Overview of Indonesia’s Sustainable Development,
yang merekam berbagai upaya mengarah pembangunan berkelanjutan.
Salahsatu lembaga internasional yang menggiatkan akan ekonomi hijau
adalah lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui United Nations
Environment Programme (UNEP), yang juga telah diterapkan oleh berbagai
negara dengan macam-macam keragamannya.
3
secara berlebihan untuk kepentingan komersial. Amerika Serikat, Kanada,
dan Jepang menduduki peringkat atas negara-negara yang paling banyak
mengkonsumsi energi.
4
4. Pengembangan tata kelola yang mendorong penggunaan sumberdaya
dan teknologi bersih, termasuk langkah-langkah pengendalian
pencemaran dan upaya penegakan hukum yang disertai dengan
pengembangan kapasitas institusi dan SDM secara keseluruhan.
5
Sementara itu, keikutsertaan dan partisipasi Indonesia dalam kesepakatan
perdagangan bebas maupun kemitraan ekonomi akan dilakukan secara
selektif, yang dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
6
masyarakat maka bertambah tingkat pendapatan dan juga kapasitas
SDM. Semakin tersedia tenaga terdidik yang memerlukan jenis pekerjaan
dan profesi yang berkaitan dengan sektor modern (skunder) dan sektor
yang berbasis pengetahuan (knowledge base sector). Artinya dengan
keempat alasan tersebut maka Indonesia sudah selayaknya menginjak
pada pembangunan berkelanjutan secara konkrit dan mengembangan
ekonomi hijau yang mengandalkan pada efisiensi sumberdaya dan struktur
ekonomi yang lebih ramah lingkungan.
7
Program Lingkungan PBB (UNEP; United Nations Environment
Programme) dalam laporannya berjudul Towards Green Economy
menyebutkan, ekonomi hijau adalah ekonomi yang mampu meningkatkan
kesejahteraan dan keadilan sosial. Ekonomi hijau ingin menghilangkan
dampak negatif pertumbuhan ekonomi terhadap lingkungan dan kelangkaan
sumber daya alam. Dari definisi yang diberikan UNEP, pengertian ekonomi
hijau dalam kalimat sederhana dapat diartikan sebagai perekonomian yang
rendah karbon (tidak menghasilkan emisi dan polusi lingkungan), hemat
sumber daya alam dan berkeadilan sosial.
8
dan, jika perlu, membangun kembali modal alam sebagai aset ekonomi
kritis dan sumber manfaat bagi masyarakat, terutama bagi masyarakat
miskin yang mata pencaharian dan keamanannya sangat bergantung pada
alam. Definisi resmi ini kadang-kadang dikritik karena tidak memberikan
penjelasan yang cukup bahwa yang tersangkut tidak sekadar “secara
signifikan mengurangi risiko lingkungan hidup dan kelangkaan ekologis”,
tetapi menghormati sepenuhnya batas-batas alam, yang perlu menjadi
tujuan jangka panjang.
a. UNEP
United Nations on Environment Pirogramme (UNEP) memimpin
inisiatif “Ekonomi Hijau” yang diluncurkan pada akhir tahun 2008. Terdiri dari
beberapa komponen yang tujuan kolektifnya secara keseluruhan adalah
untuk memberikan analisis dan dukungan kebijakan untuk berinvestasi
dalam sektor-sektor hijau maupun dalam menghijaukan sektor-sektor
yang tidak ramah lingkungan hidup. Di dalam UNEP, Inisiatif Ekonomi
Hijau mencakup tiga perangkat kegiatan:
• Membuat Laporan Ekonomi Hijau dan bahan penelitian terkait, yang
akan menganalisis implikasi-implikasi investasi hijau terhadap keber-
lanjutan, makroekonomi, dan pengurangan kemiskinan di berbagai
sektor mulai dari energi terbarukan sampai ke pertanian berkelanju-
tan dan memberikan panduan kebijakan yang dapat mengkatalisasi
peningkatan investasi dalam sektor-sektor ini.
• Memberikan layanan konsultasi tentang cara-cara untuk bergerak ke
arah ekonomi hijau di negara-negara tertentu.
• Melibatkan berbagai penelitian, organisasi non-pemerintah, bisnis
dan mitra PBB dalam melaksanakan Inisiatif Ekonomi Hijau.
Selain UNEP, Inisiatif Ekonomi Hijau adalah salah satu dari sembilan
Inisiatif Krisis Bersama (Joint Crisis Initiative, JCI) di seluruh lingkungan
PBB yang diluncurkan oleh Badan Eksekutif Kepala Sistem PBB pada awal
2009. Dalam konteks ini, Inisiatif mencakup berbagai kegiatan penelitian
9
dan kegiatan pengembangan kapasitas yang dilakukan oleh lebih dari 20
badan PBB termasuk Lembaga Bretton Woods, serta Grup Manajemen
Masalah (IMG) mengenai Ekonomi Hijau, yang diluncurkan di Washington, DC,
pada bulan Maret 2010. Inisiatif penting lainnya yang terkait dengan ekonomi
hijau, tetapi berfokus pada keanekaragaman hayati yang paling relevan bagi
Indonesia, adalah “Ekonomi Ekosistem dan Keanekaragaman Hayati” (TEEB).
Ini diluncurkan oleh Jerman dan Komisi Eropa sebagai tanggapan terhadap
proposal oleh para Menteri Lingkungan Hidup G8+5 (Potsdam, Jerman 2007)
untuk mengembangkan sebuah studi global mengenai sisi ekonomi hilangnya
keanekaragaman hayati. Studi independen ini, yang dipimpin oleh Pavan
Sukhdev, diselenggarakan oleh Program Lingkungan Hidup PBB dengan
dukungan finansial dari Komisi Eropa, Jerman dan Inggris, dan yang baru-
baru ini diikuti oleh Norwegia, Belanda dan Swedia.
Pada bulan Mei 2008, Laporan Interim TEEB dirilis pada pertemuan
kesembilan Konferensi Para Pihak mengenai Konvensi Keanekaragaman
Hayati. Ini membuka jalan bagi serangkaian laporan TEEB yang menyusul,
sebagian mengenai sektor-sektor tertentu, dan diakhiri dengan peluncuran
laporan sintesis pada tahun 2010.
b. OECD
OECD atau “Organization for Economic Co-operation and Deve
lopment” telah mengambil pendekatan yang sedikit berbeda, bukan
berfokus pada “ekonomi hijau”, tetapi pada “pertumbuhan hijau” Sebagai
definisi, OECD memberikannya sebagai berikut:
• Pertumbuhan Hijau berarti mendorong pertumbuhan dan pengem-
bangan ekonomi sambil memastikan bahwa aset alami terus menye-
diakan sumber daya dan jasa lingkungan hidup yang menjadi tem-
pat bergantung kesejahteraan kita. Untuk itu, pertumbuhan ini harus
mengkatalisasi investasi serta inovasi yang akan mendukung per-
tumbuhan berkelanjutan dan menimbulkan peluang ekonomi baru.
• Langkah kembali ke ‘urusan biasa-biasa saja’ tidak akan bijaksana
dan akhirnya tidak berkelanjutan, karena melibatkan risiko yang bisa
10
memaksakan biaya manusia dan kendala pada pertumbuhan ekono-
mi dan pembangunan. Ini bisa mengakibatkan meningkatnya kelang-
kaan air, kemacetan sumber daya, polusi udara dan air, perubahan
iklim serta lenyapnya keanekaragaman hayati yang tidak akan terpu-
lihkan, sehingga perlu strategi untuk mencapai pertumbuhan hijau.
c. Uni Eropa
Pada tanggal 20 Juni 2011, Komisi Eropa meluncurkan dokumen yang
bertujuan untuk mengatasi tantangan dalam mewujudkan perekonomian
11
yang berkelanjutan dan hijau untuk Eropa. Dokumen tersebut, berjudul
“Rio +20: menuju ekonomi hijau dan pemerintahan yang lebih baik”,
mencerminkan dua puluh tahun yang telah berlalu sejak “KTT Bumi”
pertama dan menegaskan kembali dedikasi Komisi untuk mencapai
pembangunan berkelanjutan. Komisi mengirimkan pesan yang kuat
bahwa “tanpa keterampilan yang diperlukan dan kemampuan praktis,
transisi ke ekonomi hijau tidak akan mungkin.” Secara khusus fokusnya
adalah pembentukan “program-program pelatihan keterampilan hijau”,
membentuk ulang keterampilan tenaga kerja yang ada untuk lebih mampu
mengatasi tantangan ekonomi hijau dan mendidik kaum muda.
Inisiatif lain yang sangat baru dari Komisi Eropa adalah peta jalan
2050 bagi kebijakan energi. Namun, ambisi ini berada di bawah ambisi
yang berasal dari Jerman, sehingga rujukan dibuat ke Jerman sehubungan
dengan bidang ini. Contoh salah satunya untuk Uni Eropa ini adalah negara
Jerman. Setidaknya ada tiga inisiatif utama yang menarik dari Jerman
yang memiliki relevansi dengan Indonesia:
• Inisiatif menuju ekonomi hijau atau penyelenggaraan hijau yang
baru
• Transisi energi untuk penghapusan tenaga nuklir secara bertahap
dan untuk mencapai energi terbarukan sampai hampir 100%.
Dalam bidang ekonomi hijau ini, Negara Anggota yang paling aktif dari
Uni Eropa, Jerman pada tahun 2006 telah memulai sebuah inisiatif untuk
“Penyelenggaraan Hijau yang Baru” Dalam Nota untuk “penyelenggaraan
baru” bagi perekonomian, lingkungan hidup dan kesempatan kerja, suatu
kualitas hidup yang baru menjadi sasaran. Seperti dinyatakan oleh Menteri
Lingkungan Hidup, Anda tidak harus menjadi pendukung setia gerakan
lingkungan hidup untuk mengakui bahwa kita di Jerman, Eropa dan selu-
ruh dunia harus segera mengubah strategi politik dan ekonomi tradisional
kita. Hanya melihat keberhasilan ekonomi menengah dan jangka panjang
saja sudah cukup.
12
pertumbuhan untuk Jerman, yang ditujukan pada lapangan pekerjaan baru
melalui investasi dalam energi dan lingkungan hidup.
13
untuk bergabung dalam proses dan membuat target keanekaragaman
hayati sebagai bagian dari tujuan perusahaan mereka. Perusahaan-
perusahaan dapat menyesuaikan ketujuh poin deklarasi kepemimpinan
dengan menambahkan tujuan dan tindakan mereka sendiri kepada poin-
poin tersebut.
14
tahun 2050 (dibandingkan tahun 2008). Selain itu apabila dibandingkan
dengan tahun 2008, kebutuhan panas dalam bangunan harus dikurangi
20% pada tahun 2020, sementara kebutuhan energi primer harus turun
80% pada tahun 2050. Mengenai energi terbarukan harus mencapai
pangsa 18% dari konsumsi energi bruto akhir tahun 2020, 30% pada tahun
2030, 45% pada tahun 2040 dan 60% pada tahun 2050. Pada tahun 2020
energi terbarukan harus mencapai bagian minimal 35% dalam konsumsi
listrik bruto, 50% pada tahun 2030, 65 % pada tahun 2040 dan 80% pada
tahun 2050.
Strategi saat ini yang disarankan adalah iklim yang tenang dan energi
terfokus. Namun, seperti dapat dilihat dalam inisiatif TEEB tersebut di
atas, keanekaragaman hayati juga layak untuk mendapatkan perhatian
yang tinggi dan komitmen politik serta kepemimpinan, paling tidak karena
ini sangat penting bagi Indonesia. Strategi seperti ini masih belum ada di
Indonesia.
15
strategi yang diusulkan dalam Laporan G dengan oleh LPM Equator,
unsur-unsur berikut ini diusulkan, sebagian berasal dari dan mengacu
pada pengalaman-pengalaman di atas:
- Semua proposal yang terkait dengan EFR yang dibuat dalam laporan
yang lain tentang kesiapan Indonesia untuk EFR demikian perlu di-
laksanakan, dimasukkan dalam peta jalan dan disertai dengan strate-
gi pemasaran dan komunikasi yang baik.
- Menetapkan dan menerapkan a) rencana investasi infrastruktur pub-
lik dan b) fasilitas pendanaan kemitraan-swasta-publik untuk investa-
si infrastruktur. Semua investasi harus mengikuti kriteria keberlanju-
tan yang jelas untuk menghindari atau meminimalkan kemungkinan
dampak lingkungan hidup yang negatif.
- Gunakan transfer fiskal dari pusat ke tingkat lokal untuk meramping-
kannya sesuai dengan kriteria keberlanjutan dan dengan demikian
menyediakan insentif untuk kinerja lingkungan hidup yang baik. Ini
harus dilaksanakan di samping peran potensial dana alokasi khusus
(atau DAK). Pengalaman positif tersedia dari Portugal dan Brasil. UU
Keuangan Lokal Portugis (LFL) tahun 2007, dengan promosinya un-
tuk keberlanjutan lokal, merupakan dasar yang baik untuk transfer
fiskal ekologi yang bisa menjadi signifikan bagi berbagai kotamadya
yang memiliki proporsi tanah yang besar dengan status dilindungi.
Demikian pula, kasus Brasil, di mana “ICMS” ekologi yang pertama
kali diperkenalkan oleh beberapa negara bagian di Brasil pada tahun
1990-an, perlu diperiksa secara lebih terperinci. Bagian pendapatan
dari pajak nilai tambah ini didistribusikan-ulang ke tingkat lokal ber-
dasarkan indikator ekologi. Dengan cara ini, tingkat negara bagian
menggunakan transfer fiskal sebagai insentif bagi perlindungan ling-
kungan hidup dan konservasi alam.
- Sebuah Feed-InTariff (FIT) untuk Energi Terbarukan sangat disa-
rankan mengingat sangat pentingnya hal ini bagi ekonomi hijau (li-
hat mengenai Jerman di atas), di samping EFR. Suatu FIT sifatnya
sederhana, memiliki biaya administrasi yang rendah, dan dengan
demikian sangat efektif untuk meningkatkan energi terbarukan dan
menyediakan kepastian investasi jangka panjang. Dewasa ini ada
beberapa puluh negara, yang telah memperkenalkan FIT, sebagian
besar untuk listrik. Negara tetangga paling belakangan ini adalah
Malaysia yang meluncurkan FIT pada akhir 2011. Tidak seperti be-
berapa negara maju, Malaysia meluncurkan program corak-lengkap
untuk tarif terbarukan yang maju sejak awal. Jadwal tarif sepenuhnya
16
dibedakan berdasarkan teknologi dan ukuran, dan mencakup pem-
bayaran bonus untuk produk yang diproduksi secara lokal. Program
ambisius ini mengharapkan untuk mengembangkan lebih dari 3.000
MW energi terbarukan yang baru pada tahun 2020, di mana lebih dari
sepertiga berasal hanya dari fotovoltaik. Biomassa akan memberikan
kontribusi sebanyak sepertiga lainnya. Sebuah FIT juga konon akan
diupayakan untuk Departemen Energi dan Sumber Daya Alam
Sejak dua tahun lalu, total aset perbankan nasional telah melampaui
angka Rp 5.000 triliun. Dengan jumlah ini, nilai aset lebih dari 100 bank
di Indonesia setara dengan sekitar 55 persen nilai produk domestik bruto
(PDB) nasional. Rasio aset terhadap PDB ini terus meningkat setelah
krisis global pada 2008-2009.
17
bisa menarik (backward linkage) sektor perbankan. Kemudian, di sisi lain,
sektor perbankan juga memiliki peran untuk mendorong (forward linkage)
berbagai kegiatan ekonomi.
18
Peraturan ini sendiri merupakan tindak lanjut Bank Indonesia atas
penetapan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun
2012 tentang Izin Lingkungan, serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan
yang Wajib Memiliki Analisis Dampak Lingkungan Hidup (amdal).
19
20
Bab 2:
Ekonomi Hijau
dan Pembangunan
Berkelanjutan
21
penerapan pembangunan berkelanjutan yang seimbang. Indonesia harus
menjadikan pembangunan pilar lingkungan secara terpadu ini dan terutama
internalisasinya ke pilar ekonomi sebagai peluang untuk meningkatkan
pertumbuhan lebih tinggi namun tetap berwawasan lingkungan.
22
dan Kebudayaan menghadiri pertemuan tersebut. SDGs menjadi model
pembangunan global yang tak hanya mencakup kesejahteraan rakyat di
negara-negara berkembang, tetapi juga di seluruh negara yang anggota
PBB penerima SDGs. Jika MDGs hanya ada 8 langkah mencapai target
kesejahteraan, maka SDG memiliki 17 langkah pada 15 tahun ke depan.
Sebanyak 17 Goals dan 169 target yang luas dan komprehensif tersebut
secara umum meliputi aspek people, planet, prosperity, peace dan
partnership.
23
Memperkuat cara-cara implementasi dan merevitalisasi kemitraan global
untuk pembangunan berkelanjutan.
24
memiliki berbagai spesies pohon yang berbeda-beda melebihi yang
ditemukan di seluruh Amerika Utara, apalagi jika didalamnya dimasukkan
jumlah tumbuhan, serangga, dan hewan langka yang tidak dapat ditemui
di tempat lain di manapun di dunia.
25
Pada tahun tahun 2000 penangkapan ikan di sekitar perairan
Indonesia mulai menjarah kepada ikan yang belum cukup umur, yakni
sebesar 8% dan di tahun 2004 angkanya telah berlipat menjadi 34% dari
total kekayaan ikan. Menurut para pakar ketika bayi ikan yang ditangkap
mencapai satu per tiga dari yang tersedia, berarti kiamat di dunia sudah
dekat. Bayangkan sebuah dunia tanpa hutan, sebuah dunia tanpa terumbu
karang, atau sebuah dunia tanpa ikan. Bayangkan sebuah dunia dengan
sungai-sungai yang mengalir hanya dalam musim hujan. Perlu segera
dikembangkan sebuah sistem untuk melestarikan keanekaragaman hayati
dan sumber daya alam yang cerdas, serba lengkap, dan efektif.
26
pelestarian secara besar-besaran guna memastikan masih tersedianya
banyak tumbuhan dan hewan bagi manusia sebagai sumber daya yang
dibutuhkan untuk bertahan hidup.
27
sama pentingnya dengan memperkecil resiko lingkungan dan pengikisan
aset ekologi. Komitmen untuk menerapkan REDD merupakan tantangan
bagi pemerintah dan pelaku bisnis Indonesia guna menerapkan konsep
ekonomi hijau secara utuh. Karena dengan ekonomi hijau akan terjawab
aspek pelestarian lingkungan dan pertumbuhan ekonomi sekaligus secara
bersamaan.
28
sekitar 75 %, dan sisanya dari negara lain seperti Granada, India, Sril-
angka dan Papua Nugini. Empat daerah penghasil utama biji pala adalah
Sulawesi Utara, Maluku Utara, Aceh, dan Maluku.
29
tersebut sebagai sumber penghidupan. Jumlah penduduk Indonesia yang
tinggal di desa-desa di dalam dan sekitar hutan yang kehidupannya ber-
gantung pada sumber daya hutan berjumlah sekitar 48,8 juta orang, dima-
na 10,2 juta orang diantaranya tergolong miskin (Departemen Kehutanan,
2011).
30
rendah. Dengan dimanfaatkannya HHBK secara lestari, selain dapat men-
gangkat taraf hidup 48,8 juta orang yang bergantung pada hasil hutan,
keseimbangan ekosistem dapat terjaga karena hutan sebagai habitat
kenekaragaman hayati tersebut tetap ada.
Untuk skala global, maraknya isu ekonomi hijau sudah banyak dikonk-
ritkan melalui kesepakatan berbagai negara. Contohnya, mekanisme cap
and trade, yakni komitmen pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dan
mekanisme perdagangan karbonnya pun sudah dikonkritkan dalam Kyoto
Protocol antar negara Annex I (diantaranya Jepang, Swiss, Norwegia, dan
Kanada) pada periode 2008-2012 yang akan diajukan kembali ratifikasi
komitmennya untuk 2013-2020. Indonesia pun telah mengusulkan meka-
nisme Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation
(REDD+).
31
masih berada di angka 5%. Padahal jika pemerintah berkomitmen, subsidi
BBM yang banyak tidak tepat sasaran dan emisinya besar dapat dialihkan
ke pengembangan energi ramah lingkungan yang berlimpah dan tidak ter-
batas jumlahnya di Indonesia.
32
Semenjak berakhirnya perang dunia kedua, isu mengenai lingkungan
hidup semakin mendapat tempat. Upaya empati terhadap lingkungan se-
makin hari semakin mengemuka seiring dengan tingginya kesadaran ma-
nusia akan dampak pembangunan terhadap lingkungan. Walaupun pada
tataran kebijakan internasional, sering terjadi isu lingkungan tidak begitu
menarik dibandingkan isu-isu lainnya seperti isu militer dan keamanan.
Isu militer –seperti perebutan klaim atas Laut Cina Selatan- menjadi isu
yang dirasa penting sebab efek yang ditimbulkan akan mempengaruhi
banyak negara dan banyak pihak. Demikian pula dengan isu-isu ekonomi
dan perdagangan, seperti Trans Pacific Partner. Sebaliknya dengan isu
lingkungan, yang melibatkan banyak aktor dengan berbagai kepentingan,
memerlukan waktu lama dalam menimbang pengaruh perubahan lingkun-
gan terhadap aktifitas dan kepentingan manusia, dan tidak berkaitan lang-
sung dengan isu yang penting seperti ekonomi atau keamanan bagi suatu
negara. Dengan demikian, persoalan lingkungan seringkali terabaikan dan
jarang dimasukkan dalam agenda pembicaraan penting antar negara (Ra-
chmawati, 2012).
Menurut Jill Steans dan Lloyd Pettiford (2009), terdapat dua pendeka-
tan utama dalam wacana mengenai lingkungan. Pendekatan yang per-
tama adalah pendekatan yang meletakkan manusia sebagai pusat dari
pembicaraan mengenai isu lingkungan atau antroposentris dan lebih ser-
ing dikenal dengan sebutan thinking green. Dalam pendekatan ini, ma-
nusia merupakan makhluk yang memiliki kewajiban untuk memelihara
lingkungannya sebagai tempat tinggalnya (Rachmawati, 2012). Pandan-
gan semacam ini kemudian meletakkan lingkungan hanya sebagai obyek
semata dan mereka para kaum penganut pendekatan ini percaya bahwa
solusi terhadap persoalan lingkungan dapat diselesaikan melalui pening-
katan pengetahuan manusia dalam bidang teknologi. Penyelesaian per-
soalan lingkungan dari pendekatan ini lebih banyak mendominasi isu ling-
kungan antar negara karena solusi yang ditawarkan dirasa lebih pragmatis
dalam kerjasama antar negara yang sarat akan kepentingan lain yang di-
anggap lebih penting (Rachmawati, 2012).
33
Paterson (1996) menggambarkan karakteristik Green Politics dalam dua
hal, yang pertama yaitu penolakannya terhadap antroposentris, dan yang
kedua penyebab utama dari kerusakan alam adalah kemajuan pemban-
gunan ekonomi dunia selama dua abad ini. Hal ini terjadi akibat cepatnya
industrialisasi maka sumber bahan pangan manusia menipis, sementara
jumlah manusia semakin banyak dan bumi semakin tidak mampu meny-
erap limbah yang dihasilkan pabrik dan aktifitas manusia lainnya. Dengan
demikian, green thought menuntut perubahan-perubahan yang radikal
atau mendasar dalam organisasi sosiopolitik. Namun dalam hubungan
antar negara, pendekatan ini dianggap tidak mampu memberikan solusi
terhadap isu lingkungan karena solusi yang ditawarkan dianggap terlalu
ideal dengan menuntut perubahan cara berpikir manusia mengenai ling-
kungan sementara persoalan lainnya dianggap jauh lebih penting (Rach-
mawati, 2012).
34
terhadap masa depan masyarakat industri (Burchill & Linklater, 1997).
35
36
Bab 3:
Arah Kebijakan dan
Strategi Pembangunan
Berkelanjutan
N
egara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan jumlah
penduduk 252.164,8 juta (proyeksi penduduk BPS, 2014)
menempatkannya sebagai negara dengan jumlah penduduk
terbanyak keempat di dunia. Sesudah negara Tiongkok, India, dan
Amerika Serikat, maka eksislah NKRI dengan penduduk yang terbentang
dari Sabang sampai Merauke, dari Alor sampai Pulau Rote.
37
beberapa hal yang perlu diperjuangkan untuk diperbaiki. Artinya masih
terdapat beberapa potensi Negara untuk bisa dikembangkan lebih lanjut.
Beberapa persoalan pembangunan yang sampai sekarang masih dihadapi,
antara lain: ketimpangan pembangunan wilayah –seperti ketimpangan
antar kota dan desa, antar kabupaten/kota, antar provinsi, antara kawasan
barat, tengah dan timur. Selain itu adalah terbatasnya infrastruktur,
rendahnya kualitas SDM dan rendahnya penguasaan teknologi, serta
kurang lebih 28,7 juta jiwa atau 11,25% penduduk Indonesia masih berada
dibawah garis kemiskinan.
38
terdiri dari 30 negara penyusun masukan dari negara-negara dunia untuk
Agenda Pembangunan Pasca 2015, yang kemudian dibawa ke forum Asia
Tenggara (ASEAN) sebagai masukan.
39
bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional
dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang
menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran
sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air,
semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan
Indonesia; (9) Memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi
sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan
dan menciptakan ruang-ruang dialog antarwarga.
40
masyarakat dengan tata kelola pelaksanaan pembangunan yang mampu
menjaga peningkatan kualitas kehidupan dari satu generasi ke generasi
berikutnya.
41
memberatkan anggaran negara dan membuat posisi ruang fiskal anggaran
menjadi sempit.
42
2019 disebutkan definisi pembangunan bahwa “Pembangunan pada
hakekatnya adalah upaya sistematis dan terencana oleh masing-masing
maupun seluruh komponen bangsa untuk mengubah suatu keadaan
menjadi keadaan yang lebih baik dengan memanfaatkan berbagai sumber
daya yang tersedia secara optimal, efisien, efektif dan akuntabel, dengan
tujuan akhir untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat
secara berkelanjutan”.
43
perlu direformasi.
4. Penerapan dan penguasaan teknologi juga masih sangat terbatas.
Hal ini mengakibatkan ongkos untuk menghasilkan suatu produk
menjadi mahal dan kualitas barang serta produk inovatif yang
dihasilkan sangat terbatas, sehingga daya saing usaha tidak seperti
yang diharapkan.
5. Kemampuan untuk membiayai pembangunan terbatas. Hal ini
terkait dengan upaya untuk menggali sumber-sumber penerimaan
masih belum optimal. Disamping itu anggaran yang digunakan
untuk hal-hal yang tidak produktif seperti subsidi BBM masih sangat
besar. Menggali sumber-sumber penerimaan dan mengefektifkan
pengeluaran pembangunan menjadi tantangan yang harus dihadapi.
44
dasar masyarakat yang tergolong mendesak. Dengan berlandaskan
fondasi yang lebih kuat, pembangunan pada tahun-tahun berikutnya dapat
dilaksanakan dengan lancar. Strategi pembangunan jangka menengah,
termasuk di dalamnya strategi pada tahun pertama, adalah strategi untuk
menghasilkan pertumbuhan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat
secara berkelanjutan.
45
2. Meningkatnya penerapan peduli alam dan lingkungan, sehingga da-
pat meningkatkan kualitas lingkungan hidup, yang tercermin pada
membaiknya indeks kualitas lingkungan hidup (IKLH).
3. Membaiknya tata kelola pembangunan berkelanjutan, yang tercer-
min pada meningkatnya kualitas pelayanan dasar, pelayanan publik,
serta menurunnya tingkat korupsi.
46
si Gas Rumah Kaca (GRK); (iv) penurunan tingkat deforestasi dan
kebakaran hutan, meningkatnya tutupan hutan (forest cover) serta
penjagaan terhadap keberadaan keanekaragaman hayati; (v) pen-
gendalian pencemaran laut, pesisir, sungai, dan danau; (vi) pemeli-
haraan terhadap sumber-sumber mata air dan Daerah Aliran Sungai
(DAS), dan (vii) pengurangan limbah padat dan Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3).
47
belum adanya ukuran yang dapat menunjukkan tingkat penerapan
prinsip keberlanjutan pada suatu bidang pembangunan ini, maka proses
pengarusutamaan masih belum konkrit.
48
Tabel 1: Agenda SDGs dengan Prioritas RPJMN
49
No Goals Tar-get MOI Prioritas Nasional
50
No Goals Tar-get MOI Prioritas Nasional
51
No Goals Tar-get MOI Prioritas Nasional
52
No Goals Tar-get MOI Prioritas Nasional
53
No Goals Tar-get MOI Prioritas Nasional
54
No Goals Tar-get MOI Prioritas Nasional
55
Untuk target beserta MOI masing-masing pilar, maka pilar
pembangunan sosial mencapai 45 target, dan 21 MOI, sedangkan pilar
pembangunan ekonomi targetnya 33 dengan MOI sejumlah 13, pilar
pembangunan lingkungan hidup targetnya 19 dan MOI sejumlah 8,
pilar tata kelola/ governance dan MOI jumlah target adalah 10 dan MOI
sebanyak 21.
56
dalam pilar sosial dan ilar ekonomi sudah dilakukan. Sebagai contoh,
pengumpulan data untuk pembangunan manusia sudah dilakukan secara
rutin, terutama untuk data pendidikan, kesehatan dan kependudukan.
Demikian pula data konsumsi rumah tangga yang menjadi dasar untuk
mengukur kesejahteraan keluarga juga sudah dikumpulkan melalui
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Susenas sudah dilakukan
sejak tahun 1983 dan mengalami penyempurnaan secara berkala dan
rutin. Data untuk mengukur pengangguran juga sudah dilakukan dengan
pelaksanaan Survei Tenaga kerja Nasional (Sakernas).
Selama ini data yang tersedia untuk ligkungan hidup antara lain
data Sox dan Nox untk mengukur kualitas udara. Pengumpulan data
dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan BMKG. Selanjutnya,
data pencemaran air sungai, dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan
Umum. Perkembangan yang terbaru adalah, Kementerian Lingkungan
Hidup dalam 3 tahun terakhir sudah mengumpulkan data untuk mengukur
Indeks Kulaitas Lingkungan Hidup/IKLH. Pengumpulan data ini akan
terus disempurnakan, namun demikian menyongsong aan diterapkannya
pembangunan berkelanjutan secara lebih komprehensif dan mengupayakan
adanya internalisasi kualitas lingkungan ke dalam pembangunan ekonomi
dan sosial, maka system data untuk mengukur kualitas lingkungan hidup
perlu dilakukan dengan lebih baik.
57
bahwa kegiatan yang dilakukan oleh masyarakatdan pelaku usaha
berdampak buruk terhadap lingkungan, maka akan dapat dipantau
perilaku mereka dan dampaknya terhadap lingkungan.
c. Dengan adanya data dan indikator yang sama untuk semua pelaku,
maka dapat dilakukan penjumlahan, sehingga secara agregat kuali-
tas lingkungan hidup dapat diketahui dan dipantau secara total. Apa-
bila terdapat perbedaan ukuran dan cara mengukur kualitas lingkun-
gan hidup maka akan mempersulit untuk melakukan pengendalian
dan penanganan kualitas lingkungan hidup ecara menyeluruh.
d. Adanya daa dan indikator yang dikumpulkan secara rutin, akan mem-
batu pemantauan perkembangan pelaksanaan pengelolaan kualitas
lingkungan hidup. Data dan informasi yang dikumpulkan akan dapat
digunakan untuk memberikan masukan (feed back) untuk perbaikan ke-
bijakan dan program, serta dianalisa untuk menemukan cara yang lebih
efektif dan efisien dalam menjaga kualitas lingkungan hidup. Dengan
data dan informasi lingkungan hidup maka perkembangan/kemajuan
pembangunan lingkungan hidup dapat diukur, kekurangan dapat dike-
tahui dan dianalisa untuk perbaikan. Dengan demikian, akan membantu
merencanakan langkah-langkah untuk mewujudkan ekonomi hijau.
e. Adanya data yang terukur, dapat pula digunakan sebagai dasar untuk
melakukan perhitungan dampak ekonomi dari memburuknya kuali-
tas lingkungan dan mengukur dampak yang ditimbulkan oleh pelaku.
Dengan demikian, maka akan membantu pengembangan pola insen-
tif/disinsentif untuk perbaikan lingkungan hidup dan menuju terben-
tukya ekonomi hjau. Dengan cara in upaya peningkatan kesadaran
lingkungan dan termasuk penindakan hokum dapat dilakukan den-
gan jelas dan transparan.
58
f. Dengan tersedianya data dan informasi yang konsisten dan konti-
nyu, maka komunikasi dan penyadaran masyarakat akan pentingnya
kualitas lingkungan hidup bagi kehidupan saat ini dan keberlanjutan
kehidupan ke depan akan dapat dikomunikasikan dengan konkrit se-
hingga lebih mudah dipahami dan dimengerti masyarakat.
59
60
Bab 4:
Peluangan
dan Tantangan
T
rade off atau keterbalikan dalam pilihan kebijakan terkadang
menempatkan “pembangunan berkelanjutan” dengan “pertumbuhan”
secara vis a vis sebagai lawan. Sering muncul perumpamaan segitiga
antara “ekonomi”, “lingkungan” dan “budaya” yang berarti mengutamakan
satu sisi akan menegasikan hal yang lain. Memprioritaskan ekonomi maka
lingkungan dan budaya akan keteteran. Sebaliknya kalau lebih memilih
lingkungan, maka ekonomi dan budaya akan ketinggalan. Demikian pula
bila cenderung budaya yang diutamakan, maka aspek lingkungan dan
budaya menjadi terlupakan.
4.1 Peluang
Pembangunan berkelanjutan merupakan prasyarat bagi suatu
negara agar pertumbuhan tinggi bersifat inklusif serta stabil. Terutama
untuk mencapai negara berpenghasilan tinggi pada tahun 2030, maka
perekonomian nasional dituntut tumbuh rata-rata antara 6-8 persen
61
pertahun. Inilah tantangan utama pembangunan ekonomi, yaitu pada sisi
lainnya agar menjaga keberlanjutannya, dengan meraih pertumbuhan yang
tinggi. Agar berkelanjutan, pertumbuhan yang tinggi tersebut harus bersifat
inklusif, serta tetap menjaga kestabilan ekonomi. Upaya mencapai tujuan
tersebut memerlukan penerapan strategi yang cermat dan tepat, serta
memerlukan optimalisasi pemanfaatan seluruh potensi ekonomi yang ada.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, berkelanjutan dan inklusif akan dicapai
dengan dukungan reformasi yang menyeluruh (comprehensive reform).
62
ikan pun. Semua dikemas dalam pembangunan yang tak terkendali dan
penangkapan ikan baik yang menggunakan dinamit maupun sianida telah
banyak merusak terumbu karang di Indonesia, sebagai habitat sangat
penting bagi ikan dan hewan karang lain.
4.2 Tantangan
Tantangan dalam mengurangi kesenjangan dan penurunan
kemiskinan, dan untuk memastikan seluruh penduduk memperoleh
akses terhadap sumber penghidupan yang produktif utamanya adalah
mewujudkan pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan yang
dibutuhkan untuk mempercepat peningkatan pemerataan pembangunan
dan penurunan kemiskinan. Selain itu terdapat beberapa tantangan
untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan secara konkrit ke dalam
berbagai bidang dan daerah, yaitu:
1. Masih perlu adanya kesamaan dan meluasnya pemahaman oleh
berbagai pemangku kepentingan tentang pentingnya pembangunan
63
berkelanjutan pada seluruh aspek kehidupan;
2. Pengembangan data dan ukuran pembangunan berkelanjutan serta
pencerminannya ke dalam kegiatan konkrit, baik pada dimensi
lingkungan hidup, dimensi ekonomi, maupun pada dimensi sosial
yang tercermin pada perilaku berkelanjutan;
3. Pentingnya pengembangan dan dorongan penerapan kegiatan
ramah lingkungan yang tercermin pada efisiensi penggunaan sumber
daya dan menurunnya limbah, penguatan pemantauan pencemaran
termasuk fasilitasi dan dukungan perluasannya;
4. Pengembangan tata kelola yang mendorong penggunaan sumberdaya
dan teknologi bersih, termasuk langkah-langkah pengendalian
pencemaran dan upaya penegakan hukum yang disertai dengan
pengembangan kapasitas institusi dan SDM secara keseluruhan.
64
tentunya perlu disikapi dengan kebijakan Pemerintah Indonesia yang
tepat, agar mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Untuk itu, kebijakan bidang ekonomi perlu diarahkan
untuk meningkatkan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi dengan titik berat
pada transformasi industri yang berkelanjutan, sehingga perekonomian
Indonesia akan berbasis kepada nilai tambah ekonomi yang lebih tinggi.
65
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik (BPS), Indikator Perilaku Peduli Lingkungan
Hidup 2013, Jakarta: 2013.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas,
Prakarsa Strategis Pengembangan Konsep Green Economy, Jakarta:
2014
Aridyantie, Azita Zandian, “Ekonomi Hijau, Solusi Pembangunan
Ekonomi Berkelanjutan”, juara lomba menulis “Ekonomi Hijau” kategori
Mahasiswa, diambil dari blog
Burchill, Scott dan Andrew Linklater. (1996). Theories of International
Relations. New York: St. Martin Press.
Eckersley, Robyn. (2007). “Green Theory” dalam Tim Dunne, Milja
Kurki & Steve Smith (eds.). International Relations Theories. Oxford
University Press, [pp. 247-265].
Paterson, Matthew. (1996). “Green Politics” dalam Burchill, Scott dan
Andrew Linklater. Theories of International Relations. New York: St. Martin
Press.
Sumodiningrat, Gunawan (2007), Pemberdayaan Sosial, Pustaka
Kompas, Jakarta
Rachmawati, Iva. (2012). Memahami Perkembangan Studi Hubungan
Internasional. Yogyakarta: CV. Aswaja Pressindo.
Steans, Jill dan Llloyd Pettiford. (2009). Hubungan Internasional
Perspektif dan Tema. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Helmi Akbar, mahasiswa Fisip UNAIR, dalam sebuah blog
Indonesia Maritime Institute, 2011, dalam Azita Zandian Aridyantie,
tanpa tahun.
“Enam Strategi Wujudkan Ekonomi Hijau”, web EBTKE, diberitakan
oleh Nicko Yoga Permana
-,“Australia’s Views on the Green Economy”, Speech of minister of
foreign affairs, Julie Bishop, 2015.
-,“Bertekad Batasi Kenaikan Suhu Bumi, Kesepakatan Paris Dipuji”,
Clara Rondonuwu, CNN Indonesia , Minggu, 13/12/2015, 12:35 WIB.
http://www.unep.org/greeneconomy/
-, ”COP 21 Paris dan Bank Hijau Indonesia”, Litbang Kompas, www.
kompas.com
-, “The Green Economy”, Wikipedia, www.wikipedia.com
http://sbm.binus.ac.id/files/2013/04/Ekonomi-Hijau.pdf
-, “Ekonomi Hijau”, web ANTARA News
66
Tentang Penulis
Yuni Andono Achmad, S.E., M.E., dilahirkan di
kabupaten Klaten, 12 Juni 1975. Putra pertama
dari tiga) bersaudara (lelaki semua) pasangan
bapak Ir. Sardjito Wiwoho dengan ibu Sri Maryanti
ini menempuh pendidikan dasar dan menengah di
kabupaten Karanganyar, kemudian melanjutkan ke
perguruan tinggi di Universitas Gadjah Mada (UGM),
Yogyakarta. Sempat kuliah di Fakultas Filsafat UGM,
kemudian pindah ke D3 Ekonomi jurusan Akuntansi
UGM, lalu ikut UMPTN lagi pada tahun 1996 diterima di jurusan Ekonomi
Pembangunan, Fakultas Ekonomi (sekarang Fakultas Ekonomika Bisnis)
UGM.
Sewaktu kuliah pernah menjadi Ketua Umum Himpunan Mahasiswa
Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan (Himiespa) pada tahun 1998-1999,
kemudian menjadi Ketua Ikatan Mahasiswa Karanganyar di Gadjah
Mada (Kaskagama) pada tahun yang sama. Selanjutnya menjadi Ketua I
(satu) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Majelis Penyelamat Organisasi
(MPO) Komisariat FE UGM tahun 1999-2000. Pernah menjadi asisten Drs
Wisnuadji MA untuk mata kuliah Ekonomi Koperasi, dan asisten peneliti di
bawah koordinasi Dr Faried Widjaja Mansoer pada tahun 2000-2001(Ketua
Jurusan IESP FE UGM saat itu).
Lulus S1 pada bulan Februari 2001, kemudian mencoba
peruntungan dengan bekerja sebagai konsultan di PT Arah Cipta Guna
di Pancoran, Jakarta. Tahun 2002-2004 menjadi staf Sekretariat Komite
Penanggulangan Kemiskinan RI berkantor di Kemenko Kesra dan sempat
ke kantor Wapres RI saat itu. Sembari bekerja menjadi asisten Deputi
Pemberdayaan Sosial (saat itu dijabat dosennya “priyayi solo” yakni
Prof Gunawan Sumodiningrat) tahun 2006-2010, mengambil kuliah di
Universitas Indonesia, di Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik,
Fakultas Ekonomi UI. Kampus UI Salemba hanya berjarak seperempat
kilometer dari kantor Depsos (sekarang Kemensos), dan kuliah S2 dapat
diselesaikan pada tahun 2008. Tinggal di kabupaten Bogor semenjak tahun
2009, bersama dengan keluarga tercinta: Budi Utami (istri) dan dua orang
anak perempuan: Nadiya Andini Pasha (lahir tahun 2006), dan Tamarin
Daritri Nayla (lahir 2008).
67
Lembaga lain yang pernah dikonsultani adalah Bank Indonesia (di
KBI Medan, Sumut, tahun 2011), PT Magati (daerah Lenteng Agung,
Jakarta), Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (2012-2013),
dan Sekretariat Kabinet (2013-2014). Penelitian yang pernah dilakukan
adalah Kajian Pajak Hotel, Hiburan dan Restoran di DKI Jakarta (2002),
terlibat perumusan Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (2005),
Analisis Spasial Program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) tahun 2008,
Konflik di Sumbawa (2012), Upaya Mempercepat Dwelling Time (2014),
dan Sistem Resi Gudang untuk Buah Pala (2015). Sebagai pemerhati
olahraga mencoba mencatat prestasi bulutangkis Indonesia di http://
perbulutangkisan.blogspot.co.id/ . Memiliki akun twitter yang beralamat
di kang_aan@yahoo.com. Buku “Ekonomi Hijau: Integrasi Paradigma
Berkelanjutan dalam Pembangunan Nasional“ merupakan buku pertama
yang disusunnya sendiri, setelah menimba ilmu sebagai Tenaga Ahli di
Direktorat Kelautan dan Maritim, Bappenas pada akhir 2015.
68