Anda di halaman 1dari 14

NASKAH AKADEMIS MICRO & MACRO

PRUDENTIAL

PENDAHULUAN

OJK bertugas  pada tataran micro prudential, BI bertugas mengawal macro prudential.

Apakah bank surveilance yang dilakukan BI berisiko tumpang tindih dengan OJK cq mengambil
tugas OJK sebagai pengawas bank ? Apakah micro surveilance yang dilakukan BI sebagai
otoritas macro prudential adalah sehat bagi NKRI ? Apakah OJK dapat melakukan tugas micro
prudential tanpa pengetahuan kondisi makro ? Bagaimana pisah batas tugas kedua otoritas
tersebut ?

MEMAHAMI ISTILAH PRUDENCE

Tidak ditemukan istilah atau nomenklatur dalam bahasa Indonesia yang mewakili medan makna
istilah “prudence” dalam bahasa Inggris, yang bermakna multidimensi.

Kualitas prudent diproksi oleh kepemilikan dan/atau gejala (penampakan) sifat, sikap, perilaku
peduli, berhati-hati dan pertimbangan sehat antara lain pada proses pemilihan kebijakan. Perilaku
peduli (care) adalah kombinasi berbagai kualitas, antara lain kasih dan kasihan, sabar dan murah
hati, penuh pengertian dan siap memaafkan, kepedulian atas nasib pihak lain dan berbela rasa.
Perilaku berhati hati (caution) adalah kewaspadaan akan risiko, bahaya termasuk risiko
kehilangan keseempatan atau peluang.

Pertimbangan sehat adalah suatu kapasitas memandang menyeluruh (whole seeing) berbagai
aspek yang perlu diperhatikan tatkala mengambil suatu sikap, keputusan, kebijakan atau rencana
aksi; misalnya aspek hukum apabila membuat POJK baru, trend dan perkiraan kondisi masa
depan (foresight, forethought) berbasis integritas profesional.

Kualitas prudence tersebut diatas hilang atau terabaikan tatkala OJK takut, panik, khawatir,
risau, cemas, marah atau gelap mata. Kualitas prudence meningkat apabila ditambah kualitas
“passion” dan “respect”, mencapai kulminasi apabila OJK sabar menunggu momentum yang
tepat untuk meluncurkan suatu aksi, kebijakan baru atau POJK. Bila momentum tersebut muncul
dan matang, OJK dengan cepat dan lugas melakukan retaliasi, aksi, kebijakan atau POJK tepat
momentum. Kualitas respect menyebabkan semua aksi dan POJK ditampilkan dengan elegan,
agung, berkelas dan berwibawa.
Perilaku berhati-hati (caution) adalah perilaku berbasis kejujuran (integritas), alasan rasional,
argumen, dasar pikiran, konsep yang benar, kearifan memandang masa depan, pemikiran praktis
realistis membumi, menghasilkan suatu diskresi OJK nan bijak dan matang. Karena itu prudence
dan kearifan (wisdom) merupakan dua sisi dari sebuah mata uang yang sama.

Puncak raihan kinerja prudence adalah kualitas prudensial hakim yang merupakan kualitas
integritas & kearifan berlandas pengalaman praktik hukum dan pengetahuan hukum tiada tolok
bandingnya, yang harus mengambil keputusan sidang pengadilan tatkala perangkat hukum tak
memadai untuk menjadi dasar keputusan hakim, maka keputusan tersebut menjadi sebuah
yurisprudensi. Sebuah yurisprudensi merupakan bahan baku utama bagi para pembuat UU di
masa selanjutnya. Sistem hukum memuliakan kualitas prudence pada sebuah pribadi manusia,
sehingga pendapat hakim di atas bukti dan saksi, hakim berwenang menolak bukti dan saksi
yang diajukan pihak berperkara.

Menyimak kualitas hakim tersebut di atas, dengan demikian prudence bagi OJK  diproksi oleh
kualitas tiap pribadi Dewan Komisioner OJK dan kualitas RDK sebagai sebuah kesatuan.

Mengingat pentingnya, IMF dan World Bank mendukung berbagai pelatihan bank-bank sentral
pada aspek penerapan berbagai standar dan praktik terbaik.

MACRO PRUDENTIAL

Otoritas macro prudential NKRI adalah Bank Indonesia terfokus pada pengelolaan perilaku
komponen sistem keuangan dan perubahan selera risiko sektor keuangan NKRI secara
menyeluruh (overall risk appetite). OJK sebagai otoritas micro prudential terfokus pada
konsentrasi risiko pada setiap lembaga keuangan, yaitu risiko setiap bank atau bukan bank.

Tujuan kebijakan macro prudential adalah menghindari kehilangan output bangsa dan kekayaan
bangsa dalam jangka panjang dengan pembatasan pembangunan sistem risiko keuangan. Untuk
pelaksanaannya, kebijakan macro prudential harus fokus kepada kerusakan potensial akibat
instabilitas keuangan. Penggunaan kebijakan macro prudential untuk mengelola permintaan-
agregat jangka-pendek berisiko menambah distorsi-distorsi dengan penegakan batasan pada
perilaku di luar wilayah itu, dimana distorsi-distorsi keuangan timbul.

Salah satu tujuan penting kebijakan macro prudential adalah untuk (1) menanggulangi
eksternalitas negatif, yang beraksi sebagai kekuatan penyeimbang penurunan alamiah setelah
suatu boom terjadi, (2) mitigasi risiko yang menggumpal (terkonsentrasi) di sektor keuangan,dan
(3) mitigasi risiko keterkaitan (interconnectedness).

Eksternalitas terkait pada (1) kekomplementeran strategis OJK dan BI, yang menjadi dasar
lembaga keuangan melakukan aksi berisiko tinggi pada periode pemulihan krisis keuangan, (2)
pelepasan berbagai aset keuangan penyebab penurunan-nilai-aset pada periode kontraksi
keuangan, dan (3) keterkaitan (interconnectedness) menyebabkan guncangan berantai berbagai
lembaga keuangan melalui jaringan kelembagaan (institutional networks), atau dampak domino.

Ruang lingkup supervisi macro prudential mencakupi

 Fokus kepada kebijakan macro prudential, tertuju kepada sistem keuangan sebagai
sebuah kesatuan;
 Indikator-indikator macro prudential;
 Sistem-sistem peringatan dini (Early warning system);
 Pengujian stress terhadap sistem ekonomi makro;
 Pengawasan sistem keuangan NKRI dan ASEAN;
 Pendirian Dewan Risiko sistemik ASEAN;
 Peraturan standar akuntansi internasional;
 Regulasi macro prudential.

MICRO PRUDENTIAL

Terurai di atas bahwa otoritas macro prudential NKRI adalah Bank Indonesia terfokus pada
pengelolaan perilaku komponen sistem keuangan dan perubahan selera risiko sektor keuangan
NKRI secara menyeluruh (overall risk appetite). OJK sebagai otoritas micro prudential NKRI
yang terfokus pada konsentrasi risiko pada setiap lembaga keuangan, yaitu risiko setiap bank
atau bukan bank.

Kebijakan micro prudential pada umumnya menguji kemampuan tiap bank menghadapi risiko
eksogen (yaitu risiko karena fundamental ekonomi, hukum alam (mis.dampak domino krisis),
hukum ekonomi (mis. hukum pasok-permintaan), bencana (mis. bank rush), kehendak
Allah(mis.kematian CEO)), bukan risiko endogen (yaitu risiko karena kelemahan sistem
keuangan ciptaan bangsa itu, cq OJK dan BI), dalam sudut pandang tidak terkait pada berbagai
sistem lain.

Ruang lingkup supervisi micro prudential mencakupi

 Fokus kepada kesehatan lembaga keuangan, satu persatu


 Penerapan kerangka Basel III
 Manajemen risiko bank
 Risiko likuiditas
 Risiko pasar dan pengukuran risiko pasar
 Pengujian stress pada bank
 Manajemen risiko likuiditas
 Regulasi micro prudential

ANALISIS TUMPANG TINDIH WILAYAH KERJA OJK DAN BI

Terdapat berbagai wilayah kekuasaan yang tumpang tindih, antara lain

1. Tumpang tindih wilayah kerja dan kebijakan

 Tumpang tindih tujuan masing-masing otoritas. Supervisi perbankan oleh OJK bertujuan
untuk menjamin kesehatan individual pelaku IJK dan keamanan sistem perbankan
sebagai subsistem keuangan NKRI, stabilitas perbankan sebagai substabilitas keuangan
NKRI. Siapa yang bertanggungjawab apabila tiba tiba muncul systemic risk: apakah OJK
saja atau BI saja, atau OJK dan BI, atau KSSK ? Siapa pengambil keputusan untuk
pemeliharaan stabilitas keuangan NKRI?
 Tumpang tindih penilaian risiko. OJK sebagai pengawas bank, OJK harus mengambil
keputusan dan instruksi kepada bank tersebut, dengan memperhatikan (1)lingkungan
eksternal di mana bank tersebut beroperasi, dan (2)dampak keputusan/instruksi tersebut
pada reaksi pasar, pelanggan, pesaing dan industri jasa keuangan. Sementara itu,
lingkungan eksternal bank tersebut dipengaruhi oleh berbagai kebijakan micro prudential
Bank Indonesia.
 Pembentukan penahan/pengaman modal bank (capital buffer) sesuai Basel Capital
Framework sesungguhnya adalah penahan/pengaman pengaman tiap bank (capital
buffer), namun lalu teragregasi menjadi pengaman industri perbankan (industry buffer)
dan menjadi bagian penting untuk menurunkan systemic risk industri keuangan bangsa
itu.

Stabilitas keuangan secara sistemik adalah agregasi dari stabilitas pelaku industri keuangan. OJK
melakukan pengawasan dan menjaga kondisi kesehatan (mis.CAR, likuiditas, LLL ), stabilitas
kinerja dan pertumbuhan tiap bank (mis.EPS stability & growth), berarti pula menjaga stabilitas
keuangan NKRI. Supervisi & penjagaan khusus OJK terhadap SIB sesungguhnya bermakna OJK
peduli risiko sistemik industri keuangan, berarti OJK berkontribusi pada akan kondisi makro,
berarti OJK memperingan tugas macro prudential BI.

Bila menggunakan Advance CAR Strategy, bank sentral sebuah bangsa menentukan CAR
minimum yang menjadi patokan umum industri perbankan, Otoritas Jasa Keuangan bangsa itu
dapat menentukan CAR minimum (di atas CAR umum versi bank sentral) untuk bank tertentu
sesuai (1)posisi/peran bank (SIB atau bukan), (2)risiko bawaan bank sesuai bidang/jenis usaha
bank, dan (3)risiko khusus yang sedang ditanggung oleh bank tersebut.

2. Tumpang tindih sarana kerja


 Tolok ukur atau standar prudensial adalah standar pengaman bagi bank individual dan
bagi sistem keuangan keseluruhan.
 Untuk tujuan masing-masing, OJK dan BI menggunakan instrumen dan sarana kebijakan
prudensial yang serupa pada tataran bank sebagai pelaku SJK, misalnya kebijakan
pengaman atau penahan (buffer) tentang ekuitas/modal bank, likuiditas bank,
batasan/larangan bagi bank untuk kegiatan tertentu, syarat manajemen bank, berbagai
nisbah pinjaman terhadap nilai (loan-to-value ratios), tolok-ukur-baku utang terhadap
penghasilan (debt-to-income standards), aturan cadangan bank,bentuk dan batasan neraca
bank, serta aturan pungutan (levies). Penggunaan instrumen kebijakan yang serupa
menyebabkan kebijakan OJK dan Kebijakan BI saling melengkapi, saling memperkuat
atau sebaliknya; bertentangan dan saling memperlemah, berdampak kebingungan
industri. Dua sumber kebijakan berisiko tegangan meningkat bagi iklim industri.
 Kebijakan macro prudential berdampak pada regulator berbagai pasar, seperti pasar IJK
(DK Kompartemen, DK OJK Edukasi & Perlindungan Konsumen), pasar tenaga kerja
(Pemerintah NKRI), bank gagal (LPS) dan lain-lain, karena itu membutuhkan koordinasi
atau KSSK plus.
 Systemic risk dapat disebabkan reaksi sistem keuangan terhadap inovasi keuangan,
perubahan teknologi dan UU baru.

3. Interaksi

 Kesehatan individual pelaku SJK adalah perlu, namun belum cukup untuk memelihara
stabilitas sistem keuangan NKRI. Kesehatan tiap bank dipengaruhi oleh stabilitas sistem
keuangan dan persyaratan penahan/pengaman (buffer).
 BI berupaya menengarai berbagai ancaman terhadap stabilitas keuangan dari kebijakan
micro prudential OJK, kebijakan ekonomi makro Pemerintah Pusat NKRI, kebijakan
perubahan struktural dan lain-lain. Tugas KSSK adalah menjaga/membangunkan
kewaspadaan semua otoritas lain tersebut akan bahaya instabilitas sistem keuangan NKRI
yang disebabkan oleh kebijakan yang dibuat masing-masing otoritas. Tanpa mengurangi
indipendensi tiap otoritas, KSSK menyediakan forum tanggapan bagi draft
PBI,POJK,PLPS untuk memberi kesempatan pihak lain mengutarakan (1)bahaya
kebijakan tersebut bagi sistem keuangan, (2)bahwa kebijakan tersebut bertentangan
dengan kebijakan otoritas lain.
 Karena itu, keputusan KSSK secara ideal berbasis musyawarah untuk mufakat, tidak
mungkin menggunakan voting anggota KSSK.

MICRO-MACRO PRUDENTIAL

 Micro-macro prudential adalah istilah ciptaan pemakalah sendiri, adalah hampiran


pembuatan kebijakan microprudential OJK dengan memperhatikan kebijakan
macroprudential BI (yang sedang berlaku) sebagai contraints.
 Terdapat interaksi antara kebijakan mikro OJK dan kebijakan makro BI melalui (1)
Program Berbagi Informasi (Information Sharing Program), (2) program Analisis Risiko
Bersama dan (3) dialog terstruktur dan berkala antar otoritas.
 Terdapat kebijakan mikro yang komplementer dengan kebijakan makro.
 Kesehatan setiap lembaga keuangan misalnya SIB adalah perlu, namun tidak cukup,
untuk stabilitas sistem keuangan.
 OJK membuat regulasi yang memperkuat (1) kondisi kesehatan tiap pelaku IJK, (2)
kebijakan mikro, kelembagaan pelaku IJK, dan berbagai POJK lain yang memperkuat
stabilitas makro, menghindari pembuatan (3) kebijakan mikro, kebijakan kelembagaan
pelaku IJK, dan berbagai POJK lain yang berisiko memperlemah stabilitas makro.
Sebagai misal, pengaturan CAR, kebijakan perkreditan pada industri perbankan (misal %
tertentu harus dialirkan kepada badan usaha UKM, pengaturan kredit produktif dan
konsumtif dll) akan berpengaruh langsung kepada kondisi makro ekonomi.
 Die Safely Regulation; Pengaturan penutupan usaha pelaku IJK dan pencabutan izin
pelaku tertentu yang tak layak beroperasi, adalah pengaturan mikro yang tidak berisiko
kepanikan, rush, dan berpengaruh negatif pada kondisi makro ekonomi.
 Pada waktu OJK membuat regulasi untuk menarik investasi ke dalam IJK, mungkin
regulasi tersebut perlu dipikirkan bersama dengan Bank Indonesia sebagai otoritas macro
prudential. Berbagai peraturan baru bersifat kohabitasi makro-mikro, mungkin berbentuk
POJK dan PBI bersama, atau melalui keputusan KSSK.
 Kebijakan micro prudential perbankan berlandas Basel Core Principles for Effective
Banking Supervision untuk menjamin keamanan & kesehatan bank dan sistem perbankan
NKRI. Karena stabilitas sistem keuangan NKRI tergantung pada kebijakan OJK dan BI,
setiap RPOJK tentang perbankan sebaiknya mendapat tanggapan BI, yang
mempertimbangkan dampak RPOJK tersebut kepada kondisi makro ekonomi atau
berkonsekuensi kebijakan makro tertentu. Kebijakan mikro prudential pada umumnya
menguji kemampuan tiap bank menghadapi risiko eksogen (yaitu risiko karena
fundamental ekonomi, hukum alam (mis.dampak domino krisis), hukum
ekonomi(mis.hukum pasok-permintaan), bencana ( mis.bank rush ), kehendak
Allah(mis.kematian CEO)), bukan risiko endogen (yaitu risiko karena kelemahan sistem
keuangan ciptaan bangsa itu, cq OJK dan BI), tidak terkait pada berbagai sistem lain.
 Apabila terdapat Forum OJK ASEAN, dan apabila tidak ada Forum Bank Sentral
ASEAN, maka rencana kesepakatan antar OJK tersebut harus dipertimbangkan oleh BI.
 Apabila terdapat Forum KSSK ASEAN (Micro Macro Cohabitation Forum), Forum OJK
ASEAN (Micro Prudential Forum) dan Forum Bank Sentral ASEAN (Macro Prudential
Forum), maka forum-forum itulah yang akan bernegosiasi & bersepakat.
 Kondisi mikro teragregasi, misalnya kredit macet perbankan mungkin berpengaruh
kepada kondisi makro ekonomi dan memaksa BI menggulirkan kebijakan moneter
tertentu. Informasi mikro teragregasi dibutuhkan untuk evaluasi risiko sistemik dan dasar
kebijakan moneter BI. Statistik mikro apa saja yang dibutuhkan BI harus dibicarakan
dalam kerjasama berbagi informasi dalam forum KSSK.
 Manajemen krisis SIB karena itu dibahas pada tataran KSSK, perencanaan pemindahan
tanggungjawab regulasi & pengawasan suatu pelaku industri tersebut kepada LPS harus
dilakukan secara cepat.
 Supervisi perbankan dan IKNB oleh OJK adalah pelaksanaan sebuah aspek kebijakan
micro prudential, sedang BI surveilance terhadap kegiatan dan kondisi pelaku IJK cq
bank-bank bertujuan untuk pengambilan keputusan atau kebijakan macro prudential
lebih tepat. Berbagai informasi diperoleh dari kegiatan supervisi bank oleh OJK dapat
menjadi bagian informasi yang dikumpulkan melalui BI surveilance oleh BI.
 Supervisi perbankan harus dilakukan dengan pengetahuan cukup akan kondisi makro
ekonomi& macro prudential policy, karena itu OJK perlu melakukan macro surveilance
dan/atau mendapat masukan kondisi makro ekonomi dan macro prudential policy dari BI,
secara langsung atau melalui KSSK.

MACRO-MICRO PRUDENTIAL

 Macro-Micro prudential adalah istilah ciptaan pemakalah sendiri, adalah kebijakan


macro prudential BI dengan memperhatikan kebijakan micro prudential OJK (yang
sedang berlaku) sebagai constraints.
 Terdapat interaksi antara kebijakan makro BIdengan kebijakan mikro OJK melalui (1)
Program Berbagi Informasi (Information Sharing Program), (2) program Analisis Risiko
Bersama dan (3) dialog terstruktur dan berkala antar otoritas.
 Terdapat kebijakan makro yang komplementer dengan kebijakan mikro.
 Kondisi makro yang stabil memberi kontribusi pada kesehatan setiap lembaga keuangan,
kondisi makro tidak stabil berisiko terhadap kesehatan perusahaan/lembaga dalam IJK.
 Pada waktu BI membuat regulasi untuk memperbaiki kondisi makro ekonomi dan OJK
sedang berupaya menarik investasi ke dalam IJK, mungkin regulasi tersebut perlu
dipikirkan bersama Bank Indonesia sebagai otoritas macro prudential dan OJK sebagai
otoritas micro prudential. Berbagai peraturan baru, mungkin berbentuk POJK dan PBI
bersama, atau melalui keputusan/kebijakan KSSK.
 Agar aman, setiap RPBI mendapat tanggapan OJK yang mempertimbangkan dampak
RPBI tersebut kepada kondisi mikro ekonomi atau berkonsekuensi kebijakan mikro
tertentu.
 Apabila Terdapat Forum Bank Sentral ASEAN, dan apabila tidak ada Forum OJK
ASEAN, maka rencana kesepakatan antar bank sentral tersebut harus dipertimbangkan
oleh OJK NKRI.
 Apabila terdapat Forum KSSK ASEAN (Micro Macro Cohabitation Forum), Forum OJK
ASEAN (Micro Prudential Forum) dan Forum Bank Sentral ASEAN (Macro Prudential
Forum), maka forum-forum itulah yang akan bernegosiasi & bersepakat.
 BI micro surveilance terhadap kegiatan dan kondisi pelaku IJK cq bank-bank bukan
kegiatan supervisi terhadap bank, namun bertujuan untuk membentuk dasar pengambilan
keputusan atau kebijakan macro prudential lebih tepat. BI dapat memeroleh data mikro
ekonomi dan micro prudential policy dari OJK dan/atau KSSK.

STRATEGI SINERGI LINTAS OTORITAS

A. Sinergi kekuasaan atau wewenang

1. Tentukan tujuan bersama BI dan OJK, misalnya stabilitas sistem keuangan.


2. Dari tujuan bersama tersebut di atas, tentukan subtujuan bagi BI yang menjadi (bagian)
tugas dan target raihan BI sesuai UU BI.
3. Dari tujuan bersama tersebut di atas, tentukan subtujuan bagi OJK yang menjadi bagian
tugas OJK, ukuran kinerja dan target raihan OJK sesuai UU OJK.
4. Sesuai UU BI dan UU OJK, identifikasi wewenang masing-masing untuk pelaksanaan
tujuan bersama itu. Yakini bahwa wewenang dan indipendensi masing-masing terjaga
dengan baik.
5. Sesuai UU BI dan UU OJK, identifikasi tanggungjawab masing-masing untuk
pelaksanaan subtujuan masing-masing. Yakini bahwa tanggungjawab atas subtujuan
masing-masing dinyatakan dengan baik.
6. KSSK adalah forum untuk koordinasi dan pertanggungjawaban masing-masing subtujuan
bersama. Berdasar kinerja BI dan OJK untuk kondisi normal, kinerja BI,OJK dan LPS
pada kondisi krisis; KSSK kemudian mengambil keputusan untuk menjaga stabilitas
keuangan.

Didalam keputusan KSSK terdapat :

 Kebijakan macro prudential BI yang telah dibahas KSSK.


 Kebijakan micro prudential OJK yang telah dibahas KSSK.
 Kebijakan LPS yang telah dibahas KSSK.
 Perumusan kebijakan bersama lintas otoritas, menjadi keputusan & kebijakan KSSK.

B. Sinergi fungsi tiap otoritas

1. Tiap anggota KSSK wajib memahami dengan baik fungsi/peran kebijakan masing-
masing, selalu mengindahkan wilayah kebijakan otoritas yang lain.
2. KSSK dibentuk untuk memfasilitasi koordinasi lintas otoritas, konsultasi antar otoritas,
komunikasi terbuka, berbagi informasi, sehingga GG cq transparansi adalah dasar KSSK.
3. Bentuk komunikasi diluar rapat KSSK antar anggota KSSK dirangkai agak kurang
formal, lebih sering, saling mencerahkan agar tidak ada asimetri informasi.
4. Semua butir tersebut di atas diharapkan menghapus sudut pandang berbeda, memudahkan
identifikasi masalah bersama dan perumusan resolusi sinergestis (win-win, menghindari
win-lose), terbias oleh PBI,POJK dan PLPS yang harmonis.
5. Untuk kegiatan identifikasi, penilaian, penetapan (assesment) risiko sistemik, info
tentang risiko bersama dibangun bersama dan dibagikan secara merata kepada tiap
otoritas.
o Persepsi tentang risiko dan selera risiko dibangun oleh masing-masing otoritas,
dan dibagikan (sharing) kepada anggota KSSK yang lain. Apabila mungkin
dilakukan rapat KSSK untuk penyamaan persepsi dan selera terhadap risiko
tersebut.
o Otoritas macro prudential menggunakan hasil observasi otoritas micro prudential,
demikian sebaliknya.
o Berdasar landasan yang sama tersebut, tiap otoritas melakukan analisis risiko
sistemik berdasar disiplin ilmu berbeda, keahlian SDM berbeda, teknik analisis
berbeda, lalu masing-masing otoritas membentuk strategi, keputusan, kebijakan
dan rencana aksi spesifik bagi lembaganya.
o Rapat KSSK membahas kebijakan spesifik OJK, kebijakan spesifik BI dan
kebijakan spesifik LPS, dengan sasaran kebijakan saling memperlemah
diupayakan dihapus. Tidak peduli berhasil atau gagal di-sinkronisasi, anggota
KSSK indipenden menetapkan kebijakan lembaganya sendiri demi sukses misi-
tupoksi kelembagaan vide UU otoritas tersebut.
o Apabila rasa saling percaya dan saling mengindahkan antar otoritas belum
terbentuk, terdapat risiko bahwa suatu otoritas bersikukuh atas kebijakan sendiri,
tak bergeming dan tak bersedia diselaraskan dengan kebijakan otoritas lain.
Dalam keadaan demikian, perlu dicatat dan diingatkan, bahwa kebijakan
indipenden tiap otoritas yang bertolak belakang, tak sejalan, kontraproduktif,
membingungkan pelaku SJK, menyebabkan rasa malas sebagian/seluruh anggota
KSSK untuk ikut berpartisipasi. KSSK defacto bubar.
6. Sinergi pengembangan kebijakan dilakukan dengan
o Pembentukan cetak biru kebijakan macro prudential dan micro prudential
paripurna untuk penjagaan, pembinaan, peningkatan stabilitas sistem keuangan
NKRI.
o Pemahaman lintas otoritas oleh tiap otoritas, jenis kebijakan otoritas apa saja
(seperangkat lengkap portofolio kebijakan stabilitas keuangan OJK) yang harus
harmonis dengan jenis kebijakan otoritas lain (seperangkat lengkap portofolio
kebijakan stabilitas keuangan BI), karena bersifat saling pengaruh-mempengaruhi,
sejalan dan saling menguatkan, bertolak belakang dan saling melemahkan.
7. Inkompatibilitas kebijakan BI dan OJK adalah biasa, OJK harus bertindak cepat pada saat
terdapat tanda-tanda risiko sistemik akan meledak menjadi bencana, sebelum bencana
terjadi. Sementara bank sentral mungkin baru bereaksi apabila bencana menjadi nyata,
operasi pasar terbuka BI, penambahan atau penarikan Rupiah beredar, pembelian USD
dan aksi moneter lain bukan hanya berdampak kepada IJK cq pelaku IJK cq bank, namun
berdampak kepada seluruh aspek perekonomian bangsa.

C. Sinergi Sarana Prudensial

1.  Untuk sarana yang sama atau serupa, berbagai negara maju memilih dari dua strategi sbb
:
o Semua instrumen/sarana pemantauan, pengawaswan dan analisis diserahkan
kepada OJK (generik), bank sentral (generik) memasok macro prudential input.
 Penetapan hak akses bank sentral kepada data OJK;
 Hak bank sentral mengolah lanjut, menggunakan asumsi lain, rekalibrasi
perhitungan OJK.
o Pembagian instrumen/sarana berdasar UU, atau berdasat kesepakatan di KSSK,
kesepakatan antar otoritas.
2. Secara empiris tertengarai bahwa sarana/instrumen diserahkan kepada otoritas yang
paling banyak menggunakan data tersebut dan otoritas yang paling kompeten
menjalankan sarana/instrumen tersebut.
3. Tiap otoritas berhak mengadopsi dan/atau mencipta sendiri instrumen/sarana lain, diluar
kesepakatan sinergi tersebut di atas.

Tumpang tindih sarana Kebijakan Micro prudential dan Macro prudential [1]adalah sbb:
INSTRUMEN MICRO MACRO
Minimum Capital Requirements
X  
for Individual Institution
Capital Risk Weights X X
Basel Pillar 2 Capital
X X
Requirements
Countercyclical Capital Buffer   X
Capital Coservation Buffer X  
Systemic Capital Surcharge   X
Dynamic Positioning X X
Leverage Ratio X X
Large Exposure Limits X X
Loan –to-Value Limits X X
Debt-to-Income Limits X X
Foreign Exchange Limits X X
Liquidity Requirements X X
Risk Management Standards X  

D. Harmonisasi Kebijakan Microprudential dan Macroprudential

1. Perspektif micro prudential dan makro prudential kedua-duanya mendorong kesehatan


modal dan likuiditas bank, namun tiap otoritas mempunyai hampiran sendiri, cara dan
metode sendiri, serta membangun agenda unik masing-masing. OJK akan memberi
tekanan pengaturan syarat kredit bank, sementara BI menekankan aspek LTV ratios.
2. Inovasi keuangan yang baru menimbulkan jenis risiko sistemik nan baru.
3. Berbagai indikator micro prudential adalah signal tanda bahaya yang amat jelas dan
spesifik bagi (hanya) sebuah entitas pelaku, sementara indikator risiko sistemik
(mungkin) secara bertahap memberi signal peningkatan derajat bahaya.
4. Pada tataran lingkungan bisnis berisiko rendah, para pengambil risiko secara agresif
melakukan aksi, berpotensi menimbulkan gelombang risiko sistemik.
5. Apabila frekuensi dan kualitas kerjasama evaluasi suatu risiko sistemik meningkat,
kebijakan dan aksi mengatasi krisis kedua otoritas cenderung makin harmonis, bahkan
mungkin dilakukan bersama-sama.
6. Bagi OJK, krisis panjang perekonomian atau resesi panjang (downturn), menyebabkan
OJK melakukan instruksi, kebijakan atau aksi strategis, antara lain:
o Mendorong pengamanan melalui kecukupan modal bank (CAR) situasi normal
menjadi tak memadai untuk mengantisipasi kegagalan para debitur melunasi
utangnya kepada bank pada satu sisi, sebaliknya adalah peningkatan buffer
karena tiap bank makin berisiko default atau sebaliknya; relaksasi buffer
(penurunan CAR minimum) karena bisnis lagi sepi pada sisi lain.
o Melarang pembagian dividen bank.
o Mengatur peningkatan CAR bagi SIB dan bank-bank berisiko tinggi default.
o Mendorong penurunan nilai aset (impairment of assets) untuk meningkatkan
kualitas aset produktif.
o Relaksasi aturan likuiditas.
o Downsizing atau rightsizing, terutama cabang & produk tak berpengharapan,
perampingan organisasi dan rasionalisasi SDM, menjual/melepas investasi dan
perampingan aset tetap tidak produktif.
o Perubahan Kebijakan supervisi cq strategi pengetatan supervisi OJK terhadap
bank.
7. Indikator krisis dirumuskan bersama pada forum KSSK, dapat menggunakan indikator
krisis versi IMF sebagai rujukan atau sekadar sumber gagasan bagi NKRI. Pada saat
krisis, otoritas macro prudential (atau BI) mungkin menginginkan realkasasi buffer,
sementara otoritas micro prudential (atau OJK) mungkin menginginkan pengetatan
buffer.
8. Hal tersulit adalah menengarai tanda-tanda menjelang pemulihan krisis, resesi atau
instabilitas sistem keuangan, dan menentukan awal periode pemulihan. Pada periode
pemulihan (upswing recovery period) paska resesi panjang, OJK dan BI sebaiknya
bertemu kembali untuk kohabitasi pengaturan micro & macro prudential oleh masing
masing otoritas, secara indipenden, namun terkoordinasi.
9. Kebijakan macro prudential tergantung pada
o Karakteristik tiap lembaga keuangan bank dan bukan bank;
o Interaksi lembaga keuangan tersebut sistem keuangan NKRI;
o Struktur sistem keuangan NKRI;
o Perilaku lembaga keuangan bank dan nonbank.
10. Berbagai peran BI sebagai otoritas kebijakan macro prudential adalah
o Melakukan identifikasi konsentrasi-konsentrasi risiko-risiko, rumpun-rumpun
risiko, wilayah-wilayah risiko-risiko, besar risiko perjenis risiko, hubungan
(pengaruh) antar jenis risiko berbeda, saling ketergantungan antar jenis risiko,
renteng/limpahan risiko atau risiko terkena rembetan (spillover risiks), identifikasi
sumber resesi, kelesuan atau penurunan bisnis.
o Melakukan pengumuman, permintaan antisipasi risiko potensial berubah menjadi
kenyataan (bencana), peningkatan kewaspadaan, persiapan industri untuk
skenario atau perlakuan khusus segmen jasa bank yang paling tertimpa dampak
krisis, antisipasi ledakan risiko menjadi kenyataan bencana, perumusan dini
strategi atau cara menanggulanginya, pemberitahuan kepada otoritas
microprudential (OJK) tentang kemungkinan kebutuhan POJK untuk
mendampingi PBI tertentu.
o Menumbuhkan iklim kohabitasi macro-micro prudential.Tanpa mengganggu
indipendensi OJK, secara spesifik BI dapat mengemukakan kecemasan dan
pandangan sekadar sebagai masukan bagi OJK, misalnnya (1)kecemasan
instabilitas sistemik pada segmen perbankan tertentu, pada jenis operasi/layanan
atau jenis bank tertentu, (2)saran kebijakan perdagangan valas antar lembaga, dan
(3)saran pengetatan jaminan kredit, saran supervisi tertentu.
11. Sukses tugas macro prudential BI tergantung kredibilitas BI dan kepercayaan pasar
terhadap pengumuman BI, kesediaan pasar mengubah strategi, aksi dan perilaku tanpa
intervensi BI pada organisasi pelaku industri keuangan.
12. Apabila instabilitas sistem keuangan menyebabkan stres pelaku industri karena risiko
kredit meningkat, OJK mengatur lebih ketat aspek agunan kredit (collateral) dan aturan
penjualan agunan kredit. Bank Indonesia bertugas memberi signal relaksasi agunan,
tatkala perekonomian memasuki era pemulihan (recovery) sedemikian rupa sehingga
OJK tidak terlambat menyambut momentum pemulihan. Sebaliknya OJK dapat
menyampaikan rencana kebijakan micro prudential yang baru kepaa BI sambil
mengingatkan BI keperluan pelonggaran aturan macro prudential tertentu, bila OJK lebih
dahulu menengarai awal pemulihan. Perbedaan besar dan jadual (timing) masing masing
otoritas harus dipahami sebagai hak prerogatif dan indipendensi masing masing pihak.
13. Serupa dengan hal tersebut di atas adalah persyaratan likuiditas minimum. Pada waktu
sistem keuangan gonjang-ganjing, OJK dapat meminta peningkatan buffer Instruksi OJK
menyebabkan bank wajib melepas aset-kurang-likuid dan menambah aset-likuid,
menyebabkan harga pasar aset-kurang-likuid melemah. Sama seperti regulasi agunan
kredit, demi penyelarasan kebijakan micro-macroprudential, OJK dapat menghimbau BI
menyelaraskan/mempertimbangkan perubahan kebijakan Liquidity Coverage Ratio.

E. Perwakilan silang antar otoritas

Perwakilan silang antar otoritas berarti wakil BI berada dalam DK OJK, sebaliknya wakil OJK
berada pada DG BI.

Mengikuti praktik internasional, perwakilan BI dalam DK OJK  ikut serta dalam perumusan
kebijakan micro prudential, dilarang ikut serta mengambil keputusan dalam tugas sehari-hari
seperti manajemen strategis OJK, manajemen umum OJK, manajemen keuangan OJK, dilarang
ikut serta dalam RDK  regulasi non-micro prudential dan RDK pengawasan OJK terhadap
pelaku industri.

Mengikuti praktik internasional dan azas kesetaraan otoritas, OJK seharusnya mempuynai wakil
dalam Dewan Gubernur Bi. Perwakilan OJK dalam DG BI ikut serta dalam perumusan kebijakan
macro prudential, dilarang ikut serta dalam manajemen manajemen sehari-hari seperti
manajemen SDM BI, manajemen strategi BI, pembuatan Rencana Kerja Tahunan dan
perencanaan Anggaran BI, manajemen cadangan devisa, valas dan pencetakan uang.

Pada beberapa negara, perwakilan silang secara empiris terbukti mengurangi disharmoni
kebijakan macro-micro prodential.

Sebagai catatan samping, seperti perwakilan BI di OJK, wakil Pemerintah Pusat NKRI cq
Departemen Keuangan NKRI di DK OJK mendapat lahan tugas hanya pada perumusan cq RDK
micro prudential policy, tidak boleh ikut serta pada manajemen sehari-hari OJK.

Sebaliknya, perwakilan OJK dan BI pada rapat-rapat strategis pemerintah pusat (rapat kabinet)
hanya terlibat pada perumusan kebijakan ekonomi makro & mikro, kebijakan sektor riil, dan
kebijakan sektor keuangan pemerintah pusat.

F. Koordinasi tugas kantor wilayah BI dan OJK.


Pemantuan lapangan realisasi kebijakan macro prudential oleh kantor wilayah BI, dan
pemantauan lapangan realisasi kebijakan micro prudential oleh kantor wilayah BI dapat
berbentuk kerjasama berbagi informasi (information sharing agreement) dan berbagai kerjasama
konstruktif lain, misalnya bersama-sama memberi sumbangan masukan bagi pembuatan
kebijakan Pemerintah Daerah setempat.

G. Koordinasi Komite-Komite Tertentu

Sebagai misal, Komite perpindahan karyawan BI menjadi karyawan OJK atau sebaliknya,
Komite SIB, adalah komite yang dibentuk bersama.

H. Penyerahan suatu tugas bersama kepada sebuah otoritas

Sebagai misal; proyek berbagi informasi berbasis TI (IT Based Information Sharing) diserahkan
OJK kepada BI, atau sebaliknya diserahkan BI kepada OJK sebagai pimpinan dan
penanggungjawab proyek. Didalamnya termasuk rumusan ukuran sukses proyek, jadual,
pertanggungjawaban, GG cq transparansi dan akuntabilitas proyek, imbalan / sanksi bagi
pimpinan proyek, mandat, wewenang, kekuasaan pimpinan proyek mengambil keputusan.

I. Evaluasi dan rekomendasi silang

Secara berkala, misalnya tahunan, tiap pihak melakukan evaluasi atas kinerja prudential pihak
lain, dan memberi saran konstruktif.

Sebagai misal, pada saat pengawas industri jasa keuangan mengurangi risiko oposisi pelaku
industri sebagai pihak terawasi dengan cara mengurangi pengawasan, pengawas moneter
melakukan evaluasi, menengarai risiko sistemik dan secara terbuka mengusulkan pengetatan
pengawasan demi kebaikan bangsa.

Pustaka :
1. IMF STAFF DISCUSSION NOTE.Macro prudential and Micro prudential Policies :
Toward Cohabitation. Jacek Osinski, Katharine Seal, and Lex Hoogduin.
INTERNATIONAL MONETARY FUND
2. EUROPEAN CENTRAL BANK; STRENGTHENING MACRO ANDMICRO-
PRUDENTIAL SUPERVISION IN EU CANDIDATES AND POTENTIAL CANDIDATES
3. John. C William, Macro prudential Policy in a Micro prudential World, Economic
Research, Juni 1, 2015
4. Paul Fisher, Micro prudential, macro prudential and monetary policy : conflict,
compromise or co-ordination ?, 1 October 2014
5. Micro prudential Regulation,Wikipedia, the free encyclopedia, referensi : Dr Allan
Bollard, Bernard Hodgetts, and Mike Hannah ; Where we are going with macro and
micro-prudential policies in New Zealand, 25 March 211.

[1] ANNEX I.OVERLAP OF MICROPRUDENTIAL AND MACROPRUDENTIAL


TOOLKITS: SOME EXAMPLES FORM PRACTICE. IMF STAFF DISCUSSION
NOTE.Macroprudential and Microprudential Policies : Toward Cohabitation. Jacek Osinski,
Katharine Seal, and Lex Hoogduin. INTERNATIONAL MONETARY FUND.

Anda mungkin juga menyukai