PRUDENTIAL
PENDAHULUAN
OJK bertugas pada tataran micro prudential, BI bertugas mengawal macro prudential.
Apakah bank surveilance yang dilakukan BI berisiko tumpang tindih dengan OJK cq mengambil
tugas OJK sebagai pengawas bank ? Apakah micro surveilance yang dilakukan BI sebagai
otoritas macro prudential adalah sehat bagi NKRI ? Apakah OJK dapat melakukan tugas micro
prudential tanpa pengetahuan kondisi makro ? Bagaimana pisah batas tugas kedua otoritas
tersebut ?
Tidak ditemukan istilah atau nomenklatur dalam bahasa Indonesia yang mewakili medan makna
istilah “prudence” dalam bahasa Inggris, yang bermakna multidimensi.
Kualitas prudent diproksi oleh kepemilikan dan/atau gejala (penampakan) sifat, sikap, perilaku
peduli, berhati-hati dan pertimbangan sehat antara lain pada proses pemilihan kebijakan. Perilaku
peduli (care) adalah kombinasi berbagai kualitas, antara lain kasih dan kasihan, sabar dan murah
hati, penuh pengertian dan siap memaafkan, kepedulian atas nasib pihak lain dan berbela rasa.
Perilaku berhati hati (caution) adalah kewaspadaan akan risiko, bahaya termasuk risiko
kehilangan keseempatan atau peluang.
Pertimbangan sehat adalah suatu kapasitas memandang menyeluruh (whole seeing) berbagai
aspek yang perlu diperhatikan tatkala mengambil suatu sikap, keputusan, kebijakan atau rencana
aksi; misalnya aspek hukum apabila membuat POJK baru, trend dan perkiraan kondisi masa
depan (foresight, forethought) berbasis integritas profesional.
Kualitas prudence tersebut diatas hilang atau terabaikan tatkala OJK takut, panik, khawatir,
risau, cemas, marah atau gelap mata. Kualitas prudence meningkat apabila ditambah kualitas
“passion” dan “respect”, mencapai kulminasi apabila OJK sabar menunggu momentum yang
tepat untuk meluncurkan suatu aksi, kebijakan baru atau POJK. Bila momentum tersebut muncul
dan matang, OJK dengan cepat dan lugas melakukan retaliasi, aksi, kebijakan atau POJK tepat
momentum. Kualitas respect menyebabkan semua aksi dan POJK ditampilkan dengan elegan,
agung, berkelas dan berwibawa.
Perilaku berhati-hati (caution) adalah perilaku berbasis kejujuran (integritas), alasan rasional,
argumen, dasar pikiran, konsep yang benar, kearifan memandang masa depan, pemikiran praktis
realistis membumi, menghasilkan suatu diskresi OJK nan bijak dan matang. Karena itu prudence
dan kearifan (wisdom) merupakan dua sisi dari sebuah mata uang yang sama.
Puncak raihan kinerja prudence adalah kualitas prudensial hakim yang merupakan kualitas
integritas & kearifan berlandas pengalaman praktik hukum dan pengetahuan hukum tiada tolok
bandingnya, yang harus mengambil keputusan sidang pengadilan tatkala perangkat hukum tak
memadai untuk menjadi dasar keputusan hakim, maka keputusan tersebut menjadi sebuah
yurisprudensi. Sebuah yurisprudensi merupakan bahan baku utama bagi para pembuat UU di
masa selanjutnya. Sistem hukum memuliakan kualitas prudence pada sebuah pribadi manusia,
sehingga pendapat hakim di atas bukti dan saksi, hakim berwenang menolak bukti dan saksi
yang diajukan pihak berperkara.
Menyimak kualitas hakim tersebut di atas, dengan demikian prudence bagi OJK diproksi oleh
kualitas tiap pribadi Dewan Komisioner OJK dan kualitas RDK sebagai sebuah kesatuan.
Mengingat pentingnya, IMF dan World Bank mendukung berbagai pelatihan bank-bank sentral
pada aspek penerapan berbagai standar dan praktik terbaik.
MACRO PRUDENTIAL
Otoritas macro prudential NKRI adalah Bank Indonesia terfokus pada pengelolaan perilaku
komponen sistem keuangan dan perubahan selera risiko sektor keuangan NKRI secara
menyeluruh (overall risk appetite). OJK sebagai otoritas micro prudential terfokus pada
konsentrasi risiko pada setiap lembaga keuangan, yaitu risiko setiap bank atau bukan bank.
Tujuan kebijakan macro prudential adalah menghindari kehilangan output bangsa dan kekayaan
bangsa dalam jangka panjang dengan pembatasan pembangunan sistem risiko keuangan. Untuk
pelaksanaannya, kebijakan macro prudential harus fokus kepada kerusakan potensial akibat
instabilitas keuangan. Penggunaan kebijakan macro prudential untuk mengelola permintaan-
agregat jangka-pendek berisiko menambah distorsi-distorsi dengan penegakan batasan pada
perilaku di luar wilayah itu, dimana distorsi-distorsi keuangan timbul.
Salah satu tujuan penting kebijakan macro prudential adalah untuk (1) menanggulangi
eksternalitas negatif, yang beraksi sebagai kekuatan penyeimbang penurunan alamiah setelah
suatu boom terjadi, (2) mitigasi risiko yang menggumpal (terkonsentrasi) di sektor keuangan,dan
(3) mitigasi risiko keterkaitan (interconnectedness).
Eksternalitas terkait pada (1) kekomplementeran strategis OJK dan BI, yang menjadi dasar
lembaga keuangan melakukan aksi berisiko tinggi pada periode pemulihan krisis keuangan, (2)
pelepasan berbagai aset keuangan penyebab penurunan-nilai-aset pada periode kontraksi
keuangan, dan (3) keterkaitan (interconnectedness) menyebabkan guncangan berantai berbagai
lembaga keuangan melalui jaringan kelembagaan (institutional networks), atau dampak domino.
Fokus kepada kebijakan macro prudential, tertuju kepada sistem keuangan sebagai
sebuah kesatuan;
Indikator-indikator macro prudential;
Sistem-sistem peringatan dini (Early warning system);
Pengujian stress terhadap sistem ekonomi makro;
Pengawasan sistem keuangan NKRI dan ASEAN;
Pendirian Dewan Risiko sistemik ASEAN;
Peraturan standar akuntansi internasional;
Regulasi macro prudential.
MICRO PRUDENTIAL
Terurai di atas bahwa otoritas macro prudential NKRI adalah Bank Indonesia terfokus pada
pengelolaan perilaku komponen sistem keuangan dan perubahan selera risiko sektor keuangan
NKRI secara menyeluruh (overall risk appetite). OJK sebagai otoritas micro prudential NKRI
yang terfokus pada konsentrasi risiko pada setiap lembaga keuangan, yaitu risiko setiap bank
atau bukan bank.
Kebijakan micro prudential pada umumnya menguji kemampuan tiap bank menghadapi risiko
eksogen (yaitu risiko karena fundamental ekonomi, hukum alam (mis.dampak domino krisis),
hukum ekonomi (mis. hukum pasok-permintaan), bencana (mis. bank rush), kehendak
Allah(mis.kematian CEO)), bukan risiko endogen (yaitu risiko karena kelemahan sistem
keuangan ciptaan bangsa itu, cq OJK dan BI), dalam sudut pandang tidak terkait pada berbagai
sistem lain.
Tumpang tindih tujuan masing-masing otoritas. Supervisi perbankan oleh OJK bertujuan
untuk menjamin kesehatan individual pelaku IJK dan keamanan sistem perbankan
sebagai subsistem keuangan NKRI, stabilitas perbankan sebagai substabilitas keuangan
NKRI. Siapa yang bertanggungjawab apabila tiba tiba muncul systemic risk: apakah OJK
saja atau BI saja, atau OJK dan BI, atau KSSK ? Siapa pengambil keputusan untuk
pemeliharaan stabilitas keuangan NKRI?
Tumpang tindih penilaian risiko. OJK sebagai pengawas bank, OJK harus mengambil
keputusan dan instruksi kepada bank tersebut, dengan memperhatikan (1)lingkungan
eksternal di mana bank tersebut beroperasi, dan (2)dampak keputusan/instruksi tersebut
pada reaksi pasar, pelanggan, pesaing dan industri jasa keuangan. Sementara itu,
lingkungan eksternal bank tersebut dipengaruhi oleh berbagai kebijakan micro prudential
Bank Indonesia.
Pembentukan penahan/pengaman modal bank (capital buffer) sesuai Basel Capital
Framework sesungguhnya adalah penahan/pengaman pengaman tiap bank (capital
buffer), namun lalu teragregasi menjadi pengaman industri perbankan (industry buffer)
dan menjadi bagian penting untuk menurunkan systemic risk industri keuangan bangsa
itu.
Stabilitas keuangan secara sistemik adalah agregasi dari stabilitas pelaku industri keuangan. OJK
melakukan pengawasan dan menjaga kondisi kesehatan (mis.CAR, likuiditas, LLL ), stabilitas
kinerja dan pertumbuhan tiap bank (mis.EPS stability & growth), berarti pula menjaga stabilitas
keuangan NKRI. Supervisi & penjagaan khusus OJK terhadap SIB sesungguhnya bermakna OJK
peduli risiko sistemik industri keuangan, berarti OJK berkontribusi pada akan kondisi makro,
berarti OJK memperingan tugas macro prudential BI.
Bila menggunakan Advance CAR Strategy, bank sentral sebuah bangsa menentukan CAR
minimum yang menjadi patokan umum industri perbankan, Otoritas Jasa Keuangan bangsa itu
dapat menentukan CAR minimum (di atas CAR umum versi bank sentral) untuk bank tertentu
sesuai (1)posisi/peran bank (SIB atau bukan), (2)risiko bawaan bank sesuai bidang/jenis usaha
bank, dan (3)risiko khusus yang sedang ditanggung oleh bank tersebut.
3. Interaksi
Kesehatan individual pelaku SJK adalah perlu, namun belum cukup untuk memelihara
stabilitas sistem keuangan NKRI. Kesehatan tiap bank dipengaruhi oleh stabilitas sistem
keuangan dan persyaratan penahan/pengaman (buffer).
BI berupaya menengarai berbagai ancaman terhadap stabilitas keuangan dari kebijakan
micro prudential OJK, kebijakan ekonomi makro Pemerintah Pusat NKRI, kebijakan
perubahan struktural dan lain-lain. Tugas KSSK adalah menjaga/membangunkan
kewaspadaan semua otoritas lain tersebut akan bahaya instabilitas sistem keuangan NKRI
yang disebabkan oleh kebijakan yang dibuat masing-masing otoritas. Tanpa mengurangi
indipendensi tiap otoritas, KSSK menyediakan forum tanggapan bagi draft
PBI,POJK,PLPS untuk memberi kesempatan pihak lain mengutarakan (1)bahaya
kebijakan tersebut bagi sistem keuangan, (2)bahwa kebijakan tersebut bertentangan
dengan kebijakan otoritas lain.
Karena itu, keputusan KSSK secara ideal berbasis musyawarah untuk mufakat, tidak
mungkin menggunakan voting anggota KSSK.
MICRO-MACRO PRUDENTIAL
MACRO-MICRO PRUDENTIAL
1. Tiap anggota KSSK wajib memahami dengan baik fungsi/peran kebijakan masing-
masing, selalu mengindahkan wilayah kebijakan otoritas yang lain.
2. KSSK dibentuk untuk memfasilitasi koordinasi lintas otoritas, konsultasi antar otoritas,
komunikasi terbuka, berbagi informasi, sehingga GG cq transparansi adalah dasar KSSK.
3. Bentuk komunikasi diluar rapat KSSK antar anggota KSSK dirangkai agak kurang
formal, lebih sering, saling mencerahkan agar tidak ada asimetri informasi.
4. Semua butir tersebut di atas diharapkan menghapus sudut pandang berbeda, memudahkan
identifikasi masalah bersama dan perumusan resolusi sinergestis (win-win, menghindari
win-lose), terbias oleh PBI,POJK dan PLPS yang harmonis.
5. Untuk kegiatan identifikasi, penilaian, penetapan (assesment) risiko sistemik, info
tentang risiko bersama dibangun bersama dan dibagikan secara merata kepada tiap
otoritas.
o Persepsi tentang risiko dan selera risiko dibangun oleh masing-masing otoritas,
dan dibagikan (sharing) kepada anggota KSSK yang lain. Apabila mungkin
dilakukan rapat KSSK untuk penyamaan persepsi dan selera terhadap risiko
tersebut.
o Otoritas macro prudential menggunakan hasil observasi otoritas micro prudential,
demikian sebaliknya.
o Berdasar landasan yang sama tersebut, tiap otoritas melakukan analisis risiko
sistemik berdasar disiplin ilmu berbeda, keahlian SDM berbeda, teknik analisis
berbeda, lalu masing-masing otoritas membentuk strategi, keputusan, kebijakan
dan rencana aksi spesifik bagi lembaganya.
o Rapat KSSK membahas kebijakan spesifik OJK, kebijakan spesifik BI dan
kebijakan spesifik LPS, dengan sasaran kebijakan saling memperlemah
diupayakan dihapus. Tidak peduli berhasil atau gagal di-sinkronisasi, anggota
KSSK indipenden menetapkan kebijakan lembaganya sendiri demi sukses misi-
tupoksi kelembagaan vide UU otoritas tersebut.
o Apabila rasa saling percaya dan saling mengindahkan antar otoritas belum
terbentuk, terdapat risiko bahwa suatu otoritas bersikukuh atas kebijakan sendiri,
tak bergeming dan tak bersedia diselaraskan dengan kebijakan otoritas lain.
Dalam keadaan demikian, perlu dicatat dan diingatkan, bahwa kebijakan
indipenden tiap otoritas yang bertolak belakang, tak sejalan, kontraproduktif,
membingungkan pelaku SJK, menyebabkan rasa malas sebagian/seluruh anggota
KSSK untuk ikut berpartisipasi. KSSK defacto bubar.
6. Sinergi pengembangan kebijakan dilakukan dengan
o Pembentukan cetak biru kebijakan macro prudential dan micro prudential
paripurna untuk penjagaan, pembinaan, peningkatan stabilitas sistem keuangan
NKRI.
o Pemahaman lintas otoritas oleh tiap otoritas, jenis kebijakan otoritas apa saja
(seperangkat lengkap portofolio kebijakan stabilitas keuangan OJK) yang harus
harmonis dengan jenis kebijakan otoritas lain (seperangkat lengkap portofolio
kebijakan stabilitas keuangan BI), karena bersifat saling pengaruh-mempengaruhi,
sejalan dan saling menguatkan, bertolak belakang dan saling melemahkan.
7. Inkompatibilitas kebijakan BI dan OJK adalah biasa, OJK harus bertindak cepat pada saat
terdapat tanda-tanda risiko sistemik akan meledak menjadi bencana, sebelum bencana
terjadi. Sementara bank sentral mungkin baru bereaksi apabila bencana menjadi nyata,
operasi pasar terbuka BI, penambahan atau penarikan Rupiah beredar, pembelian USD
dan aksi moneter lain bukan hanya berdampak kepada IJK cq pelaku IJK cq bank, namun
berdampak kepada seluruh aspek perekonomian bangsa.
1. Untuk sarana yang sama atau serupa, berbagai negara maju memilih dari dua strategi sbb
:
o Semua instrumen/sarana pemantauan, pengawaswan dan analisis diserahkan
kepada OJK (generik), bank sentral (generik) memasok macro prudential input.
Penetapan hak akses bank sentral kepada data OJK;
Hak bank sentral mengolah lanjut, menggunakan asumsi lain, rekalibrasi
perhitungan OJK.
o Pembagian instrumen/sarana berdasar UU, atau berdasat kesepakatan di KSSK,
kesepakatan antar otoritas.
2. Secara empiris tertengarai bahwa sarana/instrumen diserahkan kepada otoritas yang
paling banyak menggunakan data tersebut dan otoritas yang paling kompeten
menjalankan sarana/instrumen tersebut.
3. Tiap otoritas berhak mengadopsi dan/atau mencipta sendiri instrumen/sarana lain, diluar
kesepakatan sinergi tersebut di atas.
Tumpang tindih sarana Kebijakan Micro prudential dan Macro prudential [1]adalah sbb:
INSTRUMEN MICRO MACRO
Minimum Capital Requirements
X
for Individual Institution
Capital Risk Weights X X
Basel Pillar 2 Capital
X X
Requirements
Countercyclical Capital Buffer X
Capital Coservation Buffer X
Systemic Capital Surcharge X
Dynamic Positioning X X
Leverage Ratio X X
Large Exposure Limits X X
Loan –to-Value Limits X X
Debt-to-Income Limits X X
Foreign Exchange Limits X X
Liquidity Requirements X X
Risk Management Standards X
Perwakilan silang antar otoritas berarti wakil BI berada dalam DK OJK, sebaliknya wakil OJK
berada pada DG BI.
Mengikuti praktik internasional, perwakilan BI dalam DK OJK ikut serta dalam perumusan
kebijakan micro prudential, dilarang ikut serta mengambil keputusan dalam tugas sehari-hari
seperti manajemen strategis OJK, manajemen umum OJK, manajemen keuangan OJK, dilarang
ikut serta dalam RDK regulasi non-micro prudential dan RDK pengawasan OJK terhadap
pelaku industri.
Mengikuti praktik internasional dan azas kesetaraan otoritas, OJK seharusnya mempuynai wakil
dalam Dewan Gubernur Bi. Perwakilan OJK dalam DG BI ikut serta dalam perumusan kebijakan
macro prudential, dilarang ikut serta dalam manajemen manajemen sehari-hari seperti
manajemen SDM BI, manajemen strategi BI, pembuatan Rencana Kerja Tahunan dan
perencanaan Anggaran BI, manajemen cadangan devisa, valas dan pencetakan uang.
Pada beberapa negara, perwakilan silang secara empiris terbukti mengurangi disharmoni
kebijakan macro-micro prodential.
Sebagai catatan samping, seperti perwakilan BI di OJK, wakil Pemerintah Pusat NKRI cq
Departemen Keuangan NKRI di DK OJK mendapat lahan tugas hanya pada perumusan cq RDK
micro prudential policy, tidak boleh ikut serta pada manajemen sehari-hari OJK.
Sebaliknya, perwakilan OJK dan BI pada rapat-rapat strategis pemerintah pusat (rapat kabinet)
hanya terlibat pada perumusan kebijakan ekonomi makro & mikro, kebijakan sektor riil, dan
kebijakan sektor keuangan pemerintah pusat.
Sebagai misal, Komite perpindahan karyawan BI menjadi karyawan OJK atau sebaliknya,
Komite SIB, adalah komite yang dibentuk bersama.
Sebagai misal; proyek berbagi informasi berbasis TI (IT Based Information Sharing) diserahkan
OJK kepada BI, atau sebaliknya diserahkan BI kepada OJK sebagai pimpinan dan
penanggungjawab proyek. Didalamnya termasuk rumusan ukuran sukses proyek, jadual,
pertanggungjawaban, GG cq transparansi dan akuntabilitas proyek, imbalan / sanksi bagi
pimpinan proyek, mandat, wewenang, kekuasaan pimpinan proyek mengambil keputusan.
Secara berkala, misalnya tahunan, tiap pihak melakukan evaluasi atas kinerja prudential pihak
lain, dan memberi saran konstruktif.
Sebagai misal, pada saat pengawas industri jasa keuangan mengurangi risiko oposisi pelaku
industri sebagai pihak terawasi dengan cara mengurangi pengawasan, pengawas moneter
melakukan evaluasi, menengarai risiko sistemik dan secara terbuka mengusulkan pengetatan
pengawasan demi kebaikan bangsa.
Pustaka :
1. IMF STAFF DISCUSSION NOTE.Macro prudential and Micro prudential Policies :
Toward Cohabitation. Jacek Osinski, Katharine Seal, and Lex Hoogduin.
INTERNATIONAL MONETARY FUND
2. EUROPEAN CENTRAL BANK; STRENGTHENING MACRO ANDMICRO-
PRUDENTIAL SUPERVISION IN EU CANDIDATES AND POTENTIAL CANDIDATES
3. John. C William, Macro prudential Policy in a Micro prudential World, Economic
Research, Juni 1, 2015
4. Paul Fisher, Micro prudential, macro prudential and monetary policy : conflict,
compromise or co-ordination ?, 1 October 2014
5. Micro prudential Regulation,Wikipedia, the free encyclopedia, referensi : Dr Allan
Bollard, Bernard Hodgetts, and Mike Hannah ; Where we are going with macro and
micro-prudential policies in New Zealand, 25 March 211.