Anda di halaman 1dari 7

Countercyclical Buffer (CCB)

Countercyclical Buffer (CCB) adalah tambahan modal yang berfungsi sebagai penyangga
(buffer) untuk mengantisipasi kerugian apabila terjadi pertumbuhan kredit dan/atau pembiayaan
perbankan yang berlebihan (excessive credit growth) sehingga berpotensi mengganggu stabilitas
sistem keuangan. 

Risiko ini terkait dengan perilaku prosiklikalitas penyaluran kredit perbankan, yakni cenderung
meningkat saat periode ekonomi ekspansi (boom) dan melambat pada periode ekonomi kontraksi
(bust). CCB perlu diimplementasikan di Indonesia karena adanya perilaku prosiklikalitas, yang
ditunjukkan oleh antara pertumbuhan kredit dan pertumbuhan ekonomi yang berbanding lurus. 

Tambahan modal yang wajib dibentuk bank pada periode ekspansi dapat digunakan ketika bank
menghadapi tekanan saat ekonomi sedang kontraksi, sehingga keberlanjutan fungsi intermediasi
bank diharapkan tetap dapat terjaga. Besaran CCB bersifat dinamis yaitu berkisar antara 0%
sampai 2,5% dari Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) bank. Bank Indonesia melakukan
evaluasi besaran CCB tersebut secara berkala paling kurang satu kali dalam enam bulan. 

Secara umum, Bank Indonesia akan meningkatkan besaran CCB pada saat ekonomi sedang
ekspansi, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan besaran CCB pada saat ekonomi sedang
kontraksi. Kebijakan ini tidak terpisahkan dari ketentuan permodalan perbankan yang
dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang diharapkan akan memperkuat daya tahan
perbankan.

Ketentuan terkini mengenai CCB dapat diakses pada PBI No.17/22/PBI/2015 tanggal 23
Desember 2015 tentang Kewajiban Pembentukan Countercyclical Buffer.

Data Countercyclical Buffer

Tanggal Tanggal
Besaran Siaran Pers
Pengumuman Berlaku

28 Des 2015 0% 1 Jan 2016 Pranala Siaran Pers

23 Mei 2016 0% 23 Mei 2016 Pranala Siaran Pers

21 Nov 2016 0% 21 Nov 2016 Pranala Siaran Pers

19 Mei 2017 0% 19 Mei 2017 Pranala Siaran Pers


16 Nov 2017 0% 16 Nov 2017 Pranala Siaran Pers

17 Mei 2018 0% 17 Mei 2018 Pranala Siaran Pers

15 Nov 2018 0% 15 Nov 2018 Pranala Siaran Pers

16 Mei 2019 0% 16 Mei 2019 Pranala Siaran Pers

21 Nov 2019 0% 21 Nov 2019 Pranala Siaran Pers

19 Mei 2020 0% 19 Mei 2020 Pranala Siaran Pers

19 Nov 2020 0% 19 Nov 2020 Pranala Siaran Pers

20 Apr 2021 0% 20 Apr 2021 Pranala Siaran Pers

Keterangan :
-Tanggal Pengumuman pada tanggal diundangkan PBI
-Belum ada perubahan PBI terkait CCB dan masih mengacu ke PBI No.17/22/PBI/2015

Loan To Value/Financing To Value


Rasio Loan to Value atau Financing to Value (LTV/FTV) adalah rasio antara nilai
kredit/pembiayaan yang diberikan oleh Bank Umum Konvensional maupun Syariah terhadap
nilai agunan, berupa properti pada saat pemberian kredit/pembiayaan berdasarkan hasil penilaian
terkini. Sedangkan Uang Muka Kredit/Pembiyaan Kendaraan Bermotor adalah pembayaran di
muka sebesar persentase tertentu dari nilai harga kendaraan bermotor yang sumber dananya
berasal dari debitur atau nasabah. 

Dalam perkembangan terkini, salah satu risiko yang dihadapi di sistem keuangan adalah
peningkatan harga aset properti. Salah satu tujuan dari kebijakan LTV/FTV adalah untuk
menjaga stabilitas sistem keuangan dan memitigasi risiko sistemik yang berasal dari peningkatan
harga properti.

Kebijakan LTV/FTV juga bertujuan sebagai instrumen makroprudensial untuk mendorong


fungsi intermediasi perbankan yang seimbang dan berkualitas dalam mendukung pertumbuhan
ekonomi nasional dengan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan. Instrumen kebijakan
Makroprudensial ini bersifat countercyclical dan dapat disesuaikan dengan perubahan kondisi
ekonomi dan keuangan.
Ketentuan terkini mengenai Rasio LTV/FTV dapat diakses pada PBI No. 23/2/PBI/2021
tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/8/PBI/2018 Tentang
Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, Rasio Financing to Value untuk Pembiayaan
Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor

 
Tanggal
Tanggal Siaran
Pengumuma   Besaran Ketentuan
Berlaku Pers
n
a. Penetapan rasio LTV
sebesar 70%.
b. Penetapan DP min sebesar
15/03/2012
30% (roda 4), 20% (roda 4
15/03/2012 SE No.14/10/DPNP Pranala
produktif), 25% (roda 2)

1. Penetapan rasio LTV/FTV


sebesar 60% s.d. 90%.
2. Penetapan DP min sebesar  SE
24/09/2013
30% (roda 4), 20% (roda 4
24/09/2013 Pranala
No.15/40/DKMP
produktif), 25% (roda 2).

a. Penetapan rasio LTV/FTV


sebesar 60% s.d. 90%. PBI
b. Penetapan DP min sebesar 
18/06/2015 18/06/2015 No.17/10/PBI/201 Pranala
25% (roda 4), 20% (roda 4
produktif), 20% (roda 2). 5

a. Penetapan rasio LTV/FTV


sebesar 60% s.d. 90%
(tiering 5%).
PBI
26/08/2016 b. Penetapan DP min sebesar  29/08/2016 Pranala
25% (roda 4), 20% (roda 4 No.18/16/PBI/2016
produktif), 20% (roda 2).

a. FK 1 diserahkan kpd
kebijakan masing-masing
bank; FK 2 dst LTV
dikisaran 80% s.d 90%.
30/07/2018 01/08/2018 PBI No.20/8/PBI/2018 Pranala
b. Penetapan DP min sebesar 
25% (roda 4), 20% (roda 4
produktif), 20% (roda 2).

26/11/2019 a. Rasio Loan to Value / 02/12/2019 PBI No. Pranala


Financing to Value 21/13/PBI/2019
(LTV/FTV) untuk
kredit/pembiayaan Properti
sebesar 5%.
b. Uang Muka untuk
Kendaraan Bermotor pada
kisaran 5 sampai 10%, serta
c. Tambahan keringanan rasio
LTV/FTV untuk kredit atau
pembiayaan properti dan
Uang Muka untuk
Kendaraan Bermotor yang
berwawasan lingkungan
masing-masing sebesar 5%.

1. Penyesuaian batasan rasio


LTV/FTV untuk KP/PP
sebesar 0% bagi Bank
dengan NPF <5%,
termasuk properti
berwawasan lingkungan,
dengan tetap
memerhatikan prinsip
kehati-hatian dan
manajemen risiko bank.
PBI No.
26/2/2021 2. Penyesuaian batasan Uang 26/02/2021 Pranala
23/2/PBI/2021
Muka untuk KKB/PKB
paling sedikit 0% bagi
Bank dengan NPF <5%,
termasuk kendaraan
bermotor berwawasan
lingkungan, , dengan tetap
memerhatikan prinsip
kehati-hatian dan
manajemen risiko bank

Rasio Intermediasi Makroprudensial


Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dan Rasio Intermediasi Makroprudensial Syariah
(RIM Syariah) merupakan instrumen makroprudensial yang ditujukan pada pengelolaan fungsi
intermediasi perbankan agar sesuai dengan kapasitas dan target pertumbuhan perekonomian serta
tetap menjaga prinsip kehati-hatian. 

Kebijakan RIM/RIM Syariah mengakomodasi adanya keberagaman bentuk intermediasi


perbankan dengan memasukkan investasi bank pada surat berharga. RIM/RIM Syariah juga
mendorong terciptanya fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas, sehingga dapat
mencegah dan mengurangi risiko dan perilaku perbankan yang cenderung prosiklikal. Instrumen
kebijakan Makroprudensial ini bersifat countercyclical dan dapat disesuaikan dengan perubahan
kondisi ekonomi dan keuangan.

Giro RIM/RIM Syariah adalah saldo giro dalam rekening Giro Rupiah di Bank Indonesia yang
wajib dipelihara oleh BUK, BUS, dan UUS untuk pemenuhan RIM/RIM Syariah. 

Sebagai bagian dari Keputusan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia Maret 2021, untuk
mendorong bank-bank dalam penyaluran kredit/pembiayaan kepada dunia usaha dalam rangka
PEN dengan tetap menjaga SSK, kebijakan Rasio Intermediasi Makroprudensial/Rasio
Intermediasi Makroprudensial Syariah (RIM/RIMS) diperkuat menjadi sebagai berikut:

1. Memperluas cakupan SSB yang dimiliki dalam formula perhitungan RIM/RIMS dengan
menambahkan satu komponen baru, yaitu wesel ekspor, dalam perhitungan RIM/RIMS
yang tetap 84%-94%.
2. Memberlakukan kembali secara bertahap disinsentif berupa kewajiban giro RIM/RIMS
sebagaimana berikut bagi bank-bank dengan RIM/RIMS di bawah 75% sejak 1 Mei
2021, di bawah 80% sejak 1 September 2021 dan dibawah 84% sejak 1 Januari 2022.
3. Parameter disinsentif batas atas RIM/RIMS ditetapkan sebesar 0,00 untuk bank dengan
KPMM di bawah atau sama dengan 14% maupun bank dengan KPMM di atas 14%.

Parameter Disinsentif Bawah x (Target RIM - RIM) x DPK BUK


GIRO RIM
dalam rupiah
GIRO RIM Parameter Disinsentif Bawah x (Target RIM Syariah - RIM Syariah)
SYARIAH x DPK BUS/UUS dalam rupiah

Keterangan :

NPL/NPF KPMM Parameter Disinsentif Bawah


≥ 5% - 0,00
< 5% KPMM ≤ 14% 0,00
14% < KPMM ≤ 19% 0,10
KPMM > 19% 0,15
 

Ketentuan terkini mengenai RIM / RIM Syariah dapat dilihat pada:

 PBI No.21/12/PBI/2019 tanggal 25 November 2019 tentang Perubahan atas Peraturan


Bank Indonesia Nomor 20/4/PBI/2018 tentang Rasio Intermediasi Makroprudensial dan
Penyangga Likuiditas Makroprudensial bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum
Syariah, dan Unit Usaha Syariah
 PADG No. 23/7/PADG/2021 tanggal 1 Mei 2021 tentang Perubahan Ketiga atas
Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 21/22/PADG/2019 tentang Rasio
Intermediasi Makroprudensial dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial bagi
Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah.

Penyangga Likuiditas Makroprudensial


Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial
Syariah (PLM Syariah) merupakan cadangan likuiditas minimum dalam Rupiah yang wajib
dipelihara oleh BUK dan BUS dalam bentuk surat berharga dalam Rupiah yang dapat digunakan
dalam operasi moneter, yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase
tertentu dari DPK BUK dan BUS dalam Rupiah. 

PLM dan PLM Syariah juga memiliki fitur fleksibilitas, yang berarti pada kondisi tertentu surat
berharga tersebut dapat digunakan untuk transaksi repo kepada Bank Indonesia dalam Operasi
Pasar Terbuka sebesar persentase tertentu dari DPK BUK dan BUS dalam Rupiah. 

Kebijakan PLM/PLM Syariah diharapkan mengatasi permasalahan prosiklikalitas likuiditas serta


menjadi instrumen makroprudensial berbasis likuiditas yang berlaku untuk seluruh bank. PLM
wajib dipenuhi oleh Bank Umum Konvensional dan Unit Usaha Syariah, sedangkan PLM
Syariah wajib dipenuhi oleh Bank Umum Syariah.

Kebijakan PLM/PLM Syariah diharapkan mengatasi permasalahan prosiklikalitas likuiditas serta


menjadi instrumen makroprudensial berbasis likuiditas yang berlaku untuk seluruh bank. PLM
wajib dipenuhi oleh Bank Umum Konvensional dan Unit Usaha Syariah, sedangkan PLM
Syariah wajib dipenuhi oleh Bank Umum Syariah. Ketentuan terkini mengenai PLM/PLM
Syariah dapat dilihat pada:

 Peraturan Bank Indonesia Nomor 22/17/PBI/2020 tentang Perubahan Kedua atas


Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/4/PBI/2018 tentang Rasio Intermediasi
Makroprudensial dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial bagi Bank Umum
Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah.
 Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 22/30/PADG/2020 tentang Perubahan
Kedua atas Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 21/22/PADG/2019 tentang Rasio
Intermediasi Makroprudensial dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial bagi Bank
Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah.
Perkembangan PLM/PLM Syariah
 
Tgl. Tgl.
Pengumuma Berlak Ketentuan Siaran Pers Instrumen Besaran Fleksibilitas
n u
16 Jul PBI Pranala Siaran
3 Apr 2018 PLM 4% 2%
2018 No.20/4/PBI/2018 Pes
PLM
4% 4%
Syariah
PADG
30 Nov Pranala Siaran
15 Nov 2018 No.20/31/PADG/201 PLM 4% 2%
2018 Pers
8
PLM
4% 4%
Syariah
30 Sep PBI Pranala Siaran
19 Nov 2020 PLM 6% 6%
2020 No.22/17/PBI/2020 Pers
PLM
4,5% 4,5%
Syariah
30 Sep PBI Pranala Siaran
20 Apr 2021 PLM 6% 6%
2020 No.22/17/PBI/2020 Pers
PLM
4,5% 4,5%
Syariah

Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP)


Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP) adalah pinjaman dari Bank Indonesia kepada Bank untuk mengatasi kesulitan
Likuiditas Jangka Pendek yang dialami oleh Bank. Sedangkan Pembiayaan Likuiditas Jangka Pendek Syariah (PLJPS) adalah
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dari Bank Indonesia kepada Bank untuk mengatasi Kesulitan Likuiditas Jangka Pendek
yang di alami oleh Bank. Kesulitan likuiditas jangka pendek adalah keadaan yang dialami Bank yang disebabkan oleh terjadinya
arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar dalam rupiah yang dapat membuat Bank tidak dapat
memenuhi kewajiban GWM.

Ketentuan mengenai PLJP dapat dilihat di :

 PBI No. 22/15/PBI/2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/3/PBI/2017 tentang
Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional.
 PADG No. 22/31/PADG/2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor
19/6/PADG/2017 tentang Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional.

Anda mungkin juga menyukai