Berdasarkan hasil riset LPPI, nilai rata-rata praktik GCG dalam beberapa
tahun belakangan memang terlihat membaik. Pada 2016, nilainya berada
di level 2,16, setahun setelahnya berada di level 2,07 dan data terakhir
2018 berada di level 2,02. Makin mendekati 1, maka praktik GCG sebuah
bank dinilai makin baik.
Akan tetapi jika dilihat secara tren sejak 2007 hingga 2018, maka bisa
disimpulkan bahwa praktik GCG di perbankan Indonesia tidak mengalami
perbaikan, alias terus memburuk. Jika ditelisik lebih lanjut hasil riset
tersebut, dapat disimpulkan bahwa makin besar modal sebuah bank maka
makin bagus praktik GCG-nya.
Sementara itu, jika dilihat dari kepemilikan saham, bank-bank milik negara
memiliki nilai GCG tertinggi. Berdasarkan analisis deskriptif dari riset
tersebut, bank BUMN berada di bawah rata-rata industri dengan PK
SANGAT BAIK. Sedangkan bank swasta nasional dan bank asing memiliki
nilai di bawah rata-rata industri dan PK BAIK. Sementara BPD memiliki
rata-rata nilai komposit di atas rata-rata industri dengan PK BAIK, alias
yang paling buruk di industri.
Dalam aturan itu, setiap bank umum yang beroperasi di Indonesia harus
menilai sendiri GCG-nya (self assessment) dengan menggunakan suatu
ukuran tertentu, paling kurang 1 (satu) kali dalam setahun. Hasil self
assessment ini kemudian dilaporkan kepada otoritas.
Riset LPPI didasarkan pada survei laporan GCG bank, dan situs resmi dari
108 bank, atau 97 persen dari total bank yang ada. Jika telusuri tahun demi
tahun sejak kewajiban penerapan GCG tersebut diberlakukan, terlihat
adanya penurunan kualitas governance. Dalam riset,disebutkan ketika
pertama kali diterapkan pada 2006, nilai rata-rata GCG industri perbankan
berada di kisaran 1, yang berarti sangat baik (lihat tabel).
Pada 2014 ada kasus pembobolan dana dan juga skimming kartu debit
dan kredit yang menimpa Bank Mandiri. Total dana yang dicuri berjumlah
puluhan miliar rupiah. Kemudian pada 2015, mencuat kasus besar yang
menimpa Bank BTPN ketika dana Rp22 miliar milik Pemerintah Kota
Semarang raib dari deposito yang dikelola bank itu. Pemkot menyimpan
uang sebesar Rp 22 miliar yang didepositokan ke BTPN sejak 2007, dalam
bentuk rekening koran.
Tantangan 2020
Pada tahun ini, penerapan GCG akan menghadapi tantangan yang lebih
berat ketika perekonomian global tengah terancam resesi dan juga kisruh
keamanan global. Bahkan berdasarkan laporan tiga lembaga ekonomi
global terkemuka yaitu Fitch Rating, Moody’s dan McKinsey, tantangan
ekonomi 2020 justru akan membuat risk appetite pelaku di sektor
keuangan meningkat.
Saat ini publik memang tengah menyoroti praktik GCG pada perusahaan-
perusahaan BUMN tak terkecual di bidang perbankan. Meski begitu,
secara umum, kata Daniri, praktik di bank-bank BUMN cenderung lebih
baik, karena bank diawasi oleh lebih banyak regulator. “Bank BUMN
pengawasannya lebih ketat, karena diawasi oleh regulator bank, regulator
pasar modal dan regulator BUMN,” tukas Daniri.
Sementara itu, Wilson Arafat, praktisi GCG yang bekerja di sebuah bank
mengatakan bahwa pada 2020, dalam konteks praktik GCG, ada dua hal
yang perlu ditegakkan. Pertama, etika bisnis harus yang dituangkan dalam
code of conduct perbankan.
Predikat
Nilai Komposit PK
Komposit
Nilai Komposit < 1,50 Sangat Baik 1
1,5 ≤ Nilai Komposit < 2,5 Baik 2
2,5 ≤ Nilai Komposit < 3,5 Cukup 3
3,5 ≤ Nilai Komposit < 4,5 Kurang Baik 4
4,5 ≤ Nilai Komposit < 5,0 Tidak Baik 5
Sumber: SE OJK No. 13/SEOJK.03/2017