Anda di halaman 1dari 6

TUGAS MAKALAH MANAJEMEN KEUANGAN DAN INVESTASI

SYARIAH
(Contoh kasus tata kelola perusahaan yang baik dan contoh kasus tata kelola
perusahaan yang tidak baik)

DISUSUN OLEH :

RIZKI NOVENSI YUSTA (201901043P)

DOSEN PENGAMPU: AHMAD GUPRAN, SE., M.Si

SEKOLAH TINGGI EKONOMI DAN BISNIS SYARIAH

INDO GLOBAL MANDIRI (IGM)

2021
1. Perusahaan Dengan Tata Kelola Yang Tidak Baik

Kasus Gagal Bayar Jiwasraya

Industri Keuangan Nasional akhir-akhir ini dihebohkan dengan kasus gagal bayar
perusahaan asuransi plat merah PT. Asuransi Jiwasraya ( Jiwasraya ) yang merupakan
perusahaan asuransi BUMN bidang asuransi terbesar. Kejaksaan Agung mengungkapkan potensi
kerugian negara dari kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) bisa mencapai Rp
17 triliun dan besaran nilai yang sesungguhnya sedang dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK). Nilai tersebut berasal dari penelaahan berkas selama 10 tahun, dari 2008 hingga 2018.

Gagal bayar Asuransi Jiwasraya sebenarnya terjadi pada salah satu produk unggulannya
yang bernama JS Saving plan. JS Saving plan merupakan produk asuransi jiwa sekaligus
investasi yang ditawarkan melalui perbankan atau bancassurance. Berbeda dengan produk
asuransi unit link yang risiko investasinya ditanggung pemegang polis, JS Saving plan
merupakan investasi non unit link yang risikonya sepenuhnya ditanggung perusahaan asuransi.
JS Saving Plan menawarkan jaminan return yang sangat tinggi dengan periode pencairan setiap
tahun. Nilai return ini jauh lebih tinggi atau hampir dua kali lipat daripada bunga yang
ditawarkan deposito bank yang saat itu besarannya di kisaran 5-7 persen. . Tercatat ada 17.000
pemegang polis JS Saving Plan. Adapun total pemegang polis Jiwasraya secara keseluruhan
termasuk pemegang polis produk lainnya mencapai 7 juta pemegang polis.

Beberapa dugaan penyebab gagal bayarnya Jiwasraya diantaranya : Produk-produk yang


merugi ( negative spread dan underpricing, harga kemurahan ), kinerja pengelolaan aset yang
rendah, kualitas aset investasi dan non investasi yang kurang likuid, sistem pengendalian
perusahaan yang masih lemah, tata Kelola perusahaan yang kurang baik, sistem informasi yang
tidak andal, kantor cabang yang tidak produktif, biaya operasional yang tidak efisien, akses
permodalan yang terbatas, kurangnya inovasi di bidang produk dan layanan, kualitas SDM
asuransi yang terbatas, budaya kerja yang kurang professional, sarana dan prasarana kerja yang
belum modern.

Kasus gagal bayar Jiwasraya selalu dikaitkan dengan peran OJK sebagai oritas pengawas
lembaga keuangan. Dalam POJK Nomor 73/POJK.05/2016 tentang Tata Kelola Perusahaan
yang Baik bagi Perusahaan Perasuransian disebutkan bahwa tata kelola perusahaan yang baik
merupakan salah satu pilar dalam membangun kondisi perekonomian yang sehat. Penerapan tata
kelola perusahaan yang baik berkaitan erat dengan kredibilitas perusahaan yang menjalankan
serta iklim perekonomian di suatu negara. Pesatnya perkembangan industri perasuransian harus
didukung dengan iklim yang kondusif. Dalam rangka menunjang pencapaian iklim usaha yang
kondusif serta persaingan usaha yang sehat, maka penting bagi industri perasuransian untuk
menerapkan tata kelola perusahaan yang baik. Penerapan tata kelola perusahaan yang baik oleh
industi perasuransian tersebut menjadi salah satu bagian penting dalam menangani risiko.
Apabila penerapapan tata kelola Perusahaan Perasuransian dapat berjalan dengan baik, maka
manajemen risiko juga akan berjalan dengan efektif.

Pelaksanaan Good Corporate Governance perusahaan paling tidak harus memperhatikan


beberapa hal, antara lain :

 Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi, Dewan Komisaris


 Kelengkapan dan pelaksanaan tugas Komite Audit;
 Penerapan fungsi kepatuhan, auditor internal dan eksternal;
 Penerapan manajemen risiko, termasuk sistem pengendalian internal;
 Rencana strategis Perseroan;
 Pelaksanaan transparansi kondisi keuangan dan non keuangan Perseroan.

Apabila Asuransi Jiwasraya sebelumnya sudah konsisten mejalalankan tata kelola perusahaan
yang baik sesuai dengan peraturan yang sudah ada maka kecil kemungkinan terjadi kasus gagal
bayar yang nilainya sangat besar ini. Dampak gagal bayar Jiwasraya disinyalir berdampak
massive dan sistemik. Bagi Pelaku bisnis atau seluruh stakeholder jasa keuangan, kasus
jiwasraya ini menjadi peringatan serius tentang pentingnya tata kelola perusahaan yang baik dan
benar.

Kasus GCG Oleh PT Freeport Indonesia Tahun 2017

Permasalahan yang terjadi bermulai dari adanya ketidak-sesuaian gaji dan upah para
pekerja Indonesia yang bila dibandingkan dengan tenaga kerja dari negara lain yang sama
levelnya sangat berbeda jauh. Gaji pekerja Freeport hanya sebatas upah minimum regional (
UMR ). Meski dikatakan tidak melanggar hukum, namun gaji yang diberikan tersebut jauh dari
apa yang dibayangkan. Selain minimnya gaji atau upah yang diberikan, pekerja di perusahaan
tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut sangat tidak merata antara pekerja lokal asli Papua
dengan pekerja asing. Dan ironisnya, para pekerja lokal umumnya dipekerjakan di level paling
bawah, lain halnya dengan pekerja asing.

Selain hal diatas masih terdapat bentuk pelanggaran lain diantaranya adalah ketidak-sesuaian
laporan dengan fakta di lapangan yang ditemukan oleh BPK. Penghitungan kerugian atas
dampak lingkungan dari pengoperasian tambang Freeport oleh tim pengawas dari
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Kementerian Lingkungan Hidup dan
Perhutanan selama ini tak akurat. Sehingga, tim BPK mengkaji ulang laporan tersebut dan
menemukan beberapa kejanggalan seperti adanya kelebihan pencairan jaminan reklamasi
Freeport, kerugian negara yang sebenarnya dlsb.

Kasus GCG Oleh Jamsostek

Jamsostek merupakan satlah satu perusahaan yang bergerak dibidang jasa dalam pemberian
asuransi dan perlindungan tenaga kerja yang berbeda dengan hukuman pelanggaran ham ringan .
Siapa sangkan bahwa perusahaan sekelas ini ternyata ditemukan banyak melakukan bentuk
pelanggaran yang tidak sesuai dengan GCG. Adapun bentuk bentuk pelanggaran tersebut antara
lain adalah sebagai berikut :

 Pertama, Jamsostek membentuk Dana Pengembangan Progran Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar
Rp7,24 triliun yang tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah 22/2004.
 Jamsostek kehilangan potensi iuran karena terdapat penerapan tarif program yang tidak sesuai
dengan ketentuan. Pada laporan keuangan 2011, potensi penerimaan Jamsostek yang hilang
mencapai Rp36,5 miliar karena tidak menerapkan tarif jaminan kecelakaan kerja sesuai
ketentuan.
 BPK menemukan Jamsostek belum menyelesaikan aset eks investasi bermasalah, yakni jaminan
medium term notes (MTN). Adapun aset yang belum diselesaikan adalah tanah eks jaminan
MTN PT Sapta Prana Jaya senilai Rp72,25 miliar dan aset eks jaminan MTB PT Volgren
Indonesia.
Adanya bentuk pelanggaran ini kini membuat Jamsostek tidak diperkenankan lagi memberikan
jasanya dan saat ini dialihkan ke BPJS ketenagakerjaan ebagai badan yang ditunjuk pemerintah
dalam memberikan layanan perlindungan terhadap tenaga kerja melalui jaminan pensiun dan
jaminan hari tua.

2. Perusahaan Dengan Tata Kelola Yang Baik


Kasus Air Nav Indonesia
Penerapan prinsip-prinsip Tata Kelola Perusahaan Yang Baik merupakan landasan bagi
terbentuknya system, struktur dan budaya perusahaan yang fleksibel serta adaptif atas perubahan
lingkungan bisnis yang kompetitif serta mampu membangun system pengendalian internal dan
manajemen risiko yang handal.
Prinsip-prinsip Tata Kelola Perusahaan Yang Baik sesuai dengan PER-01/MBU/2011
tanggal 01 Agustus 2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good
Corporate Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara, meliputi:

1. Transparansi (transparency), yaitu menerapkan prinsip transparansi dengan menyediakan


sarana komunikasi yang efektif dan responsif dalam memperoleh informasi
mengenai perusahaan, sehingga seluruh Pemangku Kepentingan mampu memahami
kinerja dan tindakan Perusahaan.
2. Akuntabilitas (accountability), yaitu menerapkan prinsip akuntabilitas dengan
mengoptimalkan kinerja dan peran setiap individu Perusahaan sehingga seluruh aksi
dan kegiatan Perusahaan berjalan dengan efektif dan efisien. Akuntabilitas
merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
3. Pertanggungjawaban (responsibility), yaitu menerapkan prinsip pertanggungjawaban
dengan bertanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan terkait, mematuhi
peraturan yang berlaku, serta menghindari segala transaksi yang dapat merugikan
pihak ketiga maupun pihak lain di luar ketentuan yang telah disepakati.
4. Kemandirian (independency), yaitu menerapkan prinsip independensi dengan mengelola
peran dan fungsi yang dimiliki secara mandiri tanpa ada tekanan dari pihak mana
pun yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku dan prinsip serta tata
nilai perusahaan.
5. Kewajaran (fairness), yaitu menerapkan prinsip kesetaraan dengan memperhatikan
hak setiap Pemangku Kepentingan secara adil sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Perusahaan menerapkan prinsip kewajaran dengan memenuhi
hak setiap Pemangku Kepentingan dengan tetap memperhatikan kaidah dan peraturan
perusahaan.
Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik diyakini mampu memperkuat posisi daya saing
perusahaan secara berkesinambungan, mengelola sumber daya dan risiko secara lebih efisien dan
efektif, meningkatkan corporate value dan kepercayaan investor.

AirNav Indonesia berkomitmen untuk menerapkan dan menjaga praktek Tata Kelola Perusahaan
Yang Baik dengan kualitas dan standar yang tinggi. Penerapan GCG pada AirNav Indonesia
ditujukan untuk menjadikan GCG sebagai bagian dari Budaya Perusahaan, yang pelaksanaannya
didukung oleh nilai-nilai perusahaan yang melekat di setiap Insan AirNav Indonesia.

Untuk mencapai hal tersebut dibutuhkan komitmen yang tinggi untuk mengimplementasikan
prinsip-prinsip Tata Kelola Perusahaan Yang Baik pada semua organ dan jenjang organisasi
secara terencana, terarah, dan terukur sedemikian rupa sehingga penerapan tata kelola
perusahaan yang baik dapat berlangsung secara konsisten dan sesuai dengan praktik-praktik
terbaik (best practice) penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik.
Sejak tahun 2013, AirNav Indonesia telah melaksanakan permutakhiran beberapa aturan internal
yang merupakan implementasi dari kaidah Tata Kelola Perusahaan Yang Baik, peraturan
perundangan yang berlaku, nilai-nilai budaya yang dianut, visi dan misi serta praktik-praktik
terbaik (best practice) penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik, diantaranya:

Anda mungkin juga menyukai