Anda di halaman 1dari 3

Tugas Kelompok ke-1

Week 7

Kasus

1. Kasus Garuda Indonesia

Kasus yang belakangan menjadi viral, yaitu gugatan seorang penumpang kepada
maskapai Garuda Indonesia layak untuk kita pelajari dan ambil hikmahnya. Gugatan
yang dilayangkan jumlahnya tidak main-main, B.R.A Kosmariam Djatikusomo
menggugat PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) sebesar Rp 11,25 miliar.

Kalau saja gugatan ini dimenangkan oleh Kosmariam, tentu saja ini akan semakin
memberatkan keuangan Garuda Indonesia. Apalagi belakangan kita ketahui bahwa tahun
lalu Garuda Indonesia belum berhasil mencetak laba. Pada tahun 2017, Garuda menderita
kerugian bersih sebesar 213,4 juta dollar AS. Angka tersebut menurun dibandingkan laba
bersih yang dileroleh Garuda pada tahun 2016 sebesar 9,36 juta dollar AS.

Resiko operasional
Kasus di atas adalah bagian dari risiko operasional. Risiko operasional adalah risiko
akibat ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal.

Risiko ini diakibatkan oleh tidak adanya atau tidak berfungsinya prosedur kerja,
kesalahan manusia, kegagalan sistem dan/adanya kejadian-kejadian eksternal yang
memengaruhi operasional perusahaan.

Berikut adalah keterangan dari kuasa hukum penggugat:

"Kami menilai pramugari Garuda lalai, karena para pramugari yang menyediakan
makanan sedang ngobrol satu sama lain, sehingga menumpahkan air panas," katanya.

Berdasarkan keterangan tadi jelas, bahwa kejadian risiko operasional ini disebabkan oleh
faktor kesalahan manusia.

Apakah ada kesalahan dalam melaksanakan prosedur kerja? Tentunya kita harus bertanya
pada Garuda Indonesia.

Apakah "ngobrol" pada saat menyajikan makanan dan minuman kepada penumpang itu
sudah diatur dalam SOP layanan mereka? Apabila sudah diatur, apakah diperbolehkan?

Audit and Internal Control


Jika tidak diperbolehkan, maka jelas bahwa ini adalah risiko operational yang juga
disebabkan oleh tidak berfungsinya prosedur kerja.

Risiko pasar

Adalah risiko perubahan harga pasar pada posisi portofolio (saham di IHSG) dan
rekening administratif, termasuk di dalamnya transaksi derivatif.

Dari pantauan saya pribadi pada tanggal 5 Maret 2018 setidaknya harga saham Garuda
Indonesia (GIAA) di lantai bursa saham sempat menyentuh Rp 320 per lembar saham.

Namun karena ramainya pemberitaan kasus ini di media, harga saham GIAA pada
penutupan kemarin hari Jumat tanggal 13 Maret 2018 hanya 296, atau turun sekitar 7,5%.
Bukan angka penurunan yang kecil bila dilihat dari sudut pandang investor saham.

Kita harus memahami betul bahwa sepanjang perusahaan masih memiliki produk dan
jasa, maka perusahaan tersebut selalu akan berada dalam bayang-bayang risiko
operasional. Lebih gawatnya lagi, dari satu risiko bisa menimbulkan risiko yang lainnya.

Pertanyaan:

Analisa contoh kasus tersebut diatas, menurut Anda teknik atau tools manajemen resiko
apa yang efektif digunakan oleh perusahaan untuk menaggulangi kasus tersebut diatas
dan bagaimana penerapannya!

2. Baru-baru ini kita dihebohkan dengan pengelolaan Asuransi Jiwasraya dan ASABRI
yang kedua-duanya adalah milik BUMN. Diduga, potensi kerugian perusahaan yang
sangat besar terjadi karena tata kelola yang tidak baik, pelaksanaan Manajemen Risiko
yang tidak efektif dan pelaksanaan kepatuhan (Compliance) yang tidak dijalankan secara
sungguh-sungguh. Reputasi kedua perusahaan menjadi terpuruk, demikian pula
kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi pun menurun. Hal ini menjadi
pelajaran yang sangat berharga bagi Pemerintah, pelaku industri keuangan dan
masyarakat. Pemerintah perlu membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap
industri asuransi. Peran Kementerian BUMN, OJK, Bursa Efek Indonesia, Departemen
Keuangan dan BPK, perlu bersinergi untuk menyehatkan kedua perusahaan dan industri
asuransi nasional. Perlu dibangun sistem kontrol yang efektif untuk mengawasi
pelaksanaan tata kelola usaha jasa keuangan non perbankan. Demikian pula perlu

Audit and Internal Control


diperkuat peran Internal Auditor dan Eksternal Auditor dalam mengawasi sistem
pelaporan keuangan perusahaan, khususnya untuk menghindari adanya pencatatan yang
tidak wajar atau window-dressing.

Melihat pengelolaan Jiwasraya dan ASABRI, kemungkinan besar risiko Operasional dan
Risiko Keuangan tidak dikelola secara sungguh-sungguh. Hal ini terlihat dari keberanian
menawarkan layanan Bank assurance dengan pendapatan tetap dan nilainya jauh di atas
suku bunga deposito serta memutar dana nasabah ke investasi saham perusahaan yang
rentan merugi dan investasi reksadana ke manajemen investasi yang kurang kredibel.
Akibatnya nilai investasi merugi, sementara kewajiban kepada nasabah harus tetap
dijalankan. Perusahaan asuransi asing yang beroperasi di Indonesia menjual
layanan Bank assurance atau unit link, dimana pendapatan nasabah tidak tetap, tetapi
sesuai dengan hasil investasi yang dijalankan. Fungsi Managejemen Risiko sangat
penting dalam kegiatan investasi saham dan reksadana yang setiap saat memberikan early
warning tentang kondisi saham-saham perusahaan dan manajemen investasi reksadana,
perkembangan ekonomi dan bisnis nasional serta global.

Pertanyaan:
Analisa governance risk dan compliance yang ada pada perusahaan Jiwasraya dan
ASABRI seperi pada kasus tersebut di atas!

Audit and Internal Control

Anda mungkin juga menyukai