Anda di halaman 1dari 12

KASUS KECURANGAN LAPORAN KEUANGAN YANG TIDAK

TRANSPARANSI & GAGAL BAYAR YANG DILAKUKAN


OLEH PT ASURANSI JIWASRAYA PADA TAHUN 2019

A. LATAR BELAKANG KASUS


Kinerja perusahaan dapat dinilai menggunakan laporan keuangan. Laporan
keuangan yang andal menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan
keuangan. Pengguna laporan keuangan dapat dibedakan menjadi dua yaitu pengguna
internal dan pengguna eksternal. Persyaratan normatif yang diperlukan agar laporan
keuangan memenuhi kualitas yang ditetapkan, yaitu andal, dapat dipercaya, dapat
dibandingkan, dan dapat dipahami.
Pengguna akan mengaggap kinerja perusahaan baik ketika laporan keuangan
menarik. Manajemen bertanggung jawab atas informasi yang disajikan dalam laporan
keuangan. Laporan keuangan yang baik harus terbebas dari salah saji, sehingga dapat
menjadi dasar untuk pengambilan keputusan. Standar audit membedakan salah saji
material maupun salah saji tidak material menjadi 2, yaitu error dan fraud. Error
merupakan salah saji dalam laporan keuangan yang tidak disengaja. Sedangkan Fraud
merupakan salah saji yang disengaja dalam laporan keuangan.
ACFE (Kayoi dan Fraud, 2019) medefinisikan kecurangan laporan keuangan
sebagai kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dalam laporan keuangan yang
melibatkan salah saji material.
PT. Asuransi Jiwasraya merupakan salah satu skandal yang ada di Indonesia. PT.
Jiwasraya telah menghadapi persoalan gagal bayar dan klaim uang nasabah yangtidak
kunjung cair. PT. Jiwasraya telah menempatkan dananya pada repo saham
yangmenawarkan bungga tinggi. Masalah mulai muncul ketika pasar modal
melemah.Kasus gagal bayar tersebut melibatkan tujuh bank yaitu Bank BTN, Bank
Victoria,Bank Standard Chartered, Bank ANS, Bank DBS, Bank QNB Indonesia, dan
Bank Hana.
PT. Jiwasraya melakukan penundaan pembayaran polis sebesar Rp.802 miliar
yang akan jatuh tempo pada tanggal 10 Oktober 2018. Asmawi Syam, selaku direktur
utama PT. Jiwasraya menyatakan menunggak pembayaran polis sampai ratusan miliar
karena adanya pengelolaan manajemen yang kurang hati-hati. Badan
PemeriksaanKeuangan (BPK) telah melakukan pemeriksaan terhadap PT. Jiwasraya
terkait kasus tersebut setidaknya dua kali dalam kurun waktu 2010-2019. Pemeriksaan
yang pertama dengan tujuan tertentu (PDTT) pada tahun 2016 dan mengungkapkan 16
temuan terkait dengan pengelolaan bisnis, investasi, pendapatan, dan biaya operasional
tahun 2014-2015.
PT. Jiwasraya melakukan manipulasi laporan keuangan sejak tahun 2006. Adanya
opini disclaimer (tidak menyatakan pendapat) yang dinyatakan oleh BPK untuk laporan
keuangan tahun 2006-2007 dikarenakan informasi yang disajikan tidak dapat diyakini
keberadaannya.
Perilaku kecurangan dapat didasari oleh tekanan. Tindakan kecurangan pelaporan
keuangan dapat dilakukan manajemen maupun karyawan ketika mereka memiliki
tekanan. Selain tekanan, seseorang dapat melakukan kecurangan karenaadanya
kesempatan. Tindakan kecurangan pelaporan keuangan yang dilakukan oleh manajemen
maupun karyawan dapat terjadi ketika adanya peluang atau kesempatan untuk
melakukannya.

B. RUMUSAN MASALAH
Apakah kasus kecurangan laporan keuangan dan gagal bayar yang dilakukan PT.
Jiwasraya termasuk dalam pelanggaran etika GCG (Good Coorperate Governance)?

C. PEMBAHASAN
Laporan keuangan merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan oleh
masyarakat untuk menilai kinerja dari suatu perusahaan karena melalui laporan
keuangan, masyarakat dapat melihat dengan transparan terkait kondisi kesehatan dari
suatu perusahaan. Namun laporan keuangan tidak akan memiliki arti apabila tidak dibuat
sesuai dengan kondisi nyata dari perusahaan tersebut, dan hal inilah yang dilakukan oleh
PT Jiwasraya.
Terdapat beberapa prinsip yang dilanggar oleh PT Jiwasraya dalam kasus
rekayasa laporan keuangannya. Prinsip pertama yang dilanggar adalah prinsip
bertanggung jawab, dapat dilihat dari kegagalan PT Jiwasraya untuk
mempertanggungjawabkan laporan keuangan yang dipublikasikan kepada masyarakat.
Selanjutnya adalah prinsip kejujuran yang kondisi keuangannya sengaja ditutupi agar
kinerja perusahaan terlihat baik-baik saja. Terakhir adalah prinsip bertindak baik yang
dapat dilihat dari kerugian besar yang diterima masyarakat dan para nasabah yang tidak
dapat mencairkan asuransinya. Hal ini tentunya sangat merugikan bagi nasabah.
Selain melanggar prinsip etika bisnis, kasus rekayasa laporan keuangan yang
dilakukan oleh PT Jiwasraya ini tentunya juga sudah melanggar berbagai prinsip Good
Corporate Governance diantaranya; transparency, accountability, responsibility,
independency dan fairness.

 Transparansi, PT Jiwasraya melakukan window dressing pada laporan keuangannya sejak


tahun 2006. Tetapi audit laporan keuangan PT Jiwasraya baru dilakukan pada tahun 2017
dan hasil audit membuktikan bahwa tidak terlaksananya prinsip transparansi.
 Accountability atau akuntabilitas, perusahaan ini menggunakan uang yang didapatkan
dari produk JS Saving Plan untuk diinvestasikan di saham saham yang tidak memiliki
akuntabilitas, tidak memiliki fundamental yang baik, serta memiliki resiko yang sangat
tinggi bagi PT Jiwasraya.

 Responsibility atau tanggung jawab, PT Jiwasraya mengalami gagal bayar kepada


nasabah JS Saving Plan yang dijanjikan dengan total Rp 802 miliar. Ini berarti mereka
sudah mengabaikan tanggung jawab ke nasabah.

 Independensi atau kemandirian, pada kasus PT Jiwasraya terlihat jelas bahwa perusahaan
ini juga mengabaikan prinsip independensi karena dari 13 perusahaan manajer investasi
yang terlibat diduga didalamnya terdapat kepentingan pribadi baik dari pihak manajemen
PT Jiwasraya maupun dari pihak lainnya.

 Fairness atau keadilan, PT Jiwasraya tidak berperilaku adil untuk memenuhi hak para
stakeholder berdasarkan kesepakatan yang telah disetujui kedua belah pihak dan
peraturan undang-undang.

D. SOLUSI
Berdasarkan pembahasan diatas, solusi yang dapat diambil yaitu persusahaan
dapat melakukan pembubaran. Pembubaran tersebut terjadi karena harta perusahaan yang
dinyatakan pailit berada dalam insolvensi. Selain itu perusahaan dapatmelakukan
privatisasi, privatisasi dilakukan dengan tetap menjaga pemerintah sebagai pemilik saham
mayoritas (diatas 50%) dengan kebutuhan dana Rp.32 triliun guna memenuhi risk based
capital (RBC) yang telah diatur OJK sebesar 120%. Namun untuk melakukan privatisasi
kondisi keuangan PT.Jiwasraya harus dalam keadaan sehat, sehingga memiliki nilai jual
tinggi untuk memenuhi kebutuhan dana yang besar

E. KESIMPULAN
Kasus yang terjadi pada PT Jiwasraya merupakan pelanggaran etika bisnis yang
mengarah kepada tindakan ketidakjujuran serta tidak bertanggung jawab sehingga
merugikan para stakeholder yang dimilikinya. PT Jiwasraya sebagai perusahaan asuransi
yang dipercayai oleh nasabah untuk mengelola uang mereka diamanahkan untuk berlaku
jujur, hati-hati, bertanggung jawab, serta transparan. Kasus ini juga memberikan contoh
bahwa prinsip Good Corporate Governance perlu diterapkan pada suatu perusahaan.

F. SARAN
Dari kasus ini, saran saya bagi pemerintah harus lebih tegas mengenai keterbukaan
informasi pada perusahaan perusahaan BUMN yang ada di Indonesia. Bagi perusahaan
untuk lebih selektif dalam memilih seorang pemimpin sehingga dapat lebih bijak dalam
mengambil keputusan.
PT. Asuransi Jiwasraya (Persero)
ialah salah satu perusahaan milik
negara yang
bergerak dalam bidang jasa
keuangan dan telah berdiri sejak
tanggal 31 Desember 1859.
Kegiatan utama yang dilakukan
perseroan bertujuan untuk
memberi edukasi terhadap
masyarakat dalam hal
perencanaan masa depan serta
berupaya untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat yang
berupa asuransi jiwa dan
perencanaan keuangan yang
kompleks. Pada pertengahan
tahun 2018, ditemukan
kejanggalan dalam laporan
keuangan oleh direksi baru
perseroan yang kemudian
terbukti atas melakukan
kecurangan manipulasi laporan
keuangan pada November 2018.
Pada tahun 2006, nilai ekuitas
perseroan dinyatakan mencatat
defisit sebesar
3,29 triliun rupiah oleh
Kementerian BUMN dan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Pada
tahun 2008, dilakukan audit oleh
Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK), yang kemudian
diberi opini disclaimer dalam arti
bahwa auditor tidak menyatakan
pendapat untuk
laporan keuangan 2006 hingga
2007, hal ini dikarenakan
informasi yang diberikan
mengenai cadangan tidak dapat
diyakini kebenarannya. Di tahun
yang sama, ekuitas
perseroan terus menurun hingga
mencapai Rp 5,7 triliun pada
tahun 2008 dan Rp 6,3
triliun pada tahun 2009.
Perseroan terus melanjutkan
skema reasuransi pada tahun
2010
hingga 2012 dan berhasil
mencatat angka positif sebesar
Rp 1,3 triliun pada akhir tahun
2011. Namun, Isa
Rachmatawarta yang merupakan
kepala dari Biro Perasuransian
menyatakan bahwa metode
reasuransi ialah solusi sementara
terhadap seluruh masalah.
Hal ini mendukung keputusan
Kepala Biro Perasuransian pada
tahun 2012, dimana
permohonan perpanjangan
reasuransi juga ditolak dengan
pernyataan bahwa laporan
keuangan perseroan 2011 tidak
mencerminkan angka yang
wajar.
Perseroan mulai menunjukkan
keanehan sejak tahun 2014,
dimana perseroan
mampu memberikan sponsor
untuk klub sepak bola
Manchester City di tengah
permasalah keuangannya.
Namun, kondisi keuangan
perseroan kembali tampak
mengalami kenaikan dengan
pendapatan yang dicapai dari
produk JS Saving Plan
sebesar Rp 21 triliun. Kinerja
baik perusahaan tidak
berlangsung lama, dimana pada
tahun 2018, direktur utama dan
direktur keuangan Jiwasraya
dicabut. Posisi direktur
utama digantikan oleh Asmawi
Syam, dan dibawah
kepemimpinannya, Asmawi
melaporkan keanehan laporan
keuangan perseroan kepada
Kementerian BUMN.
KRONOLOGI KASUS

PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) ialah salah satu perusahaan milik negara yangbergerak
dalam bidang jasa keuangan dan telah berdiri sejak tanggal 31 Desember 1859.Kegiatan utama
yang dilakukan perseroan bertujuan untuk memberi edukasi terhadap masyarakat dalam hal
perencanaan masa depan serta berupaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang berupa
asuransi jiwa dan perencanaan keuangan yang kompleks. Pada pertengahan tahun 2018,
ditemukan kejanggalan dalam laporankeuangan oleh direksi baru perseroan yang kemudian
terbukti atas melakukankecurangan manipulasi laporan keuangan pada November 2018.

Pada tahun 2006, nilai ekuitas perseroan dinyatakan mencatat defisit sebesar3,29 triliun
rupiah oleh Kementerian BUMN dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pada tahun 2008, dilakukan
audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang kemudian diberi opini disclaimer dalam arti
bahwa auditor tidak menyatakan pendapat untuk laporan keuangan 2006 hingga 2007, hal ini
dikarenakan informasi yang diberikan mengenai cadangan tidak dapat diyakini kebenarannya. Di
tahun yang sama, ekuitas perseroan terus menurun hingga mencapai Rp 5,7 triliun pada tahun
2008 dan Rp 6,3triliun pada tahun 2009. Perseroan terus melanjutkan skema reasuransi pada
tahun 2010hingga 2012 dan berhasil mencatat angka positif sebesar Rp 1,3 triliun pada akhir
tahun2011. Namun, Isa Rachmatawarta yang merupakan kepala dari Biro Perasuransian
menyatakan bahwa metode reasuransi ialah solusi sementara terhadap seluruh masalah.Hal ini
mendukung keputusan Kepala Biro Perasuransian pada tahun 2012, dimana permohonan
perpanjangan reasuransi juga ditolak dengan pernyataan bahwa laporankeuangan perseroan 2011
tidak mencerminkan angka yang wajar.

Perseroan mulai menunjukkan keanehan sejak tahun 2014, dimana perseroanmampu


memberikan sponsor untuk klub sepak bola Manchester City di tengahpermasalah keuangannya.
Namun, kondisi keuangan perseroan kembali tampak mengalami kenaikan dengan pendapatan
yang dicapai dari produk JS Saving Plan sebesar Rp 21 triliun. Kinerja baik perusahaan tidak
berlangsung lama, dimana padatahun 2018, direktur utama dan direktur keuangan Jiwasraya
dicabut. Posisi direktur utama digantikan oleh Asmawi Syam, dan dibawah kepemimpinannya,
Asmawimelaporkan keanehan laporan keuangan perseroan kepada Kementerian BUMN.
Keanehan tersebut terbukti dari hasil audit Price waterhouse Coopers (PwC) atas laporan
keuangan 2017 yang dilakukan koreksi terhadap laporan keuangan interim dari labasebesar Rp
2,4 triliun menjadi Rp 428 miliar.

Pada Agustus 2018, Menteri BUMN mempertemukan direksi untuk menyelidikipenyebab


potensi kegagalan perseroan dalam membayar nasabah, serta mengundangBPK dan BPKP untuk
ikut serta dalam melakukan audit investigasi terhadap perseroan.Oktober 2018, masalah tekanan
likuiditas mulai diketahui publik, dan perseroan jugamengumumkan atas ketidakmampuan dalam
membayar klaim polis jatuh tempo nasabah JS Saving Plan sebesar Rp 802 miliar. Akibat dari
hal ini, pemegang saham menunjuk Hexana Tri Sasongko menggantikan Asmawi Syam dalam
posisi direktur utama. Direktur baru ini mengungkapkan bahwa perseroan membutuhkan dana
sebesarRp 32,89 triliun untuk memenuhi rasio solvabilitas 120 persen, dan aset perusahaan
tercatat hanya sebesar Rp 23,26 triliun dengan kewajiban perusahaan yang mencapai Rp50,5
triliun.

Erick Thohir, selaku Kementerian BUMN mengaku melaporkan indikasikecurangan di


perseroan ke Kejaksaaan Agung (Kejagung) pada bulan November 2019.Hal itu dilakukan
setelah pemerintah telah melihat secara rinci laporan keuangan perusahaan yang dinilai tidak
transparan. Selain itu, kegiatan investasi perseroanterhadap saham-saham yang buruk juga
menjadi salah satu penyebab gagal bayar klaim asuransi nasabah. Hasil audiensi Kepala Staf
Kepresidenan Moeldoko dengan Forum Nasabah Korban Jiwasraya mengungkapkan bahwa
gagal bayar klaim asuransi tersebut melibatkan korban sebanyak 5,3 juta nasabah dan sekitar 80
persen diantaranya merupakan nasabah kalangan mengengah ke bawah. Pada bulan yang sama,
status pemeriksaan perseroan dinaikkan dari penyelidikan menjadi penyidikan kasus korupsi.
Kemudian, pada bulan Desember 2019, penyidikan terhadap dugaan korupsi perseroan
menyebutkan bahwa Jiwasraya menempatkan 95 dana investasi pada asset yang berisiko.

Kasus perseroan berlanjut hingga tahun 2021. Pada tanggal 25 Agustus 2021, 6terdakwa
yang dinyatakan menyebabkan kerugian terhadap negara sebesar Rp 16triuliun dipidana atas
kasus korupsi dan pencucian uang di PT. Asuransi Jiwasraya(Persero) dipenjarakan oleh
Kejagung DKI Jakarta. Pihak terpidana merupakan komisaris PT Trada Alam Minera Heru
Hidayat, mantan kepala divisi investasi direktur dan keuangan Jiwasraya Syahwirman, mantan
direktur Maxima Integra Joko Hartono,mantan direktur keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo,
mantan direktur utama RahimHendrisman, dan komisaris PT Hanson Internasional Benny
Tjokcrosaputro. Keputusanini dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA) atas hukuman pidana
berupa penjara dan denda.

Sumber:

BYARS, S. M., & STANBERRY, K. (2018). Business Ethics. Open Stax.

Kaen, F. R. (2005). Risk Management, Corporate Governance and the Public Corpporation.

Nurvita, T. (2020). FRAUD DITINJAU DARI FALSAFAH SAINS DAN ETIKA BISNIS
KASUS MEGA KORUPSI PT ASURANSI JIWASRAYA. Jurnal Manajemen Bisnis, Vol. 23
No. 1, 30-41.

Burcea, N., & Croitoru, I. (2014). BUSINESS ETHICS. Journal of Public Administration,
Finance and Law, 139-143.
Makki, S. (2020, Januari 8). Kronologi Kasus Jiwasraya, Gagal Bayar Hingga Dugaan Korupsi.
Retrieved from CNN Indonesia:

Anda mungkin juga menyukai