Disusun Oleh:
Nama : Elda Mauliyanda
NIM : 2001103010092
Program Studi : S1 Akuntansi
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
2. Pembahasan mengenai kasus pelanggaran etika akuntan profesional yang dilakukan oleh PT
Asuransi Jiwasaraya adalah sebagai berikut:
Di awal tahun 2020, terjadi perbincangan yang sangat serius di Negara Republik
Indonesia, dimana terjadi skandal gagal bayar perusahaan asuransi pelat merah milik Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang mempunyai dampak
sistemik dalam perekonomian Indonesia. Perusahaan Asuransi Jiwasraya merupakan asuransi
tertua di Indonesia yang sudah berdiri sejak 31 Desember 1859 (160 tahun). Melihat sepak
terjang Jiwasraya di dunia perasuransian di Indonesia selama 160 tahun, tidak mencerminkan
kondisi perusahaan tersebut mengalami suatu permasalahan yang serius, karena secara teori
pengawasan dan pelaporan serta semua prinsip yang mengatur tata kelola perusahaan
dijalankan perusahaan ini dengan baik. Terbukti bahwa hasil pelaporan oleh Kantor Akuntan
Publik, pemeriksaan Bapepem/ Otoritas Jasa Keuangan setiap tahun berjalan dengan normal
dan baik (tidak ada temuan yang perlu ditindaklanjuti secara serius).
Pada saat itu BUMN tersebut megeluarkan produk JS Savings Plan, dimana produk ini
dipasarkan dengan jenis asuransi yang memberikan perlindungan terhadap kematian atau
kecacatan karena kecelakaan serta memberikan kegunaan berbentuk kepastian investasi di
berupa premi awal yang dibayarkan, selanjutnya mengenai pengembalian investasi dari PT.
Jiwasraya menjamin tertanggung. Kehadiran produk JS Saving plan cukup menarik perhatian
dari masyarakat, padahal produk ini memiliki resiko yang relatif rendah yaitu memberikan
return 6-11% dalam 1 tahun. Kesalahan analisis pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh PT
Asuransi Jiwasraya, dimana terdapat produk investasi yang memiliki risiko tinggi dan terus
diselidiki oleh berbagai hak. Terkait produk investasi bernama “JS Saving Plan”, perusahaan
tidak melakukan pembayaran kepada nasabah. Besar tunggakan pada pelanggan pada akhir
tahun 2019 sebesar Rp12,4 triliun. Gagalnya pembayaran jiwasraya menurut ketua BPK RI
karena pengelolaan investasi perusahaan yang buruk. Jiwasraya kerap melakukan investasi di
saham-saham berkinerja buruk. BPK memberikan pendapat disclaimer untuk laporan keuangan
2006-2007 karena informasi cadangan tidak dapat diyakini kebenarannya. BPK mengumumkan
pernyataan tersebut karena adanya rekayasa akuntansi (window dressing) oleh Jiwasraya serta
auditor internal dan beberapa akuntan publik yang terlibat.