Anda di halaman 1dari 13

RINGKASAN MATERI KULIAH

MANAJEMEN KEUANGAN LANJUTAN

(RPS 11)

KASUS JIWASRAYA

OLEH:

KELOMPOK 3

KADEK SASWATA ABHIMANA NEGARA (2007612009)

GEDE WAHYA DHIYATMIKA (2007612013)

PROGRAM STUDI PROFESI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA
2021
ANALISIS KASUS JIWASRAYA

A. Pendahuluan
PT Asuransi Jiwasraya (Persero) merupakan perusahaan asuransi milik negara
tertua dan terbesar di Indonesia. Jiwasraya berdiri sejak masa pemerintahan Hindia
Belanda pada 31 Desember 1859 dan berubah menjadi PT Asuransi Jiwasraya
(Persero) pada tahun 21 Agustus 1984. Dalam perjalan kondisi usaha Jiwarasya turut
terdampak akibat krisis ekonomi pada tahun 1998 dan sempat membaik pada tahun
2011. Namun saat ini, jagat politik di tanah air ramai memperbincangkan kasus gagal
bayar klaim nasabah dan kerugian negara, yang terkait perusahaan asuransi milik
Negara (BUMN), yaitu PT Jiwasraya. Kasus ini sebenarnya sudah mulai muncul sejak
tahun 2018, karena masalah seretnya liquiditas atau krisis keuangan Jiwasraya.

B. Kronologi kasus
Kronologi kasus jiwasraya ini sebenarnya sudah mulai muncul sejak tahun
2018, karena masalah seretnya liquiditas atau krisis keuangan Jiwasraya. Pada
pertengahan tahun 2019, ketika Erick Thohir menjadi menteri BUMN, dan
megaskandal Jiwasraya sehingga kasusnya terbongkar ke publik. Dimana, hal itu
dilihat dari ketiadaan likuiditas membuat Jiwasraya mengalami gagal bayar klaim
nasabah JS Saving Plan sebesar Rp802 miliar pada Oktober 2018 dan mencapai
Rp12,4 triliun per Desember 2019. Dampak yang ditimbulkan menyebabkan sejumlah
pemegang polis Jiwasraya mendatangi kementerian Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) untuk meminta kepastian soal nasib uang mereka.
Kondisi keuangan perusahaan asuransi Jiwasraya sebenarnya mulai terpuruk
sejak tahun 2002 akibat krisis ekonomi, hingga akhirnya tidak mampu membayar
polis para nasabah.

Berikut kronologi kondisi keuangan Jiwasraya sejak 2002-2020:

Tahun Keterangan
2002 Insolvensi atau ketidakmampuan membayar dimana (cadangan lebih kecil dari
seharusnya) Rp2,9 triliun.
2004 Insolvensi dengan risiko pailit mencapai Rp2,76 triliun.
2006 - Ekuitas perusahaan negatif Rp3,29 triliun dan aset yang dimiliki jauh lebih kecil
dibandingkan kewajiban.
- BPK memberikan opini disclaimer (tidak menyatakan pendapat) untuk laporan
keuangan Tahun 2006-2007 dikarenakan penyajian informasi cadangan tidak dapat
diyakini kebenarannya.
2008 Defisit perusahaan Rp5,7 triliun. Kemudian Jiwasraya menerbitkan reksa dana
penyertaan terbatas dan reasuransi (penyelamatan jangka pendek) untuk
menghilangkan kerugian di laporan keuangan.
2009 Defisit perusahaan Rp6,3 triliun dan melanjutkan skema reasuransi.
2010 Perusahaan melanjutkan skema reasuransi.
2011 Perusahaan melanjutkan skema reasuransi dan surplus Rp1,3 triliun
2012 - Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan/Bapepam-LK meminta
perusahaan menyampaikan alternatif penyelesaian komprehensif dan fundamental
jangka pendek. JS Saving Plan mendapatkan ijin Bapepam-LK pada 12 Desember
2012 dengan guaranteed return 12% per tahun (lebih tinggi dibanding yield obligasi.
- Perusahaan surplus Rp1,6 triliun per 31 Desember 2012 melalui skema finansial
reasuransi, namun defisit Rp3,2 triliun tanpa skema finansial reasuransi.
2013 - Bapepam-LK resmi beralih kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan meminta
Kementerian BUMN menyampaikan langkah alternatif penyehatan keuangan
perusahaan beserta jangka waktunya karena rasio solvabilitas perusahaan kurang dari
120%.
- Perusahaan menyampaikan alternatif penyehatan berupa penilaian kembali aset tanah
dan bangunan, revaluasi menjadi Rp6,56 triliun dan mencatat laba Rp457,2 miliar.
2014 - Peningkatan penempatan dana di saham dan reksa dana.
- Terjadi lonjakan pendapatan premi hingga 50%.
2015 - Hasil audit BPK menunjukkan dugaan penyalahgunaan wewenang dan laporan aset
investasi keuangan melebihi realita (overstated) serta kewajiban di bawah realita
(understated).
- Jiwasraya membeli obligasi medium-term note (MTN) pada perusahaan yang baru
berdiri 3 tahun tanpa pendapatan dan terus merugi.
- BPK mengungkap kejanggalan pembelian saham dan reksa dana lapis kedua dan
ketiga yang tidak disertai kajian memadai, tanpa mempertimbangkan aspek legal dan
kondisi keuangan perusahaan.
2016 - OJK meminta perusahaan menyampaikan rencana pemenuhan rasio kecukupan
investasi karena sudah tidak lagi menggunakan mekanisme reasuransi.
- BPK menemukan nilai pembelian sejumlah saham dan reksa dana lebih mahal
dibanding nilai pasar sehingga berpotensi merugikan perusahaan Rp601,85 miliar.
- BPK mencatat investasi tidak langsung senilai Rp6,04 triliun atau setara 27,78% dari
total investasi perusahaan pada tahun 2015.
- Jiwasraya melepas saham dan reksa dana lapis kedua dan ketiga sesuai rekomendasi
BPK.
2017 - OJK meminta Jiwasraya mengevaluasi produk JS Saving Plan agar sesuai
kemampuan pengelolaan investasi.
- OJK memberikan sanksi peringatan pertama karena perusahaan terlambat
menyampaikan laporan aktuaria tahun 2017.
- Pendapatan premi JS Saving Plan mencapai Rp21 triliun dan laba Rp2,4 triliun atau
naik 37,64% dari tahun 2016.
- Ekuitas surplus Rp5,6 triliun tetapi kekurangan cadangan premi Rp7,7 triliun karena
belum memperhitungkan penurunan aset.
- Perusahaan kembali membeli saham dan reksa dana lapis kedua dan ketiga.
- OJK tidak menemukan saham dan reksa dana yang melebihi batas investasi (10%
saham dan 20% reksa dana) pada setiap manajer investasi.
- Pencatatan liabilitas yang lebih rendah dari semestinya membuat laba sebelum
pajak mencapai Rp428 miliar dari sebenarnya rugi Rp7,26 miliar.
2018 - OJK dan Jiwasraya membahas penurunan pendapatan premi secara signifikan
akibat penurunan guaranted return (garansi imbal hasil) atas produk JS Saving Plan.
- OJK mengenakan denda administratif Rp175 juta atas keterlambatan penyampaian
laporan keuangan 2017.
- Kantor Akuntan Publik (KAP) Pricewaterhouse Coopers (PwC) memberikan opini
tidak wajar pada laporan keuangan Jiwasraya 2017 karena perusahaan hanya
mencatatkan liabilitas manfaat polis masa depan Rp38,76 triliun yang seharusnya
Rp46,44 triliun.
- PwC mengoreksi laporan keuangan 2017 dari laba Rp2,4 triliun menjadi Rp428
miliar.
- Jiwasraya tidak dapat membayar klaim polis jatuh tempo nasabah JS Saving Plan
Rp802 miliar pada Oktober 2018.
- Kualitas aset investasi Jiwasraya hanya 5% dari aset investasi saham senilai Rp5,7
triliun pada tahun 2018 yang ditempatkan pada saham bluechip. Hanya 2% dari aset
investasi saham dan reksa dana yang dikelola manajer investasi berkualitas.
- Jiwasraya hanya mampu mendapatkan Rp1,7 triliun dari penjualan sebagian saham
dan reksa dana yang bisa dijual (karena harganya anjlok) serta masih terdapat Rp8,1
triliun di 26 saham dan 107 reksa dana yang tidak bisa dilepas.
- BPK menyebutkan Jiwasraya melakukan investasi aset berisiko untuk mengejar
imbal hasil tinggi sehingga mengabaikan prinsip kehati-hatian.
2019 - Jiwasraya membutuhkan dana Rp32,89 triliun untuk memenuhi rasio solvabilitas
(Risk Based Capital) 120%.
- Aset Jiwasraya tercatat Rp23,26 triliun, kewajibannya Rp50,5 triliun, nilai ekuitas
negatif Rp27,24 triliun dan liabilitas produk JS Saving Plan tercatat Rp15,75 triliun.
- Total klaim jatuh tempo yang gagal bayar mencapai Rp12,4 triliun.
2020 - Kejaksaan Agung meminta BPK memulai audit investigasi Jiwasraya dan OJK.
- Klaim nasabah yang akan jatuh tempo hingga akhir tahun 2020 mencapai Rp16,1
triliun. Indikasi kerugian negara Rp13,7 triliun akibat gagal bayar polis.

C. Analisis Kasus Berdasarkan Faktor Penyebab Asuransi Jiwasraya Gagal Bayar


Sebagai perusahaan asuransi tertua, apalagi termasuk BUMN, sangat
mengejutkan ketika beredar kabar bahwa PT. Asuransi Jiwasraya mengalami gagal
bayar polis para nasabahnya. Ada cukup banyak penyebab gagal bayarnya asuransi
Jiwasraya, beberapa faktor di antaranya sebagai berikut:
1) Imbal Hasil atau Bunga Terlalu Tinggi
Imbal hasil atau bunga menjadi salah satu pertimbangan dalam memilih
produk keuangan, baik tabungan, deposito, investasi, maupun asuransi saving
plan. Iming-iming tingkat bunga yang tinggi sering kali efektif untuk menarik
banyak nasabah. Demikian pula yang terjadi pada produk asuransi JS Proteksi
Plan dari PT. Asuransi Jiwasraya yang dipasarkan oleh 7 bank mitra, yaitu BRI,
BTN, Standard Chartered, Bank Victoria, Bank KEB Hana Indonesia, Bank ANZ,
dan Bank QNB Indonesia.
JS Proteksi Plan merupakan produk asuransi dengan sistem saving plan yang
menawarkan imbal hasil atau bunga sebesar 7%. Tingkat bunga yang ditawarkan
ini jelas lebih besar dari bunga deposito. Tak heran jika banyak nasabah yang
tertarik untuk ‘membeli’ produk asuransi ini. Apalagi Jiwasraya juga menawarkan
perlindungan asuransi sampai lima tahun kepada setiap nasabah sesuai dengan
jatuh tempo produk asuransi ini.
Kebijakan yang disematkan pada produk asuransi dari Jiwasraya ini juga
dianggap terlalu menguntungkan nasabah, karena nasabah diperkenankan untuk
menarik dananya setelah setahun plus imbal hasil sebesar 7%.
2) Adanya Fraud pada Laporan Keuangan
Di balik kesuksesan produk asuransi Jiwasraya yang laris manis di pasaran,
ternyata tak serta-merta diiringi dengan manajemen yang baik. Karut-marut
pengelolaan dana asuransi dengan sistem saving plan ini mulai terjadi di tahun
keempat penjualannya. Hal ini terkuak dengan adanya indikasi fraud pada laporan
keuangan tahun 2017. Dalam laporan keuangan tahun tersebut, total keuntungan
yang diraih Jiwasraya mencapai Rp 2,4 triliun, padahal laba sebenarnya hanya
sebesar Rp 328,44 miliar saja. Adanya fraud laporan keuangan ini diketahui
setelah dilakukannya audit oleh Price Waterhouse Cooper (PWC).
Fraud pada laporan keuangan dan tingkat bunga yang tinggi menyebabkan
keuangan perusahaan semakin berat. Sebab, perusahaan harus membayar kembali
dana nasabah sekaligus bunganya yang tidak sedikit saat jatuh tempo. Sementara,
keuntungan atas pemanfaatan dana nasabah tidaklah sesuai dengan yang
dicantumkan dalam laporan keuangan resmi perusahaan.
Seperti Kronologi Kasus PT Asuransi Jiwasraya yang telah diuraikan diatas,
menunjukkan bahwa telah terjadi fraud atau kecurangan yang dilakukan oleh
manajemen perusahaan yang berakibat terjadinya Gagal Bayar hingga Dugaan
Korupsi dan menyebabkan kerugian Negara. Mengacu kepada klasifikasi fraud
yang dikeluarkan oleh The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE)
dengan “fraud tree”, maka bentuk fraud yang yang paling nyata dilakukan oleh PT
Asuransi Jiwasraya adalah : Fraudulent Statements (Pernyataan palsu atau salah
pernyataan) dan Asset Misappropriation (Penyimpangan atas asset).
 Fraudelent Statements (pernyataan palsu atau salah pernyataan), yang
dilakukan adalah dalam bentuk Window dressing.
Sejak 2006-2017, PT Asuransi Jiwasraya sudah melakukan window
dressing dengan selalu membukukan laba dan bebas utang meningkat
tajam pada laporan keuangannya. Hal ini dikukung dengan pernyataan
dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang mengumumkan secara resmi
terkait skandal PT Asuransi Jiwasraya bahwa sejak 2006 laba perseroan
disebut semu karena melakukan rekayasa akuntansi (window dressing).
Kemudian juga Pt asuransi Jiwasraya diduga merekayasa harga saham
antara lain dengan jual-beli saham dengan dressing reksadana. Modusnya,
dengan saham yang harganya kemahalan atayu overprice dibeli oleh
Jiwasraya, kemudian dijual pada harga negosiasi (di atas harga perolehan)
kepada perusahaan manajer investasi (MI) untuk kemudian dibeli kembali
oleh Jiwasraya. Hal ini dibuktikan dengan aset investasi Jiwasraya yang
dominan pada saham dan reksa dana saham yang underlying asset-nya
sama dengan portofolio saham langsung
Terakhir window dressing yang dilakukan PT Asuransi Jiwasraya
dalam laporan keuangannya periode 2017. Dalam laporan perseroan
dinyatakan bahwa PT Asuransi Jiwasraya meraup laba Rp 2,4 triliun naik
37,64 persen dari tahun 2016. Padahal cuan tersebut didapat dari hasil
pengurangan dana pencadangan kerugian yang seharusnya tidak
dimasukan dalam post laba. Pencadangan itu, semestinya digunakan untuk
menambal beban utang maupun risiko pembayaran kewajiban keuangan
lainnya. Akibat dari hal tersebut kemudian ada kekurangan pencadangan
sebesar Rp 7,7 triliun. Indikasi kejanggalan laporan keuangan tersebut
didukung oleh hasil audit Kantor Akuntan Publik (KAP)
PricewaterhouseCoopers (PwC) atas laporan keuangan 2017 yang
mengoreksi laporan keuangan interim dari laba sebesar Rp 2,4 triliun
menjadi hanya Rp 428 miliar.
 Asset Misappropriation (Penyimpangan atas asset) Pada 18 Desember
2012, Bapepam - LK memberikan izin produk JS Saving Plan.
JS Saving Plan PT Asuransi Jiwasraya merupakan asuransi berbasis
investasi dan asuransi proteksi kematian dengan tenor 1 tahun-5 tahun.
Artinya jika pemilik polis JS Saving Plan meninggal sebelum jatuh tempo,
dia akan mendapatkan santunan kematian sebesar 25% dari total yang
disetorkan. Dalam memasarkan produk JS Saving Plan, PT Asuransi
Jiwasraya menggandeng 7 (tujuh) perusahaan perbankan, yaitu : Bank
Tabungan Negara; Bank Rakyat Indonesia; Bank ANZ; Bank Standard
Chartered; Bank KEB Hana Indoneisa; Bank Victoria dan Bank QNB
Indonesia. Untuk menarik calon investor, JS Saving Plan PT Asuransi
Jiwasraya menawarkan imbal hasil pasti atau guaranted return sebesar
9%-13% per tahun, tergantung masa polis selama periode 2013-2018.
Imbal hasil ini menggiurkan, lebih tinggi dari imbal hasil atau bunga
deposito perbankan per tahun di tahun 2018 yang di kisaran 5% sampai
7% per tahun. Adapun pencairan produk JS Saving Plan PT Asuransi
Jiwasraya ini bisa dilakukan setiap tahun, tergantung masa polis investor
JS Saving Plan Jiwasaraya. Menariknya untuk bisa menghasilkan imbal
hasil atau return tinggi sebesar 9% sampai 13% per tahun, Jiwasraya
bekerjasama dengan 13 manajer investasi. Dan, disinilah terungkap fakta-
fakta aksi PT Asuransi Jiwasraya menghasilkan return
3) Lemahnya Manajemen pada PT Asuransi Jiwasraya
Manajemen Jiwasraya diduga lemah dalam menjalankan prinsip kehati-hatian
dalam berinvestasi. Hal tersebut diketahui berdasarkan perincian aset investasi PT
Asuransi Jiwasraya, investasi JS Saving Plan pada saham-saham dan reksadana
yang berisiko tinggi atau high risk. Dimana seperti:
 Saham, Porsi investasi saham dalam portfolio JS Saving Plan sebesar
22,4% atau sebanyak Rp 7 triliun, dari jumlah aset finansial. Sebanyak 5%
portfolio itu berisi saham-saham di Indeks LQ45 (45 saham unggulan dan
paling likuid di Bursa Efek Indonesia), sementara sisanya di luar LQ45.
 Reksadana, Alokasi reksadana Saving Plan PT Asuransi Jiwasraya sebesar
59,1% atau sebesar Rp 14,9 triliun dari jumlah aset finansial. Dari jumlah
ini, hanya 2% yang dikelola oleh top tier perusahaan manajer investasi
(MI), sementara sisanya di luar perusahaan MI lainnya. Selain itu, berkas
dokumen yang sama menyebut, Jiwasraya tidak menerapkan portofolio
manajemen lantaran tak memiliki portofolio guideline yang mengatur
alokasi investasi maksimum pada high risk assetse. Alhasil, dengan
kondisi pasar saat ini, mayoritas aset investasi tidak dapat diperjualbelikan
alias tidak likuid.
Kemudian ada dugaan kesalahan pembentukan harga produk atau investasi
atas JS Saving Plan Jiwasaraya tersebut alias mispricing.
 Mispricing adalah kondisi harga saham dinilai overvalue atau undervalue
dari nilai wajarnya. Implikasinya: jika saham dinilai overvalue dari nilai
wajarnya, maka perusahaan akan mengeluarkan saham baru. Sebaliknya,
jika saham dinilai undervalue dari nilai wajarnya, maka perusahaan
cenderung akan menerbitkan utang dan membeli kembali sahamnya.
Dengan guaranted return 9%-13%, lebih tinggi dari pertumbuhan IHSG
dan yield obligasi serta dapat dicairkan setiap tahun, PT Asuransi
Jiwasraya terus terkena risiko pasar. Imbal hasil dari obligasi korporasi
dengan rating singleA (idA) hingga tripleA (AAA) berkisar 8%-9,5% per
tahun. Adapun sepanjang tahun 2018, kinerja Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) hanya 2,3%.
4) Serampangan dalam Investasi
Dana yang diperoleh atas penjualan produk asuransi Jiwasraya dikelola
sedemikian rupa sehingga menghasilkan keuntungan yang dapat meningkatkan
kekuatan perusahaan secara finansial. Tak hanya itu, keuntungan tersebut juga
dipergunakan untuk memberikan imbal hasil kepada para nasabah.
Sayangnya, pengelolaan dana asuransi Jiwasraya dinilai kurang baik.
Jiwasraya terlalu serampangan dalam berinvestasi. Dari laporan keuangan tahun
2017 terkuak bahwa sebagian besar dana nasabah diinvestasikan pada reksadana,
saham, dan properti.
Celakanya, investasi tersebut kurang memperhatikan manajemen risiko.
Jiwasraya justru banyak menginvestasikan dana nasabah pada saham tidak likuid
yang konsisten naik. Akibatnya, risiko gagal dan derita kerugian senantiasa
membayangi perusahaan asuransi ini. Benar saja, saham yang diborong Jiwasraya
terpuruk di pasar keuangan, sehingga berdampak pada tingkat keuntungan yang
diperoleh pun tidak maksimal, bahkan mengalami kerugian.
Seperti saham sebesar 22,4 persen (Rp5,7 triliun) dari jumlah aset finansial,
tapi hanya ditempatkan 5 persen di saham LQ45 atau saham yang likuid. Lalu
reksadana 59 persen (Rp14,9 triliun), di mana hanya 2 persen saja yang dikelola
top tier manajer investasi Indonesia.
Selain itu, terungkap juga 12 persoalan utama yang memicu perusahaan
mengalami kesulitan keuangan dan gagal bayar polis yang jatuh tempo.
Permasalahan utama perusahaan Jiwasraya adalah:
 Produk-produk yang merugi (negative spread dan underpricing, harga
kemurahan).
 Kinerja pengelolaan aset yang rendah.
 Kualitas aset investasi dan non investasi yang kurang likuidaso.
 Sistem pengendalian perusahaan yang masih lemah.
 Tata Kelola perusahaan yang kurang baik.
 Sistem informasi yang tidak anda.
 Kantor cabang yang tidak produktif.
 Biaya operasional yang tidak efisien
 Akses permodalan yang terbatas.
 Kurangnya inovasi di bidang produk dan layanan.
 Kualitas SDM asuransi yang terbatas dan budaya kerja.
 Sarana dan prasarana kerja yang belum modern.

D. Upaya Penyelamatan Pada Asuransi Jiwasraya


Permasalahan yang tengah dihadapi oleh PT. Asuransi Jiwasraya tentu
membutuhkan perhatian lebih terutama dari pemerintah. Dibutuhkan solusi yang tepat
untuk menyelamatkan perusahaan asuransi ini dari kebangkrutan.
Sejak terungkap Oktober 2018 lalu, jajaran petinggi PT. Asuransi Jiwasraya
dan pemerintah yang dalam hal ini adalah Kementerian BUMN tidaklah tinggal diam.
Mereka telah berupaya mengambil langkah strategis untuk menyelamatkan Jiwasraya.
Berikut upaya- upaya yang telah dilakukan:
1) Memperpanjang Kontrak Polish Yang Jatuh Tempo
Tekanan likuiditas yang dialami Jiwasraya mengakibatkan perusahaan
asuransi tersebut mengalami gagal bayar terhadap polis yang telah jatuh tempo.
Upaya pertama yang dilakukan untuk menyelamatkan Jiwasraya dari
kebangkrutan adalah dengan memperpanjang kontrak polis yang telah jatuh
tempo atau roll over.
Upaya roll over polis ini dinilai sebagai win-win solution baik bagi perusahaan
maupun nasabah. Bagi nasabah yang bersedia melakukan roll over, akan
diberikan pembayaran di muka atas bunga perpanjangan kontrak polis tersebut.
Sementara bagi nasabah yang tidak bersedia melakukan roll over polis diberikan
bunga pengembangan efektif sebesar 5,75% per tahun.
2) Menerbitkan Surat Utang
Upaya kedua yang dilakukan untuk menyelamatkan Jiwasraya adalah
menerbitkan surat utang. Tujuannya yaitu untuk meningkatkan investasi agar
neraca keuangan perusahaan bisa kuat kembali dalam waktu lebih cepat.
Surat utang yang diterbitkan Jiwasraya berbentuk MTN (Medium Term Note)
atau surat utang jangka menengah senilai Rp 500 miliar. Dengan surat utang
tersebut, harapannya Jiwasraya dapat memperoleh dana yang bisa digunakan
untuk memperbanyak investasi agar neraca keuangan perusahaan semakin kuat.
3) Mendirikan Anak Perusahaan
Upaya lain yang dilakukan adalah dengan mendirikan anak perusahaan yang
diberi nama PT. Jiwasraya Putra. Tujuannya meningkatkan kinerja usaha
perusahaan untuk memperbaiki likuiditas perusahaan.
Strategi yang digunakan adalah menjual produk asuransi baru dan unit link.
Berkenaan dengan hal itu, Jiwasraya menggandeng 4 BUMN besar untuk
memasarkan produknya tersebut. Adapun BUMN yang terlibat antara lain BTN
(Bank Tabungan Negara), KAI (Kereta Api Indonesia), Telkomsel, dan
Pegadaian.

E. Saran yang Diberikan Berdasarkan Kasus


1) Terkait Pengendalian Internalnya
Berdarkan hal ini, Pengawasan perusahaan asuransi jiwa harus dilakukan
berlapis-lapis, mulai dari pengawasan dan pengendalian internal yang dilakukan
oleh dewan komisaris sebagai organ perusahaan, dilakukan lebih lanjut oleh
auditor internal dan komite di bawah direksi dan dewan komisaris, serta
pengawasan oleh OJK sebagai regulator, sehingga meminimalisir dan mendeteksi
adanya kemungkinan Fraud yang dapat dilakukan.
Masih terkait dengan pengawasan, langkah lanjutan yang harus diambil oleh
auditor internal adalah meninjau kembali dengan tepat dalam pendeteksian
kecurangan dalam perusahaan, sehingga manajemen dapat membuat langkah-
langkah preventif dalam upaya peningkatan kinerja manajemen dan semua sistem
perusahaan, serta membuat upaya penyelamatan kelangsungan usaha Jiwasraya
sebelum perusahaan dinyatakan bangkrut.
Selain langkah-langkah yang telah disebutkan, manajemen dan auditor internal
juga diharuskan untuk memperkirakan skema JS Saving Plan yang akan
ditempuh, apakah skema tersebut benar-benar dapat membantu keberlanjutan
usaha, atau hanya meningkatkan beban perusahaan seperti yang dapat kita lihat
telah terjadi pada kasus Jiwasraya
2) Terkait Implementasi GCG
PT Asuransi Jiwasraya (Persero) selaku pelaku usaha harus secara konsisten
menerapkan prinsip-prinsip yang terkandung di dalam Good Corporate
Governance (GCG), yaitu keterbukaan (transparency), akuntabilitas
(accountability), tanggung jawab (responsibility), independen (independency),
kewajaran (fairness), dalam kegiatan operasionalnya dan memenuhi ketentuan-
ketentuan yang ada, baik itu ketentuan dalam bidang perasuransian maupun
ketentuan-ketentuan lainnya, khususnya dalam hal ketentuan yang mengatur
mengenai perlindungan konsumen sehingga diharapkan apabila PT Asuransi
Jiwasraya (Persero) dikelola dengan tata kelola perusahaan yang baik maka PT
Asuransi Jiwasraya dapat menghasilkan produk dan jasa baik dimana nantinya hal
tersebut akan semakin meningkatkan kepercayaan dan kepuasan konsumennya.
Di samping itu juga, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sebagai entitas utama
terhadap anak perusahaannya yang bergerak di bidang usaha jasa keuangan, yang
merupakan konglomerasi keuangan harus dapat mengkontrol dan mengawasi
anak perusahaan tersebut agar tata kelola anak perusahaan tersebut menerapkan
pedoman GCG Terintegrasi sehingga mencerminkan prinsip Good Corporate
Governances dalam rangka mewujudkan perlindungan hukum terhadap
konsumen dalam usaha bisnis yang dijalankan.

F. Simpulan
Kasus salah kelola pada BUMN Jiwasraya dapat menurunkan kepercayaan
masyarakat terhadap perusahaan asuransi di Indonesia. Hal ini menjadi pelajaran
berharga bagi pemerintah khususnya OJK dalam mengatur dan menata industri
perasuransian ke depan dan mengambil solusi yang terbaik dalam penyelesaiannya.
Penyelematan dana nasabah dan investor, merupakan upaya yang mendesak untuk
dilakukan pemerintah ke depan. Perlu terus dilakukan pengawasan intensif untuk
menjaga stabilitas sistem keuangan, yang khususnya industri perasuransian.
DAFTAR PUSTAKA

ACFE. (2020a). Fraud Tree. Acfe.Com. https://www.acfe.com/fraud-tree.aspx

ACFE. (2020b). What Is Fraud? Acfe.Com. https://www.acfe.com/fraud-101.aspx

AICPA. (2002). AU Section 316 Consideration of Fraud in a Financial. October, 99, 113,
167–218.

Amrizal. (2004). Pencegahan Dan Pendeteksian Kecurangan. Pengantar Auditing, 5(Internal


Audit), 1–17.
http://bpkp.go.id/public/upload/unit/investigasi/files/Gambar/PDF/cegah_deteksi.pdf

BUMN, M. (2011). Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) No:
PER-01/MBU/2011. (Per—01/Mbu 2011), http://jdih.bumn.go.id/baca/PER-
01/MBU/2011.pdf.

CNN Indonesia. (2020). Kronologi Kasus Jiwasraya, Gagal Bayar Hingga Dugaan Korupsi.
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200108111414-78-463406/kronologi-kasus-
jiwasraya-gagal-bayar-hingga-dugaan-korupsi

The Institute of Internal Auditors (IIA); (2019). Iia Position Paper Internal Audit Dan
Kecurangan. Iia, 1–4. https://na.theiia.org/translations/PublicDocuments/Fraud-and-
Internal-Audit-Indonesian.pdf

https://finansial.bisnis.com/read/20200131/215/1196058/megaskandal-jiwasraya

Anda mungkin juga menyukai