0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
150 tayangan2 halaman
Jiwasraya merupakan perusahaan asuransi milik negara yang mengalami kerugian besar akibat investasi berisiko tinggi pada saham-saham yang fluktuatif tanpa dilakukan pencegahan kerugian (cut loss). Investasi dilakukan melalui reksadana yang dikelola oleh pihak ketiga. Kasus ini diduga korupsi antara manajemen Jiwasraya dengan manajer investasi. Untuk menyelesaikan masalah, diperlukan restrukturisasi perusaha
Jiwasraya merupakan perusahaan asuransi milik negara yang mengalami kerugian besar akibat investasi berisiko tinggi pada saham-saham yang fluktuatif tanpa dilakukan pencegahan kerugian (cut loss). Investasi dilakukan melalui reksadana yang dikelola oleh pihak ketiga. Kasus ini diduga korupsi antara manajemen Jiwasraya dengan manajer investasi. Untuk menyelesaikan masalah, diperlukan restrukturisasi perusaha
Jiwasraya merupakan perusahaan asuransi milik negara yang mengalami kerugian besar akibat investasi berisiko tinggi pada saham-saham yang fluktuatif tanpa dilakukan pencegahan kerugian (cut loss). Investasi dilakukan melalui reksadana yang dikelola oleh pihak ketiga. Kasus ini diduga korupsi antara manajemen Jiwasraya dengan manajer investasi. Untuk menyelesaikan masalah, diperlukan restrukturisasi perusaha
Jiwasraya merupakan perusahaan BUMN yang bergerak dibidang
asuransi. Permasalahan pada Jiwasraya sebenarnya sudah sejak tahun 2006, namun beratnya timbul saat perusahaan ini mengalami kerugian sebesar 13,7 T karena terjadi gagal bayar polis JS Saving Plan yang menjanjikan imbal hasil yang sangat tinggi yaitu 9-13 %. Kronologi permasalahan Jiwasraya yaitu Tahun 2013 : Jiwasraya mengeluarkan JS Saving Plan yang menjanjikan imbal hasil 9-13 % Tahun 2014-2015 : Pengelolaan dana untuk mengembalikan uang kepada pemegang polis diletakkan pada Manajer Investasi dibawah Beny Tjokro dkk yang menjanjikan return sangat tinggi padahal dalam bisnis dikenal istilah “High Risk, High Return”. Dan ternyata, Dana pengelolaan Jiwasraya diinvestasikan pada saham- saham “gorengan”, saham yang kapitalisasinya kecil dan sangat fluktuatif dan menimbulkan risiko yang sangat tinggi. Dan permasalahannya, Jiwasraya Tidak berinvestasi langsung ke saham gorengan namun lewat reksadana yang dimainkan Beni cokro dkk, sehingga mekanisme tersebut yang sebenarnya harus diawai secara ketat. Tahun 2018 : harga saham turun drastis, namun tidak dilakukan cut loss hingga saham tersebut tidak dapat diperdagangkan lagi. Kerugian Jiwasraya semakin membengkak. Equity Jiwasraya yang akhirnya mencapai -24 T disebabkan karena investasi yang asal-asalan, marketing keuangan yang bermasalah, dan jumlah pelanggan baru tidak sebanding dengan yang jatuh tempo. Kasus jiwasraya ini juga diduga karena adanya kerjasama antara direksi dengan manajer investasi yang berindikasi pada tindak pidana korupsi. Menurut Bhima Yudistira, pada kasus ini terdapat 2 kemungkinan terkait OJK yang merupakan lembaga yg seharusnya mengawasi kinerja perusahaan dibidang keuangan yaitu missing pada OJK yang menganggap perusahaan asuransi ini tidak memberikan dampak yang sistemik sehingga tidak ada reformasi dan OJK tahu bakal berbahaya namun dibiarkan. Dalam mengatasi kasus Jiwasraya ini, terdapat 3 kemungkinan solusi yaitu restrukturasi, holdingisasi dan menerbitkan utang dengan bunga yang wajar untuk membayar polis jatuh tempo. Dan pemerintah perlu membentuk Direktorat yang khusus menangani asuransi dan lembaga penjamin polis untuk mengatasi apabila terdapat kerugian seperti kasus serupa.