Anda di halaman 1dari 19

Lembar Pengantar

Ujian Akhir Semester


Final Examination Cover Sheet
Nama Mahasiswa :

Student Name

NIM Mahasiswa :

Student ID

Nama Mata Kuliah :


Course Name

Kelas (Regular/Retake)* :

Class

Dosen :

Lecturer / Tutor

Tanggal Penyerahan :

Submission Date
Saya menyatakan bahwa asesmen ujian akhir semester ini adalah merupakan karya saya sendiri, dan belum
diserahkan untuk keperluan nilai kredit akademik di institusi lain, dan menyatakan bahwa penilai dapat
mempergunakannya untuk:
I declare that this Final Examination Assessment item is my own work, and has not been submitted for
academic credit elsewhere, and acknowledge that the assessor of this item may, for the purpose of assessing
this item
a. Memperbanyak hasil penilaian ujian akhir semester ini dan memberikan salinannya kepada pihak terkait
lainnya dalam Universitas; dan/atau
Reproduce this final examination assessment item and provide a copy to another member of the
University; and/or,
b. Menyerahkan salinan dari hasil penilaian ujian akhir semester ini kepada layanan pemeriksaan
plagiarisme (untuk disimpan sebagai arsip dalam pemeriksaan plagiarisme di masa mendatang)
Communicate a copy of this final examination assessment item to a plagiarism checking service (which
may then retain a copy of the final examination assessment item on its database for the purpose of future
plagiarism checking).
c. Saya menyatakan bahwa saya telah membaca dan memahami Peraturan Universitas sehubungan dengan
Pelanggaran Akademik Mahasiswa
I certify that I have read and understood the University Rules in respect of Student Academic
Misconduct.
Ditanda tangani oleh (Isi Nama Mahasiswa) :

Signed by (Write down Student Name)

Tanggal

Date

*Pilih salah satu/Select one

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul

Analisis Kasus Jiwasraya Berdasarkan Hukum Negara ini tepat pada

waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk

memenuhi tugas dosen pada mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Selain

itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang kasus

Jiwasraya bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu/Bapak selaku dosen mata

kuliah yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan

dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah

ini.

Kami menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata

sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan

demi kesempurnaan makalah ini.

BAB SATU
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Secara umum Negara dan konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat

dipisahkan satu sama lain. Bahkan, setelah abad pertengahan yang ditandai

dengan ide demokrasi dapat dikatakan tanpa konstitusi Negara tidak mungkin

terbentuk. Konstitusi merupakan hukum dasarnya suatu Negara. Berdirinya

sebuah negara tidak lepas dari adanya konstitusi yang mendasarinya. Konstitusi

dapat berupa hukum dasar tertulis yang lazim disebut Undang-Undang Dasar, dan

dapat pula tidak tertulis. Konstitusi merupakan dasar dari tatanan hukum sebuah

negara, yang di dalamnya terdapat perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia

(HAM) dan mengatur tentang distribusi kekuasaan (Distribution of Power) dalam

penyelenggaraan negara. Konstitusi biasanya juga disebut sebagai hukum

fundamental negara, sebab konstitusi ialah aturan dasar. Aturan dasar yang

nantinya akan menjadi acuan bagi lahirnya aturan-aturan hukum lain yang ada

dibawahnya.

Negara dituntut berperan lebih, sehingga format kelembagaan organisasi

birokrasinya juga menjangkau kebutuhan yang lebih luas. negara bertanggung

jawab terhadap kesejahteraan rakyat yang minimal, bahwa pemerintah harus

mengatur pembagian kekayaan negara agar tidak ada rakyat yang kelaparan, tidak

ada rakyat yang menemui ajalnya karena tidak dapat membayar biaya rumah

sakit, juga dapat dikatakan bahwa negara kesejahteraan mengandung unsur

sosialisme, mementingkan kesetaraan di bidang politik maupun di bidang

ekonomi. Kebijakan sosial diwujudkan dalam berbagai program pemerintah


melalui skema perlindungan melalui skema perlindungan sosial (sosial protection)

yang mencakup jaminan sosial (baik berbentuk bantuan sosial dan asuransi sosial)

maupun jaring pengaman sosial (social safety nets).

Karena negara bertanggungjawab atas kesejahteraan rakyat dan negara, maka

di dalam makalah ini kami akan membahas mengenai peran pemerintah dan usaha

pemerintah dalam kasus Jiwasraya.

PT Asuransi Jiwasraya (Persero) merupakan perusahaan asuransi milik negara

tertua dan terbesar di Indonesia. Pada Oktober 2018, Jiwasraya telah gagal bayar

atas klaim polis jatuh tempo nasabah JS Saving Plan sebesar Rp802 miliar, akibat

buruknya tata kelola perusahaan dan lemahnya pengawasan Otoritas Jasa

Keuangan. Kasus ini menarik untuk dianalisis dengan fokus pada alternatif solusi

penyelesaian bagi perusahaan, apakah pembubaran atau penyelamatan.

Perusahaan dapat melakukan pembubaran karena pailit atau pemerintah dapat

melakukan penyelamatan melalui privatisasi, bailout dalam bentuk Penyertaan

Modal Negara, pembentukan Holding BUMN asuransi, atau akuisisi. Saat ini,

pemerintah sedang melakukan proses pembentukan holding BUMN asuransi

untuk menyuntikkan dana ke Jiwasraya. Pemerintah perlu melakukan reformasi

Lembaga Keuangan Non Bank yang mencakup pengaturan, pengawasan, dan

manajemen risiko. DPR RI melalui fungsi pengawasan hendaknya terus

mengawal penyelesaian kasus Jiwasraya untuk mengembalikan kepercayaan

masyarakat terhadap perusahaan asuransi dan pemerintah.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Penyebab Kasus Jiwasraya ?


2. Bagaimana kerugian kasus tersebut dalam perekonomian Indonesia?

3. Upaya apa yang harus dilakukan pemerintah dalam mengatasi kasus

tersebut ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui penyebab kasus Jiwasraya

2. Untuk mengetahui lebih jelas dampak kasus terhadap perekonomian

Indonesia

3. Untuk mengalisis upaya apa saja yang dilakukan pemerintah dalam

mengatasi kasus tersebut


BAB DUA

PEMBAHASAN

A. Penyebab Terjadi Kasus Jiwasraya

Asuransi Jiwasraya merupakan perusahaan asuransi jiwa tertua di

Indonesia yang merupakan cikal bakal dari perusahaan asuransi jiwa milik

Belanda NILLMIJ van 1859, yang akhirnya dinasionalisasikan dan menjadi

milik negara pada tahun 1960. Setelah beberapa kali mengalami perubahan

nama, PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) merupakan satu-satunya perusahaan

Asuransi Jiwa milik pemerintah Republik Indonesia (BUMN) dan saat ini

merupakan perusahaan Asuransi Jiwa lokal terbesar di Indonesia.

Jiwasraya memiliki beragam produk baik individu maupun

grup/kumpulan dan selalu mengalami perkembangan dan peningkatan,

disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat. Untuk

memberikan layanan prima bagi pemegang polisnya, saat ini Jiwasraya

memiliki Kantor Pusat Bancassurance & Strategi Aliansi, Kantor Pusat

Program Manfaat Karyawan, 14 Kantor Wilayah, 71 Kantor Cabang, dan 494

Unit Kerja Area dengan dukungan 15 ribu agen diseluruh Indonesia.

Kinerja dan performa perusahaan yang baik, terbukti menghantarkan

Jiwasraya mampu meraih beberapa penghargaan bergengsi di tahun 2015

antara lain, The 1st Champion of Indonesia Original Brand SWA Award,

Infobank Insurance Award kategori Asuransi dengan kinerja sangat bagus

selama tahun 2010-2014, Top IT Implementation on Insurance Sector 2015,


serta Penghargaan Rekor MURI untuk salah satu kegiatan Corporate Social

Responsibiliy (CSR) perusahaan dalam rangka HUT Ke 156 Jiwasraya.

Namun pada September tahun 2019 PT Asuransi Jiwasraya (Persero)

tengah menjadi sorotan masyarakat. Asuransi jiwa tertua di Indonesia itu

mengalami tekanan likuiditas atau mengalami penundaan pembayaran klaim

kepada nasabahnya. Produk yang mengalami penundaan pembayaran klaim

adalah bancassurance, produk ini berada pada 11 bank, diantaranya, PT BTN,

PT BRI, bank QNB, KEB Hana sehingga ekuitas perseroan tercatat negatif

Rp23,92 triliun. Selain itu, Jiwasraya membutuhkan uang sebesar Rp32,89

triliun untuk kembali sehat. Ternyata, kasus Jiwasraya merupakan puncak

gunung es yang baru mencuat. Jika dirunut, permasalahan Jiwasraya sudah

terjadi sejak tahun 2000-an. Sebelumnya pada tahun 2006, Kementerian

BUMN dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan ekuitas Jiwasraya

tercatat negatif Rp3,29 triliun.

Lalu, pada tahun 2008, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan

opini disclaimer (tidak menyatakan pendapat) untuk laporan keuangan 2006-

2007 lantaran penyajian informasi cadangan tidak dapat diyakini

kebenarannya. Defisit perseroan semakin lebar, yakni Rp5,7 triliun pada 2008

dan Rp6,3 triliun pada 2009.

Kemudian pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2012, Jiwasraya

melanjutkan skema reasuransi dan mencatatkan surplus sebesar Rp1,3 triliun

pada akhir 2011. Namun, Kepala Biro Perasuransian, Isa Rachmatawarta,

menyatakan metode reasuransi merupakan penyelesaian sementara terhadap


seluruh masalah. Sebab, keuntungan operasi dari reasuransi cuma

mencerminkan keuntungan semu dan tidak memiliki keuntungan ekonomis.

Karenanya, pada Mei 2012, Isa menolak permohonan perpanjangan

reasuransi. Laporan keuangan Jiwasraya 2011 disebut tidak mencerminkan

angka yang wajar. Pada tahun 2012, Bapepam-LK memberikan izin produk JS

Proteksi Plan pada 18 Desember 2012. JS Proteksi Plan dipasarkan melalui

kerja sama dengan bank (bancassurance). Produk ini ikut menambah sakit

perseroan lantaran menawarkan bunga tinggi, yakni 9% hingga 13%.

Pada tahun 2014, di tengah permasalahan keuangan, Jiwasraya

menggelontorkan sponsor untuk klub sepakbola asal Inggris, Manchester City.

Setelah itu pada tahun 2017, kondisi keuangan Jiwasraya tampak membaik.

Laporan keuangan Jiwasraya pada 2017 positif dengan raihan pendapatan

premi dari produk JS Saving Plan mencapai Rp21 triliun. Selain itu, perseroan

meraup laba Rp2,4 triliun naik 37,64 persen dari tahun 2016. Perlu diketahui,

sepanjang 2013-2017, pendapatan premi Jiwasraya meningkat karena

penjualan produk JS Saving Plan dengan periode pencairan setiap tahun.

Pada tahun 2018, Direktur Pengawasan Asuransi OJK, Ahmad Nasrullah

menerbitkan surat pengesahan cadangan premi 2016 sebesar Rp10,9 triliun.

Pada bulan yang sama, Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim dan

Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo dicopot. Nasabah mulai

mencairkan JS Saving Plan karena mencium kebobrokan direksi lama. Pada

bulan Mei 2018, pemegang saham menunjuk Asmawi Syam sebagai direktur

utama Jiwasraya.
Di bawah kepemimpinannya, direksi baru melaporkan terdapat

kejanggalan laporan keuangan kepada Kementerian BUMN. Indikasi

kejanggalan itu betul, karena hasil audit Kantor Akuntan Publik (KAP)

PricewaterhouseCoopers (PwC) atas laporan keuangan 2017 mengoreksi

laporan keuangan interim dari laba sebesar Rp2,4 triliun menjadi hanya Rp428

miliar.

Pada bulan November 2019, Kementerian BUMN di bawah

kepemimpinan Erick Thohir mengaku melaporkan indikasi kecurangan di

Jiwasraya ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Hal itu dilakukan setelah

pemerintah melihat secara rinci laporan keuangan perusahaan yang dinilai

tidak transparan. Kementerian BUMN juga mensinyalir investasi Jiwasraya

banyak ditaruh di saham-saham gorengan. Hal ini yang menjadi satu dari

sekian masalah gagal bayar klaim Asuransi Jiwasraya. Selain Kejagung,

Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta juga menaikkan status pemeriksaan

dari penyelidikan menjadi penyidikan pada kasus dugaan korupsi.

Kemudian, pada bulan Desember 2019 dilakukan penyidikan oleh

Kejagung terhadap kasus dugaan korupsi Jiwasraya menyebut ada

pelanggaran prinsip kehatihatian dalam berinvestasi. Jaksa Agung ST

Burhanuddin bahkan mengatakan Jiwasraya banyak menempatkan 95 dana

investasi pada aset-aset berisiko. Imbasnya, Komisi Pemberantasan Korupsi

(KPK) turut memantau perkembangan penanganan perkara kasus dugaan

korupsi di balik defisit anggaran Jiwasraya. Selain itu, Kejagung meminta

Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM


mencekal 10 nama yang diduga bertanggung jawab atas kasus Jiwasraya,

yaitu: HH, BT, AS, GLA, ERN, MZ, DW, HR, HP, dan DYA.

Akhirnya pada Rabu, 8 Januari 2020, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

mengumumkan pernyataan resmi terkait skandal Jiwasraya. Salah satunya,

laba perseroan sejak 2006 disebut semu karena melakukan rekayasa akuntansi

(window dressing). Hasil pemeriksaan BPK akan menjadi dasar bagi

Kejaksaan Agung mengambil putusan terhadap orang-orang yang bertanggung

jawab atas kondisi Jiwasraya.

B. Kerugian Bagi Indonesia

Kerugian yang dialami negara sebesar Rp16,9 Triliun. Angka itu terdiri

dari kerugian investasi saham sebesar Rp4,65 triliun dan kerugian negara

reksadana sebesar Rp12,16 triliun. BPK sudah mengumumkan PKN

(Perhitungan Kerugian Negara). Nilainya mencapai Rp 16,81 triliun. Jumlah

itu terdiri dari investasi saham sebesar Rp 4,65 triliun dan kerugian negara

akibat investasi reksa dana Rp 12,16 triliun. Jumlahnya beda tipis dengan

perkiraan awal Kejaksaan Agung (Kejagung) Rp 17 triliun.

C. Upaya Pemerintah Dalam Mengatasi Kasus Jiwasraya

Sesuai Pasal 142 ayat (1) huruf e UU No. 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas dan melihat kondisi keuangan Jiwasraya saat ini, maka

perusahaan dapat dilakukan pembubaran. Pembubaran perseroan terjadi

karena harta kekayaan perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam

keadaan insolvensi, sebagaimana diatur dalam UU No. 37 Tahun 2004 tentang

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Kondisi keuangan


Jiwasraya dalam keadaan insolvensi terjadi sejak tahun 2002. Jadi, manajemen

Jiwasraya sebenarnya dapat menyatakan pailit sehingga dapat melakukan

penundaan kewajiban pembayaran utang.

Alternatif solusi lainnya adalah jika pemerintah akan menyelamatkan

Jiwasraya, maka ada beberapa solusi yang dapat dilakukan yaitu: (1)

privatisasi, (2) bailout (dana talangan) dalam bentuk Penyertaan Modal

Negara (PMN) dari APBN, dan (3) pembentukan Holding BUMN asuransi

(cnbcindonesia.com, 21 Januari 2020). Privatisasi dilakukan dengan tetap

menjaga pemerintah sebagai pemilik saham mayoritas (di atas 50%) dengan

kebutuhan dana Rp32 triliun untuk memenuhi risk based capital (RBC) yang

diatur OJK sebesar 120%. Namun demikian untuk melakukan privatisasi,

kondisi keuangan Jiwasraya harus dalam keadaan sehat, sehingga memiliki

nilai jual tinggi untuk memenuhi kebutuhan dana yang cukup besar. Upaya

penyelamatan Jiwasraya melalui cara bailout dengan PMN, perlu

mempertimbangkan kondisi keuangan negara (APBN) saat ini.

Rencana pemindahan Ibukota Negara yang sedang menjadi fokus

pemerintah tentunya membutuhkan biaya besar, sedangkan kondisi

penerimaan negara dari pajak belum optimal. Pemerintah masih membutuhkan

dana di luar APBN untuk merealisasikan program pembangunan. Untuk itu,

penyelesaian Jiwasraya melalui bailout PMN perlu menyertakan alternatif

solusi sumber dananya, apakah melalui penerbitan obligasi Surat Utang

Negara atau pinjaman dari luar negeri. Dalam hal ini pemerintah harus hati-

hati dalam memutuskan.


Apabila penyelamatan Jiwasraya dilakukan melalui Holding BUMN

asuransi, maka harus memperhitungkan kemampuan holding BUMN asuransi

tersebut untuk menyerap obligasi Jiwasraya sekitar Rp4-5 triliun. Hal ini

mengaburkan tujuan utama holding untuk meningkatkan daya saing

(Republika.co.id, 21 Januari 2020). Ada 7 perusahaan asuransi pemerintah

(Perum Jamkrindo, PT Asabri, PT Asuransi Ekspor Indonesia, PT Askrindo,

PT Asuransi Jasa Raharja, PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo), dan

Jiwasraya) yang dapat terlibat dalam Holding BUMN.

Selain ketiga cara penyelamatan tersebut di atas, strategi keempat adalah

dengan menawarkan Jiwasraya untuk dilakukan akuisisi oleh perusahaan lain.

Dari empat alternatif solusi penyelamatan di atas, pembentukan Holding

BUMN asuransi dan akuisisi oleh perusahaan lain merupakan cara yang paling

memungkinkan untuk menyelamatkan Jiwasraya untuk kepentingan kewajiban

membayar polis nasabah yang masih menjadi utang perusahaan. Saat ini,

upaya yang sedang dilakukan pemerintah yaitu melakukan pembentukan

Holding BUMN asuransi. Induk holding BUMN asuransi direncanakan PT

Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) dan akan diisi oleh perusahaan

BUMN Askrindo, Jasa Raharja, Jasindo. Pembentukan Holding BUMN

asuransi tersebut dilakukan melalui pembuatan Peraturan Pemerintah (PP)

yang kini sedang dalam tahap penyusunan sebagai dasar hukumnya. Holding

BUMN asuransi diharapkan akan terbentuk paling lambat pada Kwartal II

tahun 2020. Dengan demikian Jiwasraya akan mendapatkan suntikan dana dari

holding BUMN (Kompas.com, 16 Januari 2020).


Kasus salah kelola pada BUMN Jiwasraya dapat menurunkan kepercayaan

masyarakat terhadap perusahaan asuransi di Indonesia. Hal ini menjadi

pelajaran berharga bagi pemerintah khususnya OJK dalam mengatur dan

menata industri perasuransian ke depan dan mengambil solusi yang terbaik

dalam penyelesaiannya. Penyelematan dana nasabah dan investor, merupakan

upaya yang mendesak untuk dilakukan pemerintah ke depan. Perlu terus

dilakukan pengawasan intensif untuk menjaga stabilitas sistem keuangan,

khususnya industri perasuransian. DPR RI perlu mendesak Kementerian

BUMN agar segera menentuk OJK untuk meningkatkan pembinaan dan

pengawasan yang intensif terhadap lembaga-lembaga keuangan khususnya

non-bank. Hal ini dikarenakan kasus Jiwasraya dapat berdampak sistemik

pada sektor keuangan non-perbankan, di mana transaksinya menyangkut para

investor dan nasabah pemegang polis dalam jumlah yang sangat banyak.

Direktur Utama Jiwasraya Hexana Trisasongko mengatakan, ada ratusan

saham yang dibeli Jiwasraya mulai periode 2014. "Ada 107 saham underlying,

tinggal direct 26 saham, dan indirect itu 100 saham," katanya, akhir Desember

tahun lalu. Berdasarkan catatan Tirto, Jiwasraya memang banyak membeli

saham-saham lapis tiga sepanjang kepengurusan Hendrisman Rahim—Dirut

Jiwasraya sebelum Hexana.

Beberapa di antaranya adalah PT Graha Andrasentra Propertindo Tbk

(JGLE), PT Pool Advista Finance Tbk (POLA), PT Prima Cakrawala Abadi

Tbk (PCAR), PT dan Capitalic Investment (MSN). Ada pula dana yang

ditempatkan pada saham PT Semen Baturaja (SMBR) PT PP Properti (PPRO),

Eureka Prima Jakarta Tbk (LCGP).


Aset milik para tersangka Jiwasraya yang disita, BPK mencatat angka

sebesar Rp 13,1 triliun. Burhanuddin tak merinci mengenai perhitungan akan

setiap aset yang disita oleh pihaknya. Diketahui aset yang telah disita oleh

pihaknya meliputi rumah, tanah, kendaraan bermotor, apartemen, perhiasan

dan juga sejumlah dokumen berharga lainnya. Menurutnya, aset-aset para

tersangka ini menjadi alat bukti perkara dugaan korupsi di perusahaan plat

merah itu. Selain itu, aset-aset tersebut juga bisa dipakai mengembalikan

kerugian negara.

BAB TIGA

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pemaparan sebelumnya mengenai kasus jiwasraya dapat

disimpulkan bahwa, Idealnya ialah bahwa dalam sebuah negara yang

demokratis, pemerintah bertanggung jawab kepada rakyat, terutama dalam

penggunaan kekuasaannya yang harus sesuai dengan kehendak rakyat. Negara

bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat. Karena negara

bertanggungjawab atas kesejahteraan rakyat dan negara, maka di dalam

makalah ini kami akan membahas mengenai peran pemerintah dan usaha

pemerintah dalam kasus Jiwasraya.

Asuransi Jiwasraya merupakan perusahaan asuransi jiwa tertua di

Indonesia yang merupakan cikal bakal dari perusahaan asuransi jiwa milik

Belanda NILLMIJ van 1859, yang akhirnya dinasionalisasikan dan menjadi


milik negara pada tahun 1960. Setelah beberapa kali mengalami perubahan

nama, PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) merupakan satu-satunya perusahaan

Asuransi Jiwa milik pemerintah Republik Indonesia (BUMN) dan saat ini

merupakan perusahaan Asuransi Jiwa lokal terbesar di Indonesia. Saat ini

Jiwasraya memiliki Kantor Pusat Bancassurance & Strategi Aliansi, Kantor

Pusat Program Manfaat Karyawan, 14 Kantor Wilayah, 71 Kantor Cabang,

dan 494 Unit Kerja Area dengan dukungan 15 ribu agen diseluruh Indonesia.

Selain itu, Jiwasraya pun memperoleh banyak penghargaan dikarenakan

kinerja dan performa perusahaan yang baik. Namun pada September tahun

2019 PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mengalami tekanan likuiditas atau

mengalami penundaan pembayaran klaim kepada nasabahnya. Produk yang

mengalami penundaan pembayaran klaim adalah bancassurance, produk ini

berada pada 11 bank, diantaranya, PT BTN, PT BRI, bank QNB, KEB Hana

sehingga ekuitas perseroan tercatat negatif Rp23,92 triliun. . Jika dirunut,

permasalahan Jiwasraya sudah terjadi sejak tahun 2000-an.

Kerugian yang dialami negara sebesar Rp16,9 Triliun. Angka itu terdiri

dari kerugian investasi saham sebesar Rp4,65 triliun dan kerugian negara

reksadana sebesar Rp12,16 triliun. BPK sudah mengumumkan PKN

(Perhitungan Kerugian Negara). Nilainya mencapai Rp 16,81 triliun. Jumlah

itu terdiri dari investasi saham sebesar Rp 4,65 triliun dan kerugian negara

akibat investasi reksa dana Rp 12,16 triliun. Jumlahnya beda tipis dengan

perkiraan awal Kejaksaan Agung (Kejagung) Rp 17 triliun.


Sedangkan, upaya yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah yang

didasari oleh konstitusi negara yaitu, Sesuai Pasal 142 ayat (1) huruf e UU No.

40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan melihat kondisi keuangan

Jiwasraya saat ini, maka perusahaan dapat dilakukan pembubaran. Jika

pemerintah akan menyelamatkan Jiwasraya, maka ada beberapa solusi yang

dapat dilakukan yaitu: (1) privatisasi, (2) bailout (dana talangan) dalam bentuk

Penyertaan Modal Negara (PMN) dari APBN, dan (3) pembentukan Holding

BUMN asuransi (cnbcindonesia.com, 21 Januari 2020). Strategi keempat

adalah dengan menawarkan Jiwasraya untuk dilakukan akuisisi oleh

perusahaan lain.

Kasus salah kelola pada BUMN Jiwasraya dapat menurunkan kepercayaan

masyarakat terhadap perusahaan asuransi di Indonesia. Hal ini menjadi

pelajaran berharga bagi pemerintah khususnya OJK dalam mengatur dan

menata industri perasuransian ke depan dan mengambil solusi yang terbaik

dalam penyelesaiannya.
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeny, I. (2017). Analisis Hukum Privatisasi Badan Usaha Milik Negara Dalam

Prespektif Pasal 33 Ayat (4) UUD 1945. Legality: Jurnal Ilmiah Hukum, 24(1),

138156.

Astawa, P.A. 2017. Negara dan Konstitusi. Bali : Universitas Udayana.

BNPH. Analisis dan Evaluasi Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003.

Mareta, J. (2018). Prinsip Konstitusi Ekonomi dalam Privatisasi Badan Usaha Milik

Negara. Jurnal Konstitusi, 15(1), 118-139.

Maulana, I. (2016). Gratifikasi Dalam Bentuk Inatura Berdasarkan Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1990 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindah Pidana Korupsi. (Doctoral dissertation, Fakultas Hukum

Unpas).

Purnomo, Herdaru. 2018. Alami Tekanan Likuiditas, Jiwasraya Tunda Pembayaran

Klaim. Jakarta. CNCB INDONESIA.

Santoso, M. A. (2013). Perkembangan Konstitusi di Indonesia. Yustisia Jurnal

Hukum,2(3).

Sayekti, Nidya Waras. 2020. Permasalahan PT asuransi jiwasraya:pembubaran atau

penyelamatan. Jakarta. Info singkat.


https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200108111414-78-463406/kronologi-

kasusjiwasraya-gagal-bayar-hingga-dugaan-korupsi

https://money.kompas.com/read/2020/01/09/063000926/simak-ini-kronologi-

lengkap-kasusjiwasraya-versi-bpk

Anda mungkin juga menyukai