Anda di halaman 1dari 1

Analisis kasus jiwasraya

1. Penyebab kasus

Penyebab utama dari kasus jiwaseraya karne adanya kesalahan dalam pengellaan dana
investasi yang ada di perusahaan, iwaseraya menginvestasikan dananya kepada peusahaan
perusahaan yang berkinerja buruk yang menyebabkan tekanan likuiditas pada jiwaseraya
sehingga tidak mampu melakukan pembayaran kembali Selain itu pada tahun 2006
jiwaseraya mulai membukukan laba semu, yang menyebabkan perusahaannya terilah baik
baik saja tahun 2015, Jiwasraya meluncurkan produk JS Saving Plan dengan cost of fund
yang sangat tinggi di atas bunga deposito dan obligasi. Sayangnya, dana tersebut kemudian
diinvestasikan pada instrumen saham dan reksadana yang berkualitas rendah. tahun 2018,
Jiwasraya akhirnya membukukan kerugian unaudited sebesar Rp 15,3 triliun. Pada
September 2019, kerugian menurun jadi Rp 13,7 triliun. Kemudian pada November 2019,
Jiwasraya mengalami negative equity sebesar Rp 27,2 triliun. Disebutkan sebelumnya,
kerugian itu terutama terjadi karena Jiwasraya menjual produk saving plan dengan cost of
fund tinggi di atas bunga deposito dan obligasi.

2. Dampak

Produk JS Plan mulai menunjukkan gejala masalah pada 2018, hingga akhirnya pada
Oktober 2018 manajemen mengumumkan gagal bayar klaim JS Plan senilai Rp802 miliar.
Pengumuman tersebut disampaikan oleh direksi kepada bank-bank pemasar. Klaim jatuh
tempo tersebut terus membengkak, hingga pada akhir 2019 jumlahnya mencapai Rp12,4
triliun. Kondisi keuangan perseroan pun kian tertekan, terlihat dari risk based capital (RBC)
yang menyentuh -802%. Adapun hasil temuan BPK soal kerugian negara oleh Jiwasraya
pada awalnya mencapai Rp 10,4 triliun yang diinvestasikan dalam instrumen saham dan
reksa dana.

Anda mungkin juga menyukai