Anda di halaman 1dari 3

Kasus penyelewengan Laporan Keuangan oleh AISA ( Tiga Pilar Sejahtera Food )

Pt Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk ( AISA ) merupakan perusahaan yang bergerak di
bidang produksi barang-barang consumer

Latar Belakang Kasus Ketika manajemen baru AISA mempersoalkan Laporan


Keuangan dan meminta investigasi untuk tahun buku 2017 , manajemen baru AISA baru
diangkat pada bulan oktober 2018 , Investigasi laporan keuangan ini merupakan permintaan
langsung dari para pemegang saham perusahaan yang diajukan dalam Rapat Umum Pemegang
Saham Luar Biasa (RUPSLB) Oktober tahun lalu. Investigasi ini dipimpin oleh KAP EY

Saat EY mengeluarkan laporan audit investigasi , terdapat kecurangan yang dilakukan


oleh manajemen lama AISA. Kantor akuntan publik (KAP) yang melakukan audit laporan
keuangan AISA tahun 2017 lalu adalah RSM Amir Abadi Jusuf, Aryanto, Mawar dan Rekan.

Yang pertama terdapat dugaan overstatement pada laporan keuangan tahun 2017 sebesar


Rp 4 triliun pada akun piutang usaha, persediaan, dan aset tetap Grup AISA dan sebesar Rp 662
miliar pada penjualan serta Rp 329 miliar pada EBITDA entitas food.

Yang kedua, terdapat dugaan aliran dana sebesar Rp 1,78 triliun dengan berbagai skema
dari Grup AISA kepada pihak-pihak yang diduga terafiliasi dengan manajemen lama antara lain
dengan menggunakan pencairan pinjaman AISA dari beberapa bank, pencairan deposito
berjangka, transfer dana di rekening Bank, dan pembiayaan beban Pihak Terafiliasi oleh Grup
AISA.

Selain itu, ditemukan juga adanya hubungan serta transaksi dengan pihak terafiliasi yang
tidak menggunakan mekanisme pengungkapan (disclosure) yang memadai kepada stakeholders
secara relevan.

 Tujuan EY mendasari dari informasi manajemen baru bahwa manajemen lama AISA
membuat pembukuan yang berbeda untuk tujuan eksternal, misalnya untuk kepentingan audit
eksternal.

Polemik : Manajemen PT PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA ) dinilai berlebihan
karena mengumumkan hasil audit investigasi laporan keuangan tahun 2017 oleh Kantor
Akuntan Publik terafiliasi Ernst & Young (EY) . Padahal seharusnya Laporan audit
investigasi EY sebenarnya untuk keperluan internal perusahaan Tiga Pilar dan sebagai basis
dalam menyelesaikan masalah. Jadi dokumen itu seharusnya untuk keperluan internal
emiten, " dan seharusnya EY tidak berhak untuk melakukan Investigasi Laporan Keuangan

Konsekuensi : Perusahaan akhirnya menyampaikan laporan keuangan 2017 yang


merupakan hasil restatement atau penyajian ulang atas laporan sebelumnya yang diduga
dimanipulasi manajemen lama yang dipimpin Joko Mogoginta. Pada laporan keuangan versi
terbaru, perusahaan pemegang merek makanan ringan "Taro" ini membukukan rugi bersih Rp
5,23 triliun sepanjang 2017. Jumlah tersebut lebih besar Rp 4,68 triliun dari laporan keuangan
versi sebelumnya yang hanya rugi Rp 551,9 miliar. Beberapa dugaan penggelembungan yang
diungkapkan oleh laporan kantor akuntan publik Ernst & Young (EY), pun terbukti, yakni pada
pos piutang usaha, persediaan, dan aset tetap. Selain itu, ada perbedaan yang mencolok pada pos
penjualan, laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA). Pada pos piutang
usaha, laporan keuangan 2017 versi lama perusahaan membukukan Rp 2,11 triliun sedangkan
pada laporan hasil restatement hanya sebesar Rp 485,71 miliar. Artinya, ada penggelembungan
hingga Rp 1,63 triliun. Kemudian, pada pos persediaan terdapat selisih Rp 1,31 triliun, yakni Rp
1,4 triliun pada laporan lama dan hanya Rp 91,91 miliar pada restatement. Sedangkan pada pos
aset tetap terdapat selisih Rp 2,35 triliun, yakni Rp 3,18 triliun pada laporan keuangan lama dan
Rp 824,62 miliar pada laporan terbaru. Penggelembungan yang cukup besar juga terlihat di
beberapa pos lainnya. Jumlah aset tercatat Rp 8,72 triliun pada laporan lama, sedangkan pada
laporan baru Rp 1,98 triliun. Ini artinya, terdapat selisih Rp 6,74 triliun. Begitu juga penjualan
neto tercatat selisih Rp 2,97 triliun dari Rp 4,92 triliun pada laporan lama menjadi hanya Rp 1,95
triliun pada laporan baru

Ada sanksi yang menanti AP maupun KAP yang terbukti melakukan pelanggaran. Dalam
hal ini, tentunya Didik Wahyudianto maupun KAP yang bersangkutan, mulai dari peringatan
hingga pembekuan izin praktik profesi.

Mengacu pada Undang-Undang (UU) 5/2011 tentang Akuntan Publik dan Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) 154/2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Akuntan Publik, ada beberapa
sanksi yang siap menanti.
Mulai dari rekomdenasi untuk melaksanakan kewajiban tertentu, peringatan tertulis, pembatasan
pemberian jasa tertentu, pembekuan izin, pencabutan izin, atau dikenakan denda kepada yang
bersangkutan.

Denda yang dimaksud berkaitan dengan kewajiban auditor selaku anggota asosiasi yang harus
memiliki izin, ikut pendidikan, dan denda ini tidak terkait dengan pekerjannya sebagai auditor,
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Namun, PPPK tidak akan terburu-buru untuk menentukan sikap dalam menghadapi kasus
tersebut. Saat ini, bendahara negara tengah mendalami kasus tersebut, untuk memutuskan apakah
ada pelanggaran terhadap kode etik akuntansi publik. 

Anda mungkin juga menyukai