Anda di halaman 1dari 4

Penunggakan pajak pada kelompok perusahaan

Bakrie (perusahaan tambang)


Saturday, 12 December 2009
JAKARTA-Di tengah adanya ketegangan hubungan antara Menkeu Sri
Mulyani dan Aburizal Bakrie, Dirjen Pajak menemukan dugaan pidana
pajak di tiga perusahaan kelompok Bakrie. Tak tanggung-tanggung,
dugaan penyelewengan pajak lebih dari Rp2 triliun.
Menurut Dirjen Pajak Mochamad Tjiptardjo, pengungkapan kasus ini sama
sekali tidak terkait perseteruan antara Menteri Keuangan Sri Mulyani
Indrawati dengan bekas Menteri Koordinator Kesejahteraan Sosial,
Aburizal Bakrie, dalam kasus Bank Century. Kami profesional di sini,
pisahkan dengan politik. Saya masuk duluan lho menangani wajib pajak
ini. Saya masuk duluan sebelum masalah ribut-ribut. Cuma saya aja orang
baik, selama ini enggak ngomong-ngomong, diam-diam. Lha, wong tidak
ditanya, kata Tjiptardjo usai solat Jumat di kantornya, Jumat (11/12).
Dia memastikan tak ada perintah khusus dari Menteri Keuangan dalam
menangani kasus pajak Grup Bakrie. Jadi DJP (Direktorat Jenderal Pajak)
itu bukan alat politik. DJP itu bekerja secara profesional melaksanakan
undang-undang, katanya.
Seperti diketahui, Direktorat Jenderal Pajak mengungkapkan penelusuran
dugaan pidana pajak tiga perusahaan tambang batubara di bawah payung
bisnis Grup Bakrie senilai kurang lebih Rp 2 triliun. Tiga perusahaan
tambang itu antara lain PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Bumi Resources
Tbk., (BR) dan PT Aruitmin Indonesia.
Ketiganya diduga melanggar pasal 39 Undang-Undang Ketentuan Umum
Perpajakan atau terindikasi tak melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan
secara benar. Tekniknya bermacam-macam, intinya tidak melaporkan
penjualan sebenarnya, biayanya. Itu kan modusnya, kata Tjiptardjo.
Hingga saat ini Direktorat telah menetapkan status penyidikan pada kasus
pajak KPC sejak Maret 2009. Pada kasus Bumi, Direktorat baru
menerbitkan Surat Perintah Penyidikan dan segera akan melayangkan
Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan kepada Kejaksaan Agung.
Adapun terhadap kasus Arutmin, Direktorat baru melakukan pemeriksaan
bukti permulaan.
Sumber di Direktorat Jenderal Pajak mengungkapkan total kewajiban pajak

tiga perusahaan tambang milik Grup Bakrie yang kini sedang dalam
penelusuran tim penyidik mencapai Rp 2,1 triliun.
Sumber juga memaparkan, PT Kaltim Prima Coal diduga kurang
membayar pajak Rp 1,5 triliun, PT Bumi Resources Tbk sebesar Rp 376
miliar, dan PT Arutmin Indonesia sebesar US$ 30,9 juta atau ekuivalen
kurang lebih Rp 300 miliar. Hingga 30 November 2009, Direktorat Pajak
telah menerima pembayaran pajak dari KPC sebesar Rp 800 miliar dan
dari Arutmin sebesar US$ 27,5 juta atau sekitar Rp 250 miliar.

Ulasan :
Pajak merupakan suatu kewajiban yang harus dibayarkan penduduk
kepada negara. Sebagai warga negara Indonesia kita harus sadar untuk
taat dalam membayar pajak. Penduduk yang seharusnya ikut serta
membangun negara dari pajak yang disetorkannya, tetapi malah
merugikan negara sendiri dengan tidak membayar pajak maupun
melakukan segala cara untuk menekan pajak yang seharusnya
dibayarkan. Penyelewengan pajak maupun hutang pajak pun
terjadi. Dengan adanya penyelewengan dan hutang pajak tentunya dapat
mengurangi penerimaan negara dari sektor perpajakan, sehingga
menghambat pembangunan infrastuktur. Penyelesaian masalah dari segi
hukum juga terlalu berbelit-belit, sehingga masalah tersebut tidak dapat
diatasi secara cepat. Tidak membayar atau menunda pajak dapat
memperburuk citra dan kinerja pemerintah dan menghambat penyusunan
RAPBN.
Menagih hutang pajak selalu menjadi masalah yang serius. Salah
satunya contoh kasus di atas yang terjadi pada perusahaan group Bakrie.
Dalam kasus tersebut disebutkan bahwa tiga perusahaan tambang
batubara di bawah payung bisnis Grup Bakrie antara lain PT Kaltim Prima
Coal (KPC), PT Bumi Resources Tbk., (BR) dan PT Aruitmin Indonesia telah
melanggar pasal 39 Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan atau
terindikasi tak melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan secara benar .
Ditjen Pajak Depkeu tengah memeriksa dugaan tunggakan pajak senilai
Rp 2,1 triliun pada tahun buku 2007 dari tiga perusahaan tersebut. BR
diduga menunggak senilai Rp 376 miliar, sedangkan dua anak
perusahaannya yakni KPC sebesar Rp l,5 triliun dan Arutmin sebesar Rp
300 miliar.

Nama : Afifatul Mardiyah

Kelas : XI IA 4 / 01

Artikel tentang Pelanggaran Hak


dan Pengingkaran Kewajiban

Nama Anggota Kelompok 1 :


1.Afifatul Mardiyah
2.Antonius Pradipta
3.Bella Efrina Putri
4.Damaradya Noor I.
5. Devinda Natalia A.

(01)
(03)
(05)
(07)
(09)

Anda mungkin juga menyukai