Anda di halaman 1dari 18

ANALISIS KASUS PT

ASURANSI
JIWASRAYA
Anggraini Novitawati 2020333320028

Anthon 2020333310030

Muhammad Apridhoni 2020333310023


Sejarah pt asuransi jiwasraya
PT Asuransi Jiwasraya terlahir dari gagasan mulia untuk mendidik masyarakat untuk
merencanakan masa depan. Jiwasraya membagi produk – produknya ke dalam tiga
kategori, yaitu : produk individu, produk kumpulan dan produk DPLK. Jiwasraya
dibangun dari sejarah teramat panjang :
 Bermula dari NILLMIJ, Nederlandsch Indiesche Levensverzekering en Liffrente
Maatschappij van 1859, merupakan perusahaan asuransi jiwa yang pertama kali
ada di Indonesia (Hindia Belanda).
 17 Desember 1960 NILLMIJ van 1859 dinasionalisasi berdasarkan PP No 23
tahun 1958 dengan merubah namanya menjadi PT Perusahaan Pertanggungan
Djiwa Sedjahtera.
 Berdasarkan PP No 214 tahun 1961, 9 perusahaan asuransi jiwa milik Belanda
dengan inti NILLMIJ van 1859 dilebur menjadi Perusahaan Negara Asuransi
Djiwa Eka Sedjahtera.
Sejarah pt asuransi jiwasraya

 Tanggal 1 Januari 1965 berdasarkan Keputusan Menteri PPP No BAPN 1-3-24, nama
Perusahaan negara Asuransi Djiwa Eka Sedjahtera diubah menjadi Perusahaan Negara
Asuransi Djiwa Djasa Sedjahtera.
 1 Januari 1966, berdasarkan PP No.40 tahun 1965 didirikan Perusahaan Negara yang
baru bernama Perusahaan Negara Asuransi Djiwasraja yang merupakan peleburan dari
Perusahaan negara Asuransi Djiwa Sedjahtera.
 Berdasarkan SK Menteri Urusan Perasuransian Nomor 2/SK/66 tanggal 1 Januari 1966,
PT Pertanggungan Djiwa Dharma Nasional dikuasai oleh Pemerintah dan diintegrasikan
kedalam Perusahaan Negara Asuransi Djiwasraja.
 Berdasarkan PP No 33 tahun 1972, Perusahaan Negara Asuransi Djiwasraya berubah
status menjadi Perusahaan Perseroan Asuransi Jiwasraya.
 Berdasarkan UU No 1 tahun 1995 menjadi PT Asuransi Jiwasraya.
Rumusan masalah

Bagaimana deskripsi kasus PT Asuransi


Jiwasraya?

Bagaimana analisis kasus PT Asuransi


Jiwasraya?

Apa upaya yang dilakukan untuk


menyelamatkan PT Asuransi Jiwasraya?
Kasus pt asuransi
jiwasraya
Berdasarkan dokumen yang diperoleh Katadata.co.id, kemelut di perusahaan
asuransi pelat merah tersebut tercium sejak 2006 atau ketika pengawasan
asuransi masih di bawah lembaga Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga
Keuangan (Bapepam-LK). Kemelut ini merupakan keberlanjutan dari krisis
moneter 1998 yang membuat dunia perbankan dan keuangan kesulitan karena
nilai tukar rupiah turun drastis. Jiwasraya ikut terpuruk karena diduga
manajemen ketika itu mengalihkan investasi pada deposito dalam denominasi
rupiah yang menawarkan bunga hingga 60%. Padahal, Jiwasraya memiliki
banyak produk dengan mata uang dolar AS. Sejak itu Jiwasraya sulit mencari
jalan keluar apalagi perusahaan asuransi tidak mendapatbantuan (bail out) dari
pemerintah seperti perbankan.
KRONOLOGI KASUS JIWASRAYA
Tahun 2006
Ekuitas Jiwasraya negatif Rp 3,29 triliun. Penyebab defisit
asuransi Jiwasraya adalah aset yang jauh lebih rendah
dibandingkan kewajiban. Ketika itu Kantor Akuntansi Pubolik
(KAP) Soejatna, Mulyana dan Rekan memberikan opini Wajar
Tanpa Pengecualian (WTP).
Tahun 2007
KAP Soejatna, Mulyana dan Rekan tetap memberikan opini
Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Sementara BPK menilai
disclaimer atau keuangan Jiwasraya tak dapat diandalkan
untuk mendukung kewajiban manfaat polis.
Tahun 2008
Defisit semakin besar menjadi Rp 5,7 triliun. KAP Soejatna,
Mulyana dan Rekan menyebut Wajar Dengan Pengecualian
(WDP). Pada tahun ini, dipilih Direktur Utama Hendrisman
Rahim yang menggantikan Herris Simanjuntak. Hendrisman
dibantu oleh Indra Catarya Situmeang sebagai Direktur
Pertanggungan, De Yong Adrian sebagai Direktur
Pemasaran, dan Hary Prasetyo sebagai Direktur Keuangan.
Tahun 2013
Tahun 2009 Ekuitas perseroan surplus Rp 1,75 triliun. Skenario reasuransi mulai tidak
Defisit Rp 6,3 triliun karena aset jauh lebih diperkenankan dan diganti dengan revaluasi aset. Ditambah dengan akumulasi
kecil dari kewajibannya kepada para laba ditahan sejak tahun 2008-2013, totalnya menutup beban kewajiban. Hasil
pemegang polis.  Jiwasraya meminta revaluasi ini, aset dari Rp 208 miliar menjadi Rp 6,3 triliun. Pada akhir tahun,
suntikan Penyertaan Modal Negara (PMN) tercatat laba Rp 457,2 miliar. KAP Hertanto, Sidik dan Rekan memberikan opini
kepada Kementerian BUMN, namun ditolak. WTP.
Direksi yang di bawah pimpinan Hendrisman Pada tahun ini Jiwasraya meluncurkan produk bancassurance JS Saving Plan
dan Hary kemudian mengambil langkah yang bekerja sama dengan tujun bank. Asuransi sekaligus investasi yang
reasuransi atau menjual sebagian besar menyasar kelas menengah atas ini memiliki premi dibayarkan sekaligus Rp 100
klaim polis kepada perusahaan asuransi juta. Produk ini ditawarkan dengan imbal hasil pasti sebesar 9% hingga 13%
internasional di Amerika Serikat untuk masa sejak 2013 hingga 2018, dengan periode pencairan setiap tahun.
beberapa tahun. Langkah reasuransi ini Periode ini, Hendrisman dan Hary dianggap berhasil membenahi Jiwasraya
membuat kewajiban klaim asuransi selama lima tahun kepemimpinannya. Mereka dipilih kembali untuk mengelola
Jiwasraya menjadi Rp 4,7 triliun dari yang Jiwasraya periode lima tahun ke depan.
seharusnya Rp 10,7 triliun. Dalam laporan
keuangan perusahaan tercatat laba Rp 800
miliar. Ketika itu KAP Soejatna, Mulyana dan Tahun 2014-2016
Rekan memberikan opini WTP. Pada 2014 - 2016, ekuitas surplus berturut-turut Rp 2,4 triliun, Rp 3,4 triliun dan
Rp 5,4 triliun. Pada 2014, pertumbuhan laba perseroan sebesar 44% menjadi Rp
661 miliar. Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan menyebut Jiwasraya sudah
Tahun 2010-2012 merdeka dari kebangkrutan. Pada 2014-2015, KAP Djoko, Sidik dan Indra
Direksi melanjutkan skenario reasuransi. Dua memberikan opini WTP. Sementara pada 2016, KAP PricewaterhouseCoopers
perusahaan akuntan memberikan opini WTP, (PWC)  memberikan opini WTP. Pada masa ini, manajemen Jiwasraya diduga
yakni KAP Soejatna, Mulyana dan Rekan membuat laporan aset investasi keuangan yang overstated (melebihi realita) dan
dan KAP Hertanto, Sidik dan Rekan. kewajiban yang understated (di bawah nilai sebenarnya). BPK mulai mengaudit
Jiwasraya atas pengelolaan bisnis asuransi, investasi, pendapatan, dan biaya
operasional 2014-2015.
KRONOLOGI KASUS JIWASRAYA
Tahun 2017
Kinerja keuangan masih positif, dengan perolehan laba mencapai Rp 2,4 triliun. Ekuitas surplus
Rp 5,6 triliun tetapi kekurangan cadangan premi Rp 7,7 triliun karena belum memperhitungkan
impairment asset atau penurunan aset. KAP PWC memberikan opini adverse/dengan
modifikasian.

Tahun 2018
Terjadi perubahan direksi, Herdirman digantikan oleh Asmawi. Asmawi melaporkan ketidakberesan
keuangan pada Mei 2018 kepada Kementerian BUMN. Dia pun meminta PWC melakukan audit ulang
laporan keuangan 2017. Hasil audit ulang menyatakan laba bersih Jiwasraya tahun lalu tidak mencapai
triliunan, melainkan hanya Rp 360 miliar. Pada 10 Oktober 2018, Jiwasraya mengumumkan tak mampu
membayar klaim polis JS Saving Plan yang jatuh tempo sebesar Rp 802 miliar. Seminggu kemudian
Rini Soemarno yang menjabat sebagai Menteri Negara BUMN melaporkan dugaan fraud atas
pengelolaan investasi Jiwasraya. Audit BPK selama 2015-2016 menjadi rujukan. Dalam audit tersebut
disebutkan investasi Jiwasraya dalam bentuk medium term notes (MTN) PT Hanson International Tbk
(MYRX) senilai Rp 680 miliar, berisiko gagal bayar. Belakangan Hanson menyatakan telah melakukan
pembelian kembali (buy back) seluruh MTN pada Desember 2018 senilai Rp 680 miliar.
KRONOLOGI KASUS JIWASRAYA

Tahun 2018
Berdasarkan laporan audit BPK, perusahaan diketahui
banyak melakukan investasi pada aset berisiko untuk
mengejar imbal hasil tinggi, sehingga mengabaikan prinsip
kehati-hatian. Pada 2018, sebesar 22,4% atau Rp 5,7 triliun
dari total aset finansial perusahaan ditempatkan pada saham,
tetapi hanya 5% yang ditempatkan pada saham LQ45. Lalu
59,1% atau Rp 14,9 triliun ditempatkan pada reksa dana,
tetapi hanya 2% yang dikelola oleh top tier manajer investasi.
Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan kerugian hingga
modal Jiwasraya minus.

Tahun 2019
Pada November 2019 dalam Rapat Dengar Pendapat di DPR, Direktur Utama Jiwasraya yang
baru, Hexana Tri Sasongko, menyatakan membutuhkan suntikan modal Rp 32,89 triliun untuk
bisa memenuhi rasio kecukupan modal berbasis risiko (RBC) 120%. Per September 2019, aset
perusahaan tercatat hanya sebesar Rp 25,68 triliun, sedangkan kewajiban nyaris dua kali
lipatnya yaitu Rp 49,60 triliun. Dengan demikian, terjadi ekuitas (modal) negatif Rp 23,92 triliun.
Analisis kasus pt jiwasraya
Berdasarkan informasi tersebut dapat
diketahui bahwasanya PT Asuransi Jiwasraya
mengalami kegagalan dalam pembayaran
polis JS Saving Plan kepada nasabahnya. Hal 1. Kantor cabang yang tidak produktif.
tersebut juga dipicu oleh : 2. Biaya operasional yang tidak efisien
1. Produk-produk yang merugi 3. Akses permodalan yang terbatas.
(negative spread dan underpricing, harga 4. Kurangnya inovasi di bidang produk dan
kemurahan). layanan.
2. Kinerja pengelolaan aset yang rendah. 5. Kualitas SDM asuransi yang terbatas dan
3. Kualitas aset investasi dan non investasi budaya kerja.
yang kurang likuid. 6. Sarana dan prasarana kerja yang belum
4. Sistem pengendalian perusahaan modern.
yang masih lemah.
5. Tata Kelola perusahaan yang kurang baik.
6. Sistem informasi yang tidak andal
1. Imbal hasil atau
bunga yang terlalu 2. Adanya fraud pada
tinggi laporan keuangan
Penyebab
Perusahaan
Gagal Bayar 4. Adanya rekayasa
3. Serampangan harga saham (window
Ausransi dalam berinvestasi dressing)

5. Tekanan likuiditas dari produk


Savings Plan
1. Imbal hasil atau bunga yang terlalu
tinggi
Imbal hasil atau bunga yang terlalu tinggi
Iming-iming tingkat bunga yang tinggi sering kali efektif untuk menarik banyak nasabah. Demikian pula yang
terjadi pada produk asuransi JS Proteksi Plan dari PT Asuransi Jiwasraya yang dipasarkan oleh 7 bank mitra,
yaitu BRI, BTN, Standard Chartered, Bank Victoria, Bank KEB Hana Indonesia, Bank ANZ, dan Bank QNB
Indonesia.
JS Proteksi Plan merupakan produk asuransi dengan sistem saving plan yang menawarkan imbal hasil atau
bunga sebesar 7%. Tingkat bunga yang ditawarkan ini jelas lebih besar dari bunga deposito. Tak heran jika
banyak nasabah yang tertarik untuk ‘membeli’ produk asuransi ini. Apalagi Jiwasraya juga menawarkan
perlindungan asuransi sampai lima tahun kepada setiap nasabah sesuai dengan jatuh tempo produk asuransi
ini. Kebijakan yang disematkan pada produk asuransi dari Jiwasraya ini juga dianggap terlalu menguntungkan
nasabah, karena nasabah diperkenankan untuk menarik dananya setelah setahun plus imbal hasil sebesar
7%.
2. Adanya fraud pada laporan keuangan

Di balik kesuksesan produk asuransi Jiwasraya yang laris manis di pasaran, ternyata tak serta-
merta diiringi dengan manajemen yang baik. Karut-marut pengelolaan dana asuransi dengan
sistem saving plan ini mulai terjadi di tahun keempat penjualannya. Hal ini terkuak dengan adanya
indikasi fraud pada laporan keuangan tahun 2017. Dalam laporan keuangan tahun tersebut, total
keuntungan yang diraih Jiwasraya mencapai Rp 2,4 triliun, padahal laba sebenarnya hanya sebesar
Rp 328,44 miliar saja. Adanya fraud laporan keuangan ini diketahui setelah dilakukannya audit oleh
PriceWaterhouseCooper (PWC).
Fraud pada laporan keuangan dan tingkat bunga yang tinggi menyebabkan keuangan perusahaan
semakin berat. Sebab, perusahaan harus membayar kembali dana nasabah sekaligus bunganya
yang tidak sedikit saat jatuh tempo. Sementara, keuntungan atas pemanfaatan dana nasabah
tidaklah sesuai dengan yang dicantumkan dalam laporan keuangan resmi perusahaan.
4. Adanya rekayasa harga saham (window dressing)
3. Serampangan dalam berinvestasi
Lewat masifnya jual-beli saham dengan dressing reksadana. Modusnya, saham
Dana yang diperoleh atas penjualan yang overprice dibeli oleh Jiwasraya kemudian dijual pada harga negosiasi (di
produk asuransi Jiwasraya dikelola atas harga perolehan) kepada manajer investasi, untuk kemudian dibeli oleh
sedemikian rupa sehingga menghasilkan Jiwasraya
keuntungan yang dapat meningkatkan
kekuatan perusahaan secara finansial. Tak 5. Tekanan likuiditas dari produk Savings Plan
hanya itu, keuntungan tersebut juga
dipergunakan untuk memberikan imbal Hal itu kemudian berdampak terhadap penurunan kepercayaan nasabah yang
hasil kepada para nasabah. Sayangnya, menyebabkan merosotnya penjualan. Jiwasraya juga tidak memiliki backup
pengelolaan dana asuransi Jiwasraya asset yang cukup untuk memenuhi kewajiban sehingga terjadi kasus gagal bayar.
dinilai kurang menerapkan asas prudent. Kondisi tersebut lantas berakibat pada dua hal, yakni tekanan likuditas dan
Jiwasraya terlalu serampangan dalam melemahnya solvabilitas atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi
berinvestasi. Dari laporan keuangan tahun kewajiban.
2017 terkuak bahwa sebagian besar dana Dalam kasus tekanan likuiditas, mayoritas aset investasi yang dimiliki saat ini
nasabah diinvestasikan pada reksadana, tidak memiliki nilai dan illiquid, diberhentikannya skema Saving Plan sehingga
saham, dan properti. Celakanya, investasi penerimaan premi turun, menurunnya pendapatan investasi, serta meningkatnya
tersebut kurang memperhatikan nilai klaim dan manfaat.
manajemen risiko. Akhirnya, saham yang Sementara melemahnya solvabilitas tercermin dalam nilai aset yang tidak sesuai
diborong Jiwasraya terpuruk di pasar dengan nilai pasar, sehingga harus dilakukan impairment asset, ekuitas negatif
keuangan, sehingga berdampak pada sebesar Rp 23,9 triliun dan rasio solvabilitas atau Risk Based Capital (RBC)
tingkat keuntungan yang diperoleh pun negatif sebesar 805 persen per September 2019, tambahan admitted asset untuk
tidak maksimal, bahkan mengalami mencapai RBC minimal 120 persen, hingga pembentukan cadangan (liabilitas
kerugian. understated) aset belum dilakukan impairment (overstated).
UPAYA YANG DILAKUKAN UNTUK
MENYELAMATKAN ASURANSI JIWASRAYA
Memperpanjang kontrak polis yang
jatuh tempo Menerbitkan surat utang
Tekanan likuiditas yang dialami Jiwasraya mengakibatkan
perusahaan asuransi tersebut mengalami gagal bayar Tujuannya untuk meningkatkan investasi agar neraca
terhadap polis yang telah jatuh tempo. Upaya pertama keuangan perusahaan bisa kuat kembali dalam waktu
yang adalah dengan memperpanjang kontrak polis yang lebih cepat. Surat utang yang diterbitkan Jiwasraya
telah jatuh tempo atau roll over. berbentuk MTN (Medium Term Note) atau surat utang
Upaya roll over polis ini dinilai sebagai win-win jangka menengah senilai Rp 500 miliar. Dengan surat
solution baik bagi perusahaan maupun nasabah. Bagi utang tersebut, harapannya Jiwasraya dapat memperoleh
nasabah yang bersedia melakukan roll over, akan dana yang bisa digunakan untuk memperbanyak investasi
diberikan pembayaran di muka atas bunga perpanjangan agar neraca keuangan perusahaan semakin kuat.
kontrak polis tersebut. Sementara bagi nasabah yang tidak
bersedia melakukan roll over polis diberikan bunga
pengembangan efektif sebesar 5,75% per tahun.
UPAYA YANG DILAKUKAN UNTUK
MENYELAMATKAN ASURANSI
JIWASRAYA
Mendirikan anak perusahaan
Membentuk induk usaha (holding) yang
Upaya lain adalah dengan mendirikan anak perusahaan bergerak di bisnis asuransi dan dana
yang diberi nama PT. Jiwasraya Putra. Tujuannya
meningkatkan kinerja usaha perusahaan untuk
pensiun
memperbaiki likuiditas perusahaan.
Hal ini bertujuan untuk menghindari tekanan likuiditas
Strategi yang digunakan adalah menjual produk asuransi yang terjadi pada PT. Asuransi Jiwasaya (Persero).
baru dan unit link. Berkenaan dengan hal itu, Jiwasraya Nantinya, Perusahaan dana pensiun PT Asuransi Sosial
menggandeng 4 BUMN besar untuk memasarkan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) yang
produknya tersebut. Adapun BUMN yang terlibat antara mengurus dana pensiun untuk TNI dan Polri juga bakal
lain BTN (Bank Tabungan Negara), KAI (Kereta Api masuk dalam holding BUMN tersebut.
Indonesia), Telkomsel, dan Pegadaian.
Pembentukan holding asuransi menjadi langkah awal dari
proses penyelamatan Jiwasraya dari teknanan likuiditas.
Dengan adanya pembentukan holding asuransi tersebut,
diyakini Jiwasraya akan mendapatkan arus kas sekitar Rp
1,5 sampai 2 triliun.
KESIMPULAN

Kemelut Jiwasraya ini merupakan keberlanjutan dari krisis moneter 1998 yang
membuat dunia perbankan dan keuangan kesulitan karena nilai tukar rupiah turun
drastis.

Adapun beberapa hal yang menyebabkan perusahaan gagal bayar asuransi


diantaranya : imbal hasil atau bunga yang terlalu tinggi, adanya fraud pada laporan
keuangan, serampangan dalam berinvestasi, adanya rekayasa harga saham (window
dressing), serta tekanan likuiditas dari produk Savings Plan.

Kementerian berupaya mengambil langkah yang stategis untuk menyelamatkan


kemelut jiwasraya dengan memperpanjang kontrak polis yang jatuh tempo,
menerbitkan surat utang,mendirikan anak perusahaan, dan membentuk induk usaha
(holding) yang bergerak di bisnis asuransi dan danapensiun
terimakasih
ANALISIS KASUS
PT ASURANSI
JIWASRAYA
CREDITS: This presentation template was created by
Slidesgo, including icons by Flaticon, and
infographics & images by Freepik and illustrations
by Stories

Anda mungkin juga menyukai