Anda di halaman 1dari 5

Inilah 9 Kasus Kejahatan Perbankan

JAKARTA, KOMPAS.com Strategic Indonesia mencatat, dalam kuartal I 2011 telah terjadi sembilan kasus pembobolan bank di berbagai industri perbankan. Jos Luhukay, pengamat Perbankan Strategic Indonesia, mengatakan, modus kejahatan perbankan bukan hanya soal penipuan (fraud), tetapi lemahnya pengawasan internal control bank terhadap sumber daya manusia juga menjadi titik celah kejahatan perbankan. "Internal control menjadi masalah utama perbankan. Bank Indonesia harus

mengatur standard operating procedure (SOP)," kata Jos Luhukay, Senin (2/5/2011). Berikut adalah sembilan kasus perbankan pada kuartal pertama yang dihimpun oleh Strategic Indonesia melalui Badan Reserse Kriminal Mabes Polri: 1. Pembobolan Kantor Kas Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tamini Square. Melibatkan supervisor kantor kas tersebut dibantu empat tersangka dari luar bank. Modusnya, membuka rekening atas nama tersangka di luar bank. Uang ditransfer ke rekening tersebut sebesar 6 juta dollar AS. Kemudian uang ditukar dengan dollar hitam (dollar AS palsu berwarna hitam) menjadi 60 juta dollar AS. 2. Pemberian kredit dengan dokumen dan jaminan fiktif pada Bank Internasional Indonesia (BII) pada 31 Januari 2011. Melibatkan account officer BII Cabang Pangeran Jayakarta. Total kerugian Rp 3,6 miliar. 3. Pencairan deposito dan melarikan pembobolan tabungan nasabah Bank Mandiri. Melibatkan lima tersangka, salah satunya customer service bank tersebut. Modusnya memalsukan tanda tangan di slip penarikan, kemudian ditransfer ke rekening tersangka. Kasus yang dilaporkan 1 Februari 2011, dengan nilai kerugian Rp 18 miliar. 4. Bank Negara Indonesia (BNI) Cabang Margonda Depok. Tersangka seorang wakil pimpinan BNI cabang tersebut. Modusnya, tersangka mengirim berita teleks palsu berisi perintah memindahkan slip surat keputusan kredit dengan membuka rekening peminjaman modal kerja.

5. Pencairan deposito Rp 6 miliar milik nasabah oleh pengurus BPR tanpa sepengetahuan pemiliknya di BPR Pundi Artha Sejahtera, Bekasi, Jawa Barat. Pada saat jatuh tempo deposito itu tidak ada dana. Kasus ini melibatkan Direktur Utama BPR, dua komisaris, komisaris utama, dan seorang pelaku dari luar bank. 6. Pada 9 Maret terjadi pada Bank Danamon. Modusnya head teller Bank Danamon Cabang Menara Bank Danamon menarik uang kas nasabah berulang-ulang sebesar Rp 1,9 miliar dan 110.000 dollar AS. 7. Penggelapan dana nasabah yang dilakukan Kepala Operasi Panin Bank Cabang Metro Sunter dengan mengalirkan dana ke rekening pribadi. Kerugian bank Rp 2,5 miliar. 8. Pembobolan uang nasabah prioritas Citibank Landmark senilai Rp 16,63 miliar yang dilakukan senior relationship manager (RM) bank tersebut. Inong Malinda Dee, selaku RM, menarik dana nasabah tanpa sepengetahuan pemilik melalui slip penarikan kosong yang sudah ditandatangani nasabah. 9. Konspirasi kecurangan investasi/deposito senilai Rp 111 miliar untuk kepentingan pribadi Kepala Cabang Bank Mega Jababeka dan Direktur Keuangan PT Elnusa Tbk. (Nina Dwiantika/Kontan)

KEJAHATAN DALAM PERBANKAN : PELAJARAN DARI PEMBOBOLAN BANK PRANCIS

Oleh : Dias Satria SE., M.App.Ec[1] Media dunia baru saja dikejutkan berita pembobolan bank terbesar di Dunia, yang terjadi di Paris. Akibat ulah pembobol, Bank tersebut harus rela mengalami kerugian hingga 67 Milyar rupiah. Bagaimana keadaan ini bisa terjadi di negara yang notabene maju, dengan sistem pengawasan dan perangkatnya?

Pembobolan Bank Pembobolan Bank tidak hanya terjadi di prancis, 10 tahun silam Barings Bank (Bank tertua di Inggris) juga mengalami nasib yang sama. Akibat salah satu stafnya, Nick Leesson, Bank Barings harus rela menutup usahanya. Secara umum kata pembobolan dalam konteks perbankan bisa dimaknai menjadi dua arti. Pertama, pembobolan yang berarti pencurian secara fisik pada bank dengan membongkar brangkas. Kedua, pembobolan yang dilakukan dengan teknik penipuan yang lihai yang populer dengan istilah white collar crime atau kejahatan kerah putih. Tentu yang kedua ini dilakukan dengan teknik yang cantik, dengan berbagai macam penyalahgunaan dan penipuan dengan memanfaatkan kelemahan pengawasan internal. Dalam konteks ini, pembobolan yang dimaksud pada Bank Barings dan Bank Prancis adalah jenis yang kedua. Permasalahan utama yang dihadapi oleh Bank Barings dan Bank Prancis secara umum sama, kedua bank tersebut merugi akibat tingginya kerugian yang dialami dari transaksi di pasar keuangan (saham, komoditas dan valas). Bank sebagai lembaga intermediasi memiliki kemampuan untuk mendistribusikan deposito dari masyarakat ke berbagai jenis aset (teori diversifikasi untuk menyebar resiko), seperti kredit dan investasi pada aset-aset keuangan di pasar keuangan (saham, komoditas dan valas). Secara ideal, seharusnya bank memiliki proporsi investasi kredit lebih besar dibandingkan dengan investasi pada pasar keuangan. Namun fenomena yang terjadi saat ini, bank lebih agresif melakukan penetrasi di pasar keuangan dibandingkan dengan investasi di sektor riil. Hal ini tentu sangat berkaitan dengan iming-iming keuntungan yang cepat dan tinggi di pasar keuangan, tentu dengan kompensasi resiko yang tinggi. Kelemahan yang terjadi pada Bank Barings dan Bank Prancis adalah kedua Bank tersebut tidak waspada dengan pengawasan internal mereka untuk membatasi transaksi-transaksi spekulatif di pasar keuangan. Akibatnya adalah, bank-bank tersebut tidak menyadari bahwa bank mereka dihadapkan pada tingkat resiko yang tinggi akibat ulah oknum stafnya di pasar keuangan. Mereka baru menyadarinya ketika kerugian riil sudah terlanjur terjadi, yang menguras uang nasabah mereka. Implikasi yang lain adalah kerugian negara, negara atau dalam konteks ini Bank Sentral harus bersiap siaga sebagai Lender of Last Resort untuk membayar kerugian para nasabah. Jika tidak maka ancaman Bank Run dan penularan krisis perbankan akan terjadi, yang malah mengancam sistem perbankan dan sistem pembayaran negara tersebut.

Pelajaran bagi perbankan tanah air Hal ini tentu bisa menjadi pelajaran yang berharga bagi perbankan tanah air. Pertama, Bank Indonesia harus lebih waspada pada transaksi-transaksi off balance sheet yang dilakukan oleh perbankan tanah air. Transaksi-transaksi off balance sheet yang sebagian besar adalah spekulasi di pasar keuangan tentu akan menciptakan keterbukaan resiko yang tinggi bagi bank, dan nasabah tentunya. Jika transaksi-transaksi ini tidak diatur secara baik maka akan berdampak pada krisis pada sistem pembayaran dan sistem keuangan. Kedua, bagi perbankan, pengawasan internal harus dilakukan baik secara formal maupun informal (intelejen) karena sebagian permasalahan pembobolan perbankan disebabkan akibat fraud risk yaitu kejahatan penipuan yang melibatkan staf internal. Suatu hal yang sangat berharga yang diajarkan dalam syariah economics bahwa spekulasi atau gharar sangat dilarang. Dan uang sebagai alat tukar harus dikembalikan pada fungsi dasarnya sedia kala. Oleh karena itu perilaku-perilaku yang memperjualbelikan uang (menganggap uang sebagai komoditas) pada akhirnya dapat mendorong terjadinya krisis keuangan dan krisis ekonomi. Hal ini mudah sekali dipelajari dari beberapa episode krisis yang terjadi di Eropa, Amerika Latin dan seluruh negara di Asia, bahwa krisis terjadi disebabkan oleh ulah para spekulan di pasar valas, yang pada akhirnya mentrigger terjadinya krisis perbankan, krisis keuangan dan krisis ekonomi. Jika indonesia ingin mengembalikan perekonomiannya pada keadaan yang lebih baik, tentu negara ini harus concern pada perbaikan sektor keuangan atau sektor perbankan. BI harus dapat mengembalikan fungsi bank sebagai intermediasi di sektor riil, dan mengurangi setinggi mungkin transaksi-transaksi yang sifatnya spekulatif di pasar keuangan. Hal ini dilakukan sebagai bentuk antisipasi resiko seperti yang terjadi pada Bank Barings dan Bank Prancis, dan antisipasi resiko kerugian negara. [1] Dosen jurusan Ekonomika Pembangunan (Universitas Brawijaya), Ekonom INSEF (Institute of Strategic of Economic and Finance) Surabaya dan Peneliti PPKE (Pusat Penelitian dan Kebijakan Ekonomi).

Daftar Pustaka: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/05/03/09441743/Inilah.9.Kasus.Kejahatan.Perb ankan http://iamtheeconomist.blogspot.com/2009/03/kejahatan-dalam-perbankan.html

Anda mungkin juga menyukai