Anda di halaman 1dari 23

Prosedur Alternatif Penyelesaian Sengketa Asuransi oleh

Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia1

A. Pendahuluan
Konflik merupakan hal yang tidak dapat dihindari dan akan selalu ada dalam
kehidupan manusia. Hal ini karena pada dasarnya manusia sebagai makhluk sosial
(zoon politicon) yang mana hidupnya harus selalu berdampingan dengan orang lain.
Sehingga adanya berbagai kontak sosial yang setiap manusia lakukan bisa saja
menimbulkan perbedaan pendapat yang berujung pada konflik (sengketa).
Menurut Jandt, ada 2 alasan mengapa konflik diperlukan, yakni2:
1. Melalui konflik seseorang menjadi kreatif. (Through conflicts man is creative)
2. Suatu hubungan merupakan hasil dari intensita kreatifitas dengan perkataan lain,
denga adanya intensita dari kreatifitas maka timbullah suatu hubungan. (Such a
relationship may result in creativity because of its intensity)
Walaupun diperlukan, konflik juga dapat mengancam sistem sosial yang dibutuhkan
untuk menjamin keseimbangan dalam upaya penyelesaian, baik menyebabkan
perubahan secara teratur maupun mempertahankan aturan yang dibutuhkan/diinginkan.
Selain itu, konflik dapat menghabiskan energi dan sumber daya yang mubazir. Masih
banyak hal yang dapat ditimbulkan oleh konflik tersebut.
Setiap konflik (sengketa) yang ada dapat diselesaikan maupun dikelola. Ada
yang dikenal dengan Conflict Resolution dan Conflict Management. Berikut adalah
perbandingan keduanya menurut Jay Folberg dan Alison Taylor.

Conflict Resolution Conflict Management


Penyelesaian Konflik Pengelolaan Konflik
Model atau pola proses untuk menyesuaikan kembali tujuan, metode, tingkah laku.
Istilah umum untuk proses spesifik untuk mencapai keseimbangan kekuatan melalui


1
Oleh: Anak Agung Ayu Reditha Saras – 2014-050-104 / 12014001664
2
Prof. I Made Widnyana, S.H.,M.H., “Alternatif Penyelesaian Sengketa & Arbitrase”,
Jakarta: PT. Fikahati Aneska, 2014, hlm. 35

1|Prosedur Alternatif Penyelesaian Sengketa Asuransi oleh BMAI


cara non-litigasi
Hanya menyesuaikan/menyerasikan
kembali perbedaan yang sama sekali
bertentangan dengan pihak lawan, cukup
Menciptakan suatu kesamaan dengan membuat atau mengurangi
pernyataan dan pandangan atau kekuatan yang saling berlawanan atau
memusatkan perhatian pada apa yang perusakan oleh satu sama lainnya.
menjadi maksud/tujuan dari pihak-pihak Tidak memerlukan atau mensyaratkan
yang bersengketa. adanya suatu tujuan, metode, atau
proses yang sama, seperti pada conflict
resolution.

Setiap konflik (sengketa) tentu bisa diselesaikan. Umumnya, penyelesaian


sengketa dilakukan melalui litigasi. Litigasi merupakan penyelesaian sengketa di
pengadilan. Penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan melalui litigasi, yaitu
melalui jalur pengadilan ataupun non-litigasi, yaitu melalui jalurdi luar pengadilan.
Penyelesaian sengketa melalui pengadilan berpedoman pada Hukum Acara yang
mengatur persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi agar suatu sengketa dapat
diajukan hingga upaya upaya hukum yang dapat dilakukan. Sedangkan penyelesaian
sengketa di luar pengadilan untuk dilakukannya penyelesaian sengketa harus dilakukan
berdasarkan kesepakatan para pihak, tidak berdasarkan adanya pemaksaan, dan
prosedur penyelesaian atas suatu sengketa diserahkan sepenuhnya kepada para pihak
yang bersengketa.
Penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan, pada umumnya ada beberapa
faktor kekurangan. diantaranya adalah faktor jangka waktu yang lama, Faktor biaya
yang besar dapat menjadi penghambat dalam penyelesaian sengketa. Pengadilan juga
harus menangani perkara yang harus diselesaikan bahkan sampai menumpuk perkara-
nya.3 Karena pada biasanya untuk menyelesaikan suatu kasus perdata di pengadilan
dapat membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikan sengketa sampai pada


3
Sembiring, Jimmy Joses, S.H, M.Hum., “Cara Menyelesaikan Sengketa di luar
Pengadilan”, Jakarta : Transmedia Pustaka, 2011, hlm 9.

2|Prosedur Alternatif Penyelesaian Sengketa Asuransi oleh BMAI


putusan hakim dibacakan. Tidak hanya itu, putusan yang telah keluar dari pengadilan
pun belum tentu memberikan rasa puas bagi para pihak yang bersengketa sehingga
mereka mengajukan upaya hukum seperti banding, kasasi atau peninjauan kembali.
Dalam proses litigasi menempatkan para pihak saling berlawanan satu sama lain.
Cara lain untuk menyelaikan sengketa melalui peradilan yakni dengan
metode negosiasi, mediasi dan arbitrase4. Tiga hal ini merupakan hal yang banyak
dilakukan (common) dalam penyelesaian sengketa diluar Pengadilan atau biasa
disebut dengan istilah Alternative Dispute Resolution (Alternatif Penyelesaian
Sengketa). Alternatif penyelesaian sengketa ini merupakan penyelesaian sengketa
melalui jalur non-litigasi. Adanya jalur non-litigasi ini ditempuh sebelum litigasidilakukan.
selain itu penyelesaian sengketa secara litigasi merupakan sarana akhir (ultimum
remidium) setelah alternatif penyelesaian sengketa lain tidak membuahkan hasil.5
Secara umum penyelesaian sengketa di luar proses pengadilan di-equivalensi-
kan dengan pemeriksaan sengketa oleh orang-orang yang ahli mengenai objek yang
disengketakan dengan waktu penyelesaian yang relatif cepat, biaya ringan dan pihak-
pihak dapat menyelesaikan sengketa tanpa publikasi yang dapat merugikan reputasi
dan lain sebagainya. Penyelesaian sengketa di luar proses pengadilan mempunyai
maksud untuk menyelesaikan sengketa bukan sekedar memutuskan perkara atau
perselisihan.
Badan atau lembaga yang menangani penyelesaian sengketa di luar pengadilan
ada sangat banyak. Secara umum, ada Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)
yang mana sebagai awal dari lembaga alternative penyelesaian sengketa di Indonesia.
Seiring perkembangan jaman, banyak lembaga alternative penyelesaian sengketa yang
bermunculan dengan “menjual” spesialisasi. Salah satu nya adalah Badan Mediasi dan
Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI) yang bergerak di alternative penyelesaian


4
Dalam Pasal 1 Angka 10 Undang-Undang No. 30/1999 menentukan beberapa bentuk
penyelesaian sengketa di luar pengadilan, yaitu konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi atau penilaian ahli. Maka dari ketentuan tersebut bentuk-bentuk Alternatif
Penyelesaian Sengketa yakni Negosiasi, Mediasi, Arbitrase, Konsultasi, Fasilitasi,
Konsiliasi dan Penilaian Ahli. Namun dalam artikel ini hanya akan difokuskan pada
Negosiasi, Mediasi dan Arbitrase.
5
Winarta, Herda Frans, S.H, M.H., “Hukum Penyelesaian Sengketa”, Jakarta : Sinar
Grafika, 2012, hlm 1-2

3|Prosedur Alternatif Penyelesaian Sengketa Asuransi oleh BMAI


sengketa bidang Asuransi. BMAI sendiri berdiri sejak tahun 2006 dan pada 2015 yang
lalu disahkan oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga alternative penyelesaian
sengketa antara konsumen dan lembaga jasa keuangan di sector perasuransian.
Dalam BMAI, ada 3 macam alternative penyelesaian sengketa yakni Mediasi,
Ajudikasi dan Arbitrase. Tentunya setiap metode mempunyai syarat yang berbeda-beda
dan prosedur yang berbeda juga. Selanjutnya kemudian akan dibahas mengenai segala
detail prosedur dari setiap metode BMAI dan perbedaan sengketa asuransi yang
diselesaikan dengan BMAI dan dengan badan atau lembaga lainnya.

B. Rumusan Masalah
Dari paparan diatas, dapat dirumuskan bahwa yang menjadi pokok bahasan
yakni Prosedur Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam BMAI. Untuk itu, dilakukan
beberapa pertanyaan guna untuk menjawab dan menjabarkan pokok bahasan tersebut,
yakni.
1. Bagaimana Prosedur setiap metode alternative penyelesaian sengketa dalam
BMAI?
2. Apa yang menjadi perbedaan BMAI dengan badan atau lembaga alternative
penyelesaian sengketa?

C. Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia

Karena arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa bertujuan untuk


menyelesaikan sengketa secara efektif dan efisien, maka banyak lembaga yang dibuat
secara spesifik.

4|Prosedur Alternatif Penyelesaian Sengketa Asuransi oleh BMAI


Gambar 1(sumber: Modul ADR oleh Rocky Marbun, S.H., M.H.)

Pada artikel ini yang akan dibahas yakni Penyelesaian Sengketa di bidang
Asuransi yang dilakukan oleh Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI)
dari sekian banyak lembaga alternatif penyelesaian sengketa.
BMAI sebagai lembaga alternatif penyelesaian sengketa di bidang asuransi
memegang peranan penting dalam menyelenggarakan penyelesaian sengketa non
litigasi, yaitu melalui proses mediasi dalam rangka memperoleh kesepakatan antara
Pemohon dan perusahaan Asuransi. Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa berbunyi
“Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak
melalui alternatif penyelesaian sengketa yang di dasarkan pada itikad baik
dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan
Negeri.”
Maksud dari Pasal tersebut adalah penyelesaian sengketa tidak harus didasarkan pada
putusan Pengadilan Negeri serta tidak harus dijalankan melalui HIR (Herziene
Indonesisch Reglement). Alternatif Penyelesaian Sengketa diselenggarakan melalui
pranata mediasi yang dalam peranannya berfungsi menjadi tempat bertemunya para
pihak untuk menyampaikan permasalahannya atau tuntutannya, serta diselesaikan

5|Prosedur Alternatif Penyelesaian Sengketa Asuransi oleh BMAI


secara musyawarah demi tercapainya win-win solution. Itulah yang menjadi peran BMAI
dalam menyelesaikan berbagai sengketa asuransi.
Secara resmi BMAI didirikan pada tanggal 12 Mei 2006 dan mulai beroperasi
pada tanggal 25 September 2006. Pendiriannya ini sejalan dengan Surat Keputusan
Bersama empat Menteri yaitu a) Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
No.KEP.45/M.EKON/07/2006; b) Gubernur Bank Indonesia No.8/50/KEP.GBI/ 2006; c)
Menteri Keuangan No.357/KMK.012/2006; dan d) Menteri Negara Badan Usaha Milik
Negara No.KEP-75/MBU/2006 Tentang Paket Kebijakan Sektor Keuangan yang
ditetapkan di Jakarta tanggal 5 Juli 2006. Juga sejalan dengan ketentuan Lampiran III
Lembaga Keuangan Non-Bank poin - 3 program -3 tentang Perlindungan Pemegang
Polis dengan Penanggung Jawab Departemen Keuangan RI.
BMAI didirikan dengan tujuan untuk memberikan pelayanan yang profesional dan
transparan yang berbasis pada kepuasan dan perlindungan serta penegakkan hak-hak
Tertanggung atau Pemegang Polis melalui proses Mediasi dan Ajudikasi. BMAI
dibentuk dengan tujuan untuk memberikan representasi yang seimbang antara
Tertanggung dan/atau Pemegang Polis dan Penanggung (Perusahaan Asuransi).
Tertanggung atau Pemegang Polis yang tidak menyetujui penolakan tuntutan ganti rugi
atau manfaat polisnya oleh Penanggung (Perusahaan Asuransi) dapat meminta
bantuan BMAI untuk menyelesaikan sengketa antara mereka. Dasar dari penyelesaian
sengketa ini tentunya adalah Polis Asuransi.
Dengan terbitnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor:
1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) di Sektor
Jasa Keuangan, BMAI harus mengadakan beberapa penyesuaian agar ia bisa diterima
sebagai LAPS yang diakui oleh OJK. Oleh karena itu, BMAI telah memperluas

6|Prosedur Alternatif Penyelesaian Sengketa Asuransi oleh BMAI


kegiatannya dengan fungsi penyelenggara arbitrase dan mengubah namanya menjadi
Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia6.
Adapun syarat-syarat suatu sengketa dapat diterima BMAI yakni:
• Pemohon7 yang mengajukan adalah pihak yang berkepentingan
• Anggota8 yang terlibat dalam sengketa harus merupakan pihak yang tunduk pada
yurisdiksi BMAI karena masih terdaftar sebagai Anggota BMAI
• Sengketa yang timbul dari permasalah berkaitan dengan hubungan Pemohon
dengan Anggota
• Lingkup Sengketa yang diajukan harus berada dalam yurisdiksi BMAI sejak BMAI
didirikan
• Anggota tidak dapat menyelesaikan Sengketa secara langsung dengan Pemohon
sesuai dengan tuntutan Pemohon dalam waktu 30 hari sejak diampaikannya
keberatan oleh Pemohon kepada Anggota
• Nilai tuntutan ganti rugi atau manfaat polis yang dipersengketakan tidak melebihi dari
Rp500.000.000,00 untuk Asuransi Jiwa dan Rp750.000.000,00 untuk Asuransi
Kerugian (untuk Mediasi dan Ajudikasi).
BMAI juga mengalami perluasan kewenangan dimana tidak hanya
menyelesaikan sengketa antara Tertanggung dan/atau Pemegang Polis dengan
Perusahaan Asuransi (Anggota), namun juga sengketa antar Anggota.
Penyelesaian sengketa klaim (tuntutan ganti rugi/ manfaat) dilakukan oleh BMAI
dalam 3 (tiga) bagian yaitu: Tahap Mediasi, Tahap Ajudikasi, serta Tahap Arbitrase. 3

6
Update: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan Badan Mediasi dan Arbitrase
Asuransi(BMAI) sebagai Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) antara
konsumen dengan lembaga jasa keuangan di sektor perasuransian. Penetapan itu
dilakukan dalam daftar LAPS Nomor KEP-3/D.07/2015 tertanggal 24 November 2015
lalu.

7
Pemohon adalah a) Tertanggung dan/atau Pemegang Polis yang namanya tercantum
di dalam Polis; b) Perusahaan Asuransi; Perusahaan Reasuransi (Anggota)
8
Anggota adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi yang terdaftar dan
memenuhi syarat-syarat keanggotaan BMAI.

7|Prosedur Alternatif Penyelesaian Sengketa Asuransi oleh BMAI


metode ini merupakan syarat untuk menjadi Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa
menurut OJK9.

Tahap 1 – Mediasi: Permohonan Penyelesaian Sengketa Klaim Asuransi


yang diterima BMAI akan ditangani oleh Mediator yang akan berupaya
agar Tertanggung atau Pemegang Polis dan Penanggung (Perusahaan
Asuransi) dapat mencapai kesepakatan untuk menyelesaian sengketa
secara damai dan wajar bagi kedua belah pihak. Mediator akan bertindak
sebagai penengah antara Tertanggung atau Pemegang Polis (Pemohon)
dan Penanggung atau Perusahaan Asuransi (Termohon).

Tahap 2 – Ajudikasi: Bila Sengketa Klaim (tuntutan ganti rugi atau


manfaat) tidak dapat diselesaikan melalui Mediasi (Tahap 1), maka Pihak
Pemohon dapat mengajukan permohonan kepada Ketua BMAI agar
sengketanya dapat diselesaikan melalui proses Ajudikasi. Sengketa akan
diputuskan oleh Majelis Ajudikasi yang ditunjuk oleh BMAI.

Tahap 3 – Arbitrase: Atas sengketa klaim yang tidak dapat diselesaikan


pada proses Mediasi atau Ajudikasi dan yang nilai sengketanya melebihi
Batas Nilai Tuntutan Ganti Rugi dilakukan proses Arbitrase. Sengketa
klaim akan diperiksa dan diadili oleh Arbiter Tunggal atau Majelis
Arbitrase. Keputusan arbitrase bersifat final dan mengikat para Pihak
dan tidak dapat dimintakan banding, kasasi atau upaya hukum lainnya.

Gambar 2 Skema Tahapan BMAI

1. Mediasi
Mediasi adalah proses negosiasi pemecahan konflik atau sengketa di mana
pihak luar atau pihak ketiga yang tidak memihak (impartial) bekerja sama dengan pihak
yang bersengketa atau konflik untuk membantu memperoleh kesepakatan perjanjian
dengan memuaskan. Alternatif penyelesaian sengketa melalui negosiasi ini memiliki
beberapa kelebihan, yakni diantaranya adalah Keputusan yang hemat dan
Penyelesaian secara cepat. Menurut ketentuan BMAI, mediasi merupakan proses

9
Pasal 4 huruf aPeraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 Tahun 2014

8|Prosedur Alternatif Penyelesaian Sengketa Asuransi oleh BMAI


penyelesaian sengketa melalui upaya musyawarah dan mufakat antara Pemohon dan
termohon (Anggota) yang di fasilitasi oleh Mediator. Mediator setelah menerima
permohonan penyelesaian sengketa dari Pemohon yang melampirkan kronologis
timbulnya sengketa dari Pemohon yang melampirkan kronologis timbulnya sengketa
beserta bukti-bukti pendukungnya (polis asuransi, kwitansi, dll) akan menghubungi
Termohon guna mendapatkan keterangan terkait sengketa yang diajukan Pemohon, lalu
mengadakan investigasi dan mengetahui duduk perkara. Setelah itu, Mediator
mengadakan pertemuan bersama dengan para pihak dan berupaya memberikan
masukan agar proses negosiasi menjadi lebih mudah untuk mencapai kesepakatan di
antara para pihak. Setelah pertemuan dan negosiasi, para Pihak diharapkan
mempunyai kesamaan pendapat yaitu apakah Termohon mengubah keputusan
penolakan klaim dan dengan demikian membayar klaim ataukah Pemohon dapat
menerima alasan penolakan klaimnya oleh Termohon dan dengan demikian tiak
mendapat pembayaran atas klaimnya.
Dalam proses Mediasi, keputusan akhir ada di tangan para pihak dan bukan
Mediator. Mediator hanya berfungsi sebagai fasilitator untuk memudahkan para pihak
bernegosiasi untuk mengambil keputusan. Jika mediasi berhasil dan tercapai
kesepakatan antara para pihak, maka akan dibuat Perjanjian Mediasi yang berisi semua
hal yang disepakati Pemohon dan Termohon. Namun apabila tidak berhasil, maka
Pemohon dapat mengajukan Permohonan ke Ketua BMAI untuk melanjutkan ke tingkat
Ajudikasi atau memilih upaya hukum lain (Arbitrase atau Pengadilan). Apabila memilih
Ajudikasi, maka Pemohon harus mengisi formulir permohonan ajudiasi yang diajukan
kepada Ketua BMAI (lihat lampiran 1).

2. Ajudikasi
Ajudikasi adalah cara penyelesaian sengketa diluar arbitrase dan
peradilan umum yang disepakati oleh para pihak untuk diselesaikan melalui BMAI
dengan maksimum nilai klaim asuransi sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan dan
Prosedur Ajudikasi BMAI. Jika Ketua BMAI meluluskan permohonan Pemohon untuk
melanjutkan penyelesaian sengketa ke tingkat ajudikasi, maka akan ditunjuk 3
Ajudikator dari BMAI. Ketiga Ajudikator ini akan memeriksa dan mengadili sengketa

9|Prosedur Alternatif Penyelesaian Sengketa Asuransi oleh BMAI


Pemohon sebagai Majelis Ajudikasi. Salah satu dari majelis ini akan mejadi Ketua
Majelis dan berfungsi mengatur dan mengawasi persidangan. Terhadap penunjukkan
Ajudikator, Pemohon maupun Termohon dapat mengajukan Hak Ingkar dengan alasan-
alasan tertentu yang sah dan dapat diterima Ketua BMAI. Proses persidangan ajudikasi
di BMAI memang dibuat sesuai prinsipnya yakni cepat dan murah (lihat lampiran 2).
Pemeriksaan sengketa dilakukan secara tertulis yaitu dokumen Permohonan Pemohon
dan Jawaban Penanggung, masing-masing berikut buktinya. Pemeriksaan secara lisan
atau tatapmuka dapat dilakukan apabila perlu. Tidak ada replik maupun duplik atau
kesimpulan, maka dari itu disebut “arbitrase mini”. Setiap pemeriksaan dilakukan secara
tertutup dan kehadiran pihak lain harus sesuai persetujuan majelis serta para pihak.
Hukum yang berlaku adalah hukum tempat ajudikasi dilakukan. Bahasa yang digunakan
adalah Bahasa Indonesia dan bahasa lain yang disetujui oleh Majelis.
Berbeda dengan putusan ajudikasi dan arbitrase pada umumnya (final dan
binding bagi seluruh pihak), putusan majelis ajudkasi BMAI hanya mengikat
Penanggung saja, artinya jika pemohon menerima putusan tersebut maka penanggung
harus melaksanakan putusan tersebut. Sebaliknya jika Pemohon tidak menerima
putusan majelis ajudikasi, artinya ketika tuntutannya diputuskan ditolak oleh majelis
ajudikasi, maka pemohon bebas mencari upaya hukum lain. Ketentuan ini dibuat karena
Penanggung adalah anggota BMAI yang wajib terikat pada putusan perhimpunannya,
sementara Pemohon adalah pihak lain yang tidak merupakan bagian dari BMAI dan
oleh karena itu mereka tidak dapat diwajibkan untuk terikat pada Putusan BMAI.
Pemohon perorangan wajib mengikuti sendiri semua proses penyelesaian
sengketa yang diselenggarakan BMAI melalui Mediasi dan Ajudikasi dan tidak
diperkenankan menunjuk orang lain untuk mewakilinya. Pemohon boleh didampingi oleh
paling banyak 2 orang dan para pendamping tidak mempunyai hak berbicara di dalam
pertemuan mediasi dan persidangan Ajudikasi kecuali atas izin mediator atau majelis.
Pemohon yang berstatus badan usaha wajib menunjuk, dengan surat kuasa khusus,
seorang atau maksimal 3 karyawannya dengan menyebutkan possi jabatan di
perusahaan itu. Ketentuan ini juga berlaku bagi Termohon (Anggota).

10 | P r o s e d u r A l t e r n a t i f P e n y e l e s a i a n S e n g k e t a A s u r a n s i o l e h B M A I
3. Arbitrase
Sebagai badan yang menyelenggarakan Arbitrase, BMAI mempunyai
Peraturan dan Prosedur sendiri yang pada prinsipnya sesuai dan tidak bertentangan
dengan ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Syarat agar arbitrase bisa dilakukan
yakni dengan membuat perjanjian arbitrase yang berisi klausula arbitrase. Perjanjian
Arbitrase menurut Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah suatu kesepakatan berupa
kausual arbitrase yang terantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak
sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para
pihak setelah timbul sengketa. Pada dasarnya, klausul arbitrase tersebut harus memuat
pernyataan mengenai penyelesaian sengketa secara arbitrase, pilihan hukum (untuk
internasional), serta mengenai lembaga arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa
yang dipilih oleh para pihak. Apabila para pihak sudah membuat perjanjian arbitrase,
maka Pengadilan Negeri tidak berwenang mengadili sengketa para pihak yang telah
terikat dalam perjanjian arbitrase.10
Hal ini juga berlaku, di BMAI. Arbitrase dapat dilakukan apabila ada
Perjanjian Arbitrase diantara Para PIhak yang bersangkutan. Dalam perjanjian tersebut,
harus disebutkan secara tegas mengenai penunjukkannya atas forum Arbitrase BMAI.
Para pihak yang telah terikat tersebut dianggap telah sepakat dan meniadakan proses
pemeriksaan perkara melalui Pengadilan Negeri dan/atau lembaga alternative
penyelesaian sengketa lainnya. Adanya klausula arbitrase dalam suatu perjanjian pokok
harus diperlakukan sebagai sebuah perjanjian terpsah dari perjanjian pokok yang
bersangkutan.11
Di BMAI, sengketa diperiksa dan diadili oleh seorang Arbiter Tunggal atau
sebuah Majelis Arbiter yang terdiri dari 3 orang Arbiter (lihat lampiran 3). Pemilihan
Arbiter Tunggal dilakukan berdasarkan kesepakatan para pihak. Sementara untuk
Majelis Arbitrase, masing-masing pihak memilih sendiri Arbiter dan satu Arbiter yang
berdasarkan pemilihan dua arbiter tersebut untuk bertindak sbagai Ketua Majelis yang

10
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 ttg Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa
11
Pasal 3 Peraturan Prosedur Arbitrase BMAI

11 | P r o s e d u r A l t e r n a t i f P e n y e l e s a i a n S e n g k e t a A s u r a n s i o l e h B M A I
mana bertugas untuk memimpin dan mengatur jalannya persidangan dan tidak
bertindak sebagai wasit. Ketiga arbiter tersebut mempunyai hak yang sama dalam
menetapkan putusan perkara dan keputusan majelis diambil berdasarkan pendapat
suara terbanyak yaitu pendapat dua atau tiga arbiter. Putusan Majelis Arbitrase bersifat
Final and Binding. Putusan tersebut didaftarkan BMAI ke panitera Pengadilan Negeri
tempat Pemohon berasa. Para Arbiter harus dipilih oleh para pihak dari nama-nama
orang yang tercantum dalam Daftar Arbiter BMAI. Orang-orang yang namanya tidak
terdaftar di BMAI tidak boleh ditunjuk, kecuali jika tidak terdapat keahlian pada arbiter
terdaftar untuk memeriksa perkara yang disengketakan. Dalam pelaksanaannya, ada
beberapa biaya yang harus ditanggung yakni:
a) Biaya Pendaftaran: ditanggung Pemohon
b) Biaya Pemeriksaan (sewa ruang sidang, penggandaan dokumen, konsumsi
persidangan, dll): ditanggung masing-masing pihak sebesar 50%
c) Biaya Arbiter: dihitung berdasarkan nilai sengketa dengan skala tariff biaya yang
sudah ditetapkan dengan pembayaran dimuka sebelum proses persidangan dimuka
sebelum proses persidangan arbitrase dimulai sebesari 50% oleh masing-masing pihak
dan ditanggung oleh pihak yang kalah yang akan ditetapkan dengan putusan.
d) Biaya Pelaksaan Putusan Arbiter: ditanggung oleh masing-masing pihak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku pada masing-masing Pengadilan Negeri.
Walaupun secara sekilas Ajudikasi dan Arbitrase terlihat sama, namun keduanya
mempunyai sebuah perbedaan. Hal tersebut terletak pada batas nilai tuntutan ganti rugi
atau manfaat polis yang dipersengketakan. Dalam BMAI, dikenal adanya batas nilai
tuntutan ganti rugi. Batas tersebut yakni maksimal Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima
puluh juta rupiah) per klaim untuk asuransi kerugian/umum dan maksimal
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) per klaim untuk asuransi jiwa atau Asuransi
Jaminan

12 | P r o s e d u r A l t e r n a t i f P e n y e l e s a i a n S e n g k e t a A s u r a n s i o l e h B M A I
D. Eksistensi Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia

BMAI sebagai sebuah lembaga alternative penyelesaian sengketa asuransi


merupakan lembaga yang juga menjadi sarana perlindungan konsumen khususnya di
sector Asuransi. Eksistensi BMAI oleh perusahaan Asuransi di Indonesia tentu sudah
dikenal karena sekitar lebih dari 100 perusahaan asuransi dan reasuransi menjadi
anggota dari BMAI. Sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2014, sudah ada 527 kasus
yang masuk ke BMAI.

Table 1 Rekapitulasi Sengketa BMAI periode 2006 - 2014

Kasus yang masuk cukup banyak dan lebih dari 50% kasus tersebut dinyatakan
selesai, baik melalui mediasi maupun ajudikasi. Hal ini dirasa BMAI masih kurang eksis
di dalam alternative penyelesaian sengketa. Dari sekian banyak polis asuransi di
Indonesia, adanya 527 kasus di selesaikan melalui BMAI dirasa kurang. Hal ini mungkin
karena penyelesaian sengketa dengan hasil akhir yang kurang mengikat dan pasti.
Seperti yang diketahui, bahwa ini memang salah satu kekurangan dari alternative
penyelesaian sengketa secara umum. Selain itu, banyaknya kasus diluar juridikasi yang
masuk dapat mengindikasikan bahwa kurangnya sosialisasi syarat-syarat untuk
menyelesaikan sengketa melalui BMAI.
Walaupun kasus hanya 527 dalam kurun waktu 8 tahun, namun hal ini
mengindikasikan bahwa banyaknya orang yang sadar akan pentingnya asuransi dan
sadar mengenai cara berasuransi yang benar dan seharusnya. Dalam artian apabila

13 | P r o s e d u r A l t e r n a t i f P e n y e l e s a i a n S e n g k e t a A s u r a n s i o l e h B M A I
ada sebuah klaim macet atau bermasalah, maka mereka tahu bahwa hal tersebut harus
diselesaikan dan dicari tahu penyebab serta dicari keadilannya.
Selain itu, adanya kesadaran bahwa setiap sengketa tidak harus diselesaikan di
pengadilan langsung. Ini merupakan hal yang bagus karena adanya orang yang
percaya dengan metode alternative penyelesaian sengketa dan mau untuk menjalani
metode tersebut dalam mencari keadilan. Lebih banyak kasus yang diselesaikan melalui
mediasi juga berarti mediasi yang dilakukan oleh BMAI cukup baik karena tidak banyak
yang melanjutkan ke ajudikasi. Perlu diketahui dalam mediasi ini pihak yang paling
berperan besar yakni mediator sebagai pihak ketiga. Hal ini dikarenakan peranan yang
penting dan menentukan dalam penyelesaian suatu sengketa. Walaupun demikian, di
dalam mediasi tetap para pihak yang berperan menghasilkan kesepakatan. Sehingga
untuk berhasilnya mediasi perlu 2 hal yakni: (1) Para pihak yang mempunyai keinginan
serta saling percaya mempercayai untuk melakukan mediasi; (2) Mediator yang
handal.12 Sehingga dari sini dapat diketahui bahwa mediasi dalam BMAI cukup
terpercaya dan handal dalam menyelesaikan masalah.

Kemudian eksistensi dari BMAI juga bergantung dari ciri khas yang ditonjolkan. Ciri
khas yakni tentunya kekhususan dalam bidang Asuransi. Setiap mediator, ajudikator
dan arbiter merupakan orang-orang yang memang berkecimpung di bidang asuransi
sehingga ada jaminan bahwa setiap perkara dapat diselesaikan dengan baik. Karena
dengan adanya orang yang mengerti dan paham betul dengan asuransi, maka
diharapkan kasus asuransi dapat diselesaikan berdasarkan pengetahuan dan keahlian
di bidang asuransi sehingga hasilnya akan jauh lebih baik. Hal ini tentunya menjadi
kelebihan disbanding dengan penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Karena
apabila melalui pengadilan, hakim belum tentu menguasai asuransi sepenuhnya.
Sehingga penyelesaian kasus kurang memperhatikan teknis asuransi sesungguhnya.

Prosedur dalam BMAI juga menjadi ciri khasnya sendiri. Yakni adanya “jenjang”
penyelesaian. Jenjang ini maksudnya setiap kasus yang tidak berhasil diselesaikan
dengan mediasi, maka dapat dilanjutkan melalui ajudikasi. Ajudikasi yang sebagai “mini
arbitrase” mempunyai sifat memutus dan putusan dilakukan berdasarkan pemeriksaan

12
Prof. I Made Widnyana, S.H.,M.H, op.cit, hlm. 118

14 | P r o s e d u r A l t e r n a t i f P e n y e l e s a i a n S e n g k e t a A s u r a n s i o l e h B M A I
pihak ketiga dalam hal ini ajudikator. Perbedaan dengan arbitrase tentu ada di batas
nilai tuntutan ganti rugi yakni maksimal Rp750.000.000 untuk asuransi umum dan
maksimal Rp500.000.000 untuk asuransi jiwa.

Syarat tersebut juga menjadi perbedaan atau ciri khas tersendiri dari BMAI dalam
menyelesaikan kasus di bidang asuransi. Karena apabila nilai tuntutan ganti rugi atau
nilai manfaat polis melampaui batas maksimal, maka berbeda metode yang harus
dilalui. Hal ini dirasa perlu dilakukan karena apabila nilai manfaat polis besar, maka
diperlukan sebuah putusan yang lebih pasti dan mengikat. Dengan arbitrase, putusan
tersebut lebih terasa final and binding. Hal ini dikarenakan putusan tersebut di daftarkan
di Pengadilan Negeri.

E. Penutup

Pada perkembangan zaman ini, kasus sengketa klaim Asuransi semakin marak.
Hal ini dikarenakan masyarakat yang mulai menyadari pentingnya asuransi dan “melek
hukum”. Belum lagi adanya Polis Asuransi dan Perusahaan Asuransi yang terkadang
membuat sulit klaim asuransi. Dengan adanya Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi
Indonesia (BMAI) ini, dapat membuat adanya sebuah wadah untuk penyelesaian di
bidang Asuransi menjadi lebih pasti serta efisien. Hal ini karena Asuransi bukanlah
bidang yang mudah sehingga dengan adanya BMAI yang membantu dalam alternatif
penyelesaian sengketa, dapat membuat penyelesaian sengketa menjadi lebih mudah.
Hal ini karena setiap Mediator, Ajudikator maupun Arbiter sudah pasti mengetahui seluk
beluk asuransi sehingga tidak lagi ada keraguan maupun kurangnya pengalaman
diantara mereka.

Saran untuk penyelesaian sengketa di bidang Asuransi dan BMAI yakni adalah
semoga dilakukan sosialisasi lebih luas lagi sehingga setiap masyarakat yang
mengalami sengketa Asuransi dapat mendapat bantuan dalam penyelesaian sengketa.
Tentunya apabila Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi tidak menanggapi
keluhan kita dengan tidak baik. Selain itu, dengan melalui BMAI maka perkara yang kita
lewati bisa tetap ‘rahasia’ dan proses penyelesaian yang lebih kekeluargaan serta lebih
cepat.

15 | P r o s e d u r A l t e r n a t i f P e n y e l e s a i a n S e n g k e t a A s u r a n s i o l e h B M A I
Daftar Pustaka

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian


Sengketa

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor: 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga


Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS)

Keputusan OJK Nomor KEP-3/D.07/2015 tentang Daftar lembaga Alternatif


Penyelesaian Sengketa di Jasa Keuangan

BMAI. Peraturan dan Prosedur Mediasi.

BMAI. Peraturan dan Prosedur Ajudikasi.

BMAI. Peraturan dan Prosedur Arbitrase.

Bryan A. Garner, editor in chief, “Black’s Law Dictionary” West Group-St, 1999.

Folberg, Jay and Taylor, Allison. 1984. Mediation A Comprehensive Guide to Resolving
Conflicts Without Litigation. California: Jossey-Bass, Inc.

16 | P r o s e d u r A l t e r n a t i f P e n y e l e s a i a n S e n g k e t a A s u r a n s i o l e h B M A I
Goldberg, Stephen B., Frank E. Sander, Nancy H. Rogers & Sarah Rudolph Cole.
Dispute Resolution: Negotiation Mediation & Other Processes (Aspen 6th ed.
forthcoming).

Muhammad, Prof. Abdulkadir, S.H.. 2006. Hukum Asuransi Indonesia, Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti.

Sendra, Dr. Ketut, S.pd,S.H.,M.M.,AAIJ,QIP,CLU,CRGP, dkk. 2016. Badan Mediasi dan


Arbitrase Asuransi Indonesia: 10 Tahun Berkiprah dan Tantangannya ke Depan.
Jakarta: Lembaga Penerbit Pustaka Perasuransian.

Sembiring, Jimmy Joses, S.H, M.Hum..2011. “Cara Menyelesaikan Sengketa di luar


Pengadilan”. Jakarta : Transmedia Pustaka,

Widnyana, Prof. I Made, S.H.,M.H., 2014. “Alternatif Penyelesaian Sengketa &


Arbitrase”. Jakarta: PT. Fikahati Aneska,

Winarta, Herda Frans, S.H, M.H..2012.“Hukum Penyelesaian Sengketa”, Jakarta : Sinar


Grafika.

17 | P r o s e d u r A l t e r n a t i f P e n y e l e s a i a n S e n g k e t a A s u r a n s i o l e h B M A I
Lampiran 1

18 | P r o s e d u r A l t e r n a t i f P e n y e l e s a i a n S e n g k e t a A s u r a n s i o l e h B M A I
Lampiran 2

19 | P r o s e d u r A l t e r n a t i f P e n y e l e s a i a n S e n g k e t a A s u r a n s i o l e h B M A I
Lampiran 3

20 | P r o s e d u r A l t e r n a t i f P e n y e l e s a i a n S e n g k e t a A s u r a n s i o l e h B M A I

21 | P r o s e d u r A l t e r n a t i f P e n y e l e s a i a n S e n g k e t a A s u r a n s i o l e h B M A I

22 | P r o s e d u r A l t e r n a t i f P e n y e l e s a i a n S e n g k e t a A s u r a n s i o l e h B M A I
23 | P r o s e d u r A l t e r n a t i f P e n y e l e s a i a n S e n g k e t a A s u r a n s i o l e h B M A I

Anda mungkin juga menyukai