Anda di halaman 1dari 148

MODUL PRAKTIK PERADILAN SEMU

Fakultas Syariah
Universitas Darussalam Gontor
2017-2018
MODUL PRAKTIKUM PERADILAN SEMU
A. Fungsi dan Tujuan
Fungsi utama dari Praktikum Peradilan Semu adalah wadah untuk melakukan
praktik atau penerapan atas teori, penelitian dan pengembangan keilmuan di
Bagian Hukum Acara Fakultas Syariah Universitas Darussalam Gontor, sehingga
menjadi unsur penting dalam kegiatan pendidikan dan penelitian, khususnya di
bidang Hukum Acara.
Tujuan disusunnya Modul Praktikum Peradilan Semu adalah SOP untuk
membantu memperlancar pelaksanaan praktik Peradilan Semu yang menjadi
bagian laboratorium hukum di Fakultas Syariah Universitas Darussalam Gontor
guna memaksimalkan kegunaan dari laboratorium beserta semua sumberdaya
yang ada di dalamnya, sehingga dapat membantu mewujudkan visi dan misi dari
Fakultas Syariah Universitas Darussalam Gontor.
B. Mekanisme Pelaksanaan Praktikum
1. Mahasiswa telah lulus mata kuliah Hukum Acara yang dibuktikan dengan
menyerahkan KRS/KHS
2. Mahasiswa diwajibkan untuk mendaftarkan diri sebelum diadakannya
praktik peradilan semu
3. Penanggungjawab Laboratorium Peradilan Semu menjadwalkan peradilan
Semu setelah memperhatikan kuota dan waktu pelaksanaan
4. Rangkaian kegiatan Praktek Peradilan Semu diawali dengan Ujian Materi
Hukum, Pembekalan Praktik Peradilan, Pemberkasan, Pemeriksaan Berkas
oleh Dosen Pendamping, Pelaksanaan Peradilan Semu, Evaluasi dan Laporan
Kegiatan.
C. Ujian Materi Hukum
1. Materi yang akan diujikan meliputi Hukum Materil dan Formil bidang Hukum
Pidana dan Perdata
2. Ujian dilaksanakan serentak dengan memperhatikan jadwal Kegiatan
Universitas
3. Mahasiswa yang lulus ujian materi hukum bisa melanjutkan pada tahap
berikutnya
D. Pembekalan Praktik Peradilan
1. Pembekalan diadakan oleh Penanggungjawab Laboratoriun dengan materi
dan Pemateri yang telah disiapkan
2. Peserta praktek peradilan semu wajib mengikuti rangkaian acara kegiatan
pembekalan
3. Bagi mahasiswa yang tidak mengikuti pembekalan dianggap gugur dan tidak
diperkenankan mengikuti tahapan berikutnya dari kegiatan peradilan semu
E. Pemberkasan
1. Pemberkasan adalah kegiatan penyusunan berkas yang dilakukan oleh
peserta praktek peradilan sebagai bahan materi selama melakukan praktek
peradilan
2. Pembagian tugas penyusunan berkas diserahkan sepenuhnya kepada peserta
praktek peradilan dengan mempertimbangkan peran, kompetensi dan hasil
ujian materi hukum
3. Berkas-berkas wajib diserahkan kepada Dosen Pembimbing Praktek
Peradilan untuk dievaluasi satu minggu sebelum acara dilaksanakan
4. Apabila peserta tidak menyerahkan berkas-berkas sebagaimana
dimaksudkan maka pelaksanaan praktik peradilan semu dibatalkan
F. Pemeriksaan Berkas
1. Pemeriksaan berkas dilakukan oleh Dosen Pembimbing praktik peradilan
semu
2. Apabila ada kekurangan dan kesalahan terhadap berkas praktik peradilan,
maka dosen Pembimbing akan memberikan perbaikan dengan kewajiban
peserta praktek peradilan semu untuk memperbaikinya
3. Apabila berkas layak digunakan dalam praktik peradilan semu, Dosen
Pembimbing mengkonfirmasi penanggungjawab laboratorium
G. Pelaksanaan kegiatan Peradilan Sem
1. Semua peserta praktik peradilan menghadiri acara praktik peradilan
2. Praktik peradilan didampingi oleh Dosen Pembimbing Praktik Peradilan
H. Evaluasi dan Laporan Kegiatan
1. Evaluasi diberikan oleh Dosen Pembimbing
2. Evaluasi wajib ditulis oleh peserta praktek peradilan semu
3. Laporan kegiatan berisi Laporan Kelompok
I. PENGHARGAAN
1. Penanggungjawab Laboratorium mengumumkan hasil praktek peradilan
semu
2. Peserta yang dinyatakan lulus, berhak menerima sertifikat keikutsertaan.
3. Pengambilan sertifikat bersifat kolektif dengan syarat telah menyerahkan
laporan kegiatan praktek peradilan semu.
Lampiran

1. Skema kegiatan Praktik Peradilan


2. Pemberkasan
3. Susunan Laporan
Bagan Alir Kegiatan Praktek Peradilan

UJIAN MATERI HUKUM PEMBEKALAN PEMBERKASAN


MATERIL DAN FORMIL
PRAKTIK PERADILAN
PIDANA DAN PERDATA

EVALUASI PELAKSANAAN PEMERIKSAAN


& PRAKTEK PERADILAN BERKAS
LAPORAN
PEMBERKASAN

1. Surat Kuasa Khusus


2. Surat Gugatan (Sengketa)
3. Surat Permohonan (non Sengketa)
4. Eksepsi
5. Replik
6. Duplik
7. Putusan Sela
8. Putusan Hakim
9. Surat Pemanggilan Para Pihak
10. Alat Bukti
11. Berita Acara Persidangan
SUSUNAN LAPORAN

A. Kata Pengantar
B. Daftar Isi
C. Pendahuluan:
1. Latar Belakang Kegiatan
2. Maksud dan Tujuan
2.1. Maksud
2.2. Tujuan
3. Waktu dan Tempat
3.1. Waktu
3.2. Tempat
4. Ruang Lingkup Kegiatan
5. Sistematika Penulisan Laporan
D. Proses Kegiatan
1. Pembekalan
2. Pemberkasan
3. Pemeriksaan Berkas
4. Pelaksanaan Kegiatan
5. Evaluasi
E. Penutup
1. Kesimpulan
2. Saran
F. Lampiran
SURAT KUASA KHUSUS
Judul/kepala surat
Yang bertanda tangan di bawah ini :
_____________, kewarganegaraan Indonesia, pekerjaan_____________, tempat
tinggal : _____________ Identitas Pemberi
Kuasa
Untuk selanjutnya disebut sebagai pihak pemberi kuasa, yang dalam hal ini
telah memilih tempat kediaman hukum ( domicilli ) di kantor kuasanya,
dengan ini menerangkan memberi kuasa kepada :

................................................
Identitas Penerima
Kewarganegaraan Indonesia, Profesi Advokat pada berkantor Kuasa
………………………………………………………………………………………………..
Hal Yang
---------------------------------------- K H U S U S --------------------------------------
Untuk dan atas nama serta guna kepentingan hukum pemberi kuasa, Dikuasakan
penerima kuasa dikuasakan mengajukan gugatan terhadap Kepala Kantor
pertanahan Kab. Sukoharjo yang bertempat kedudukan di Jl. Jenderal
Sudirman No. 310 Sukoharjo, mengenai pembatalan Sertifikat Hak milik Nomor Identitas Tergugat
: 2345/Kel. Joho, Kec. Sukoharjo, Kab. Sukoharjo, Prop. Jawa tengah tercatat
atas nama Hartono Utomo di Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang.
Objek Gugatan
Atas pemberian kuasa ini penerima kuasa dikuasakan menghadiri
persidangan di Pengadilan Tata usaha Negara Semarang, membela
terhadap hak-hak serta mengurus kepentingan-kepentingan pemberi Pengadilan mana
kuasa, menghadap dan berbicara kepada pejabat-pejabat, hakim- gugatan diajukan
hakim, instansi-instansi pemerintah sipil maupun militer di seluruh wilayah
hukum Republik Indonesia, mengajukan dan menandatangani
permohonan, mengajukan dan menandatangani keterangan-
keterangan, mengajukan bukti-bukti surat, mengajukan dan meminta
keterangan saksi-saksi, dapat mengadakan perdamaian, meminta dan Hak-hak penerima
menerima penetapan-penetapan, putusan, pelaksanaan putusan, kuasa
begitu pula penerima kuasa diberi wewenang untuk membuat segala
macam surat-surat dan menandatanganinya untuk selanjutnya
melakukan tindakan-tindakan apapun menurut hukum perlu dan
berguna bagi kepentingan pemberi kuasa atau dengan kata lain
bahwa penerima kuasa diberi hak dengan seluas-luasnya sepanjang
tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku guna
membela kepentingan pemberi kuasa dalam perkara tersebut di atas.

Demikian surat kuasa ini diberikan agar dapat dipergunakan


sebagaimana mestinya baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-
sama dengan hak retensi serta hak subtitusi baik sebagian maupun
seluruhnya kepada lain orang. Kota, tanggal
pembuatan kuasa
Surakarta, 20 Maret 2009
PENERIMA KUASA, PEMBERI KUASA,
Materai
6000
............................................ _______________________
GUGATAN
PERBUATAN MELAWAN HUKUM

SUCIWATI
Melawan

PT. GARUDA INDONESIA, dkk.

Di

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat


Oktober 2006

Sekretariat : LBH Jakarta Jl. Diponegoro 74 Jakarta 10320


Telp. (021) 3145518 Fax. (021) 3912377
1

Kepada Yth.
Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Di
Tempat

GUGATAN
“PERBUATAN MELAWAN HUKUM”

Dengan hormat,

R. Dwiyanto Prihartono, S.H.; Umar Husin, S.H.; Trimoelja D. Soerjadi, S. H., M.Arfiandi
Fauzan, S.H.; M. Choirul Anam, S.H.; Ori Rahman, S.H.; Sudaryatmo, S.H.; Vera S. Wenny,
S.H; Asfinawati, S.H., Hermawanto, S. H., Anton Prajasto, S. H., R.Indria Fernida A, S. H.,
Nurcholish Hidayat, S. H., Poengky Indarti, S. H, Edwin Partogi, S. H, Gatot, S. H,
Khaeruddin, S. H, Dimas Prasidi, S. H, Totok Yulianto, S. H, Arko Kanadianto, S. H, Melda
Kumalasari, S. H, Agus Pratiwi, S. H, Abusaid Pelu, S. H, Sinung Karto, S. H, Muji Kartika
Rahayu, S.H, Ki Agus Bela Sati, SH, Febionesta, S.H, Restaria Hutabarat, S.H merupakan
Advokat/Pembela Umum yang sepakat memilih domisili hukum di kantor LBH Jakarta,
beralamat di Jl. Diponegoro 74 Jakarta. Dalam hal ini, berdasarkan Surat Kuasa Khusus,
tertanggal 5 September 2006, bertindak sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk dan atas
nama:

Suciwati, Ibu Rumah Tangga, Warga Negara Indonesia, dalam hal ini bertindak untuk :

1. Diri sendiri, (Bukti P-1)


2. Selaku wali ibu dari dan karenanya untuk mewakili dua anak kandung-nya yang belum
dewasa yang lahir dari perkawinannya dengan (Almarhum) MUNIR bernama (1) Soultan
Alif Allende, berumur 8 tahun (Bukti P-2) dan (2) Diva Suukyi Larasati, berumur 4 tahun,
(Bukti P-3)

dalam hal ini memilih berdomisili di Jl. Diponegoro No.74 Jakarta Pusat.
Untuk selanjutnya disebut sebagai -------------------------------------------------“PENGGUGAT“;

PENGGUGAT dengan ini mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap:


P.T. (Persero) Perusahaan Penerbangan Garuda Indonesia Selanjutnya disebut P.T.
Garuda Indonesia, sebuah Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dibidang jasa transportasi
udara, beralamat di Gedung Garuda Indonesia, Jl. Medan Merdeka Selatan No. 13, Jakarta
10110, Indonesia.
Untuk selanjutnya disebut sebagai --------------------------------------------------------------- TERGUGAT I;

Indra Setiawan selaku Pribadi dan Direktur Utama PT. Garuda Indonesia 2002- 2005 ,
PT. Garuda Indonesia, beralamat di Jl. Taman Maruya Ilir H7/14 Meruya Utara, Jakarta Barat
Untuk selanjutnya disebut sebagai --------------------------------------------------------------TERGUGAT II;
2

Ramelgia Anwar selaku Pribadi dan Vice President Coorporate Security / Direktorat
Strategi dan Umum 2002 - 2005, PT. Garuda Indonesia, beralamat di Jl. Parkit I No. 28
Griya Rt. 02/10 Kecamatan Limo, Limo – Depok.
Untuk selanjutnya disebut sebagai ------------------------------------------------------------ TERGUGAT
III;

Rohainil Aini selaku Pribadi dan Flight Operation Support Officer / Administrator Airbus
A-330 1998 – 2005, PT. Garuda Indonesia, beralamat di Jl. Danau Kelapa Dua VIII/5 Rt.
02/05 Kel. Kelapa Dua Curug, Kabupaten Tangerang.
Untuk selanjutnya disebut sebagai -------------------------------------------------------------TERGUGAT IV;

Pollycarpus Budihari Priyanto selaku pribadi dan pilot/staf Aviation and Internal
Secuirity PT. Garuda Indonesia, beralamat di Pamulang Permai Blok B No. 1 Kabupaten
Tangerang.
Untuk selanjutnya disebut sebagai ------------------------------------------------------------- TERGUGAT V;

Yetty Susmiarti selaku pribadi dan Awak Kabin GA 974 Jkt-Sin 6 September 2004 PT.
Garuda Indonesia, beralamat di Perumahan Taman Elang Blok o/06 Rt 03/10 Desa Periuk
Kecamatan Periuk, Kota Tangerang.
Untuk selanjutnya disebut sebagai ------------------------------------------------------------ TERGUGAT VI;

Oedi Irianto selaku pribadi dan Awak Kabin GA 974 Jkt-Sin 6 September 2004 PT.
Garuda Indonesia, beralamat di Jl. Cirata II Blok DA/2 Rt 001/012 Kel. Jaka Sampurna,
Bekasi Barat
Untuk selanjutnya disebut sebagai ---------------------------------------------------------- TERGUGAT VII;

Brahmanie Hastawati selaku pribadi dan Purser GA 974 Jkt-Sin 6 September 2004 PT.
Garuda Indonesia, beralamat di Jln. Cucur Timur A.6/2 BTR IV Rt. 02/09 Pondok Karya,
Pondok Aren Kota Tangerang.
Untuk selanjutnya disebut sebagai ----------------------------------------------------------TERGUGAT VIII;

Pantun Matondang, selaku pribadi dan Pilot GA 974 SIN-AMS 6 September 2004 PT.
Garuda Indonesia, beralamat di Kav. DKI Blok 80 No. 31, Meruya, Jakarta Barat
Untuk selanjutnya disebut sebagai -------------------------------------------------------------TERGUGAT IX;

Madjid Radjab Nasution, selaku pribadi dan Purser GA 974 SIN-AMS 6 September 2004
PT. Garuda Indonesia, beralamat di Griya Kencana I Blok A/16 Rt. 01/04 Kel. Pedurenan,
Kec. Karang Tengah, Kota Tangerang
Untuk selanjutnya disebut sebagai - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - ----------- TERGUGAT X;

Sabur M. Taufik, selaku pribadi dan Pilot GA 974 Jkt-SIN 6 September 2004 PT Garuda
Indonesia, beralamat di Jl. Taman Giri Loka B/23 Bumi Serpong Damai Kel. Lengkong Wetan,
Kota Tangerang
Untuk selanjutnya disebut sebagai ----------------------------------------------------TERGUGAT XI.
3

Seluruh TERGUGAT (TERGUGAT I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, dan XI) secara
bersama-sama untuk selanjutnya disebut sebagai PARA TERGUGAT.

I. KEDUDUKAN DAN KEPENTINGAN HUKUM PENGGUGAT


1. Bahwa PENGGUGAT adalah istri almarhum Munir dan sebagai wali ibu dari kedua anak
kandung tersebut di atas yang lahir dari perkawinan PENGGUGAT dengan almarhum,
adalah segenap ahliwaris almarhum. MUNIR yang meninggal pada 7 September 2004 di
dalam penerbangan Pesawat Garuda Indonesia Airlines yang dioperasionalkan oleh
TERGUGAT I, Nomor Penerbangan: GA 974 dengan rute Jakarta – Amsterdam.(Bukti P-4);
2. Bahwa berdasarkan hal di atas, PENGGUGAT memiliki hak untuk mengajukan gugatan
perbuatan melawan hukum atas gagalnya TERGUGAT I memenuhi tanggung jawabnya
untuk menjamin keamanan, kenyamanan serta keselamatan penumpang;

II. FAKTA HUKUM


3. Bahwa Almarhum Munir adalah penumpang pesawat yang dioperasionalkan oleh
TERGUGAT I, Nomor Penerbangan GA 974, rute Jakarta – Amsterdam, Nomor Tiket: 126
3275355522.2, kode booking QLKJF8, date of issued: 1 September 2004.(Bukti P-5);
4. Bahwa tiket alm. Munir adalah untuk penerbangan Jakarta-Amsterdam tanggal 6 September
2004, kelas ekonomi atas nama [Almarhum] Munir;
5. Bahwa saat Almarhum Munir sedang boarding dalam antrian penumpang sebelum masuk ke
dalam Pesawat GA 974, Almarhum Munir bertemu dengan TERGUGAT V yang sudah
dikenalnya atau sebelumnya pernah bertemu dengannya dalam hal ini berprofesi sebagai
pilot dan bekerja di perusahaan TERGUGAT I.(Bukti P-6a);
6. Bahwa di dalam Pesawat GA 974 sedianya Almarhum Munir, berdasarkan penentuan kursi
oleh petugas darat Garuda pada saat check in di Pelabuhan Udara Soekarno-Hatta,
menduduki kursi Nomor 40 G, Kelas Ekonomi. Namun, setelah berada di dalam pesawat,
yang bersangkutan dipindahkan tempat duduk ke kursi Nomor 3 K, Kelas Bisnis.(Bukti P-
6b);
7. Bahwa pemindahan tempat duduk Almarhum Munir dilakukan sebelum pesawat berangkat
[take-off] dari Jakarta atas inisiatif TERGUGAT V yang belakangan diketahui mengikuti
penerbangan Pesawat GA 974 dengan tujuan Pelabuhan Udara Changi Singapura dalam
kapasitasnya sebagai extra crew yang akan melaksanakan tugas dari TERGUGAT I dan
TERGUGAT II selaku Aviation and Internal Security.(Bukti P-6c);
8. Bahwa pemindahan oleh TERGUGAT V ini menyebabkan Almarhum Munir duduk di kursi
nomor 3 K kelas bisnis tanpa tiket kelas bisnis.
9. Bahwa pemindahan tempat duduk Almarhum Munir dari kelas ekonomi [40G] ke kelas
Bisnis [3K] yang dilakukan TERGUGAT V, tidak dilarang oleh pimpinan penerbangan saat
itu yaitu TERGUGAT XI serta tidak dihalangi oleh TERGUGAT VIII yang saat itu bertugas
sebagai purser.(Bukti P-6d);
10. Bahwa TERGUGAT VI sebagai awak kabin saat itu, sempat pula menanyakan kepada
TERGUGAT V apakah sudah meminta izin kepada TERGUGAT VIII, yang saat itu menjadi
purser, ketika TERGUGAT V mengatakan dia akan melakukan penukaran tempat duduk
dengan Munir. Namun TERGUGAT VI tidak mengkonfirmasikan kembali kepada
TERGUGAT VIII perihal perpindahan kursi tersebut.(Bukti P-6e);
11. Bahwa pemindahan kursi Almarhum Munir dari kelas ekonomi ke kelas bisnis memiliki arti
ditempatkannya Almarhum Munir ke dalam kondisi yang berbeda;
12. Bahwa pilihan dan cara penyajian makanan di kelas bisnis jauh berbeda dengan kelas
ekonomi. Di kelas ekonomi penumpang mendapat pembagian makanan secara massal (tidak
4

memiliki pilihan sendiri selain pilihan yang ditawarkan) kecuali untuk pemesanan makanan
khusus (diet, moslem, dll). Sedangkan di kelas bisnis terdapat pilihan yang beragam
sehingga makanan lebih bersifat individual. Cara penyajiannya pun, sebelum disajikan
makanan dibukakan terlebih dahulu oleh awak kabin yang bertugas di depan penumpang.
(Bukti P-6f);
13. Bahwa cara penyajian minuman pun berbeda antara kelas ekonomi dengan bisnis. Di kelas
ekonomi minuman dituangkan di depan penumpang sesuai pilihannya, sedangkan pada kelas
bisnis dituangkan di pantry dan baru disajikan kepada penumpang.(Bukti P-6g);
14. Bahwa dalam penerbangan GA 974 Jkt-Sin, TERGUGAT V duduk sekitar 1 meter dari mini
bar kelas premium sedangkan jarak antara mini bar kelas premium tersebut dengan pantry
sekitar 5 meter;
15. Bahwa dalam penerbangan GA 974 Jkt-Sin tersebut, TERGUGAT V sempat mondar mandir
di cockpit walau saat itu bukan sebagai kru yang bertugas. (Bukti P-6h);
16. Bahwa tidak hanya itu, TERGUGAT V juga berada di pantry sebanyak 2 kali.(Bukti P-6i);
17. Bahwa TERGUGAT V sempat berjalan-jalan dan masuk ke pantry pada suatu waktu
sebelum makanan dan atau minuman disajikan;
18. Bahwa Almarhum Munir meminum ‘welcome drink‘ kurang lebih 10 menit setelah masuk
ke pesawat dan memakan makanan yang disediakan sekitar 30 menit setelah minuman
tersebut yang disediakan TERGUGAT VI dan TERGUGAT VII, awak kabin saat itu.;
19. Bahwa setelah transit di pelabuhan udara Changi-Singapura, pesawat GA 974 melanjutkan
penerbangan menuju Amsterdam.
20. Bahwa pada penerbangan GA 974 Singapura-Amsterdam tersebut, TERGUGAT XI
menjabat sebagai purser yang bertanggung jawab atas segala tindakan yang terjadi di kabin
dan dilakukan oleh awak kabin. Sedangkan TERGUGAT IX bertindak sebagai kapten pilot
yang bertanggung jawab atas segala yang terjadi pada penerbangan GA 974 Singapura-
Amsterdam tersebut.
21. Bahwa sejak keberangkatan Pesawat GA 974 dari Pelabuhan Udara Changi, Singapura
menuju Amsterdam, Almarhum Munir kembali menduduki kursinya semula yaitu nomor
40G di Kelas Ekonomi dan tidak lama setelah itu, mulai mengeluh sakit perut dan mulai
muntah-muntah disertai buang air besar yang kemudian diketahui sebagai gejala/reaksi dari
teracunnya Almarhum Munir. (Bukti P-6j);
22. Bahwa sebelum muntah-muntah disertai buang air besar tersebut, saat berada di Changi
Airport, Almarhum Munir telah mengalami gejala nyeri perut. Selain itu, Almarhum Munir
juga sempat meminta obat nyeri perut kepada awak kabin sewaktu baru naik pesawat jurusan
Singapura – Amsterdam;
23. Bahwa karena sakitnya, Almarhum Munir harus berkali-kali ke toilet Pesawat GA 974,
bahkan yang bersangkutan sempat tidak mampu lagi berjalan sendiri menuju toilet sehingga
harus dibantu oleh awak kabin.(Bukti P-6k);
24. Bahwa setelah mengetahui keadaan Almarhum Munir seperti di atas seharusnya
TERGUGAT IX segera mengkonsultasikan kepada Ground Officer untuk meminta ijin
mendaratkan pesawatnya ke bandara terdekat. (Bukti P-7) ;
25. Bahwa kurang lebih dua jam menjelang Pesawat GA 974 mendarat di Pelabuhan Udara
Schipol, Belanda, atau kurang lebih pukul 04.05 waktu setempat, Almarhum Munir
ditemukan meninggal dunia;
26. Bahwa hasil otopsi yang dilakukan oleh Lembaga Forensik Belanda [Nederlands Forensisch
Instituut –NFI] menyimpulkan Almarhum Munir meninggal disebabkan oleh keracunan
arsenik akut, karena berdasarkan pemeriksaan toksikologi ditemukan konsentrasi arsenik
yang sangat tinggi di dalam darah, urin, dan lambung.(Bukti P-8);
5

27. Bahwa keterangan ahli mengatakan, reaksi racun arsenik yang masuk ke dalam tubuh
Almarhum Munir paling lama 90 (sembilan puluh) menit sebelum gejala awal muncul.(Bukti
P-9a);
28. Bahwa rentang waktu antara munculnya gejala awal dengan waktu masuknya racun
berkesesuaian dengan saat Almarhum Munir makan makanan dan minuman TERGUGAT I
yang disajikan dalam penerbangan antara Jakarta - Singapura.(Bukti P-9b).
29. Bahwa karenanya diketahui dalam penerbangan GA 974 Jakarta-Singapura terdapat
makanan dan atau minuman beracun, yang kemudian disajikan oleh TERGUGAT VI dan
TERGUGAT VII kepada Almarhum Munir, yang mengakibatkan meninggalnya Almarhum
Munir;
30. Bahwa setelah pertama kali mendengar kabar meninggalnya Almarhum Munir melalui
Kontras, PENGGUGAT menelpon TERGUGAT I untuk memastikan kabar tersebut.
PENGGUGAT sekurang-kurangnya menelpon kantor TERGUGAT I di Jakarta dan di
Amsterdam masing-masing sejumlah 3 kali sehingga setidaknya 6 kali PENGGUGAT
bolak-balik menelpon kantor TERGUGAT I namun tidak mau memberikan informasi;
31. Bahwa dalam telpon-telpon tersebut, pihak TERGUGAT I tidak mau memberikan informasi
dengan berbagai dalih. Baru pada telpon terakhir ke perwakilan TERGUGAT I di Schipol,
PENGGUGAT diberikan informasi bila memang benar Almarhum Munir telah meninggal
saat itu. Itupun dengan embel-embel pesan oleh petugas saat itu agar tidak memberitahu
siapa pun bila PENGGUGAT mengetahui kabar meninggalnya Almarhum Munir dari
dirinya;
32. Bahwa setelah meninggalnya alm. Munir, diketemukan fakta-fakta penting seputar
penerbangan GA 974 dalam kaitannya dengan kematian alm. Munir yaitu :
a. Bahwa TERGUGAT V berada di dalam pesawat GA 974 dalam kapasitas sebagai extra
crew (Bukti P-6l);
b. Bahwa belakangan diketahui keberangkatan TERGUGAT V di dalam GA 974
didasarkan pada surat tugas TERGUGAT II kepada TERGUGAT V selaku aviation and
internal Security (JKTISGA) dengan nomor surat GARUDA/DZ-2270/04, tertanggal 11
Agustus 2004;(Bukti P-10);
c. Bahwa surat tugas tersebut mempunyai kejanggalan, yaitu penugasan yang bersifat
sangat umum, tanpa batasan waktu dan tanpa disertai sistem pertanggungjawaban
pelaksanaan tugas yang jelas;
d. Bahwa selain kejanggalan di atas, surat tugas tersebut dikeluarkan oleh TERGUGAT I
dan II, langsung kepada seorang Co-Pilot Garuda dengan mengabaikan jenjang
pengambilan keputusan di lingkungan manajemen Garuda, yaitu Direktur Operasional,
Vice President for Flight Operation dan Chief of Pilot;
e. Bahwa surat penugasan TERGUGAT V tersebut dikeluarkan pada waktu yang hampir
bersamaan dengan mulai adanya pemberitaan di media massa tentang rencana Munir
melanjutkan studi ke Belanda;
f. Bahwa berhasil diketahui bila keberangkatan TERGUGAT V tidak sesuai prosedur.
Tanggal 6 September 2004, TERGUGAT V mendatangi TERGUGAT IV untuk meminta
diikutkan sebagai kru dalam penerbangan GA 974 pada hari itu juga (6 September 2004).
TERGUGAT IV sempat menolak tetapi setelah TERGUGAT V menyatakan dirinya
telah mendapat izin dari TERGUGAT III, TERGUGAT IV mengizinkan TERGUGAT V
ikut dalam penerbangan GA 974.(Bukti P-6m);
g. Bahwa TERGUGAT V dapat berada di pesawat GA 974 pada tanggal 6 September 2004,
atas dasar nota perubahan jadual nomor OFA/219/04 yang ditandatangani oleh
TERGUGAT IV sendiri, sebagai Flight Operation Support Officer. Nota tersebut
6

merupakan perubahan dari Nota Nomor OFA/210/04 tanggal 31 Agustus 2004.(Bukti P-


6n);
h. Bahwa surat perubahan jadwal tersebut resmi dikeluarkan sebagai dokumen
TERGUGAT I walaupun TERGUGAT IV mengetahui hal tersebut sebenarnya
merupakan kewenangan chief of pilot.(Bukti P-6o);
i. Bahwa karenanya keberangkatan TERGUGAT V tersebut tanpa mendapat izin dari Chief
of Pilot Carmel Sembiring yang sebenarnya memiliki kewenangan tersebut.(Bukti P-6p);
j. Bahwa kemudian TERGUGAT III selaku Vice President for Corporate Security
mengeluarkan surat No.15/1177/04 untuk memperkuat surat penugasan TERGUGAT I
dan II kepada TERGUGAT V yang dibuat oleh TERGUGAT IV. Namun diketahui surat
tersebut ternyata Back dating, yaitu setelah kematian Munir [antidatum]. (Bukti P-11);
k. Bahwa TERGUGAT V tiba di Singapura sekitar pukul 00.30 dini hari waktu setempat
dan kembali ke Jakarta dengan flight pertama pada jam 06.30 tanggal 7 September 2004,
sehingga menunjukkan bahwa TERGUGAT V tidak memiliki waktu yang cukup untuk
melakukan tugas yang diklaimnya telah dilakukan selama berada di Singapura.(Bukti P-
12);
l. Bahwa laporan TERGUGAT V kepada TERGUGAT III tertanggal 8 September 2004,
tidak profesional, mengingat dengan kapasitas seorang pilot yang mengoperasikan
pesawat dengan peralatan komputerisasi, sementara laporan TERGUGAT V kepada
TERGUGAT III dilakukan dengan mesin ketik manual. (Bukti P-13).

33. Bahwa TERGUGAT I, setelah kematian Almarhum Munir telah membentuk tim Investigasi
yang disebut SH@Re Investigation, yang menghasilkan Safety Hazardous Report subject
“Death on Board GA 974 B747-400 PK-GSG SIN-AMS, Sept. 7th 2004 No.
INV/OZI/B744/001/04 Basis No. 24/04/744, yang dikeluarkan pada 19 Oktober 2004 dan
disusun (prepared by) oleh Hartati, Betty Nila P dan Boy Umarsyah dan diverifikasi oleh
Capt. Novianto Herupratomo dan disetujui oleh Capt. A Krismanto. (Bukti P-14);
34. Bahwa dalam SH@Re Investigation, yang menghasilkan Safety Hazardous Report subject
“Death on Board GA 974 B747-400 PK-GSG SIN-AMS, Sept. 7th 2004 No.
INV/OZI/B744/001/04 Basis No. 24/04/744, yang dikeluarkan pada 19 Oktober 2004
tercantum hasil investigasi antara lain :
“before Mr Munir dead, PiC didn’t make any contact seeking of medical advice from the
ground …”;
“crew did not really understood kind of reportable occurance should be reported on ASR
and CSR and which Department should be (the first hand) receiced the preliminary
report”
“crew did not really understand international rules/regulation of ICAO annex 13 when
such incident/accident occurs in the country other than the original country of the
operator”
“crew did not realize that wrapping or packaging of medicine and medical equipment
used by doctor during medical treatment, should kept as evidence”
35. Bahwa TERGUGAT II pernah mengeluarkan pernyataan yang diketahui publik melalui
media tentang pengakuannya atas ketidakprofesionalan manajemen GARUDA terkait
dengan fakta adanya surat yang bertanggal maju (back dating/antidatum), laporan
TERGUGAT V dan surat penugasan TERGUGAT II kepada TERGUGAT V.(Bukti P-15).
36. Bahwa selain pengakuan tersebut, TERGUGAT II pernah mengaburkan fakta dengan
memberikan pernyataan-pernyataan sehingga beredar berita bohong perihal kematian
Almarhum Munir yaitu pada pokoknya menjamin bahwa kematian Munir bukan akibat
7

keracunan, karena sebagaimana juga diterangkan oleh yang bersangkutan, “makanan dibagi
secara random, jika karena makanan Garuda tentu semua penumpang akan ikut keracunan”.
(Bukti P-16);
37. Bahwa lebih jauh dari itu, TERGUGAT I tidak memiliki komitmen untuk membantu
pengungkapan kematian Munir bahkan kecenderungan menutup-nutupi, yang dikuatkan
dengan fakta membatalkan pre rekonstruksi pembunuhan Munir di pesawat, seperti
dinyatakan oleh Penyidik kasus Munir, Marsudhi.
38. “Marsudhi juga mengecam pihak Garuda dinilai tidak memiliki komitmen untuk membantu
pengungkapan kasus kematian Munir. Indikasi tidak adanya komitmen diantaranya banyak
pejabat dan pegawai PT Garuda Indonesia yang cenderung menutup-nutupi. Indikasi lainya,
tambah dia, pihak garuda tidak melakukan investigasi internal. “Garuda membatalkan pra
rekonstruksi kasus pembunuhan Munir di pesawat dengan alasan yang tidak
signifikan,”tegas Marsudhi”(Bukti P-17).

III. PERBUATAN MELAWAN HUKUM TERGUGAT


39. Bahwa penerbangan Pesawat GA 974 dengan Rute Jakarta-Amsterdam dengan transit di
Pelabuhan Udara Changi, Singapura, adalah merupakan penerbangan internasional yang
tunduk terhadap konvensi Warsawa
40. Bahwa Munir telah meninggal dunia karena kejadian (accident) yang terjadi dalam pesawat
Garuda yang dioperasikan TERGUGAT I sehingga berdasarkan ketentuan dalam pasal 17
Warsaw Convention 1929, TERGUGAT I bertanggung jawab atas kerugian yang diderita.
41. Bahwa keselamatan , keamanan dan kenyamanan almarhum Munir dalam penerbangan
garuda GA 974 JKT-AMS 6 September 2004 sepenuhnya menjadi tanggung jawab Tergugat
I , res ipsa loquitur

A. Kesengajaan menempatkan penumpang dalam kondisi tidak nyaman, tidak aman


dan tidak selamat

a. Pemindahan Kursi yang Tidak Sesuai dengan Boarding Pass

42. Bahwa perpindahan tempat duduk Almarhum Munir setelah berada di dalam Pesawat GA
974 dari kursi Nomor 40G, Kelas Ekonomi, ke Kursi Nomor 3K, Kelas Bisnis, sesaat
sebelum penerbangan Jakarta-Singapura merupakan tindakan yang bertentangan dengan
standar penerbangan perusahaan sipil, apalagi sebagaimana disebutkan diatas penerbangan
Pesawat GA 974 adalah dalam lingkup penerbangan internasional;
43. Bahwa selain itu, perpindahan tempat duduk penumpang juga tidak dapat dibenarkan bila
dilihat dari perspektif tindakan investigasi (forensik) terhadap korban jika terjadi kecelakaan
pesawat. Perpindahan ini dapat mengaburkan identifikasi korban dalam kecelakaan pesawat
karena posisi tempat duduk yang tidak bersesuaian dengan manifest penumpang yang ada;
44. Bahwa dalam kasus meninggalnya Almarhum Munir, perpindahan tempat duduk atas
inisiatif TERGUGAT V serta pembiaran yang dilakukan oleh TERGUGAT VIII dan XI
tidak dapat dibenarkan karena tindakan itulah yang kemudian menempatkan Almarhum
Munir dalam keadaan berbahaya sebagai target [mudah] guna peracunan;
45. Bahwa karena tindakan pemindahan yang dilakukan TERGUGAT V yang dibiarkan
TERGUGAT VIII dan XI yang merupakan karyawan atau pegawai perusahan TERGUGAT
I menempatkan Almarhum Munir dalam posisi menjadi tidak terjamin keamanan,
keselamatan dan kenyamanannya sebagai penumpang, jelas sudah dapat juga dinilai sebagai
perbuatan yang melawan hukum karena melanggar ketentuan peraturan dan perundang-
undangan yang berlaku dan kewajiban hukumnya sendiri, yakni
8

a. Basic Operations Manual (BOM) date Jan 1,1998, issue No 2 BOM 5.1.4 page 1, tertulis:
“in case of up-or downgrading a note should be made on the passenger information
sheet and PiC as well as the purser should be informned before embarkation of
passengers.
Economy class passengers on the following conditions may occupy First class seats:
(1) In case of overselling, according to current upgrading sequence rules.
(2) In those cases were, for ad-hoc tecnichal reasons, a mixed configuration aircraft
is scheduled to fly on an all economy service, it is not against IATA rules that
economy class passenger occupy fist class seats“;

b. Pasal 4 huruf [a] Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, Tentang Perlindungan


Konsumen, bahwa “Konsumen antara lain berhak atas kenyamanan, keamanan dan
keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”;
46. Bahwa memindahkan Munir dari tempat duduk di kelas ekonomi sesuai tiket yang
diterbitkan TERGUGAT I dan diterima Munir, yaitu tiket kelas ekonomi, ke kelas bisnis
seperti yang telah terjadi, padahal tidak ada alasan overselling atau ad hoc tecnical reasons,
untuk itu i.c harus diartikan bahwa pengangkut (TERGUGAT I) telah menerima seorang
penumpang tanpa tiket, yaitu tanpa tiket kelas bisnis sebagaimana diatur dalam pasal 3 (2)
Warsaw Convention 1929, sehingga sebagai akibatnya tanggung jawab TERGUGAT I
menjadi tidak terbatas.
47. Bahwa atas perbuatan TERGUGAT I, TERGUGAT V, TERGUGAT VIII dan TERGUGAT
XI yang melawan hukum sebagaimana dikemukakan diatas, maka selayaknya TERGUGAT
I, TERGUGAT V, TERGUGAT VIII dan TERGUGAT XI dinyatakan oleh Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat telah melakukan perbuatan melawan hukum [onrechtmatigedaad].
48. Bahwa selain itu, sudah sepatutnya pula menurut hukum bila TERGUGAT I, TERGUGAT
TERGUGAT V, TERGUGAT VIII dan TERGUGAT XI berdasarkan Pasal 1365 dan 1367
KUHPerdata harus bertanggungjawab secara tanggung renteng atas seluruh kerugian yang
timbul akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukannya.

b. Keberadaan Kru atas Surat Tugas Resmi yang Cacat Hukum

49. Bahwa perbuatan TERGUGAT I dan TERGUGAT II yang mengeluarkan surat tugas
kepada TERGUGAT V sebagai Aviation and Internal Security dengan nomor surat
GARUDA/DZ-2270/04, tertanggal 11 Agustus 2004 yang tidak menyebutkan batas waktu,
tanpa disertai sistem pertanggungjawaban, dan juga mengabaikan jenjang pengambil putusan
menurut manajemen TERGUGAT I, bertentangan dengan kewajiban hukum TERGUGAT
I dan TERGUGAT II ;
50. Bahwa penugasan TERGUGAT V dalam pernerbangan GA 974 menggunakan nota
No.OFA/219/04 yang ditandatangani oleh orang yang tidak berhak yaitu TERGUGAT IV,
alias cacat hukum .
51. Bahwa perbuatan TERGUGAT I dan TERGUGAT III [Vice President For Corporate
Security] yang menerbitkan surat No.15/1177/04 namun faktanya surat tersebut back date,
adalah upaya untuk menutupi dan/atau mengkaburkan fakta tersebut dan tidak mendukung
upaya pengungkapan kasus kematian Munir bertentangan dengan kewajiban hukum
TERGUGAT I dan TERGUGAT III menurut: Pasal 5 Ayat 3 UU No. 19/2003, Tentang
BUMN yang pada pokoknya menjelaskan bahwa : “Pelaksanaan tugas dalam melaksanakan
tugasnya anggota Direksi pada intinya wajib melaksanakan prinsip-prinsip Profesionalisme,
efisiensi, Transparansi, Akuntabilitas, Pertangungjawaban serta kewajaran.dan bertentangan
dengan Pasal 7 huruf a, b dan c UU No. 8/1999, Tentang Perlindungan Konsumen, yang
9

pada pokoknya menjelaskan bahwa : “kewajiban pelaku usaha untuk beritikad baik dalam
melakukan usahanya, memberikan informasi yang jelas, jujur mengenai kondisi barang dan
atau jasa serta penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan, serta memperlakukan atau
melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif ;”
52. Bahwa TERGUGAT IV yang melakukan pembuatan surat bertanggal maju adalah suatu
tindakan yang tidak dapat dibenarkan karena bertentangan dengan kepatutan. TERGUGAT
IV seharusnya dapat menolak untuk membuat surat tersebut, terlebih saat pembuatan surat
itu, kabar mengenai kematian Almarhum Munir telah terekspos media massa sehingga
sepatutnya juga diketahui TERGUGAT IV akan maksud pembuatan surat bertanggal maju
tersebut;
53. Bahwa perbuatan TERGUGAT V yang menentukan sendiri tugasnya sebagai Aviation and
Internal Security dalam penerbangan GA 974 ke Singapura tanpa adanya surat tugas khusus,
melainkan memakai nota yang dikeluarkan TERGUGAT IV padahal patut mengetahui tidak
adanya izin dari yang berwenang yaitu chief pilot serta membiarkan adanya surat back date
untuk melengkapi tindakannya terbang tanpa surat tugas khusus menunjukkan TERGUGAT
V telah bersama-sama melakukan perbuatan melawan hukum yang dilakukan TERGUGAT
I, TERGUGAT II, TERGUGAT III dan TERGUGAT IV;
54. Bahwa perbuatan melawan hukum TERGUGAT V di atas masih ditambah oleh tindakan
yang tidak patut serta tidak profesional berupa penggunaan alat ketik manual dalam
penulisan laporan. Hal ini jelas tidak sesuai dengan kapasitas yang seharusnya dimiliki oleh
seorang co-pilot yang dalam kerja sehari-hari mengoperasikan pesawat bersistem
komputerisasi;
55. Bahwa perbuatan TERGUGAT I, TERGUGAT II, TERGUGAT III, dan TERGUGAT IV
secara mufakat dan sengaja untuk menerbangkan kru yang tidak seharusnya terbang
dalam hal ini Tergugat V dan kemudian menutupi fakta tersebut dengan surat back dated,
juga bertentangan dengan hak orang lain, yaitu hak Almarhum Munir selaku konsumen
TERGUGAT. Perbuatan TERGUGAT tersebut juga melanggar:
a. Pasal 28G ayat [1] UUD 1945, yang menentukan: “setiap orang berhak atas....rasa aman
dan perlindungan dari ancaman ketakutan berbuat atau tidak berbuat”.
b. Pasal 28D ayat [1] UUD 1945, yang menentukan: “setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama di
hadapan hukum”.
c. Pasal 4 UU No.8/1999, Tentang Perlindungan Konsumen: [1] hak atas kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; [2] hak untuk
memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai
dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; [3] hak atas informasi yang
benar, jelas, dan jujur mengani kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
d. berdasarkan kepatutan dan standard operasional Garuda dan Peraturan Pemerintah No.3
tahun 2001 tentang keamanan dan keselamatan penerbangan, prinsip-prinsip tersebut di
bawah ini harus dipenuhi:
keamanan penerbangan adalah keadaan yang terwujud dari penyelenggaraan
penerbangan yang bebas dari gangguan dan/atau tindakan yang melawan hukum
keselamatan penerbangan adalah keadaan yang terwujud dari penyelenggaraan
penerbangan yang lancar sesuai dengan prosedur operasi dan persyaratan kelaikan
teknis terhadap sarana dan prasarana penerbangan beserta penunjangnya;
56. Bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2001 sebuah penerbangan harus
aman dan atau terbebas dari tindakan yang melawan hukum. Namun dalam penerbangan GA
974 Jakarta-Singapura yang dipimpin oleh TERGUGAT XI ternyata terdapat TERGUGAT
V selaku extra crew yang menumpang secara melawan hukum. Dimana TERGUGAT V
10

menggunakan nota No.OFA/219/04 yang ditandatangani oleh orang yang tidak berhak yaitu
TERGUGAT IV. Seharusnya TERGUGAT XI menolak keikutsertaan TERGUGAT V
dalam penerbangan GA 974 Jakarta-Singapura;
57. Bahwa keberadaan TERGUGAT V yang cacat hukum dalam pesawat GA 974 Jkt-Sin yang
didasarkan atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh TERGUGAT I, II, dan IV,
sebenarnya dapat dihentikan oleh purser dan pimpinan penerbangan saat itu yaitu
TERGUGAT VIII dan XI. Pengabaian tanggung jawab oleh TERGUGAT VIII dan XI ini
merupakan perbuatan yang melanggar kewajiban hukumnya seperti yang tertera dalam Basic
Operation Manual (BOM) :
“Purser.......................................the FA 1 is accountable to monitor flight safety conduct
in the cabin , especially during take of and landing. The FA 1 coordinates the work of
other flight attendants in a flight in compliance with valid regulation and policies and
report any concerns that effect the quality of the fligh to the PIC and /or concerned chief
cabin. To ensure contibuty of service betwen pre, in, and post flight, an FA 1 has the
job to conduct quality control to all uplift supllies at the related sector and coordinates
passenger service/handling with the passage officer,ramp coordinator and catering
servicw .....BOM 212 page 5 date 1 sept 2003 issue 2.
“In accordance with the CASR 121.533 the responsibility for contol during day to day
operations are determined as follows : pilot in command (PiC) during flight time is
responsible for the safety of the passangers, crewmembers, cargo and aircraft, has full
control and authority without limitation over other crewmembers duties whether or not
he/she holds valid certificates authorizing him/her to perform the duties of those crew
members.”
58. Bahwa pemindahan Munir dari tempat duduk dikelas ekonomi ke kelas bisnis tanpa tiket
bisnis yang menyalahi aturan dan penugasan TERGUGAT V dalam penerbangan satu
pesawat dengan Munir berdasarkan surat tugas yang tidak benar karena menyalahi prosedur
seperti telah diuraikan di atas, TERGUGAT I i.c harus dianggap telah melakukan ‘willful
misconduct’ atau sengaja berbuat jahat sebagaimana dimaksud pasal 25 Warsaw
Convention 1929 dan karenanya tanggung jawab TERGUGAT I atas kerugian yang
ditimbulkan menjadi tidak terbatas
59. Bahwa atas perbuatan TERGUGAT I, II, III, IV, V, VIII dan XI yang melawan hukum
sebagaimana dikemukakan diatas, maka selayaknya TERGUGAT I, II, III, IV, V, VIII dan
XI dinyatakan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah melakukan perbuatan melawan
hukum [onrechtmatigedaad].
60. Bahwa karenanya, sudah sepatutnya pula menurut hukum bila TERGUGAT I, II, III, IV, V,
VIII dan XI berdasarkan Pasal 1365 dan 1367 KUHPerdata harus bertanggung jawab secara
tanggung renteng atas seluruh kerugian yang timbul akibat perbuatan melawan hukum yang
dilakukannya.

B. Kelalaian hingga menempatkan penumpang dalam kondisi tidak nyaman, tidak


aman dan tidak selamat

a. Gross negligence dalam Mengawasi Makanan dan Minuman sehingga Berakibat


Kematian (Alm.) Munir

61. Bahwa mengingat gejala pertama kali yang dialami oleh Almarhum Munir beberapa saat
setelah Pesawat GA 974 take-off dari Pelabuhan Udara Changi, Singapura dan keterangan
11

ahli bahwa intake racun adalah 90 menit dari reaksi pertama, maka dapat dipastikan racun
arsenik masuk ke dalam tubuh Almarhum Munir melalui makanan dan atau minuman yang
disediakan di dalam Pesawat GA 974 yang dimakan dan atau diminumnya pada suatu waktu
saat penerbangan Jkt-Sin.
62. Bahwa dalam penerbangan GA 974 Jkt-Sin tergugat VI dan VII sebagai awak kabin yang
bertanggung jawab untuk menyiapkan makanan dan minuman dipantry dan menyajikan
makanan dan minuman dengan kondisi yang baik, aman dan nyaman, ternyata makanan dan
atau minuman yang dibawah tanggung jawab tergugat VI dan tergugat VII telah
menimbulkan keracunan yang mengakibatkan kematian Almarhum Munir
63. Bahwa dalam penerbagan GA 974 Jkt-Sin tergugat VIII bertugas sebagai Purser yang
bertanggung jawab atas keamanan , kenyamanan dan keselamatan di dalam kabin. Ternyata
dalam penerbangan tersebut tergugat VI dan tergugat VII menyajikan makanan dan atau
minuman yang mengandung racun yang mengakibatkan kematian bagi almarhum Munir
64. Bahwa berdasarkan BOM (Basic Operations Manual) .......... In accordance with the CASR
121.533 the responsibility for contol during day to day operations are determined as follows
: pilot in command (PiC) during flight time is responsible for the safety of the passangers,
crewmembers, cargo and aircraft, has full control and authority without limitation over other
crewmembers duties whether or not he/she holds valid certificates authorizing him/her to
perform the duties of those crew members. seharusnya TERGUGAT XI bertanggungjawab
atas keselamatan penumpang khususnya Almarhum Munir tetapi dalam kenyataannya
Almarhum Munir meninggal dikarenakan mengkonsumsi makanan dan atau minuman yang
disediakan dan disajikan di dalam pesawat GA 974.
65. Bahwa dengan demikian TERGUGAT I, TERGUGAT VI, TERGUGAT VII ,TERGUGAT
VIII dan tergugat XI setidaknya juga telah melakukan kelalaian dalam mengawasi keamanan
makanan dan atau minuman yang dibagikan kepada penumpang;
66. Bahwa dalam pada itu penyajian minuman dan atau makanan yang dikonsumsi Munir yang
ternyata mengandung racun yang mematikan dalam pesawat TERGUGAT I sebagaimana
telah diuraikan di atas kalau pun dianggap tidak dapat dibuktikan telah dilakukan dengan
sengaja -- quod non --, setidak-tidaknya i.c harus dianggap sebagai kelalaian yang berat,
grove schuld atau gross negligence di pihak TERGUGAT I, atau untuk menggunakan istilah
dalam pasal 25 (1) Warsaw Convention 1929, ....... or by such default ....., sehingga
tanggung jawab TERGUGAT I atas kerugian yang ditimbulkan menjadi tidak terbatas.
67. Bahwa atas perbuatan TERGUGAT I, VI, VII, VIII dan XI yang melawan hukum
sebagaimana dikemukakan diatas, maka selayaknya TERGUGAT VI, VII, VIII dan XI
dinyatakan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah melakukan perbuatan melawan
hukum [onrechtmatigedaad]
68. Bahwa selain itu, sudah sepatutnya pula menurut hukum bila TERGUGAT I, VI, VII, VIII
dan XI berdasarkan Pasal 1365 dan 1367 KUHPerdata harus menanggung beban atas seluruh
kerugian yang timbul akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukannya.

b. Gross negligence dalam Menangani Sakitnya (Alm.) Munir

69. Bahwa perbuatan TERGUGAT IX terbukti tidak profesional sebagaimana diatur dalam
BOM 5.2.1 -01 yang dipertegas oleh laporan Safety Hazardous Report subject “Death on
Board GA 974 B747-400 PK-GSG SIN-AMS, Sept. 7th 2004 No. INV/OZI/B744/001/04
Basis No. 24/04/744, yang dikeluarkan pada 19 Oktober 2004 dan disusun (prepared by)
oleh Hartati, Betty Nila P dan Boy Umarsyah dan diverifikasi oleh Capt. Novianto
Herupratomo dan disetujui oleh Capt. A Krismanto antara lain ditemukan sejumlah fakta
12

sebagai berikut (hl.6 Flight Safety Department (OZ)) sebagai berikut: huruf ‘k’ (dalam
laporan) disebutkan bahwa “before Mr Munir dead, PiC didn’t make any contact seeking of
medical advice from the ground …”;
70. Bahwa perbuatan TERGUGAT X terbukti tidak profesional dengan tidak mampu
menjalankan kewajiban hukumnya sebagai purser seperti dinyatakan dalam Basic Operation
Manual “Purser.......................................the FA 1 is accountable to monitor flight safety
conduct in the cabin , especially during take of and landing. The FA 1 coordinates the work
of other flight attendants in a flight in compliance with valid regulation and policies and
report any concerns that effect the quality of the fligh to the PIC and /or concerned chief
cabin. To ensure contibuty of service betwen pre, in, and post flight, an FA 1 has the job to
conduct quality control to all uplift supllies at the related sector and coordinates passenger
service/handling with the passage officer,ramp coordinator and catering servicw .....BOM
212 page 5 date 1 sept 2003 issue 2 sebagaimana yang ditunjukkan laporan Safety
Hazardous Report subject “Death on Board GA 974 B747-400 PK-GSG SIN-AMS, Sept. 7th
2004 No. INV/OZI/B744/001/04 Basis No. 24/04/744, yang dikeluarkan pada 19 Oktober
2004
• “crew did not really understood kind of reportable occurance should be reported on ASR
and CSR and which Department should be (the first hand) receiced the preliminary
report”
• “crew did not really understand international rules/regulation of ICAO annex 13 when
such incident/accident occurs in the country other than the original country of the
operator”
• “crew did not realize that wrapping or packaging of medicine and medical equipment
used by doctor during medical treatment, should kept as evidence”
71. Bahwa atas perbuatan TERGUGAT I, TERGUGAT IX dan TERGUGAT X yang melawan
hukum sebagaimana dikemukakan diatas, maka TERGUGAT I, TERGUGAT IX dan
TERGUGAT X dinyatakan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah melakukan perbuatan
melawan hukum [onrechtmatigedaad].
72. Bahwa selain itu, sudah sepatutnya pula menurut hukum bila TERGUGAT I, TERGUGAT
TERGUGAT IX dan TERGUGAT X berdasarkan Pasal 1365 dan 1367 KUHPerdata harus
menanggung beban secara bersama-sama atas seluruh kerugian yang timbul akibat perbuatan
melawan hukum yang dilakukannya.
73. Bahwa karena TERGUGAT I masih menjalankan operasional pengangkutan penumpang
melalui udara, sepatutnya publik mengetahui tentang kegagalan TERGUGAT I dalam
menjaga keamanan, keselamatan dan kenyamanan penumpang hingga berakibat kematian.
Karena itu TERGUGAT I perlu melakukan pemberitahuan publik baik melalui iklan di
media cetak dan elektronik maupun peringatan lainnya.
74. Bahwa selain itu, sepatutnya TERGUGAT I melakukan instropeksi hingga kegagalan
menjaga keselamatan dan kenyamanan penumpang hingga berakibat kematian ini, tidak
terulang di masa mendatang. Antara lain dengan mengetahui sebab kegagalan tersebut
melalui audit menyeluruh termasuk para kru, yang dilakukan tim independen, meminta maaf
kepada PENGGUGAT dan membuat monumen peringatan agar peristiwa ini terus dikenang
dan dijadikan pelajaran serta tidak dilupakan.

IV. KERUGIAN PENGGUGAT

75. Bahwa akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh PARA TERGUGAT
sebagaimana dikemukakan diatas, baik yang dilakukan dengan sengaja ataupun karena
13

kelalaiannya, telah menimbulkan berbagai bentuk kerugian bagi PENGGUGAT yang dapat
diperhitungkan secara immateriil (moril) maupun materiil;
76. Bahwa Kerugian mana secara immateriil tidak terkira, kerugian immateriiel sulit dihitung
namun demi memberikan kepastian hukum berkenaan diajukan gugatan ini kerugian
immateriil yang diderita oleh PENGGUGAT jika dinilai dalam bentuk uang adalah sebesar
Rp. 9.000.700.400,- (terbilang: sembilan milyar tujuh ratus ribu empat ratus rupiah);
77. Bahwa akibat perbuatan melawan hukum PARA TERGUGAT, secara materiil
PENGGUGAT juga sudah dan akan terus mengalami kerugian, karena Almarhum Munir
adalah satu-satunya tumpuan ekonomi bagi penghidupan PENGGUGAT. Pemenuhan biaya
kebutuhan hidup PENGGUGAT jelas menjadi hilang. Karena itu dengan mendasarkan pada
ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata dimana intinya menetapkan kewajiban hukum bagi
pembuat kerugian untuk mengganti seluruh kerugian materiil yang ditimbulkan karena
perbuatannya, maka berdasarkan perhitungan PENGGUGAT sudah selayaknya PARA
TERGUGAT secara tanggung renteng memberikan ganti kerugian sebesar Rp
4.028.407.100 (terbilang : empat milyar dua puluh delapan juta empat ratus tujuh ribu
seratus rupiah), dengan perincian sebagai berikut:

Jenis Kerugian Satuan Jumlah


a. Penghasilan perbulan Rp. 7.130.000/bulan • Rp. 3.389.887.200
terhitung sejak
September 2004
[meninggal] hingga
Almarhum Munir
berusia 65 tahun :
b. Uang pendidikan 2 • Soultan Alif Allende • Rp. 299.091.500
[dua] orang anak • Diva Suukyi Larasati • Rp. 258.953.400
hingga tingkat
pendidikan Strata 1
[satu]:
c. Biaya Terapi dan obat • Terapi : Rp. 150.000 • Rp. 50.400.000
anak x 8/bulan x 42 • Rp. 21.000.000
• Suplemen :
Rp. 1.000.000/2 bulan
X 21
d. Biaya yang sudah • Privat Bahasa Inggris Rp. 6.075.000
dikeluarkan Almarhum Rp. 5.000.000
Munir untuk mengikuti • Airport tax. Rp.
pendidikan Strata 2 75.000
[dua] ke Belanda:
• Fiscal Rp. 1.000.000
e. Biaya pemakaman, dll Tahlilan dan pembuatan Rp. 3.000.000
batu nisan
Jumlah Rp. 4.028.407.100

78. Bahwa selain kerugian-kerugian di atas PENGGUGAT juga harus mengeluarkan biaya jasa
pengacara pada perkara ini sebesar Rp. 1.300.000.000,- (Satu Milyar Tiga Ratus Juta
Rupiah);
14

79. Bahwa selain itu menurut hemat PENGGUGAT sudah sepatutnya pula menurut hukum
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan bagi PARA TERGUGAT untuk membayar
segala biaya perkara yang timbul dari perkara ini;
80. Bahwa berdasarkan seluruh dalil yang dikemukan oleh PENGGUGAT, jelas dalil-dalil di
dalam gugatan ini sudah didasarkan pada hukum yang berlaku dengan dilengkapi bukti-bukti
yang cukup serta tidak terbantahkan. Karena itu sudah sepatutnya pula Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara ini serta memutuskan berdasarkan
keadilan.
81. Bahwa untuk menghindari itikad tidak baik dari PARA TERGUGAT dalam melaksanakan
putusan pengadilan, maka dengan ini PENGGUGAT memohon kepada Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat untuk dapat melakukan Sita Jaminan terhadap barang-barang milik PARA
TERGUGAT berupa :
sebidang tanah yang terletak di Jl. Medan Merdeka Selatan No. 13, Jakarta 10110
Indonesia, berikut bangunan yang ada di atasnya milik TERGUGAT I
sebidang tanah yang terletak Jl. Taman Maruya Ilir H7/14 Meruya Utara, Jakarta Barat
milik TERGUGAT II, dan
sebidang tanah yang terletak Jl. Parkit I No. 28 Griya Rt. 02/10 Kecamatan Limo, Limo
– Depok milik TERGUGAT III, dan
sebidang tanah yang terletak Jl. Danau Kelapa Dua VIII/5 Rt. 02/05 Kel. Kelapa Dua
Curug, Kabupaten Tangerang milik TERGUGAT IV, dan
sebidang tanah yang terletak Pamulang Permai Blok B No. 1, Kabupaten Tangerang
milik TERGUGAT V

82. Bahwa gugatan ini didasarkan atas alat-alat bukti sebagaimana dimaksud pasal 180 (1) HIR
sehingga putusan dalam perkara ini dapat dinyatakan bisa dijalankan lebih dulu (serta merta)
meskipun ada upaya hukum banding, kasasi atau peninjauan kembali.

V. TUNTUTAN

Berdasarkan seluruh uraian diatas, maka PENGGUGAT dengan ini memohon (Majelis Hakim)
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan untuk
memutuskan:
1. Menerima dan mengabulkan gugatan PENGGUGAT untuk seluruhnya;
2. Menyatakan bahwa TERGUGAT I, TERGUGAT II, TERGUGAT III, TERGUGAT IV,
TERGUGAT V, TERGUGAT VI, TERGUGAT VII, TERGUGAT VIII, TERGUGAT IX,
TERGUGAT XI dan TERGUGAT X telah melakukan perbuatan melawan hukum;
3. Memerintahkan Para TERGUGAT meminta maaf kepada PENGGUGAT melalui 5 Media
cetak yaitu : KOMPAS, KORAN TEMPO, Jawa Pos, Suara Pembaharuan dan JAKARTA
POST dan 7 media elektronik yaitu, SCTV, TRANS TV, RCTI, INDOSIAR, METRO TV,
TV 7, LATIVI yang format dan isinya ditentukan oleh PENGGUGAT selama 7 hari
berturut-turut;
4. Memerintahkan TERGUGAT I untuk melakukan pemeriksaan independen terhadap kinerja
TERGUGAT II, TERGUGAT III, TERGUGAT IV, TERGUGAT V, TERGUGAT VI,
TERGUGAT VII, TERGUGAT VIII, TERGUGAT IX, TERGUGAT XI, TERGUGAT X
dan kru pesawat dalam penerbangan GA 974 tanggal 6 September 2004. Pemeriksa
15

independen yang dimaksud harus melibatkan unsur akademisi, ahli penerbangan, ahli
manajemen perusahaan, dan sepuluh perwakilan dari NGO yang terkait dengan Munir;
5. Memerintahkan TERGUGAT I membuat Monumen Peringatan atas Kematian Aktivis HAM
Munir dalam Pesawat GA 974 di halaman kantor TERGUGAT I sesuai dengan gambar dan
ukuran yang ditentukan oleh PENGGUGAT (terlampir);
6. Memerintahkan TERGUGAT I mengeluarkan peringatan kepada masyarakat tentang
keselamatan naik garuda yang berisi pernyataan salah satunya “PERNAH JATUH
KORBAN PERACUNAN DALAM PESAWAT INI”. Peringatan tersebut harus dicetak
dalam seluruh tiket beserta dan seluruh benda yang terkait dengan penerbangan
TERGUGAT I ;
7. Memerintahkan TERGUGAT I melakukan perbuatan hukum berupa penjatuhan sanksi
administratif/kepegawaian sesuai dengan tingkat kesalahan masing-masing terhadap
TERGUGAT III, TERGUGAT IV, TERGUGAT V, TERGUGAT VI, TERGUGAT VII,
TERGUGAT VIII, TERGUGAT IX, TERGUGAT XI dan TERGUGAT X;
8. Menghukum PARA TERGUGAT secara tanggung renteng untuk membayar segala kerugian
yang dialami oleh PENGGUGAT, yakni sebesar Rp. 14.329.107.500 (Empat Belas Milyar
Tiga Ratus Dua Puluh Sembilan Juta Seratus Tujuh Ribu Lima Ratus Rupiah), dengan
perincian:
a. Immateriil sebesar Rp. 9.000.700.400,-
b. Materiil sebesar Rp 4.028.407.100,-
c. Jasa pengacara sebesar Rp 1.300.000.000,-
9. Menyatakan sah dan berharga sita lebih dulu yang telah diletakkan atas barang-barang yang
bersangkutan:
a. Di Jl. Medan Merdeka Selatan No. 13, Jakarta 10110 Indonesia, berikut bangunan yang
ada di atasnya milik TERGUGAT I, dan
b. Jl. Taman Maruya Ilir H7/14 Meruya Utara, Jakarta Barat milik TERGUGAT II, dan
c. Jl. Parkit I No. 28 Griya Rt. 02/10 Kecamatan Limo, Limo – Depok milik TERGUGAT
III, dan
d. Jl. Danau Kelapa Dua VIII/5 Rt. 02/05 Kel. Kelapa Dua Curug, Kabupaten Tangerang
milik TERGUGAT IV, dan
e. Pamulang Permai Blok B No. 1, Kabupaten Tangerang milik TERGUGAT V
10. Menghukum PARA TERGUGAT untuk membayar segala biaya perkara yang timbul dari
perkara ini secara tanggung renteng;
11. Menyatakan bahwa putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu, meskipun ada upaya
verzet, banding, kasasi; perlawanan dan/atau peninjauan kembali (uitvoerbaar bij Voorraad).

Apabila pengadilan berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya


-ex aequo et bono-
16

Hormat kami,
Kuasa Hukum “PENGGUGAT”
( )
( )
( )
( )
( )

( ) ( )

( ) ( )

( ) ( )

( ) ( )

( ) ( )

( ) ( )

( ) ( )

( ) ( )

( ) ( )

( )

( )
1

In accordance with the CASR 121.533 the yang tidak signifikan,”tegas


responsibility for contol during day to Marsudhi.
day operations are determined as follows:
pilot in command (PiC) during flight time is
responsible for the safety of the passangers,
crewmembers, cargo and aircraft, has full
control and authority without limitation over
other crewmembers duties whether or not
he/she holds valid certificates authorizing
him/her to perform the duties of those crew
members.

P1 : Surat Nikah
P2,P3 : Akte Kelahiran
P4 : Kartu Keluarga, Fatwa Waris
P5 : Tiket Penerbangan

P6 : Putusan
P7 : BOM
P8 : NFI
P9 : Keterangan dr. Budi Samporna
P10 : Surat tugas tergugat
P11 : Surat Back Date
P12 : Media
P13 : Laporan Polly
P14 : Sh@re Investigation
P15 : Rekaman SCTV
P16 : Koran Tempo tanggal 30
September 2004
P-17 : “Garuda membatalkan pra
rekonstruksi kasus pembunuhan
Munir di pesawat dengan alasan
Hal : Gugatan Wanprestasi .

Jogjakarta, 8 Pebruari 2014

Kepada Yang Terhormat :


Ketua Pengadilan Negeri Surabaya
Pengadilan Negeri Surabaya
di -
Surabaya

Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini HANGGAR WIJAYA SH. LLM Advokat
yang berkantor pada KANTOR DAS SEIN ADVOKASI dengan alamat Jalan
Atmogajah No. 256 Yogyakarta , bertindak untuk dan atas nama serta sah
guna kepentingan pemberi kuasa Tn. ALBERT RAJA. Berdasarkan surat
kuasa Khusus No: /2004, tertanggal 7 Pebruari 2014 (terlampir),
bermaksud untuk mengajukan gugatan wanprestasi antara :

Tn. ALBERT RAJA, bertindak untuk dan atas nama direktur PT. DAMAR
EKA AGUNG pekerjaan :Swasta, bertempat tinggal di
Jalan Harapan Jaya NO. 88 Semarang, yang untuk
selanjutnya mohon disebut sebagai PENGGUGAT;

melawan :

Ny. LIEM KIEM YOUK, Pekerjaan Swasta, bertempat tinggal di Jalan


Danau Hijau No. 777, Surabaya Jawa Timur yang untuk
selanjutnya mohon disebut sebagai TERGUGAT I;

Tn. Nor Hadimanyah, Pekerjaan Swasta beralamat di Jl. S ukamakmur 16


Jatibarang Jawa Barat, selanjutnya mohon disebut
sebagai TERTUGAT II .

Tn.JONI LEMON, Pekerjaan Notaris, beralamat Jl. Ahmad Sengkuni No. 13


Cirebon Jawa Barat, yang untuk selanjutnya mohon
disebut sebagai TURUT TERGUGAT;

DUDUKNYA PERKARA :

1. Bahwa antara Penggugat adalah sebagai seorang penguasaha yang


bergerak dalam bidang eksport impor dibidang food and beverage

1
yang ingin mengembangka usahanya dibeberapa wilayah antara lain
Jakarta , Semarang, Yogyakarta dan Medan;
2. Bahwa sehubungan dengan kepentingan pengembangan usaha
tersebut Penggugat bermaksud untuk mencari pinjaman kepada pihak
ke tiga ;

3. Bahwa untuk mendukung usahanya tersebut Pen ggugat memerlukan


pinjaman modal yang akhir nya mendapatkan pinjaman modal dari
Tergugat I sejumlah Rp. 3.000.000.000,_ (tiga milyar rupiah)
sebagaimana tersebut dalam perjanjian hutang piutang dengan
jaminan antara Penggugat dengan Tergugat nomor: 100 yang dibuat di
hadapan Notaris JONI LEMON (tergugat II) , pada tanggal 16 Desember
2007;

4. Bahwa selanjutnya sebagai jaminan hutang piutang antara Penggugat


dengan Tergugat tersebut adalah sebidang tanah seluar + 1000 m2
yang berdiri diatasnya sebuat rumah 800m2 sebagaimana tersebut
dalam sertifikat Hak Milik Nomor: 31 yang setempat terletak dikenal
dengan jalan Jati Terembesi No. 99 Jakarta Pusat atas nama Penggugat
dengan batas-batas sebagai berikut:

Sebelah barat :-----


Sebelah Utara :-----
Sebelah timur:------
Sebelah selatan :------;

5. Bahwa kemudian diatas tenah tersebut telah diletakan Hak


Tanggungan Nomor: 63 yang dibuat oleh dan dihadapan Turut
Tergugat dan telah didaftarkan di Kantor Pertanahan Jakarta Pusat ;

6. Bahwa sebagaimana isi dalam perjanjian hutang piutang tersebut telah


mengacu kepada pasal 1320 KUHPerdata dan juga telah menjelasakan
mengenai syarat-syarat dan tata cara dalam pinjaman meminjam .
jangka waktu dan pembayaran hutang piutang ;

7. Bahwa adapun jangka waktu hutang adalah selama 5 (lima) tahun dan
untuk pembayarannya dapat dilakukan dengan cara mengangsur
selama 16 kali (enam bela s kali) angsuran dengan setiap angsuran
mempunyai jeda waktu 5 bulan;

8. Bahwa Penggugat telah melakukan angsuran pertama pada tanggal 5


Januari 2008 sejumlah Rp. 1.000.000.000, - (satu milyard) , angsuran
ke dua pada tanggal 18 Mei 2008 sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu
milyard) sedangkan pada angusran ke tiga yaitu pada tangga13
Oktober 2008 Penggugat telah melakukan sekaligus pelunasan kepada

2
Tergugat sejumlah Rp Rp. 1.000.000.000, - (satu milyard).sehingga
hutang Penggugat kepada Tergugat sudah dibayar lu nas ;l
9. Bahwa pada saat Penggugat melakukan pelunasan berbarengan ketika
melakukan pembayaran angsuran yang ketiga tersebut Tergugat I
tidak dapat menyerahkan kembali barang jamianan sertifikat Hak Milik
Nomor: 31 yang setempat terletak dikenal dengan jala n Jati Terembesi
No. 99 Jakarta Pusat atas nama Penggugat di karenakan barang
jaminan hutang piutang tersebut oleh Tergugat I telah dijaminkan
kembali kepada Tergugat II ;

10. Bahwa, sebelum Penggugat mengajukan perkara ini ke Pengadilan,


Penggugat selama ini telah berusaha dan mencoba untuk
mengupayakan penyelesaian persoalan ini dengan Tergugat I dan
Tergugat II secara kekeluargaan, namun ternyata usaha tersebut tidak
memperoleh hasil sebagaimana yang diharapkan oleh Penggugat,
bahkan Pengguat pernah melaku kan permintaan barang jaminan
tersebut secara lisan dan tertulis , akan tetapi tidak ada tanggapan
yang serius dari Tergugat I dan Tergugat II.

11. Bahwa dengan tidak dipenuhinya kewajiban dari Tergugat I untuk


menyerahkan jaminan hutang piutang yang berupa sertifikat Hak Milik
Nomor: 31 yang setempat terletak dikenal dengan jalan Jati Terembesi
No. 99 Jakarta Pusat atas nama Penggugat kepada Penggugat
tersebut, maka secara hukum perbuatan yang dilakukan oleh Tergugat
I dapat diklasifikasikan sebagai perbuat an “WANPRESTASI / INGKAR
JANJI” yang sangat merugikan Penggugat SEBAGAIMANA YANG DIATUR
DALAM PASAL 1238 KUHPerdata .

12. Bahwa perbuatan wanprestasi/ingkar janji yang dilakukan oleh


Tergugat I dan tergugat II sudah jelas telah merugikan Penggugat, baik
kerugian atas tidak dikembalikan barang jaminan kepada Penggugat,
sebagaimana didalilkan Penggugat di atas, maupun kerugian lainnya
berupa tidak dapat dimanfaatkannya jaminan sertifikat ters ebut untuk
kepentingan Penggugat, serta kerugian materiil dan immaterii l lainya
sehubungan dengan perbuatan yang dilakukan Tergugat I dan
Tergugat II kepada Penggugat dan diajukannya perkara ini melalui
proses hukum (gugatan perdata) ke Pengadilan.

13. Bahwa, mengingat Tergugat I dan Tergugat II secara hukum


dipandang telah melakukan perbuatan wanprestasi yang merugikan
Penggugat dengan tidak me nyerahkan kembali jaminan sertifikat
kepada Penggugat, maka Tergugat I dan II supaya segera menyerahkan
barang jaminan tersbut kepada Penggugat;

14. Bahwa, disamping itu Tergugat I dan Tergu gat II juga diwajibkan
untuk secara tunai dan seketika membayar kerugian materiil dan
Immateriil yang diderita Penggugat sehubungan dengan pengajuan

3
perkara ini melalui proses hukum (gugatan perdata) ke Pengadilan
Negeri Surabaya secara keseluruhan sebesar Rp.1.200.000.000, -(satu
milyar dua ratus juta rupiah) dengan perincian sebagai berikut;
a. Kerugian Materiil:
Berupa biaya yang telah dan yang akan dikeluarkan Penggugat
untuk mengurus persoalan ini berupa biaya pengacara dalam tahap
negosiasi, biaya transpo rtasi dan akomodasi selama mengurus
perkara ini di Pengadilan hingga pelaksanaan eksekusi putusan
perkara ini bila berkekuatan hukum tetap, secara keseluruhan
ditaksir sebesar-------------------------------- : Rp.200.000.000, -(dua
ratus juta rupiah).
b. Kerugian Immateriil:
Kerugian akibat terganggunya usaha Penggugat akibat tidak dapat
jaminan sertifikat , yang tidak di kembalikan Tergugat I dan Tergugat
II kepada Penggugat, secara hukum patut dan wajar dinilai dengan
uang sebesar Rp.1.000.000.000, -(satu milyar rupiah).

15. Bahwa, Tergugat I dan Tergugat II juga diwajibkan untuk secara


tunai dan seketika membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp.
1.000.000,- (satu juta) per hari, terhitung sejak gugatan ini
didaftarkan ke Pengadilan Negeri Surabaya, hingga Tergugat I dan
Tergugat II menyelesaikan semua kewajiban hutangnya yang dituntut
dalam perkara ini kepada Penggugat;

16. Bahwa, agar gugatan perkara ini tidak menjadi illusoir kelak
dikemudian hari karena adanya kekhawatiran dan sangka yang
beralasan dari Penggugat ba hwa Tergugat I dan Tergugat II akan
mengalihkan harta kekayaannya kepada pihak lain sehubungan dengan
adanya perkara ini, maka Penggugat mohon dengan hormat kepada
Ketua Pengadilan Negeri Surabaya, cq. Majelis Hakim yang memeriksa
dan mengadili perkara ini agar berkenan untuk meletakkan sita
jaminan (conservatoir beslag) atas harta kekayaan Tergugat I dan
Tergugat II untuk dijadikan sebagai jaminan atas perkara ini yang akan
diuraikan lebih lanjut;

17. Bahwa, mengingat gugatan yang diajukan Penggugat ini diduk ung
dengan bukti-bukti yang jelas, benar dan sah menurut hukum, maka
Penggugat mohon agar putusan dalam perkara ini dapat dilaksanakan
terlebih dahulu meskipun ada upaya hukum Banding, Kasasi atau
Verzet dari Tergugat I dan Tergugat II (Uit Voerbaar bij Vooraad);.

Berdasarkan semua alasan dan uraian tersebut diatas, maka kami mohon
kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini
berkenan memberikan putusan hukum sebagai berikut :

4
DALAM PROVISI:
1. Menerima dan mengabulkan seluruh gugatan Prov isi Penggugat.
2. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk segera menyerahkan
barang jaminan hutang piutang yang berupa sertifikat Hak Milik
Nomor: 31 yang setempat terletak dikenal dengan jalan Jati
Terembesi No. 99 Jakarta Pusat atas nama Penggugat ;

DALAM POKOK PERKARA :

1. Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;


2. Menyatakan secara hukum bahwa dengan tidak di kembalikannnya
barang jaminan hutang piutang yang telah lunas oleh Tergugat I II
dapat diklasifikasikan sebagai perbuatan “ WANPRESTASI / INGKAR
JANJI”;
3. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang dilaksanakan
dan/atau diletakkan Pengadilan Negeri Surabaya, cq. Majelis Hakim
yang memeriksa dan mengadili perkara ini atas harta kekayaan
Tergugat I dan Tergugat II untuk dijadikan seba gai jaminan atas
perkara ini yang akan diuraikan lebih lanjut:
4. Meyatakan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum
perbuatan hukum hutang piutang dengan jaminan tanah milik
Penggugat antara tergugat I dan Tergugat II;
5. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk secara tunai dan
seketika untuk membayar kerugian materiil dan Immateriil yang
diderita Penggugat Bahwa, untuk secara tunai dan seketika
membayar kerugian materiil dan Immateriil yang diderita
Penggugat sehubungan dengan pengajuan perkara ini mel alui
proses hukum (gugatan perdata) ke Pengadilan Negeri Surabaya
secara keseluruhan sebesar Rp.1.200.000.000, -(satu milyar dua
ratus juta rupiah) dengan perincian sebagai berikut;
- Kerugian Materiil:
Berupa biaya yang telah dan yang akan dikeluarkan Penggu gat
untuk mengurus persoalan ini berupa biaya pengacara dalam tahap
negosiasi, biaya transportasi dan akomodasi selama mengurus
perkara ini di Pengadilan hingga pelaksanaan eksekusi putusan
perkara ini bila berkekuatan hukum tetap, secara keseluruhan
ditaksir sebesar-------------------------------- : Rp.200.000.000, -(dua
ratus juta rupiah).
- Kerugian Immateriil: 1.000.000.000,_ (satu milyard rupiah)

6. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk secara tunai dan


seketika membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp . 1.000.000,-
(satu juta) per hari, terhitung sejak gugatan ini didaftarkan ke
Pengadilan Negeri Surabaya, hingga Tergugat I dan Tergugat II
menyerahkan barang jaminan dan juga menyelesaikan semua
kewajibannya yang dituntut dalam perkara ini kepada Penggu gat;

5
7. Memerintahkan kepada Tergugat I dan Tergugat II serta Turut
Tergugat atau siapapun juga untuk tunduk dan taat terhadap isi
putusan ini;

8. Menyatakan putusan atas perkara ini dapat dilaksanakan terlebih


dahulu meskipun ada upaya hukum Banding, Kasasi atau Verzet dari
Tergugat I dan Tergugat II (Uit Voerbaar bij Vooraad);

9. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk membayar biaya


perkara ini;
atau :

Apabila Pengadilan Negeri Surabaya berpendapat lain mohon putusan


yang adil berdasarkan Ketuhanan Yang M aha Esa.

Hormat kami;
Kuasa Hukum Penggugat

HANGGAR WIJAYA , SH .LLM

6
SURAT GUGATAN

Yogyakarta, 11 Januari 2007

Perihal: Gugatan mengenai Wanprestasi

Kepada Yth.
Ketua Pengadilan Negeri Yogyakarta
Jl. Kapas No. 10 Kelurahan Semaki,
Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta.
Dengan hormat,
Yang bertandatangan dibawah ini :
1. Nindya Chairunnisa Zahra, S.H., LL.M.
2. Agung Kurnia Saputra, S.H., LL.M.
Secara sendiri-sendiri ataupun bersama-sama, Advokat dari ZAHRA SAPUTRA &
PARTNERS Law Office di Jalan Gejayan Mrican No. 13 Kelurahan Caturtunggal,
Kecamatan Depok, Yogyakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor
123/SKK/XIX/PDT.G/ZS/2007 tertanggal 4 Januari 2007 (vide bukti P-1), bertindak
untuk dan atas nama :
1. PT. Satria Paramartha Abadi berkedudukan di Jl. Kapas No. 134 Kelurahan
Semaki, Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta yang dalam hal ini diwakili oleh
Sigit Wibowo, S.H. M.M. selaku Direktur Utama PT. Satria Paramartha Abadi.
dalam hal ini telah memilih tempat kediaman hukum (domisili) di kantor kuasanya
tersebut diatas, hendak menandatangani dan mengajukan surat gugat ini, selanjutnya
akan disebut PENGGUGAT.
Bersama ini PENGGUGAT mengajukan gugatan melawan :
1. PT. Bank Cahaya, yang berkedudukan di Jl. Ibda Tut No. 45 Kelurahan Muju-
muju, Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta 55165 yang diwakili oleh Putri
Mentari Angelo, S.E., M.M. selaku Direktur Utama PT. Bank Cahaya.
yang selanjutnya akan disebut TERGUGAT.

Adapun hal-hal yang menjadi dasar gugatan PENGGUGAT adalah sebagai berikut :
I. Legal Standing PENGGUGAT
- Bahwa PENGGUGAT adalah Perseroan Terbatas yang bergerak di bidang
industri garmen, berkedudukan diJl. Kapas No. 134 Kelurahan Semaki,
Kecamatan Umbulharjo, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang Anggaran
Dasarnya telah dituangkan dalam Akta Pendirian Nomor 51 tertanggal 6
Desember 1996 yang dibuat dihadapan Notaris Aljefri Febrizarli, S.H.,M.Kn.
(vide bukti P-2);
- Bahwa PENGGUGAT adalah Perseroan Terbatas beroperasi berdasarkan
Hukum Negara Republik Indonesia yang Anggaran Dasarnya telah disahkan
oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat Keputusan Menteri
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor C-13645
HT.01.01.TH.1997. (Vide bukti P-3 dan P-4);
- Bahwa PENGGUGAT adalah Perseroan Terbatas beroperasi berdasarkan
Hukum Negara Republik Indonesia yang Anggaran Dasarnya telah
diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia tertanggal 28 Februari
1997 Nomor: 35 Tambahan: 108. (Vide bukti P-5);
- Bahwa PENGGUGAT adalah badan hukum (rechtpersoon) yang termasuk ke
dalam salah satu jenis subjek hukum, yang mana dapat melakukan perbuatan
hukum, termasuk mengajukan gugatan ke pengadilan ini;
- Bahwa dengan demikian, berdasarkan PENGGUGAT memiliki hak dan
kepentingan hukum terhadap perbuatan-perbuatan hukum untuk
mengajukan gugatan terhadap perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan
oleh TERGUGAT sebagaimana yang akan diuraikan di bawah ini.

II. Pokok-Pokok Gugatan


1. Bahwa TERGUGAT telah melakukan wanprestasi dengan tidak
melaksakan kewajibannya untuk memberikan penundaan
pembayaran kredit kepada PENGGUGAT dan oleh karena itu
TERGUGAT wajib memberikan ganti biaya, rugi dan bunga kepada
PENGGUGAT.
1.1 Bahwa Pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan
sebagai berikut: “Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan
sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.”;
1.2 Bahwa dalam perkara ini telah disepakati suatu perjanjian antara
PENGGUGAT sebagai debitor dengan TERGUGAT sebagai kreditor
berupa perjanjian kredit;
1.3 Bahwa Pasal 1239 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berbunyi:
“Tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat
sesuatu, apabila si berutang tidak memenuhi kewajibannya,
mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban memberikan
penggantian biaya, rugi dan bunga.”;
1.4 Bahwa pasal di atas mengatur mengenai wanprestasi yaitu apabila
salah satu pihak tidak melaksanakan prestasi sebagaimana tertuang
dalam perjanjian, maka pihak tersebut wajib membayar biaya, rugi,
dan bunga;
1.5 Bahwa Pasal 15 ayat (1) Akta Perjanjian Kredit menentukan sebagai
berikut: “DEBITOR berhak mendapatkan penundaan pembayaran,
dalam hal-hal terjadi keadaan yang memaksa (force majeur) yang
menyebabkan DEBITOR berada dalam keadaan tidak mampu bayar.”;
1.6 Bahwa berdasarkan ayat di atas, salah satu hal yang disepakati para
pihak adalah TERGUGAT memberikan penundaan pembayaran apabila
PENGGUGAT berada dalam keadaan force majeure;
1.7 Bahwa TERGUGAT tidak memberikan penundaan pembayaran kepada
PENGGUGAT di saat PENGGUGAT sedang berda dalam keadaan force
majeure;
1.8 Bahwa urutan fakta yang terjadi adalah sebagai berikut:
1.8.1 Bahwa TERGUGAT men-take over kredit PENGGUGAT di PT.
Bank Sejahtera melalui perjanjian subrogasi yang
ditandatangani para pihak pada tanggal 30 Agustus 2002;
1.8.2 Bahwa sisa utang PENGGUGAT yang harus dilunasi kepada
PT. Bank Sejahtera adalah Rp 753.804.347,00 (tujuh ratus
lima puluh tiga juta delapan ratus empat ribu tiga ratus
empat puluh tujuh rupiah). (vide bukti P-6);
1.8.3 Bahwa berdasarkan Surat Persetujuan Pemberian Kredit,
fasilitas kredit yang diberikan TERGUGAT adalah sebesar Rp
1.750.000.000,00 (satu milyar tujuh ratus lima puluh juta
rupiah) yang terbagi menjadi tiga fasilitas kredit yaitu:
- Fasilitas kredit pinjaman rekening koran (Pinjaman
Rekening Koran) sebesar Rp 550.000.000,00 (lima
ratus lima puluh juta rupiah). (vide bukti P-7) ;
- Fasilitas kredit Short Term Loan (S.T.L) sebesar Rp
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). (vide bukti P-
8) ;
- Fasilitas kredit investasi sebesar Rp 600.000.000,00
(enam ratus juta rupiah). (vide bukti P-9).
1.8.4 Bahwa jangka waktu masing-masing fasilitas kredit adalah:
- Fasilitas kredit P.R.K selama 1 (satu) tahun dan jatuh
tempo pada tanggal 10 Agustus 2003;
- Faslilitas kredit S.T.L selama 50 (lima puluh) bulan dan
jatuh tempo pada tanggal 10 November 2006;
- Fasilitas kredit investasi adalah 6 (enam) tahun yang
jatuh tempo pada tanggal 10 Agustus 2008.
1.8.5 Bahwa pada hari itu juga tanggal 28 Agustus 2002
PENGGUGAT yang diwakili oleh Direktur Utama yaitu Putri
Mentari Angelo, S.E., M.M. dan TERGUGAT yang diwakili
oleh Direktur Utama yaitu Sigit Wibowo, S.H., M.M.
menandatangani Akta Perjanjian Kredit No.
XXXV/37/BC/PK/08/2002 untuk fasilitas kredit P.R.K (vide
bukti P-10), No. XXXV /38/BC/PK/08/2002 untuk fasilitas
kredit S.T.L (vide bukti P-11), dan No.
XXXV/39/BC/PK/08/2002 untuk fasilitas kredit investasi (vide
bukti P-12) yang dibuat oleh para pihak dihadapan Notaris
Thomas Edison, S.H., M.Kn., di Jalan Mutiara Pengok No. 54
Yogyakarta;
1.8.6 Bahwa yang menjadi jaminan tambahan kredit PENGGUGAT
selain dari yang dijaminkan pada PT. Bank Sejahtera adalah:
a. Satu unit Mesin Embroldery/HM4B-SB12-46 Tahun 1993
merk Happy, Nomor Mesin 4802750-335 Faktur Nomor
16. (vide bukti P-13);
b. Satu unit Mesin Embroldery/HM4B-SB12-46 Tahun 1993
merk Happy, Nomor Mesin 4802751-335 Faktur Nomor
17. (vide bukti P-14);
Sebidang tanah dengan Sertifikat Hak Milik Nomor :
2166, Gambar Situasi Nomor : 337/1992, Tanah seluas
296 m², atas nama pemegang hak Edi Rahmad, yang
terletak di Jalan Klebengan No.75, Kecamatan Depok,
Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
dengan batas-batas sebagai berikut (vide bukti P-15) :
- Utara : tanah hak milik atas nama Dito Sitompoel
dengan setipikat No. 1852/Depok;
- Selatan : tanah hak milik atas nama Budi Underground
dengan sertipikat No. 1955/Depok;
- Timur : sungai;
- Barat : jalan raya.
1.8.7 Bahwa pada tanggal 2 September 2002 PENGGUGAT
mengajukan permohonan pencairan fasilitas kredit Short
Term Loan sebesar Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta
rupiah) untuk keperluan pelunasan sisa utang terhadap PT.
Bank Sejahtera.(Vide bukti P-16);
1.8.8 Bahwa TERGUGAT menyetujui permohonan pencairan
tersebut melalui Surat Persetujuan Pencairan Kredit No.
7/IX/2002 tertanggal 5 September 2002 berupa uang tunai
sebesar Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). (vide
bukti P-17);
1.8.9 Bahwa pada hari yang sama tanggal 5 September 2002
PENGGUGAT menarik uang dari rekening koran sebesar Rp
350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) untuk
keperluan pelunasan sisa utang kepada PT. Bank Sejahtera.
(vide bukti P-18);
1.8.10 Bahwa fasilitas kredit S.T.L tersebut dicairkan melalui
rekening tabungan milik PENGGUGAT di PT. Bank
Cahaya/TERGUGAT, sedangkan fasilitas kredit P.R.K dapat
ditarik melalui rekening koran milik PENGGUGAT di PT. Bank
Cahaya/TERGUGAT;
1.8.11 Bahwa pada tanggal 6 September 2002 PENGGUGAT
melunasi seluruh sisa utang kepada PT. Bank Sejahtera
sebesar Rp 753.804.347,00 (tujuh ratus lima puluh tiga juta
delapan ratus empat ribu tiga ratus empat puluh tujuh
rupiah) menggunakan kredit Pinjaman Rekening Koran,
kredit Short Term Loan yang telah dicairkan dan sisanya dari
kas perusahaan. (vide bukti P-19 dan P-20);
1.8.12 Bahwa setelah PENGGUGAT melunasi utangnya, PT. Bank
Sejahtera melepaskan seluruh jaminan dan selanjutnya hak
tanggungan yang sebelumnya berada di tangan PT. Bank
Sejahtera berpindah ke tangan TERGUGAT berupa:
a. Sebidang tanah dengan Sertifikat Hak Milik Nomor :
2166, Gambar situasi Nomor : 453/1991, tanah seluas
420 m², atas nama pemegang hak PANDU YUDA
PRATAMA, yang terletak di jalan Klebengan No. 69,
Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta dengan batas-batas sebagai
berikut:
- Utara: tanah hak milik atas nama Jonathan
Syahputra dengan sertifikat No. 1968/Depok
- Selatan: tanah hak milik atas nama Wahyu Budi
Wijaya dengan setipikat
- Barat: tanah milik Michael Tello dengan sertipikat
No. 1723/Depok
- Timur: jalan
(vide bukti P-21)
b. Bahwa untuk menjamin utang Sebidang tanah dengan
Sertifikat Hak Milik Nomor : 1925, Gambar Situasi Nomor
: 4514/1991, tanah seluas 474 m², atas nama pemegang
hak WAHYU BUDI WIJAYA, yang terletak di jalan
Klebengan No. 70, k3camatan Depok, Kabupaten
Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. dengan
batas-batas sebagai berikut:
- Utara : tanah hak milik atas nama Pandu Yuda
Pratama dengan sertipikat No. 2166/Depok
- Selatan : tanah hak milik atas nama Jodi Perkara
dengan sertipikat No. 1922/Depok
- Barat : jalan raya
- Timur : sungai
(vide bukti P-22)
1.8.13 Bahwa pada tanggal 24 Januari 2003, PENGGUGAT
menyetor uang sebesar Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima
puluh juta rupiah) ke rekening Pinjaman Rekening Koran
(P.R.K) dari laba penjualan hasil produksi. (vide bukti P-18);
1.8.14 Bahwa selama 8 (delapan) bulan di awal periode kredit yaitu
sampai dengan bulan Mei tahun 2003, PENGGUGAT
membayar angsuran pelunasan fasilitas kredit S.T.L beserta
bunga pinjamannya setiap bulan. (vide bukti P-23);
1.8.15 Bahwa pada tanggal 18 Mei 2003, PENGGUGAT mengajukan
permohonan perubahan mekanisme pembayaran angsuran
kredit kepada TERGUGAT yang pada intinya meminta
persetujuan TERGUGAT agar PENGGUGAT dapat melunasi
pinjaman pokok fasilitas kredit S.T.L di akhir periode kredit
dan tetap membayar angsuran bunga fasilitas kredit S.T.L
setiap bulannya. (vide bukti P-24);
1.8.16 Bahwa pada tanggal 21 Mei 2003, TERGUGAT menyetujui
perubahan mekanisme pembayaran angsuran kredit yang
diajukan oleh PENGGUGAT dengan demikian PENGGUGAT
setiap bulannya hanya berkewajiban membayar bunga
fasilitas kredit S.T.L dan dapat melunasi pinjaman pokok di
akhir periode kredit. (vide bukti P-25);
1.8.17 Bahwa pada tanggal 22 Mei 2003 PENGGUGAT dan
TERGUGAT menandatangani addendum Akta Perjanjian
Kredit No. XXXV/28/PK/BC/08/2002 tentang perubahan
mekanisme pembayaran angsuran kredit untuk kredit S.T.L
di hadapan Notaris Thomas Edison, S.H., M.Kn., di Jalan
Mutiara Pengok No. 54 Yogyakarta. (vide bukti P-26);
1.8.18 Bahwa pada tanggal 30 Juli 2003 PENGGUGAT mengajukan
permohonan perpanjangan fasilitas kredit P.R.K selama 1
(satu) tahun kepada TERGUGAT. (vide bukti P-27);
1.8.19 Bahwa pada tanggal 1 Agustus 2003 TERGUGAT menyetujui
permohonan perpanjangan fasilitas kredit P.R.K selama 1
(satu) tahun yang diajukan PENGGUGAT yang jatuh tempo
pada tanggal 10 Agustus 2004. (vide bukti P-28);
1.8.20 Bahwa pada tanggal 6 Agustus 2003 PENGGUGAT dan
TERGUGAT menandatangani addendum Akta Perjanjian
Kredit No XXXV/37/PK/BC/08/2002 di hadapan Notaris
Thomas Edison, S.H., M.Kn. di Jalan Mutiara Pengok No. 54
Yogyakarta. (vide bukti P-29);
1.8.21 Bahwa pada tanggal 13 November 2003, PENGGUGAT
menarik uang dari fasilitas kredit Pinjaman Rekening Koran
sebesar Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) untuk
membeli bahan baku produksi. (vide bukti P-18);
1.8.22 Bahwa pada tanggal 12 Maret 2004 PENGGUGAT menyetor
uang ke rekening koran milik PENGGUGAT sebesar Rp
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dari laba
penjualan hasil produksi. (vide bukti P-18);
1.8.23 Bahwa pada tanggal 30 Juli 2004 PENGGUGAT mengajukan
permohonan perpanjangan fasilitas kredit P.R.K selama 1
(satu) tahun kepada TERGUGAT. (vide bukti P-30);
1.8.24 Bahwa pada tanggal 2 Agustus 2004 TERGUGAT menyetujui
permohonan perpanjangan fasilitas kredit P.R.K selama 1
(satu) tahun yang diajukan PENGGUGAT yang jatuh tempo
pada tanggal 10 Agustus 2005. (vide bukti P-31);
1.8.25 Bahwa pada tanggal 6 Agustus 2004 PENGGUGAT dan
TEGUGAT menandatangan addendum Akta Perjanjian Kredit
No XXXV/37/PK/BC/08/2002 di hadapan Notaris Thomas
Edison, S.H., M.Kn. di Jalan Mutiara Pengok No. 54
Yogyakarta. (vide bukti P-32);
1.8.26 Bahwa pada tanggal 12 Agustus 2004 PENGGUGAT menarik
uang dari rekening koran sebesar Rp 200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah) untuk keperluan membeli bahan baku
pesanan produksi bendera merah putih. (vide bukti P-18);
1.8.27 Bahwa dalam rangka pengembangan usaha, pada tanggal 1
Mei 2005 PENGGUGAT memesan barang-barang penunjang
produksi dengan total harga Rp 600.000.000,00 (enam ratus
juta rupiah). (vide bukti P-33);
1.8.28 Bahwa oleh karena itu pada tanggal 5 Mei 2005
PENGGUGAT datang ke kantor TERGUGAT untuk
mengajukan surat permohonan pencairan kredit investasi
sebesar Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). (Vide
bukti P-34);
1.8.29 Bahwa TERGUGAT langsung menolak permohonan pencairan
sebesar Rp 600.000.000 (enam ratus juta rupiah) melalui
surat penolakan tertanggal 5 Mei 2005 dan hanya
menyetujui pencairan kredit investasi sebesar Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah) yang dicairkan ke
rekening milik PENGGUGAT. (vide bukti P-35);
1.8.30 Bahwa TERGUGAT pada hari itu juga memberikan Surat
Persetujuan Pemberian Kredit yang dilampirkan bersama
surat penolakan yang isinya adalah penurunan plafond
secara sepihak yaitu:
- fasilitas kredit P.R.K menjadi sebesar Rp 350.000.000,-
(tiga ratus lima puluh juta rupiah). (vide bukti P-36) ;
- fasilitas kredit S.T.L. menjadi sebesar Rp 400.000.000,-
(empat ratus juta rupiah). (vide bukti P-37) ;
- fasilitas kredit investasi menjadi sebesar
Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). (vide bukti P-
38).
1.8.31 Bahwa dengan demikian utang PENGGUGAT berupa fasilitas
kredit S.T.L telah mencapai batas plafond, sedangkan sisa
plafond fasilitas kredit P.R.K adalah Rp 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) dan sisa plafond fasilitas kredit investasi
adalah Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
1.8.32 Bahwa terkait dengan penurunan plafond tersebut, tidak
pernah ada pemberitahuan sebelumnya kepada
PENGGUGAT;
1.8.33 Bahwa dikarenakan PENGGUGAT sangat membutuhkan
pencairan dana untuk menggantikan kas perusahaan yang
telah digunakan untuk membayar pesanan, maka
PENGGUGAT menandatangani Surat Persetujuan Pemberian
Kredit tersebut pada tanggal 5 Mei 2005;
1.8.34 Bahwa PENGGUGAT dan TERGUGAT pada hari itu juga
langsung menandatangani addendum Akta Perjanjian Kredit
No.XXXV/161/BC/ADD-PK/IX/2005 untuk fasilitas kredit
P.R.K (vide bukti P-39), No. XXXV/162/BC/ADD-PK/IX/2005
untuk fasilitas kredit S.T.L (vide bukti P-40) dan No.
XXXV/163/BC/ADD-PK/IX/2005 untuk fasilitas kredit
investasi (vide bukti P-41) di hadapan Notaris Thomas
Edison, S.H., M.Kn. di Jalan Mutiara Pengok No. 54
Yogyakarta yang berisi perubahan plafond masing-masing
fasilitas kredit;
1.8.35 Bahwa pada tanggal 29 Juli 2005 PENGGUGAT menyetor
uang sebesar Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah) ke rekening koran milik PENGGUGAT dari laba
penjualan hasil produksi. (vide bukti P-18);
1.8.36 Bahwa pada tanggal 1 Agustus 2005 PENGGUGAT
mengajukan permohonan perpanjangan fasilitas kredit P.R.K
selama 1 (satu) tahun. (vide bukti P-42);
1.8.37 Bahwa TERGUGAT hanya memberi perpanjangan fasilitas
kredit P.R.K kepada PENGGUGAT selama 9 (sembilan) bulan
yang jatuh tempo pada tanggal 10 Mei 2006 melalui surat
tertanggal 2 Agustus 2005. (vide bukti P-43);
1.8.38 Bahwa pada tanggal 5 Agustus 2005 PENGGUGAT dan
TERGUGAT menandatangani addendum Akta Perjanjian
Kredit No. XXXV/37/PK/BC/08/2002 di hadapan Notaris
Thomas Edison, S.H., M.Kn. di Jalan Mutiara Pengok No. 54
Yogyakarta. (vide bukti P-44);
1.8.39 Bahwa pada tanggal 10 Oktober 2005 PENGGUGAT menarik
uang sebesar Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah) dari rekening koran untuk membeli bahan baku
produksi. (vide bukti P-18);
1.8.40 Bahwa pada tanggal 22 Desember 2005 PENGGUGAT
menyetor uang dari hasil pelunasan pelanggan sebesar Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) ke rekening koran.
(vide bukti P-18);
1.8.41 Bahwa pada tanggal 27 April 2006, PENGGUGAT
mengajukan permohonan perpanjangan fasilitas kredit P.R.K
selama 1 (satu) tahun kepada TERGUGAT. (vide bukti P-45);
1.8.42 Bahwa TERGUGAT hanya memberi perpanjangan fasilitas
kredit P.R.K kepada PENGGUGAT selama 6 (enam) bulan
yang jatuh tempo pada tanggal 10 November 2006 melalui
surat tertanggal 1 Mei 2005. (vide bukti P-46);
1.8.43 Bahwa pada tanggal 3 Mei 2006, PENGGUGAT dan
TERGUGAT menandatangani addendum Akta Perjanjian
Kredit No. XXXV/37/PK/BC/08/2002 di hadapan Notaris
Thomas Edison, S.H., M.Kn., di Jalan Mutiara Pengok No. 54
Yogyakarta. (vide bukti P-47);
1.8.44 Bahwa pada tanggal 26 Mei 2006 telah terjadi gempa bumi
sebesar 6,3 SR (enam koma tiga Skala Richter) di Daerah
Istimewa Yogyakarta;
1.8.45 Bahwa untuk keperluan membeli bahan baku produksi dan
perbaikan pabrik, PENGGUGAT menggunakan fasilitas kredit
pinjaman rekening koran sebesar Rp 124.045.216,69
(seratus dua puluh empat juta empat puluh lima ribu dua
ratus enam belas rupiah enam puluh sembilan sen) pada
tanggal 18 September 2006. (vide bukti P-18);
1.8.46 Bahwa dampak yang ditimbulkan dari gempa bumi
mengakibatkan PENGGUGAT mengalami penurunan nilai
aktiva tetap sebesar 20,73 % (dua puluh koma tujuh puluh
tiga persen) dan hal tersebut menyebabkan PENGGUGAT
berada dalam kondisi yang sulit untuk melunasi utang
kepada TERGUGAT dengan sisa waktu hanya 6 (enam)
bulan. (vide bukti P-48);
1.8.47 Bahwa oleh karena itu pada saat fasilitas kredit Pinjaman
Rekening Koran dan Short Term Loan jatuh tempo tanggal
10 November 2006, PENGGUGAT belum dapat melunasi sisa
utang diakibatkan dampak dari gempa bumi yang menimpa
PENGGUGAT;
1.8.48 Bahwa pada tanggal 12 November 2006 TERGUGAT
menyegel jaminan fidusia yang dijaminkan PENGGUGAT
yaitu berupa dua (2) buah mesin embroidery/bordir yang
mengakibatkan terhambatnya usaha PENGGUGAT karena
hasil produksi perusahaan menurun. (vide bukti P-49);
1.8.49 Bahwa Pasal 15 ayat (1) Akta Perjanjian Kredit menentukan
mengenai force majeure sebagai berikut: “Debitor berhak
mendapatkan penundaan pembayaran, dalam hal-hal terjadi
keadaan yang memaksa (force majeure) yang menyebabkan
DEBITOR berada dalam keadaan tidak mampu bayar.”;
1.8.50 Bahwa berdasarkan ayat di atas, maka pada tanggal 15
November 2006, PENGGUGAT mengajukan surat
permohonan penundaan pembayaran utang kepada
TERGUGAT dengan alasan force majeure yaitu gempa bumi
yang menyebabkan kerugian yang sangat besar sehingga
PENGGUGAT berada dalam keadaan tidak mampu
membayar sisa utang kepada TERGUGAT. (vide bukti P-50);
1.8.51 Bahwa terhadap permohonan penundaan pembayaran yang
diajukan PENGGUGAT, TERGUGAT menolak melalui Surat
Penolakan Penundaan Pembayaran tertanggal 16 November
2006 dengan dalil bahwa hasil evaluasi TERGUGAT
terhadap usaha PENGGUGAT menunjukan kondisi keuangan
menurun dari segi aktiva, solvabilitas, likuiditas dan
profitabilitas. (vide bukti P-51);
1.9 Bahwa karena evaluasi dilakukan secara internal oleh pihak
TERGUGAT bahkan yang mengetahui metode evaluasi hanya pihak
TERGUGAT dan selama ini hasil evaluasi selalu disimpan oleh pihak
TERGUGAT tanpa pernah diketahaui oleh pihak PENGGUGAT, maka
PENGGUGAT memiliki sangkaan bahwa hasil evaluasi bersifat tidak
objektif;
1.10 Bahwa dengan demikian terlihat bahwa tindakan TERGUGAT tidak
menyetujui permohonan penundaan pembayaran PENGGUGAT
sangatlah tidak beralasan;
1.11 Bahwa dengan demikian TERGUGAT telah melanggar Pasal 15 ayat
(1) Akta Perjanjian Kredit;
1.12 Bahwa Prof. Subekti, S.H. dalam bukunya yang berjudul Hukum
Perjanjian halaman 45 Bab IX tentang wanprestasi dan akibat-
akibatnya, berpendapat bahwa salah satu bentuk wanprestasi adalah
tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
1.13 Bahwa berdasarkan pasal 1239 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
tersebut di atas, TERGUGAT telah melakukan perbuatan
wanprestasi karena tidak memenuhi kewajibannya untuk
berbuat sesuatu yang disanggupi untuk dilakukannya yaitu
memberikan penundaan pembayaran kepada PENGGUGAT
yang dalam keadaan force majeure sebagaimana telah diatur
dalam pasal 15 ayat (1) Akta Perjanjian Kredit;
1.14 Bahwa sebagai akibat dari perbuatannya berdasarkan Pasal 1239 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, TERGUGAT wajib membayar biaya,
rugi, dan bunga kepada PENGGUGAT.

2. Ketidakmampuan PENGGUGAT untuk melunasi sisa utang adalah


disebabkan karena hal-hal di luar kuasa PENGGUGAT yang
menyebabkan PENGGUGAT berada dalam keadaan tidak mampu
bayar.
2.1 Bahwa yang dimaksud dengan keadaan force majeure telah
ditentukan dalam Akta Perjanjian Kredit di Pasal 15 ayat (2) yang
bunyinya: “Bahwa yang termasuk ke dalam keadaan memaksa (force
majeur) adalah keadaan yang terjadi di luar kuasa dan kehendak
DEBITOR maupun BANK CAHAYA yang menyebabkan DEBITOR
benar-benar dalam keadaan yang tidak memungkinkan menjalankan
kewajiban sebagaimana seharusnya, seperti bencana alam atau
perubahan kebijakan politik pemerintah yang mengakibatkan tidak
dapat dijalankannya Perjanjian Kredit ini sebagaimana diperjanjikan.”;
2.2 Bahwa berdasarkan ayat di atas, gempa bumi jelas termasuk dalam
katagori kejadian force majeure;
2.3 Bahwa gempa bumi menyebabkan PENGGUGAT mengalami
penurunan nilai aktiva tetap karena jalan menuju pabrik rusak,
PENGGUGAT mengalami kesulitan dalam memperoleh bahan baku
serta pendistribusian, gudang bahan baku dan gudang persediaan
(ready stock) hancur, PENGGUGAT kehilangan pasar lokalnya untuk
sementara, dan sebagian besar karyawan turut menjadi korban
gempa;
2.4 Bahwa akibat kemacetan usaha tersebut, omset yang diterima
PENGGUGAT mengalami penurunan sebesar Rp 93.830.000,00
(sembilan puluh tiga juta delapan ratus tiga puluh ribu rupiah) dari
sebelumnya. (vide bukti P-48);
2.5 Bahwa PENGGUGAT harus mengalokasikan dana untuk perbaikan
pabrik, memberikan tunjangan kepada karyawan yang menjadi
korban gempa serta membeli bahan baku baru;
2.6 Bahwa oleh karena itu PENGGUGAT mengalami kesulitan untuk
melunasi utangnya kepada TERGUGAT;
2.7 Bahwa berdasarkan fakta-fakta di atas dapat dikatakan bahwa
PENGGUGAT benar mengalami kejadian yang memenuhi
ketentuan force majeure dalam Akta Perjanjian Kredit, di
mana telah terjadi keadaan di luar kehendak PENGGUGAT dan
TERGUGAT yang menyebabkan PENGGUGAT sebagai debitor
benar-benar dalam keadaan tidak mampu bayar yaitu
keadaan yang tidak memungkinkan membayar utang kepada
TERGUGAT sebagaimana seharusnya.

3. Permohonan penundaan pembayaran kredit adalah itikad baik


PENGGUGAT untuk melunasi utang kepada TERGUGAT.
3.1 Bahwa Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
menyatakan: “Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad
baik.”;
3.2 Bahwa PENGGUGAT selalu melaksanakan kewajibannya yaitu
membayar angsuran bunga seluruh fasilitas kredit sebelum tanggal
10 tiap bulannya sesuai dengan yang ditentukan dalam Akta
Perjanjian Kredit yang telah disepakati para pihak. (vide bukti P-18
dan P-23);
3.3 Bahwa setelah terjadi gempa bumi tersebut, kondisi keuangan
PENGGUGAT mengalami penurunan drastis yang menyebabkan
PENGGUGAT berada dalam keadaan tidak mampu bayar karena
PENGGUGAT perlu mengalokasikan dana untuk perbaikan pabrik dan
tunjangan kepada karyawan PENGGUGAT yang menjadi korban.
(vide bukti P-48);
3.4 Bahwa walaupun demikian, PENGGUGAT tetap berusaha melunasi
angsuran bunga kepada TERGUGAT. (vide bukti P-18 dan P-23);
3.5 Bahwa karena penurunan kondisi keuangan dan banyaknya dana
yang perlu dialokasikan untuk perbaikan pabrik, tunjangan karyawan
yang menjadi korban gempa dan pembelian bahan baku yang hancur
akibat gempa, PENGGUGAT belum dapat melunasi utang pokok
kepada TERGUGAT;
3.6 Bahwa karena PENGGUGAT sadar masih harus melunasi utang
pokok, maka PENGGUGAT berinisiatif mengajukan surat permohonan
penundaan pembayaran pada tanggal 15 November 2006. (vide
bukti P-50);
3.7 Bahwa PENGGUGAT sadar tindakan yang dilakukan adalah demi
kebaikan kedua belah pihak dan PENGGUGAT tidak ingin lari dari
tanggung jawab atau berbuat wanprestasi serta ingin dapat
membayar sisa utang kepada TERGUGAT sampai lunas;
3.8 Bahwa pada tanggal 16 November 2006 TERGUGAT menolak
permohonan penundaan pembayaran yang diajukan oleh
PENGGUGAT dengan alasan PENGGUGAT sudah dalam keadaan
Insolven dan tidak memiliki prospek lagi;
3.9 Bahwa pada tanggal 20 Desember 2006 PENGGUGAT telah
beriktikad baik mendatangi PT. Bank Cahaya/TERGUGAT
untuk mengadakan perundingan mengenai penundaan
pembayaran namun tidak ada tanggapan baik dari pihak TERGUGAT
dan TERGUGAT tetap menyatakan penolakan terhadap permohonan
penundaan pembayaran dari PENGGUGAT;
3.10 Bahwa berdasakan fakta-fakta yang telah diuraikan di atas, jelas
bahwa PENGGUGAT mempunyai itikad baik untuk melunasi seluruh
utang kepada TERGUGAT.

4. Bahwa karena kelalaian TERGUGAT tidak memberikan penundaan


pembayaran, PENGGUGAT telah menderita kerugian.
4.1 Bahwa Pasal 1239 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berbunyi:
“Tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat
sesuatu, apabila si berutang tidak memenuhi kewajibannya,
mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban memberikan
penggantian biaya, rugi dan bunga.”;
4.2 Bahwa berdasarkan pasal di atas PENGGUGAT berhak mendapatkan
ganti biaya, rugi, dan bunga karena perbuatan wanprestasi yang telah
dilakukan oleh TERGUGAT;
4.3 Bahwa pengertian biaya, rugi, dan bunga yang dimaksud dalam pasal
1239 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menurut R. Subekti
dalam bukunya berjudul Hukum Perjanjian halaman 47 yaitu :
- Biaya, adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-
nyata sudah dikeluarkan oleh satu pihak;
- Rugi, adalah kerugian yang tejadi akibat kerusakan barang-
barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian si
debitur;
- Bunga, adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan
(winstderving), yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh
kreditur.
4.4 Bahwa rincian penggantian biaya, rugi dan bunga yang harus
diberikan oleh TERGUGAT adalah sebagai berikut:
- Biaya yang diderita oleh PENGGUGAT adalah dikarenakan tidak
dipenuhinya permohonan penundaan pembayaran sehingga agar
bisa mendapatkan haknya maka PENGGUGAT merasa perlu
memperjuangkan haknya melalui gugatan ke pengadilan yang
membutuhkan jasa pengacara sehingga penggugat harus
membayar sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
- Rugi yang diderita oleh PENGGUGAT adalah denda yang dihitung
sejak fasilitas kredit Pinjaman Rekening Koran dan kredit Short
Term Loan jatuh tempo sampai gugatan ini diajukan yaitu
sebesar Rp. 9.200.000,00 (sembilan juta dua ratus ribu rupiah).;
- Bunga yang diminta oleh PENGGUGAT adalah karena tindakan
TERGUGAT yang menyegel 2 mesin Eembroidery PENGGUGAT
sehingga hasil produksi dari PENGGUGAT berkurang yaitu
sebesar Rp. 162.700.000,00 (seratus enam puluh dua juta tujuh
ratus ribu rupiah).
Bahwa total ganti biaya rugi dan bunga yang harus diserahkan
TERGUGAT adalah Rp 271.900.000,00 (dua ratus tujuh puluh satu
juta sembilan ratus ribu rupiah).

Bahwa karena gugatan ini didukung bukti-bukti yang otentik, maka PENGGUGAT
selain memohon dinyatakan sebagai PENGGUGAT yang baik dan benar (allgied
opposant), PENGGUGAT juga mohon agar perkara ini dapat dijatuhkan dengan
amar putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoerbaar bijvoorraad),
walaupun TERGUGAT melakukan upaya hukum perlawanan, banding atau kasasi.

Berdasarkan fakta-fakta yang dikemukakan di atas, maka kami mohon kepada Ketua
Pengadilan Negeri Yogyakarta lewat Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus
perkara ini untuk menjatuhkan putusan dengan amar sebagai berikut:

Primair

1. Menerima dan mengabulkan gugatan PENGGUGAT seluruhnya;


2. Menyatakan perbuatan TERGUGAT yang tidak memberikan penundaan
pembayaran adalah perbuatan wanprestasi;
3. Menghukum TERGUGAT untuk membayar ganti biaya, rugi dan bunga kepada
PENGGUGAT sebesar Rp 271.900.000,00 (dua ratus tujuh puluh satu juta
sembilan ratus ribu rupiah) secara tunai dan seketika;
4. Memerintahkan TERGUGAT untuk menyetujui penundaan pembayaran selama 2
(dua) tahun terhitung sejak dikeluarkannya putusan hakim atas gugatan ini.
5. Memerintahkan TERGUGAT untuk melepaskan segel atas dua mesin Embroldery
milik PENGGUGAT;
6. Menyatakan putusan ini dapat dijalankan terlebih dulu walaupun ada banding,
kasasi, maupun verzet (iut voerbaar bij voorraai);
7. Menghukum TERGUGAT untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam
perkara ini.
Subsidair

1. Apabila hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex acequo
et bono).

Hormat kami
Kuasa Hukum PENGGUGAT,

(Nindya Chairunnisa Zahra, S.H., LL.M.)

(Agung Kurnia Saputra, S.H., LL.M.)


Temanggung, ...................
Kepada :
Yth. Ketua Pengadilan Agama Temanggung

Perihal: Permohonan Pengangkatan Anak

‫ﷲ و ﺑرﻛﺎﺗﮫ‬
ّ ‫اﻟﺳﻼم ﻋﻠﯾﻛم و رﺣﻣﺔ‬

Kami yang bertanda tangan di bawah ini :

1. Nama : ........................bin.................
Umur : .........tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : .......................
Alamat : Jl. ..................... No. ........., RT. ....., RW. ...... Kelurahan
........... Kecamatan ....................,
Kabupaten Temanggung; Selanjutnya
disebut Pemohon I

2. Nama : ........................binti.................
Umur : .........tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : .......................
Alamat : Jl. ..................... No. ........., RT. ....., RW. ...... Kelurahan
........... Kecamatan ....................,
Kabupatena Temanggung; Selanjutnya
disebut Pemohon II
Pemohon I, dan II secara bersama-sama disebut Para Pemohon.

Dengan ini Para Pemohon mengajukan Permohonan pengangkatan anak


dengan alasan / dalil-dalil sebagai berikut :

1
1. Bahwa, Para Pemohon adalah pasangan suami istri yang telah menikah
pada hari ............... tanggal ..........tahun ....... sebagaimana ternyata dalam
Kutipan Akta Nikah No. .............. oleh Pegawai Pencatat Nikah pada
Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan
.............Kotamadya/Kabupaten............. Dan selama pernikahan tersebut
sampai saat ini Pemohon belum dikaruniai kuturunan;

2. Bahwa, Para Pemohon hendak mengangkat anak yang bernama


....................... yang merupakan anak kandung dari Bapak ............... dan
Ibu ..................;

3. Bahwa, anak yang bernama ..........................., laki-laki/perempuan yang


lahir pada tanggal ................. dan sejak anak tersebut lahir sudah ikut
dengan Pemohon sebagaimana surat pernyataan yang di buat oleh orang
tua kandung anak tersebut dengan Pemohon;
4. Bahwa, sejak ikut dengan Pemohon, anak tersebut terawat dengan
keadaan baik sampai saat ini;

5. Bahwa, dari kedua belah pihak keluarga orang tua kandung anak tersebut
tidak keberatan terhadap keinginan Pemohon untuk mengangkat anak
tersebut dan anak tersebut juga menerima Pemohon sebagai orang tua
angkatnya dan sebaliknya tanpa mengurangi hak-hak anak tersebut;

6. Bahwa, Pemohon mengajukan permohonan pengangkatan anak ini adalah


dalam rangka kelanjutan pendidikan, kesehatan dan masa depan anak
tersebut;

7. Bahwa, Pemohon sanggup membayar biaya perkara ini;

Berdasarkan hal-hal sebagaimana diuraikan di atas Para Pemohon mohon


agar Yang Mulia Ketua Pengadilan Agama Barru berkenan untuk segera
menetapkan hari sidang, memanggil Para Pihak, memeriksa permohonan ini
serta selanjutnya menetapkan :

2
1. Mengabulkan permohonan Para Pemohon;
2. Menyatakan sah pengangkatan anak yang dilakukan Pemohon I bernama
.................bin..............dan Pemohon II bernama .................
binti..............terhadap anak yang bernama.............bin/binti.........,
umur...........;
3. Membebankan biaya perkara ini kepada Pemohon;
ATAU

Apabila Majelis Hakim berpendapat lain Mohon putusan yang seadil-adilnya (ex
aequo et bono);

Demikian, atas perhatian dan perkenan Yang Terhormat Ketua Pengadilan


Agama kelas IA Barru cq. Majelis Hakim pemeriksa perkara a quo, diucapkan
terima kasih.

‫ﷲ و ﺑرﻛﺎﺗﮫ‬
ّ ‫واﻟّﺳﻼم ﻋﻠﯾﻛم و رﺣﻣﺔ‬
Hormat Para Pemohon

................................bin.............................

..................................binti.........................

3
EKSEPSI DAN JAWABAN TERGUGAT IV DAN V

Dalam perkara Perdata No. XXX/Pdt.G/2014/PN.PYK

Antara

1. Notaris/ANISA ROSA, SH -------------------------------------- TERGUGAT IV

2. ADRI KAMAL ----------------------------------------------------- - TERGUGAT V

Melawan

MAYASARI KUSNI ----------- ------------------------------------------ PENGGUGAT

_____________________________________________________________

Kota Kita, 7 Mei 2016

Kepada Yth:

Ketua dan Majelis Hakim Perkara No.XXX/Pdt.G/2016/PN.KK

Pengadilan Negeri Kota Kita

di

Kota Kita

Mempermaklumkan dengan segala hormat,

Kami yang bertanda tangan di bawah ini, BOY YENDRA TAMIN, SH. MH; Advokat/Pengacara; adalah
adalah advokat pada Kantor Hukum BOY YENDRA TAMIN, SH, MH & REKAN yang berkantor di Jalan
Timur, Perumahan Gunung Permai Blok B-101, Kota Kita, dalam hal ini bertindak untuk dan atas
nama serta mewakili kepentingan hukum klien kami ANISA ROSA, SH sebagai Tergugat IV; ANDRI
KAMAL sebagai Tergugat V dalam perkara a quo berdasarkan Surat Kuasa yang telah didaftarkan
pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri Kota Kita dengan ini menyampaikan eksepsi dan jawaban atas
gugatan Penggugat dalam perkara perdata Nomor.XX/Pdt.G/2016/PN.KK sebagai berikut:

A. DALAM EKSEPSI

1. GUGATAN PENGGUGAT ADALAH GUGATAN YANG KABUR.

Bahwa para Penggugat telah medalilkan dalam gugatannya dengan menyatakan diri Tergugat IV
yakni: “Notaris/PPAT ANISA ROSA, SH” dengan penyebutan identitas Tergugat IV tersebut, maka
yang menjadi subjek dalam jabatan Tergugat IV sebagai notaris/PPAT dan bukan dalam kapasitas
Tergugat IV sebagai pribadi.

Bahwa karena subjek Tergugat IV adalah sebagai Notaris/PPAT, maka gugatan Penggugat terhadap
Tergugat IV adalah gugatan yang kabur, tidak jelas sekaligus error in persona, karena tidak terdapat
hubungan hukum antara Tergugat IV dengan Penggugat terkait dengan akta jual beli sebidang tanah
sebagaimana didalilkan Penggugat dalam gugatannya.
Bahwa secara faktual dan formal, akta jual beli (AJB) sebidang tanah Penggugat SHM No 30 adalah
dibuat oleh Notaris/PPAT ELY NOOR, SH (Tergugat VI). Dengan demikian dalil-dalil Penggugat
terhadap diri Tergugat IV adalah dalil gugatan yang kabur dan tidak berdasar. Karena itu gugatan
Penggugat sudah seharusnya dinyatakan tidak diterima.

2. GUGATAN PENGGUGAT SALAH ALAMAT

Penggugat dalam gugatannya yang di daftarkan ke Pengadilan Negeri Kota Kita dibawah Register
perkara nomor. XX/Pdt.G/2014/PN.KK pada tanggal 13 Februari 2014, dengan objek sengketa pinjam
meminjam uang dengan jaminan sebidang tanah antara Penggugat dengan Tergugat I, II dan III yang
Akta Jual Beli (AJB) dibuat Notaris/PPAT Ely Noor dengan akta jual beli (AJB) No.XXX/2011 tertanggal
21 April 2011.

Kalaulah dalam pinjam-meminjam uang dengan jaminan sertifikat sebidang tanah antara Penggugat
dengan Tergugat I, II dan III serta Tergugat VIII AJB-nya di buat oleh TERGUGAT IV, maka wajar bila
Tergugat IV dijadikan sebagai Tergugat oleh Penggugat. NAMUN sebagaimana didalilkan Penggugat
sendiri bahwa AJB sebidang tanah antara Penggugat sebagaimana dimaksud dalam perkara a quo
dibuat oleh Notaris/PPAT Ely Noor, SH (Tergugat VI), sehingga jelas bahwa gugatan Penggugat
terhadap Tergugat IV adalah gugatan salah alamat. Dalam hal ini Penggugat dalam gugatannya juga
telah mendalilkan seolah-olah AJB dibuat berdua antara Tergugat VI bersama dengan Tergugat IV.
Dalam hal ini, jelas bahwa Tergugat IV hanya memberikan informasi kepada Tergugat II untuk
menghadap Notaris Ely Noor, SH.

Bahwa dengan demikian, karena AJB yang didalilkan Penggugat bukanlah akta Tergugat IV,
karenanya gugatan Penggugat terhadap Tergugat IV adalah gugatan yang keliru dan salah alamat.
Karena itu sudah seharusnya gugatan Penggugat ditolak, atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak
diterima.

3. GUGATAN TIDAK MEMENUHI PASAL 1365 KUH PERDATA.

Bahwa gugatan Penggugat telah secara keliru ditujukan Tergugat IV dan V karena :

Bahwa Penggugat dalam gugatannya telah mendalilkan dasar gugatannya yang pada pokoknya
menyatakan beberapa hal sebagai berikut:

- Pada angka (11) gugatan, Penggugat mendalilkan, “Bahwa atas rekomendasi Tergugat IV ......
Tergugat VI membuat Akta Jual Beli No.2235/2011 tertanggal 21 April 2011 yang seolah-olah telah
terjadi jual beli.” Bahwa dalil Penggugat ini adalah tidak benar dan mengada-ada, dimana Penggugat
sudah dinyatakan sendiri bahwa yang membuat AJB adalah Tergugat VI. Dengan demikian, pasti
adanya, bahwa tidak ada hubungan hukum antara Penggugat dengan Tergugat IV dan Tergugat V
atas terjadinya balik nama atas SHM No xx, namun hal itu adalah berawal dari perjanjian pinjam
meminjam antara Penggugat dengan Tergugat I, sedangkan Tergugat IV dan V tidak tahu menahu
soal perjanjian pinjam meminjam dimaksud termasuk pengambilan kredit ke Bank dengan dasar AJB
yang dibuat oleh Tergugat VI. Bahwa faktanya Penggugat juga hadir di Bank pada saat peminjaman
uang (kredit) bersama-sama dengan Tergugat I, II dan III, dan VIII.
- Bahwa dalil Penggugat yang menyatakan adanya rekomendasi Tergugat IV kepada Tergugat VI, hal
itu sudah menurut ketentuan undang-undang, bahwa Tergugat IV tidak berwenang membuat AJB
antara Penggugat dengan Tergugat I, II dan III karena objek AJB berada diwilayah kerja Tergugat VI.

- dst ......

Bahwa berdasarkan dalil-dalil para Penggugat tersebut di atas, selain tidak jelas apa yang
dipermasalahkan Penggugat terhadap diri Tergugat IV sebagai notaris/PPAT yang nyata-nyata bukan
pembuat AJB dalam persamalahan Penggugat dengan Tergugat I, III dan VIII. Dalam hal ini AJB antara
Penggugat dengan Tergugat I, dan III serta Tergugat VIII tidak ada hubungannya dengan Tergugat IV
dan V.

- dst...

4. PETITUM GUGATAN PENGGUGAT TIDAK JELAS

Bahwa Penggugat dalam petitumnya telah meminta kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan
mengadili perkara a quo untuk menyatakan Para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan
hukum. Petitum Penggugat ini jelas petitum yang tidak jelas, karena secara hukum tidak ada
hubungan hukum antara Penggugat dengan Tergugat IV dan V, sehingga perbuatan melawan hukum
apa yang telah Tergugat IV dan IV yang dimintakan Penggugat kepada Majelis Hakim adalah petitum
yang keliru dan tidak jelas. Bahkan sebaliknya Penggugat telah meminta orang lain untuk
bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri.

dst....

Bahwa berdasarkan uraian dan alasan-alasan hukum sebagaimana dikemukakan di atas, dimana
gugatan Penggugat tidak jelas dan kabur, dalil gugatan saling bertentangan, MAKA gugatan
Penggugat tidak memenuhi syarat formil, sehingga seharusnyalah gugatan Penggugat dinyatakan
TIDAK DITERIMA (Niet Onvankelijk verklaand).

B. DALAM POKOK PERKARA

Bahwa semua yang TERGUGAT IV dan V kemukakan pada bagian eksepsi merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dengan pokok perkara ini:

1. TERGUGAT IV dan V menolak dengan tegas seluruh dalil-dalil gugatan PENGGUGAT, kecuali yang
kebenarannya diakui secara tegas oleh TERGUGAT IV dan V.

2. Bahwa TERGUGAT IV dan IV tidak akan menanggapi dalil-dalil PENGGUGAT yang tidak berkaitan
dengan diri Tergugat IV dan V; ---------

3. Bahwa Penggugat telah berusaha mengait-ngaitkan Tergugat IV dengan perjalanan pinjam


meminjan antara Penggugat dengan Terggat I dalam keseluruhan uraiannya. Uraian Penggugat
dalam gugatannya (khususnya dari angka 1 s.d 15 NAMPAK dalil-dalil guguatan Penggugat selain
mengada-ada juga absur. Terlepas apakah dalil tersebut murni kebenaran yang ada pada diri
Penggugat atau berasal dari luar diri Penggugat, tapi yang jelas dalil-dalil tersebut jelas mengada-ada
dan tidak didasarkan pada kenyataan. Tetapi faktanya, dalil Penggugat tersebut nyaris seluruhnya
sudah pernah diuji pada Pengadilan Negeri Kota Kita dalam perkara pidana No: XX/Pid.B/2012/PN.KK
dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor XX
K/PID/2012 dimana Tergugat V tidak terbukti melakukan perbuatan sebagaimana didalilkan
Penggugat dalam gugatannya ini

4. dst.............

5. Bahwa terhadap dalil-dalil Pengugat pada angka (13) (14), (15) (16) (17) tidaklah perlu Tergugat IV
dan V tanggapi selain mengada-ada juga pengulangan dalil-dalil sebelumnya dan dalil-dalil tersebut
adalah tidak benar sesuai dengan putusan Pengadilan Negeri Kota Kita dalam perkara pidana Nomor
XX/Pid.B/2012/PN.PYK dan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap berdasarkan putusan
Mahkamah Agung Nomor XX K/PID/2012. Karena itu gugatan Penggugat sudah seharusnya ditolak.

6. Bahwa karena gugatan Penggugat tidak beralasan hukum dan bukti, dan sebaliknya merupakan
perbuatan dari Penggugat sendiri, maka dalil-dalil Penggugat pada angka (18), (19), (20) (21) (22)
sudah seharusnya dikesampingkan, dan menolak gugatan Penggatan seluruhnya karena mengada-
ada, serta pengulangan kembali cerita dalil/keterangan Penggugat pada kasus pidana terkait dengan
SHM No XX dan AJB yang sudah diperiksa dan diputus Pengadilan Negeri Kota Kita dan sudah
berkuatan hukum tetap.

Bahwa berdasarkan hal-hal yang telah Tergugat IV dan V kemukakan dalam eksepsi dan dalam pokok
perkara di atas, maka sudah seharusnya gugatan Penggugat dinyatakan ditolak karena tidak
berdasar sama sekali.

Maka berdasarkan uraian di atas, maka TERGUGAT IV dan TERGUGAT V mohon dengan hormat
kepada Majelis Hakim Yang Mulia yang memeriksa serta mengadili perkara a quo, berkenan
memberikan putusan yang amarnya sebagai berikut:

DALAM EKSEPSI.

-- Menerima Eksepsi Tergugat IV dan Tergugat V untuk seluruhnya ;

DALAM POKOK PERKARA.

-- Menolak gugatan PENGGUGAT untuk seluruhnya terhadap TERGUGAT IV dan TERGUGAT V atau
setidak-tidaknya menyatakan gugatan PENGGUGAT terhadap TERGUGAT IV dan TERGUGAT V tidak
dapat diterima (Niet Onvankelijk Verklaard);

-- Menghukum PENGGUGAT untuk membayar biaya perkara ;

Jika Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berpendapat lain mohon kiranya
memberikan putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). -------

Hormat Kami,

Kuasa Hukum Para Tergugat IV dan V


BOY YENDRA TAMIN, SH, MH
Jakarta, 01 Juni 2010

Kepada Yang Terhormat,


Ketua Majelis Hakim
Perkara Nomor: No.51/G/2010/PTUN.JKT.
Di –
Tempat

Dengan hormat,

Chrisbiantoro, SH., Edwin Partogi, SH., Febi Yonesta, SH., Haris Azhar, SH., MH.,
Indria Fernida, SH., Irfan Fahmi, SH., Kiagus Ahmad BS, SH., Nurkholis Hidayat,
SH., Ori Rahman, SH., Poengky Indarti, SH.LLM., Putri Kanesia, SH., Sri Suparyati,
SH., LLM., Yati Andriyani, SH.; Para Advokat dan Pengacara yang kesemuanya adalah
Warga Negara Indonesia (WNI) dan telah memilih domisili hukum di Kantor Komisi Untuk
Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), beralamat di Jalan Borobudur No 14,
Menteng, Jakarta Pusat Kode Pos 10320, berdasarkan Surat Khuasa Khusus Nomor:
144/SK-KontraS/IV/2010, tertanggal 1 April 2010 bertindak untuk dan atas nama
PARA PENGGUGAT dengan ini mengajukan REPLIK atas Eksepsi/Jawaban
TERGUGAT sebagai berikut :

I. DALAM EKSEPSI

Bahwa PARA PENGGUGAT tetap pada dalil-dalil sebagaimana dikemukakan PARA


PENGGUGAT dalam Gugatan dan menolak seluruh dalil-dalil TERGUGAT dalam
Eksepsi/Jawaban kecuali yang secara tegas diakui kebenarannya oleh PARA
PENGGUGAT.

1. PARA PENGGUGAT Memiliki kapasitas dan berkepentingan sebagai


PENGGUGAT

1. Bahwa PENGGUGAT menolak semua dalil-dalil TERGUGAT dalam eksepsi


kecuali yang secara tegas diakui dan dibenarkan oleh PENGGUGAT.

2. Bahwa PENGGUGAT memiliki kapasitas dan berkepentingan sebagai


PENGGUGAT sebagaimana dipersyaratkan dalam Pasal 53 ayat 1 UU No.9
Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

3. Bahwa yang dimaksud dengan kepentingan berdasarkan yurisprudensi perdata


(mengutip pendapat Indroharto, S.H. mengenai pengertian Kepentingan
(dalam bukunya berjudul Usaha Memahami Undang-Undang tentang
Peradilan Tata Usaha Negara buku II halaman 38-40) terdapat tiga bagian
yakni:
a. Kepentingan dalam kaitannya dengan siapa yang berhak
menggugat

1
b. Kepentingan dalam kaitannya dengan Keputusan TUN A quo
c. Kepentingan dalam kaitannya dengan tujuan Penggugat

4. Bahwa dalam kaitannya dengan siapa yang berhak menggugat, seorang


Penggugat haruslah memiliki hubungan dan kepentingan sebagaimana disebut
dibawah ini:

a. Ada hubungannya dengan kepentingan penggugat sendiri.


b. Ada Kepentingan yang bersifat Pribadi dari Penggugat
c. Kepentingan Penggugat bersifat langsung
d. Kepentingan Penggugat dapat ditentukan secara objektif

3. Bahwa meskipun demikian TERGUGAT dalam eksepsinya pada halaman 2


point d, mengutip pendapat Indroharto, S.H. mengenai pengertian Kepentingan
(dalam bukunya berjudul Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan
Tata Usaha Negara buku II halaman 38-39) secara sebagian atau sepotong saja.
Dalam buku tersebut pada halaman 37-40 Indiharto, S.H. menjelaskan
mengenai arti kepentingan, yaitu

1. Menunjuk kepada nilai yang harus dilindungi oleh hukum; dan


2.Kepentingan proses, artinya apa yang hendak dicapai dengan melakukan
suatu proses gugatan yang bersangkutan

Lebih jauh juga dijelaskan arti dari dari point (1) dan (2) yaitu :

ad. 1. ….yang dimaksud kepentingan di sini adalah suatu nilai, baik yang
bersifat menguntungkan maupun yang merugikan yang ditimbulkan
atau yang menurut nalar dapat diharapkan akan timbul oleh keluarnya
suatu keputusan TUN atau keputusan penolakan TUN. Kepentingan
semacam itu dapat bersifat material atau immaterial, individual atau
umum (kolektif)….

ad.2. ….Barang siapa yang menggunakan haknya untuk berproses itu


dianggap ada maksudnya…

4. Bahwa dikarenakan PARA PENGGUGAT adalah korban peristiwa


pelanggaran HAM pada kasus Penculikan dan Penghilangan Paksa 1997-1998,
13-15 Mei 1998, Trisakti 1998, maka terdapat nilai yang harus dilindungi oleh
hukum yaitu nilai-nilai kemanusiaan dan pemenuhan hak PARA PENGUGAT
sebagai korban pelanggaran HAM dalam bentuk penegakan HAM. Hal mana
dapat menjadi merugikan dengan keluarnya Keppres a quo.

5. Bahwa PARA PENGGUGAT adalah Korban dan Keluarga Korban


Pelanggaran HAM berat pada kasus Penculikan dan Penghilangan Paksa
1997-1998, 13-15 Mei 1998, Trisakti 1998, yang berkepentingan secara
langsung, bersifat pribadi dengan penuntasan kasus pelanggaran HAM, hak
atas pengungkapan kebenaran, dan hak atas pemulihan yang secara potensial

2
akan menghalangi dan atau tertutup atau setidak-tidaknya hak-hak
PENGGUGAT tersebut akan terhambat.

6. Bahwa kasus-kasus tersebut di atas telah dikategorikan sebagai sebuah


kejahatan terhadap kemanusiaan yang memandatkan fungsi penyelidikan oleh
Komnas HAM, penyidikan dan penuntutan oleh Kejaksaan Agung dan
pengadilan oleh Pengadilan HAM, sebagaimana diatur dalam UU No. 26
Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM.

7. Bahwa Komnas HAM telah melakukan penyelidikan pro justicia atas kasus-
kasus-kasus diatas berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (1) UU No 26 tahun
2000 Tentang Pengadilan HAM Bahwa berdasarkan penyelidikan pro justisia
Komnas HAM menyimpulkan telah menemukan bukti permulaan yang cukup
telah terjadi pelanggaran HAM yang berat dalam kasus Penculikan dan
Penghilangan Paksa 1997-1998, Kasus Trisakti 1998, sebagaimana telah
diuraikan dalam gugatan.

8. Bahwa Pemerintah telah membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF)


13-15 Mei 1998 pada 23 Juli 1998 yang merekomendasikan kepada
Pemerintah untuk menindaklanjuti kasus-kasus yang diperkirakan terkait
dengan rangkaian tindakan kekerasan mengungkap kekerasan pada 13-15 Mei
1998 dan perlunya permintaan pertanggungjawaban dari Pangkoops Jaya
Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin, sebagaimana telah diuraikan dalam gugatan.

9. Bahwa PARA PENGGUGAT adalah korban dan keluarga korban pelanggaran


HAM dalam kasus Penculikan Aktivis 1997-1998, 13-15 Mei 1998 dan
Trisakti 1998, di mana saat peristiwa terjadi orang yang ditunjuk dalam
Keppres a quo yakni Letnan Jenderal TNI Sjafrie Sjamsoeddin M.B.A. Ia
adalah salah seorang terperiksa dalam proses hukum kasus-kasus pelanggaran
HAM di atas karena tanggungjawabnya sebagai Panglima Komando Daerah
Militer V Jaya (PANGDAM V) sekaligus Panglima Komando Operasi
(PANGKOOPS) Mantap Jaya III dalam menjaga keamanan di wilayah DKI
Jakarta (Ibu Kota) pada saat peristiwa terjadi.

10. Bahwa pada saat kasus Penculikan Aktivis 1997-1998, 13-15 Mei 1998 dan
Trisakti 1998 terjadi, Letnan Jenderal TNI Sjafrie Sjamsoeddin M.B.A
menjabat sebagai Panglima Komando Daerah Militer V Jaya (PANGDAM V)
sekaligus Panglima Komando Operasi (PANGKOOPS) Mantap Jaya III yang
bertugas menjaga keamanan di wilayah DKI Jakarta (Ibu Kota).

11. Bahwa Letnan Jenderal TNI Sjafrie Sjamsoeddin M.B.A telah diangkat oleh
TERGUGAT sebagai Wakil Menteri Pertahanan, melalui Keppres a quo.
Keppres a quo merupakan penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara yaitu Presiden Republik Indonesia yang berisi
tindakan hukum Tata Usaha Negara yaitu Pengangkatan Letnan Jenderal TNI
Sjafrie Sjamsoeddin M.B.A sebagai Wakil Menteri Pertahanan, sebagaimana
diatur dalam UU No. 5 Tahun 1986 Tentang Pengadilan Tata Usaha Negara,
Pasal 1 angka 3 Junto UU Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara Pasal 1 Angka 9;

3
12. Bahwa PARA PENGGUGAT juga mempunyai kepentingan berproses atau
memiliki tujuan yang jelas dalam mengajukan gugatan, dimana maksud yang
hendak dicapai adalah menuntaskan kasus pelanggaran HAM yang menimpa
diri PARA PENGGUGAT. Keberlangsungan proses ini dapat terganggu serta
merugikan karena proses penuntasan kasus pelanggaran HAM menyentuh
lingkup TNI, dalam hal ini Keppres a quo menunjuk Letjen TNI Sjafrie
Sjamsoedin sebagai seorang TNI aktif sebagai Wakil Menteri Pertahanan.

13. Bahwa berdasarkan uraian diatas jelaslah bahwa PARA PENGGUGAT


memiliki kepentingan dan memiliki kapasitas sebagai PENGGUGAT dalam
gugatan terhadap Kepres a quo.

14. Bahwa dengan demikin, dalil-dalil dari TERGUGAT dalam eksepsi


sepantasnya untuk dikesampingkan atau dinyatakan tidak berdasar secara
hukum.

II. Gugatan PARA PENGGUGAT Adalah Jelas dan Berdasar

15. Bahwa PENGGUGAT menolak semua dalil-dalil TERGUGAT dalam eksepsi


kecuali yang secara tegas diakui dan dibenarkan oleh PENGGUGAT.

16. Bahwa TERGUGAT tidak cermat dalam memahami gugatan. Suatu gugatan
bisa dikatakan kabur (obscuur libel), menurut M. Yahya Harahap, S.H dalam
bukunya Hukum Acara Perdata (hal 449–451) setidaknya memenuhi unsur–
unsur sebagai berikut;

a. Tidak jelasnya dasar hukum dalil gugatan


b. Tidak jelasnya obyek sengketa
c. Petitum tidak jelas

17. Bahwa gugatan telah nyata dan jelas menjelaskan dasar hukum dan dalil
gugatan, kemudian obyek sengketa dalam gugatan ini telah sangat jelas yaitu
berupa Keputusan Presiden Nomor 3/P tahun 2010 khususnya tentang
pengangkatan Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin, MBA sebagai Wakil Menteri
Pertahanan, tertanggal 6 Januari 2010.

18. Bahwa gugatan telah menjelaskan dan menyebutkan posita (fundamentum


petendi) dan petitum (tuntutan). Antara keduanya terdapat persesuaian dan
tidak terjadi penyimpangan satu sama lain. Sehingga materi gugatan ini tidak
kabur (obscuur libel) sebagaimana telah diuraikan dalam gugatan.

19. Bahwa selanjutnya menurut Soemaryono, SH dan Anna Erliyana, SH, MH


dalam bukunya Tuntutan Praktik Beracara di Peradilan Tata Usaha Negara
menyebutkan harus adanya syarat formil dan materil dalam pengajuan
gugatan. Syarat formil berisi jati diri (identitas) PARA PENGGUGAT dan
syarat materiil berisi dasar gugatan yang biasa disebut dengan posita atau
fundamentum Petendi dan tuntutan atau petitum.

4
20. Bahwa GUGATAN telah memenuhi syarat formil yaitu dengan
mencantumkan seluruh hal-hal yang dijadikan syarat tersebut diantaranya:

a. Nama, kewarganegaraan, tempat tinggal, dan pekerjaan penggugat


b. Nama, jabatan dan tempat kedudukan tergugat

21. Bahwa GUGATAN tersebut juga telah memenuhi syarat materiil. Riawan
Tjandra dalam bukunya Mengenal Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha
Negara (hal 51) menjelaskan syarat materiil adalah;

”adanya dasar gugatan yaitu kejadian–kejadian atau hal–hal yang


merupakan dasar tuntutan, jadi merupakan alasan adanya tuntutan itu (Posita
atau fundamentum petendi. Tuntutan yaitu apa yang dituntut (...), para
penggugat telah menyebutkan hal – hal yang menjadi tuntutan (petitum).”

22. Bahwa dalam gugatan sudah disebutkan hal–hal yang menjadi syarat materiil
tersebut (hal 4–14) diantaranya dasar hukum, fakta hukum tentang Sjafrie
Sjamsoeddin merujuk pada hasil penyelidikan Komnas HAM dalam
Penculikan dan Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998, peristiwa 13–15
Mei 1998, Triksakti 1998.

23. Bahwa sama sekali tidak benar dalil dalam eksepsi TERGUGAT yang
menyatakan PARA PENGGUGAT tidak menjelaskan dan menyebutkan
peraturan perundangan yang dilanggar dalam menerbitkan Keppres (hal 4
huruf c). Dalam gugatan telah disebutkan dan dijelaskan bahwa penerbitan
Keppres No 3/P tahun 2010 bertentangan dengan beberapa peraturan
perundangan, diantaranya ;
- Bertentangan dengan Asas-asas umum pemerintahan yang baik, dalam UU
No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
- Bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang
Hak Asasi Manusia
- Bertentangan dengan UU No.26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM
- Bertentangan dengan Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2000 tentang
Peran TNI dan POLRI
- Bertentangan dengan Ketetapan MPR Nomor VI Tentang pemisahan TNI
dan Polri
- Bertentangan dengan UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional
Indonesia Bertentangan dengan UU No 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
- Bertentangan dengan Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001 Tentang Etika
Kehidupan Berbangsa.

24. Bahwa gugatan telah menjelaskan dan menyebutkan fakta hukum awal yang
merujuk pada hasil penyelidikan Komnas HAM dalam kasus Penghilangan
Orang Secara paksa 1997–1998, Peristiwa 13–15 Mei 1998 dan Trisakti 1998,
yaitu posisi dan tanggungjawab Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin, M.B.A
sebagai Panglima Kodam V Jaya dan Pangkoops Mantap Jaya III.

5
25. Bahwa Keppres a quo khususnya tentang pengangkatan Letjen TNI Sjafrie
Sjamsoeddin, M.B.A sebagai Wakil Menteri Pertahanan sangat merugikan dan
menghambat kepentingan penggugat untuk mendapatkan keadilan melalui
proses hukum yang efektif dan fair. Hal ini didasarkan pada pengalaman
sebelumnya dimana Sjafrie Sjamsoeddin sulit untuk diperiksa bahkan menolak
panggilan tim penyelidik Komnas HAM.

26. Bahwa penerbitan a quo khususnya tentang pengangkatan Letjen TNI Sjafrie
Sjamsoeddin, M.B.A sebagai Wakil Menteri Pertahanan sangat merugikan dan
menghambat kepentingan PARA PENGGUNGAT karena pemberian peran
strategis bagi seseorang yang patut dimintai pertanggungjawaban atas
peristiwa pelanggaran HAM dapat menghambat akuntabilitas pelanggaran
HAM dan sama dengan memberi ruang kekebalan hukum atau impunitas.

27. Bahwa berdasarkan hal tersebut diatas, telah jelas bahwa gugatan yang
diajukan oleh PARA PENGGUGAT mempunyai dasar gugatan dan tuntutan
yang jelas dan juga telah memenuhi syarat formil dan materiil serta semua
unsur yang ditentukan dalam pasal 56 ayat (1) UU No. 5 tahun 1986 Tentang
Peradilan Tata Usaha Negara. Sehingga tidak ada alasan untuk menyatakan
bahwa gugatan PARA PENGGUGAT kabur, tidak jelas dan hanya didasarkan
pada asumsi–asumsi.

28. Bahwa berdasarkan uraian diatas jelaslah bahwa gugatan PARA


PENGGUGAT sangat jelas dan berdasarkan hukum.

29. Bahwa dengan demikian, dalil-dalil dari TERGUGAT dalam eksepsi


sepantasnya untuk dikesampingkan atau dinyatakan tidak berdasar secara
hukum.

II. DALAM POKOK PERKARA

Bahwa seluruh dalil-dalil yang telah dikemukakan PARA PENGGUGAT dalam


tanggapan eksepsi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pokok perkara ini.

Bahwa PARA PENGGUGAT tetap pada dalil-dalil sebagaimana dikemukakan PARA


PENGGUGAT dalam gugatan, dan menolak seluruh dalil-dalil TERGUGAT dalam
eksepsi/jawaban kecuali yang secara tegas diakui kebenarannya oleh PARA
PENGGUGAT.

A. Keputusan TERGUGAT a quo Bertentangan Asas-Asas Umum Pemerintahan


yang baik, sebagaimana disebutkan dalam UU No. 28 Tahun 1999 Tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme.

30. Bahwa PARA PENGGUGAT menolak dalil TERGUGAT dalam jawaban


Keppres a quo karena bertentangan dengan Asas-Asas umum pemerintahan
yang baik, berupa asas kepastian hukum, asas kepentingan umum, asas
proporsionalitas, dan asas akuntabilitas, sebagaimana disebutkan dalam UU

6
No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas
Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

31. Bahwa Keppres a quo bertentangan dengan Asas Kepastian Hukum karena
TERGUGAT tidak mempertimbangkan proses hukum yang berdasar pada UU
No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Sebagaimana telah diuraikan
dalam eksepsi point 6-18 bahwa Keppres a quo TERGUGAT telah menunjuk
individu yang memiliki kewajiban pertanggungjawaban komando atas
pelanggaran HAM yang dialami para korban.

32. Bahwa upaya untuk meminta keterangan pertanggungjawaban komando


terhadap Letnan Jenderal TNI Sjafrie Sjamsoeddin, MBA terhadap
pelanggaran HAM dalam kasus Penculikan dan Penghilangan Paksa 1997-
1998, 13-15 Mei 1998 dan Trisakti 1998 telah dilakukan oleh tim penyelidik
pro justisia Komnas HAM berdasarkan mandat UU No. 26 tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM.

33. Bahwa Komnas HAM telah menyerahkan hasil penyelidikan pro justisia
kepada Jaksa Agung untuk dilakukan penyidikan sebagaimana diatur dalam
Pasal 18 ayat (1) UU No. 26 tahun 2000, sebagaimana telah diuraikan dalam
gugatan.

34. Bahwa sampai saat ini proses hukum terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM
yang dialami PARA PENGGUGAT masih berjalan dari proses penyelidikan
menuju proses penyidikan di Kejaksaan Agung. Kejaksaan Agung belum
mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan sehingga kasus ini
masih dalam proses hukum. Sementara para korban tengah mendorong Jaksa
Agung untuk melakukan Penyidikan atas ketiga kasus pelanggaran HAM
diatas.

35. Bahwa Pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama Menteri Pertahanan


Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Menteri
Kehakiman, Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, Menteri Negara
Peranan Wanita, dan Jaksa Agung, tertanggal 23 Juli 1998 juga telah
membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) 13-15 Mei 1998 yang telah
berkerja untuk menemukan dan mengungkap fakta, pelaku dan latar belakang
peristiwa 13-15 Mei 1998.

36. Bahwa hasil kerja TGPF pada 23 Oktober 1998 diantaranya


merekomendasikan tentang perlunya pemerintah menindaklanjuti kasus-kasus
yang diperkirakan terkait dengan rangkaian tindakan kekerasan mengungkap
kekerasan pada 13-15 Mei 1998 dan perlunya permintaan pertanggungjawaban
dari Pangkoops Jaya Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin.

37. Bahwa DPR RI juga telah merekomendasikan empat hal kepada Presiden
tentang penyelesaian kasus Penculikan dan Penghilangan Paksa 1997-1998,
pada 28 September 2009. Rekomendasi itu adalah membentuk Pengadilan
HAM, membentuk tim pencarian 13 korban yang masih hilang, memberikan
rehabilitasi dan kompensasi kepada keluarga korban dan meratifikasi
Konvensi Anti Penghilangan Orang Secara Paksa.

7
38. Bahwa yang dimaksud dalam mempertimbangkan asas Kepastian Hukum
tidak hanya bergantung pada ada tidaknya putusan pengadilan yang
menyatakan seseorang bersalah. Namun yang dimaksud adalah pengutaamaan
landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap
kebijakan penyelenggara negara.

39. Bahwa kondisi ini tidak hanya menimbulkan ketidakpastian hukum akibat
adanya keputusan yang bertentangan antara Keppres a quo dengan sejumlah
peraturan dan kebijakan tersebut, namun juga menimbulkan rasa ketidakadilan
bagi PARA PENGGUGAT yang tengah berupaya mendorong proses hukum
atas kasus pelanggaran HAM yang mereka alami.

40. Bahwa alasan TERGUGAT yang menyatakan pada pokoknya menyatakan


tidak ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahan Letnan Jenderal
Sjafrie Sjamsoeddin, adalah argumentasi dalil yang tidak tepat. Asas kepastian
hukum juga mengutamakan “…..kepatutan dan keadilan dalam setiap
kebijakan penyelenggara negara” Keppres a quo tidak mempertimbangkan
kepatutan dan keadilan di mana hukum Hak Asasi Manusia nasional dan
internasional menyatakan bahwa pelanggaran HAM adalah kejahatan
kemanusiaan yang menjadi musuh umat manusia “hostis humanis generis”,
merupakan kejahatan yang harus dihukum “jus cogen” dan menjadi
kewajiban masyarakat internasional untuk melakukannya “obligatio erga
omnes”.

41. Bahwa Kepres a quo tidak mempertimbangkan asas kepatuhan karena proses
hukum atas kasus pelanggaran HAM yang menimpa PARA PENGGUGAT
saat ini masih sedang berjalan dari tahap Penyelidikan Komnas HAM ke
Penyidikan di Kejaksaan Agung dan tidak dihentikan oleh Kejaksaan Agung
(tidak ada Surat Perintah Penghentian Penyidikan). Letnan Jenderal Sjafrie
Sjamsoeddin, M.B.A adalah salah seorang yang dipanggil untuk dimintai
keterangan dalam proses penyelidikan, namun yang bersangkutan telah
mangkir memenuhi pemanggilan tersebut.

42. Bahwa untuk memenuhi asas kepastian hukum, untuk mengangkat Letnan
Jenderal TNI Sjafrie Sjamsoeddin TERGUGAT terlebih dahulu harus
menunggu keputusan hukum atas penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM
yang menimpa PARA PENGGUGAT.

43. Bahwa untuk mewujudkan cita-cita luhur kehidupan berbangsa dan dengan
mencermati adanya kondisi masa lalu dan masa kini serta tantangan masa
depan, pemerintah telah menyusun Pokok-pokok kehidupan berbangsa dalam
Ketetapan MPR VI/MPR/2001 Tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

44. Bahwa Bab II TAP MPR VI/MPR 2001 mengatur tentang Etika Kehidupan
Berbangsa, khususnya dalam uraian Etika Kehidupan Berbangsa yang ke (2),
menyebutkan:

“Etika Politik dan Pemerintahan dimaksudkan untuk mewujudkan


pemerintahan yang bersih, efisien, dan efektif serta menumbuhkan suasana

8
politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa bertanggungjawab,
tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam
persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar, serta
menjunjung tinggi hak asasi manusia…..”

“Etika pemerintahan mengamaatkan agar penyelenggara negara memiliki


rasa kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan publik, siap mundur
apabila merasa dirinya telah melanggar kaidah dan system nilai ataupun
dianggap tidak mampu memenuhi amanah masyarakat, bangsa, negara.”

“Etika Politik dan Pemerintahan mengadung misi kepada setiap pejabat dan
elit politik untuk bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa
besar, memiliki keteladanan, rendah hati, siap untuk mundur dari jabatan
publik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya
bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat

45. Bahwa Keppres a quo juga menafikan latar belakang, nilai dan cita-cita
kehidupan berbangsa yang tertuang dalam Ketetapan MPR VI/MPR/2001
Keppres a quo, di mana untuk mewujudkannya cita-cita luhur berbangsa
dibutuhkan etika politik pemerintahan yang tanggap akan aspirasi rakyat dan
menjunjung tinggi hak asasi manusia. Artinya hal ini harus dilakukan dengan
cara mendorong proses peradilan sebagaimana mestinya, bukan justru
memutuskan kebijakan yang bertolak belakang dengan mengangkat Letnan
Jenderal Sjafrie Sjamsoddin, MBA sebagai Wakil Menteri Pertahanan melalui
Keppres a quo.

46. Bahwa selain itu Ketetapan MPR VI/MPR/2001 juga mengamatkan tentang
etika politik pemerintahan yang menyatakan “pejabat publik harus siap
mundur apabila melanggar kaidah dan sistem nilai ataupun dianggap tidak
mampu memenuhi amanah masyarakat, bangsa, negara; dan siap untuk
mundur dari jabatan publik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara
moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan
masyarakat.”

47. Bahwa TERGUGAT yang menyatakan bahwa Keppres a quo tidak


betentangan dengan asas proporsionalitas karena penunjukan dan
pengangkatan Letnan Jenderal TNI Sjafrie Sjamsoedin, M.B.A sebagai Wakil
Menteri Pertahanan sudah mengutamakan keseimbangan antara hak dan
kewajiban adalah keliru.

48. Bahwa Keppres a quo jelas bertentangan dengan asas proposionalitas, karena
penunjukan dan pengangkatan Letnan Jenderal TNI Sjafrie Sjamsoedin
mengabaikan proses hukum yang dilakukan oleh Komnas HAM dan
Kejaksaan Agung sebagai bagian dari kewajiban negara.

49. Bahwa Keppres a quo bertentangan dengan sejumlah peraturan


perundangundangan, dimana perundang-undangan tersebut merupakan
kewajiban pemerintah unuk melaksanakannya. Aturan-aturan tersebut adalah :
a. Bertentangan dengan Asas-asas umum pemerintahan yang baik,
dalam UU No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan

9
Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme.
b. Bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
Tentang Hak Asasi Manusia
c. Bertentangan dengan UU No.26 Tahun 2000 Tentang
Pengadilan HAM
d. Bertentangan dengan Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2000
tentang Peran TNI dan POLRI
e. Bertentangan dengan Ketetapan MPR Nomor VI Tentang
pemisahan TNI dan Polri
f. Bertentangan dengan UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara
Nasional Indonesia Bertentangan dengan UU No 10 Tahun
2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
g. Bertentangan dengan Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001
tentang Tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

50. Bahwa TERGUGAT memiliki kewajiban untuk menindaklanjuti rekomendasi


DPR RI 28 September 2009, hasil penyelidikan Komnas HAM dan hasil
TGPF 13-15 Mei 1998 terhadap kasus-kasus yang telah disebutkan di atas.

51. Bahwa TERGUGAT dalam mengeluarkan Keppes a quo juga tidak


memperhatikan Asas Akuntabilitas sebagaimana disebutkan dalam penjelasan
Pasal 3 angka 7 UU No 28 tahun 1999 tentang Asas-Asas Umum
Penyelenggaran Negara.

52. Bahwa Kepres a quo sebagai hasil akhir dari kegiatan penyelenggara Negara
tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sebagai pemegang
kedaulatan tertinggi Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku karena mengabaikan hak-hak korban pelanggaran
HAM dalam mendapatkan keadilan.

53. Bahwa Kepres a quo telah mengabaikan hak-hak korban untuk mendapatkan
keadilan melalui proses hukum berupa penyelidikan, penyidikan, penuntutan
dan pemeriksaan dalam pengadilan HAM sebagaimana diatur dalam UU No.
26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Letjen TNI Sjafrie Sjamsoedin
adalah salah satu pihak yang harus dimintai pertanggungjawaban sebagai
Pangdam V Jaya dan Pangkoops Mantap Jaya III yang memiliki tanggung
jawab atas keamanan di wilayah DKI Jakarta pada saat peristiwa penculikan
dan penghilangan paksa aktivis 1997-1998. 13-15 Mei 1998, Trisakti 1998.

54. Bahwa hingga saat ini proses hukum terhadap kasus-kasus ini masih berjalan,
sehingga pengangkatan jabatan publik terhadap Letjen Sjafrie Sjamsoedin
sebagai Wakil Menteri Pertahanan tidak dilakukan seraya menunggu kepastian
hukum dari proses hukum yang sedang berjalan.

55. Bahwa TERGUGAT dalam mengeluarkan Keppes a quo tidak memperhatikan


Asas Kesejahteraan Umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan
selektif sebagaimana disebutkan dalam pasal 3 jo penjelasan Pasal 3 UU No
28 tahun 1999 tentang Asas-Asas Umum Penyelenggaran Negara.

10
56. Bahwa Dalil TERGUGAT yang menyatakan telah melakukan penunjukan
terhadap Sjafrie Sjamsoeddin sebagai Wakil Menteri Pertahanan secara
aspiratif, akomodatif dan selektif adalah tidak berdasar, karena TERGUGAT
tidak menjelaskan proses dan mekanisme aspiratif, akomodatif dan selektif
yang dimaksud.

57. Bahwa pada 6 Januari 2010 PARA PENGGUGAT telah memberikan masukan
kepada TERGUGAT melalui surat terbuka yang ditujukan langsung kepada
TERGUGAT, dengan nomor 05/SK-KontraS/1/2010 Tentang Surat Terbuka
Penolakan atas Pelantikan Terhadap Sjafrie Sjamsoeddin sebagai Wakil
Menteri Pertahanan yang pada pokoknya meminta kepada TERGUGAT untuk
mempertimbangkan ulang pengangkatan Sjafrie Sjamsoeddin sebagai Wakil
Menteri Pertahanan karena posisi tersebut tidak layak diberikan kepada
seseorang yang masih memiliki masalah dalam peristiwa pelanggaran HAM.

58. Bahwa dunia internasional juga telah memberikan masukan kepada


pemerintah Indonesia untuk melakukan proses hukum atas terhadap pihak-
pihak yang bertanggungjawab atas pelanggaran HAM yang terjadi.

59. Bahwa pemerintah Indonesia sebagai Negara pihak dalam yang telah
meratifikasi Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Rasial yang diadopsi melalui UU No. 29 tahun 1999, telah
mengabaikan rekomendasi dari PBB tanggal 15 Agustus 2007. UN
Doc.CERD/C/IDN/CO/3 paragraf 24 menyatakan bahwa Indonesia harus
mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa mereka yang
bertanggungjawab terhadap kerusuahan Mei 1998 harus dibawa ke muka
pengadilan dan dihukum.

60. Bahwa pemerintah Indonesia sebagai Negara pihak yang telah meratifikasi
Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakukan atau Penghukuman Lain
yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia yang
telah disahkan dalam hukum positif nasional UU No. 5 tahun 1998 juga telah
mengabaikan rekomendasi dari Komite Anti Penyiksaan PBB tanggal 2 Juli
2008 melalui dokumen UN Doc. CAT/C/IDN/CO/2 melalui paragraph 25
yang menyatakan bahwa kewajiban untuk mengadili dan menghukum mereka
yang bertanggungjawab dalam kasus penghilangan paksa 1997/1998 dan kasus
Trisakti Semanggi I dan II.

61. Bahwa masukan juga diberikan oleh pemerintah Amerika serikat melalui surat
Kongres dan Senat Parlemen Amerika kepada Hillary Clinton, Menteri Luar
Negeri pada 13 Mei 2010, yang pada pokoknya isi surat tersebut meragukan
komitmen kerjasama militer Indonesia dengan pemerintah Amerika Serikat
karena belum tuntasnya pelanggaran HAM masa lalu dan belum berjalannya
mekanisme vetting di Indonesia sebagai bentuk akuntabilitas pelanggaran
HAM.

62. Bahwa Pemerintah Amerika Serikat juga pernah menolak kehadiran Sjafrie
Sjamsoeddin yang menjabat sebagai Sekjen Dephan melalui pelarangan
pemberian visa, pada November 2009. Hal ini menunjukan bahwa jejak rekam
Sjafrie Sjamsoeddin masih menjadi persoalan atau penghambat untuk

11
membangun diplomasi internasional sebagai bagian untuk membangun masa
depan bangsa.

63. Bahwa berdasarkan uraian diatas, adalah tidak berdasar dalil TERGUGAT
yang menyatakan telah mempertimbangkan asas kepentingan umum dengan
cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif karena Keppres a quo tidak
mempertimbangkan masukan, saran dan fakta sebagaimana disebutkan diatas.

64. Bahwa masukan, saran dan fakta yang telah disebutkan diatas dimaksudkan
untuk menjaga kepentingan umum tidak hanya untuk kepentingan para korban
tetapi juga kepentingan kehidupan berbangsa dan bernegara dan juga
hubungan diplomasi internasional yang mensyaratkan penghormatan dan
penegakan Hak Asasi Manusia serta Pemenuhan hak para korban pelanggaran
HAM, dalam hal ini adalah PARA PENGGUGAT.

B. Keputusan Tergugat bertentangan dengan Hak Korban untuk


mendapatkan proses peradilan yang jujur, prinsip-prinsip kebenaran,
keadilan, dan pemenuhan hak korban

65. Bahwa TERGUGAT tidak memahami dasar diajukannya gugatan, karena


penerbitan Keppres a quo menimbulkan lahirnya impunitas dan berakibat pada
terhambatanya proses penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang
melibatkan Sjafrie Sjamsoedin, M.B.A.

66. Bahwa korban pelanggaran HAM sebagai warga negara berhak untuk
mendapatkan persamaan dan perlindungan hukum melalui pengadilan, seperti
dijamin Pasal 5 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

67. Bahwa keputusan TERGUGAT mengeluarkan/menerbitkan kebijakan berupa


pengangkatan Letnan Jenderal TNI Sjafrie Sjamsoedin, MBA sebagai wakil
Menteri Pertahanan jelas bertentangan dengan tugas Pemerintah sesuai UU
No. 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia yang menegaskan kewajiban
untuk mempromosikan, memenuhi dan melindungi HAM.

68. Bahwa kewajiban pemerintah tersebut juga harus diterapkan melalui langkah
yang efektif dalam bidang hukum maupun pertahanan keamanan negara
dengan cara tidak mengangkat seorang yang seharusnya perlu dimintakan
pertanggungjawabannya terhadap peristiwa pelanggaran HAM yang berat
seperti disebutkan dalam laporan penyelidikan komnas HAM, sebagaimana
kewajiban pemerintah dalam pasal 72 UU No 39 tahun 1999 tentang HAM.

69. Bahwa berdasarkan dalil diatas, keputusan oleh TERGUGAT jelas


bertentangan dengan Hak Korban untuk mendapatkan proses peradilan yang
jujur, prinsip-prinsip kebenaran, keadilan, dan pemulihan sebagaimana
ditegaskan bahwa tugas Pemerintah sesuai UU No 39 Tahun 1999 tentang hak
asasi manusia.

12
C. Keputusan TERGUGAT Bertentangan dengan Hak PARA PENGGUGAT
Sebagai Korban Pelanggaran HAM untuk Adanya Pencegahan Kekerasan
oleh TNI di Masa Depan melalui Agenda Reformasi TNI

70. Bahwa TERGUGAT tidak cermat memahami isi gugatan yang terkait dengan
isu Reformasi TNI. PARA PENGUGAT bukan mempersoalkan jabatan Wakil
Menteri atau Batas Waktu jabatan Wakil Menteri sebagaimana didalilkan
TERGUGAT dalam halaman 12 dan 13, namun materi berkenaan dengan
pengangkatan Wakil Menteri Pertahanan yang berlatar belakang TNI aktif dan
terkait dengan jejak rekam pelanggaran HAM, yaitu Letnan Jenderal TNI
Sjafrie Sjamsoeddin, M.B.A

71. Bahwa Departemen Pertahanan atau saat ini disebut Kementerian Pertahanan
memiliki tugas untuk melakukan Reformasi di tubuh TNI. Melalui buku Putih
Pertahanan (tahun 2008), Departemen Pertahanan telah menyatakan
komitmennya untuk mendukung reformasi TNI;

72. Bahwa penataan struktur, kultur dan tata nilai yang merupakan agenda
reformasi TNI tidak mungkin dapat dijalankan secara maksimal dan efektif
apabila Wakil Menteri Pertahanan dijabat oleh orang yang dikucilkan dalam
pergaulan Internasional.

73. Bahwa sudah sangat jelas disebutkan dalam gugatan bahwasannya proses
reformasi yang terjadi di Indonesia juga mendorong persamaan semua anggota
masyarakat atau warga Negara Indonesia termasuk anggota TNI dihadapan
hukum. Tak terkecuali dalam jurisdiksi hukum HAM di Indonesia
sebagaimana diatur diantaranya dalam UU No. 26 Tahun 2000 Tentang
Pengadilan HAM dan UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

74. Bahwa pengangkatan Letnan Jenderal TNI Sjafrie Sjamsoeddin, M.B.A


sebagai wakil Menteri Pertahanan bertentangan dengan prinsip hak asasi
manusia, kesejahteraan umum dan ketentuan hukum nasional serta
internasional sebagaimana dijamin oleh UU No. 34 Tahun 2004 Tentang
Tentara Nasional Indonesia.

75. Bahwa mengacu pada prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia
yang diakui dalam ketentuan hukum nasional dan hukum internasional,
seharusnya seseorang yang mempunyai jejak rekam sebagai penanggungjawab
komando pada peristiwa pelanggaran HAM berat tidak dapat dipilih dan
diangkat sebagai Wakil Menteri Pertahanan.

76. Bahwa selain itu, Keppres a quo cacat hukum karena klausul mengingat
dalam Keppres a quo masih menggunakan PP No 21 Tahun 2002 Tentang
Perubahan atas PP Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Pengalihan Status Anggota
TNI dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia Menjadi Pegawai
Negeri Sipil Untuk Menduduki Jabatan Struktural Tentang Pengalih Status
Anggota TNI aktif menjadi PNS untuk menduduki jabatan struktural. Aturan
ini telah diubah dengan PP No 4 tahun 2002 yang masih mengacu pada UU
No 2/1988 Tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. UU ini

13
sudah tidak berlaku dengan diterbitkannya UU No 34 Tahun 2004 Tentang
Tentara Nasional Indonesia.

77. Bahwa penerbitan Keppres a quo yang masih mengacu pada PP No 4 tahun
2002 yang masih mengacu pada UU No 2 tahun 1988 Tentang Prajurit
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia melanggar asas lex posteriori
derogat legi priori; bahwa asas hukum yang menyatakan peraturan atau UU
yang terbaru mengesampingkan peraturan atau UU yang lama.

C. Keputusan TERGUGAT a quo bertentangan dengan UU No. 10 Tahun


2004 tentang Peraturan Perundang-undangan

78. Bahwa PARA PENGGUGAT tidak sependapat dengan eksepsi TERGUGAT


yang menyatakan bahwa penerbitan Keppres a quo sebagai Produk Tata Usaha
Negara telah mengacu kepada Pasal 3 jo. Penjelasan Pasal 3 UU No. 28 Tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme.

79. Bahwa benar menurut ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 bahwa Presiden
Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintah menurut UUD. Namun
demikian tidak berarti bahwa Presiden bisa berbuat sekehendak hatinya,
karena Undang-Undang Dasar 1945 menganut sistem pemerintahan
konstitusionil dan Negara Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan
Pancasila, bukan Negara kekuasaan (Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim,
Pengatar Hukum Tata Negara Indonesia, hal. 198);

80. Bahwa oleh karenanya dalam mengeluarkan Keputusan Presiden a quo,


Tergugat wajib mempertimbangkan isi dari Pasal 6 Ayat (1) UU No. 10 Tahun
2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yaitu Asas
Pengayoman, Asas Kemanusiaan, Asas Keadilan dan Asas Kesamaan
Kedudukan di Dalam Hukum dan Pemerintahan;

81. Bahwa pengangkatan Letnan Jenderal TNI Syafrie Sjamsoeddin, MBA


sebagai Wakil Menteri Pertahanan tidak memberikan perlindungan bagi
ketenteraman masyarakat karena status yang bersangkutan adalah
penanggungjawab komando dalam kasus Penculikan Aktivis 1997-1998, 13-
15 Mei 1998 dan Trisakti 1998 sebagaimana disebutkan dalam hasil
penyelidikan Komnas HAM. Keputusan Presiden a quo telah melanggar Asas
Pengayoman sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Ayat (1) jo. Penjelasan Pasal 6
Ayat (1) UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan;

82. Bahwa Keputusan Presiden a quo telah mengabaikan bentuk penghormatan


terhadap hak-hak asasi manusia khususnya hak-hak asasi korban dan keluarga
korban pelanggaran HAM berat. Keputusan dimaksud dikeluarkan tanpa
mempertimbangkan proses hukum yang sedang dilakukan Komnas HAM
terhadap Letnan Jenderal TNI Syafrie Sjamsoeddin, MBA sebagai terperiksa.
Keputusan Presiden a quo telah melanggar Asas Kemanusiaan sebagaimana

14
diatur dalam Pasal 6 Ayat (1) jo. Penjelasan Pasal 6 Ayat (1) UU No. 10
Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;

83. Bahwa Keputusan Presiden a quo yang telah mengangkat Jenderal TNI Sjafrie
Sjamsoeddin, MBA sebagai wakil Menteri Pertahanan tidak mencerminkan
keadilan bagi korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat yang terus
memperjuangkan keadilan atas diri dan keluarganya. Keputusan Presiden a
quo telah melanggar Asas Keadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Ayat
(1) jo. Penjelasan Pasal 6 Ayat (1) UU No. 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;

84. Bahwa Keputusan Presiden a quo secara nyata telah mengabaikan fakta
hukum dalam penyelidikan pro justisia Komnas HAM terhadap Jenderal TNI
Sjafrie Sjamsoeddin, MBA. Keputusan Presiden a quo telah melanggar Asas
Kesamaan Kedudukan dalam Hukum dan Pemerintahan sebagaimana diatur
dalam Pasal 6 Ayat (1) jo. Penjelasan Pasal 6 Ayat (1) UU No. 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;

III. PENUTUP

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dalil-dalil PARA PENGGUGAT cukup


beralasan untuk diterima, oleh karenanya dalam replik ini kami mohon agar gugatan
dikabulkan untuk seluruhnya sebagaimana rinciannya telah dimohonkan dalam
gugatan.

15
DUPLIK
PERKARA PERDATA NO. 66/G/2012/PHI.Mdn
Antara

Paulus Subyanto,STh, sebagai ................................................Tergugat;

Lawan

Saut Djosua H. Sitorus,SE sebagai ............................................Penggugat;

Dengan hormat,
Tergugat melalui kuasanya, dengan ini mengajukan Duplik atas Replik Penggugat
tertanggal 30 Oktober 2012 sebagai berikut :

1. Bahwa Tergugat menolak seluruh dalil-dalil gugatan Penggugat tertanggal 18


September 2012 maupun Replik Penggugat tertanggal 30 Oktober 2012, kecuali hal-
hal yang diakui secara tegas-tegas dan dibenarkan oleh Tergugat dalam persidangan
ini;-----------------------------------------------------------------------------------------------------

2. Bahwa Tergugat dalam repliknya halaman 1 poin 2 mengutarakan hal-hal yang tidak
benar, mengada-ada serta memutarbalikkan fakta, sebaliknya Tergugat dalam
jawabannya telah menggunakan bahasa yang sopan, jelas dan mudah untuk dimengerti
justru Penggugatlah yang menggunakan tata bahasa yang tidak beraturan, tidak santun
dan sulit untuk dimengerti;------------------------------------------------------------------------

3. Bahwa tidak benar pernyataan Penggugat dalam repliknya pada halaman 1 angka 3,
Tergugat sama sekali tidak ada melakukan pembodohan seperti tuduhan Penggugat.
Hal tersebut adalah pernyataan yang mengada-ada dan tidak berdasar hukum. Justru
Penggugatlah yang sama sekali tidak mengerti dan memahami ketentuan Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003. Pasal 155 ayat (2) UU No.13 Tahun 2003 jelas
menyatakan bahwa “selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus
melaksanakan segala kewajibannya”. Sehingga oleh karena sejak dilakukannya
pemutusan hubungan kerja pada tanggal 15 Desember 2011 Penggugat tidak lagi
bekerja dan tidak lagi melaksanakan kewajibannya di Perguruan Kristen
Methodist-2. maka Tergugat tidak memiliki kewajiban untuk memberikan hak-
hak Penggugat. Sehingga oleh karena itu permohonan Penggugat untuk menuntut
hak-haknya kepada Tergugat sebagai Pengusaha sama sekali tidak mempunyai dasar
hukum dan haruslah ditolak seluruhnya; -------------------------------------------------------

4. Bahwa Tergugat keberatan terhadap apa yang dinyatakan Penggugat dalam repliknya
pada halaman 1 angka 4. Berdasarkan penjelasan Tergugat pada angka 3 di atas maka
tuntutan provisi yang diajukan Penggugat dalam gugatannya mengenai pembayaran
upah/gaji beserta rinciannya sangat tidak beralasan dan tidak mempunyai dasar hukum

1
sehingga haruslah ditolak seluruhnya serta permintaan Penggugat agar putusan dalam
perkara ini dapat dijalankan dengan serta merta (uitvoerbaar bij voorrad) adalah tidak
mempunyai dasar hukum sama sekali dan permintaan itu bertentangan dengan Surat
Edaran Mahkamah Agung RI No. 3 tahun 2000 tanggal 21 Juli 200 tentang Putusan
Serta Merta (uitvoerbaar bij voorrad) dan provisionil jo. Surat Edaran Mahkamah
Agung RI No. 4 tahun 2001 tanggal 20 Agustus 2001 tentang Putusan Serta Merta
(uitvoerbaar bij voorrad) dan provisionil;-----------------------------------------------------

5. Bahwa Tergugat sangat keberatan terhadap pernyataaan Penggugat yang menyatakan


Tergugat melakukan pembohongan dan pembodohan sebagai pendeta kepada staff,
pegawai dan guru di PKMI-2. Hal tersebut merupakan kebohongan yang kejam serta
merupakan pernyataan yang tidak manusiawi dan Tergugat menghimbau Penggugat
untuk menarik kembali kata-kata tersebut agar tidak masuk dalam ranah hukum pidana
yang mengakibatkan Penggugat dapat dijatuhi hukuman pidana penjara,------------------

6. Bahwa sepertinya Penggugat sama sekali tidak mengerti dan tidak memahami jawaban
Tergugat. Dalam jawaban tertanggal 22 Oktober 2012 Tergugat sama sekali tidak
menyatakan bahwa mem-PHK seorang pekerja harus melalui sepengetahuan dan
persetujuan Dinas Pendidikan. Adapun yang Tergugat nyatakan adalah bahwa
sebelum adanya pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh Tergugat terhadap
Penggugat, Penggugat diperlakukan sama halnya dengan guru-guru, staff, pegawai
lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Negara Republik Indonesia serta
peraturan dan ketentuan yang dijalankan itu juga telah diketahui dan disetujui oleh
Dinas Pendidikan yang merupakan perpanjangan tangan dari Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia sebagai pihak yang menaungi seluruh lembaga
dan yayasan pendidikan yang ada diseluruh wilayah Negara Indonesia dan juga kami
sarankan agar Penggugat membaca dengan baik, benar, teliti, cermat agar tambah
pengetahuannya;----------------------------------------------------------------------------------

7. Bahwa apa yang dinyatakan Penggugat dalam repliknya pada halaman 2 angka 6, 6.1,
6.2, 6.3, seluruhnya adalah pemutarbalikkan fakta dan kebohongan belaka dimana atas
ketidakpatuhan dan ketidakdisiplinan Penggugat sendirilah selama bekerja di
Perguruan Kristen Methodist Indonesia-2 (PKMI-2) yang memunculkan adanya surat
pernyataan tertanggal 05 Oktober 2010 yang telah ditulis sendiri, dibaca dan
ditandangani sendiri oleh Penggugat dengan sadar dan tanpa paksaan siapapun yang
menjadikan bukti yang jelas bahwa Penggugat dengan sendirinya mengakui akan
kesalahan-kesalahan dilakukannya sebagai pegawai Tata Usaha selama bekerja di
Perguruan Kristen Methodist Indonesia-2 Medan (PKMI-2), tidak mempunyai
hubungan baik dengan rekan sekerjanya yang oleh akibat perbuatan dari Penggugat
tersebut PKMI-2 Medan sangatlah dirugikan sehingga dilakukanlah pemutusan
hubungan kerja kepada Penggugat oleh Pimpinan Perguruan Kristen Methodist
Indonesia-2 pada tanggal 15 Desember 2011 sesuai dengan ketentuan dan peraturan
yang berlaku. Bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh Penggugat akan dibuktikan di
depan persidangan dengan alat bukti tertulis dan keterangan saksi-saksi;-----------------

2
8. Bahwa atas kesalahan-kesalahan serta kerugian yang dilakukan oleh Penggugat dalam
ruang lingkup Perguruan Kristen Methodist, bagaimana Tergugat mau menerima
kembali Penggugat bekerja di Perguruan Kristen-2 (PKMI-2) untuk membaca saja
tidak mengerti, konon lagi untuk bekerja sebagai pegawati tata usaha......??,-------

9. Bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh Penggugat sebagaimana telah dijelaskan di


atas juga telah melanggar Disiplin Gereja Methodist Indonesia tahun 2005 yang
merupakan peraturan tertinggi yang berlaku bagi seluruh yayasan Gereja Methodist
Indonesia termasuk didalamnya Perguruan Kristen Methodist Indonesia-2 yaitu pada
Bagian Keempat Peraturan Kepegawaian Gereja Methodist Indonesia Pasal 30 tentang
Kewajiban Pegawai. Bahwa selain itu berdasarkan Pasal 6 angka 5 peraturan yang
sama menyatakan bahwa (kami kutip selengkapnya) “ Jika pegawai bersangkutan tidak
menyadari kesalahannya dan tidak memperbaiki dirinya, maka pimpinan dapat
memberhentikan”. Sehingga oleh karena perilaku Penggugat tidak berubah bahkan
setelah Penggugat menandatangani surat pernyataan tertanggal 05 Oktober 2010, maka
pemutusan hubungan kerja yang dilakukan Tergugat terhadap Penggugat telah sesuai
dengan peraturan yang berlaku di Perguruan Kristen Methodist Indonesia-2 yang
mengacu kepada Disiplin Gereja Methodsit Indonesia Tahun 2005;-----------------------

10. Bahwa apa yang dikemukakan oleh Penggugat daam repliknya halaman 2 poin 7
adalah benar yang merupakan pengakuan resmi Penggugat sehingga tidak perlu
dibuktikan lagi (Notoire feiten) dan pernyataan ini sejalan dengan Yurispendensi Tetap
Mahkamah Agung No. 32 K/Sip/1971/ tanggal 24 Maret 1971, yang amar
keputusannya berbunyi “suatu dalil yang dikemukakan oleh salah satu pihak dalam
satu perkara apabila telah diakui atau tidak disangkal dari pihak lain, maka dalil yang
dikemukakannya itu dianggap telah terbukti” jo Yurisprudensi Mahkamah Agung RI
No. 1055 K/Sip/1973 tanggal 13 Agustus 1974 yang amar putusan berbunyi “apa yang
diakui oleh pihak lawan dianggap terbukti secara sah’ jo. Pasal 311 RBg jo. Pasal 1925
KUHPerdata;-------------------------------------------------------------------------------------

11. Bahwa adapun yang menjadi putusan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan
dalam perkara No. 577/Pdt.G/2011/PN.Mdn tertanggal 05 Juni 2012 adalah putusan
yang sangat tepat dan adil, dimana Majelis Hakim telah mempertimbangkan seluruh
fakta-fakta dan bukti-bukti yang telah diajukan oleh para pihak dan telah mempunyai
kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) sehingga putusan tersebut telah
mencerminkan keadilan dan kebenaran dan tidak adanya kejanggalan-kejanggalan
seperti versi Penggugat maka apa yang dikemukakan Penggugat dalam repliknya
halam 3 poin t adalah pernyataan yang tidak masuk akal, menunjukkan bahw
Penggugat telah melecehkan putusan Pengadilan Negeri Medan dan merupakan
pendapat Penggugat semata demi kepentingannya sendiri yang tidak berdasar serta
bagaimana mungkin seorang yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan hukum
menilai putusan Pengadilan, sebagai pegawai tata usaha saja Penggugat tidka mampu
menjalankannya dengan baik, sehingga pernyataan Penggugat tersebut haruslah ditolak
seluruhnya;---------------------------------------------------------------------

3
12. Bahwa Tergugat sebagai Pimpinan Perguruan Kristen Methodist Indonesia-2
merupakan seorang yang terpelajar, intelektual serta seorang yang takut pada Tuhan
dan taat pada hukum sehingga pernyataan Penggugat bahwa Tergugat telah
memfitnah/menista Penggugat adalah perbuatan yang sangat tidak mungkin dilakukan
oleh Tergugat dan pernyataan Penggugat hanyalah mengada-ada dan omong kosong
serta pemutarbalikkan fakta, segala hal yang diutarakan oleh Tergugat pada perkara
perdata sebelumnya adalah sesuai fakta/kenyataan yang terjadi dan tidak ada
unsur fitnah/nista sehingga dalam perkara Penggugatlah yang telah mencemarkan
nama baik Tergugat sebagai Pimpinan Perguruan Kristen Methodist Indonesia-2;-------

13. Bahwa fitnahan/penistaan yang dilakukan Penggugat seperti tersebut diatas adalah
mencerminkan pribadi Penggugat yang tidak santun, tidak terpelajar, sehingga
bagaimana mungkin Tergugat menerima kembali bekerja orang dengan kualitas seperti
itu ...?? Sebaiknya Penggugat bercermin dan berubah menuju kearah yang lebih
baik dan belajar disiplin, menimba ilmu lagi agar sewaktu-waktu dapat diterima
disuatu instansi yang membutuhkan. Jika Penggugat tidak ada perubahan, masih
tetap seperti itu niscaya tidak ada yang bersedia menerima Penggugat untuk
bekerja yang akhirnya akan mengorbankan dan menelantarkan anak dan
istrinya sendiri;-----------------------

14. Bahwa apa yang dinyatakan oleh Penggugat dalam repliknya pada halaman 3 poin 7.4
a merupakan persepsi Penggugat sendiri dan tidak mempunyai dasar hukum dan
Penggugat tidak mempunyai kompetensi serta kewenangan untuk menjatuhkan putusan
karena yang berhak menjatuhkan putusan adalah seorang hakim, bukan Penggugat
sehingga pernyataan Penggugat tersebut haruslah ditolak seluruhnya;---------------------

15. Bahwa seluruh pernyataan yang diuraikan Penggugat dalam repliknya pada halaman 4
poin 7.4 b s/d poin e adalah pernyataan yang salah, asal asalan serta memutarbalikkan
fakta yang terjadi, dimana berdasarkan saksi-saksi yang dihadirkan oleh Tergugat
dalam persidangan sebelumnya di Pengadilan Negeri Medan dengan jelas
menerangkan bahwa dalam pengurusan kartu NUPTK tersebut tidak memerlukan izin
maupun keterangan Tergugat, yang mana dengan kata lain bahwa Penggugat sendirilah
yang mencari-cari alasan dan berniat memperlambat pengurusan kartu NUPTK namun
menyalahkan Tergugat atas kelalalinnya sendiri;-----------------------------------------------

16. Bahwa selain memperlambat pengurusan kartu NUPTK (Nomor Unit Pendidik dan
Tenaga Kependidikan), Penggugat juga telah menerima biaya pengurusan kartu
NUPTK tersebut sebesar Rp. 15.000/orang dari 66 orang guru dan biaya administrasi
urusan bantuan Gubernur sebesar Rp.25.000/orang dari 24 guru namun Penggugat
tidak melaksanakan tugas dan tanggungjawabnyan tersebut dengan itikad baik dan
sampai saat ini uang yang telah diberikan untuk pengurusan kartu NUPTK dan
administrasi bantuan Gubernur tidak ada dikembalikan oleh Penggugat kepada guru-
guru Perguruan Kristen Methodist Indonesia-2 (PKMI-2) sehingga menunjukkan
bahwa kinerja Penggugat sangat buruk dan dibawah standar serta melanggar Tata
Tertib Guru dan Pegawai Perguruan Kristen Methodist Indonesia-2;----------------------

4
17. Bahwa dengan membaca dan mencermati secara teliti baik gugatan maupun replik
Penggugat dengan jelas-jelas dan nyata menunjukkan bahwa pada dasarnya Penggugat
sangatlah suka mengambil persepsi sendiri seolah-olah sebagai hakim dan sisi lain
sebagai advokat, dan kata-kata yang digunakan Penggugat tidak ada santunnya seperti
orang pasaran serta sangat merugikan Tergugat dan Perguruan Kristen Methodist
Indonesia-2, memiliki sikap yang sangat tidak terpuji, tidak terpelajar, tidak terhormat,
sok tahu tapi tidak mengerti yang terindikasi mencemarkan nama baik Tergugat dan
Perguruan Kristen Methodist Indonesia-2 di mata masyarakat;-----------------------------

18. Bahwa yang diutarakan oleh Penggugat pada halaman 5 poin i adalah merupakan
perbuatan yang tidak masuk akal dan mau mendikte Tergugat guna mencari
keuntungan bagi dirinya sendiri, Tergugat telah memimpin Perguruan Kristen
Methodist Indonesia-2 selama ini tidak pernah membodohi maupun menakuti-nakuti
siapapun tetapi sebaliknya telah melaksanakan tugas negara yaitu mencerdaskan
kehidupan bangsa sesuai ketentuan hukum yang berlaku di Negara Republik
Indonesia;---------------------------------------------------------------------------------------

19. Bahwa perlu Penggugat ketahui adanya gugatan rekonpensi yang diajukan oleh
Tergugat pada perkara perdata register perkara No. 577/Pdt.G/2011/PN.Mdn di
Pengadilan Negeri Medan adalah merupakan hak dari Tergugat sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Pasal 244 Rv, dimana seorang Tergugat mempunyai hak
untuk menggugat balik/gugat balas kepada Penggugat dalam suatu perkara yang
sedang berjalan sehingga Penggugat dalam perkara aquo tidak mempunyai hak untuk
mempertanyakan, membatasi dan menghalangi upaya hukum yang Tergugat lakukan
apalagi dengan latar belakang Penggugat yang terbatas, tidak mengerti dan tidak
menjadi teladan;------------------------------------------------------------------------------------

20. Bahwa selanjutnya Tergugat tetap dengan jawaban yang telah diajukan dalam
persidangan pada tanggal 22 Oktober 2012;----------------------------------------------------

21. Bahwa berdasarkan uraian dan argumentasi hukum sebagaimana disebutkan diatas
adalah patut dan adil jika gugatan dan replik Penggugat ditolak untuk seluruhnya dan
selanjutnya menghukum Penggugat untuk membayar semua ongkos-ongkos yang
timbul dalam perkara ini;-------------------------------------------------------------------------

Terima kasih
Medan, 08 November 2012

Hormat Tergugat/Kuasanya,
Kantor Hukum Burhan Sidabariba & Rekan,

dto dto dto

Burhan Sidabariba,SH,MH Fransiska Simbolon,SH Dian Natalia,SH

5
Putusan Sela Daud Sihombing
Tanggal 14 Juni 2004

Putusan sela

Putusan Sela Nomor 2/A/Abepura/02/2004 demi keadilan terhadap kasus Abepura.


Majelis Hakim pengadilan Hak Asasi Manusia pada pengadilan negeri Makassar yang
memeriksa dan mengadili perkara pidana pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat
pada tingkat pertama dalam acara pemeriksaan biasa menjatuhkan putusan Sela sebagai
berikut dalam perkara atas nama terdakwa :
Nama : Komisaris Pusat Polisi Drs Daud Sihombing SH
Lahir : 20 April 1958
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kewarganegaraan : Indonesia
Tempat Tinggal : Polda Kepolisian Irian Jaya, Jayapura Papua
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Kapolres Jayapura

Terdakwa tidak ditahan. Terdakwa didampingi oleh Tim Penasehat Hukum Pujito SH,
Deni Kailimang SH, Yuli M SH, dan kawan-kawan.

Pengadilan Hak Asasi Manusia tersebut telah membaca berkas-berkas yang


berhubungan dengan perkara ini telah membaca dan mengatakan Ketua Pengadilan
Hak Asasi Makassar No 26/../b/2004/PN Makassar tanggal 3 April Tahun 2004
tentang penunjukan pemeriksaan perkara ini setelah membaca …PN Makassar tentang
penunjukan Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini setelah membaca surat…..PN
Makassar tentang penetapan hari sidang …..02/6/4/02 tanggal 25 Maret pembacaan
surat eksekusi tanggal 24 Mei 2004.

Menimbang bahwa Penuntut Umum Ad Hoc tanggal 25 Maret 2004 No


02/HAM/Abepura tanggal 2004 terdakwa didakwa dengan dakwaan. Untuk dakwaan
ini kami tidak membaca lagi karena pembacaan pada persidangan.

Dalam putusan ini dalam dakwaan kesatu dimana diatur dan diancam pidana dalam
pasal 42 ayat 2 huruf a dan b pasal 7 huruf b, pasal 9 huruf a pasal 37 UU No 26 Tahun
2004 Pengadilan Hak Asasi Manusia. Sebagaimana yang diatur dan dalam pasal 42 ayat
2 huruf a dan b jis pasal 7 huruf b dan pasal 9 huruf e dan pasal 30 UU No 20 tahun 2000
pengadilan hak asasi manusia.

Ketiga sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 42 ayat 2 huruf a dan b jis pasal 7
huruf pasal 9 huruf r dan pasal 39 UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia.

PURL: https://www.legal-tools.org/doc/ac4fdc/
Menimbang bahwa dakwaan penuntut umum Ad Hoc tersebut Tim Penasehat Hukum terdakwa
dan terdakwa mengajukan gugatan tanggal 20 April 2004 juga hari ini kami anggap acara berkas
dalam putusan ini

Menimbang bahwa terjadi…. Perhatian hukum maupun efek terdakwa. Penuntut


Umum Ad Hoc … tanggal 21 Mei 2002 ….maka Tim Penasehat Hukum.

Menimbang dengan cermat surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum Ad Hoc tanggal 25
Maret tanggal 2004 atas nama terdakwa Drs Daud Sihombing SH surat keberatan Tim
Penasehat Hukum terdakwa tanggal 24 April 2004 dan tanggapan Penuntut Umum Ad
Hoc tanggal 31 Mei 2004….maka Majelis Hakim akan memberikan pertimbangan
hukum sebagai berikut

Menimbang bahwa surat keberatan Tim Penasehat Hukum terdakwa dan eksepsi
terdakwa dan tanggapan Penuntut Umum Majelis Hakim terlebih dahulu menjelaskan
pendapat hukum yang berlaku dalam perkara ini.

Menimbang bahwa pendapat hukum dalam perkara ini adalah pasal 10 UU No 26 tahun
2000 tentang Hak Asasi Manusia yaitu dalam hal tidak dikemukakan dalam UU itu
maka hukum acara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat melalui hukum acara
pidana maka oleh karena itu tidak diatur di dalam UU No 27 Tahun 2000. Majelis
Hakim akan memperlakukan hukum acara yaitu Kitab Undang Undang Hukum Acara
Pidana.

Menimbang bahwa keberatan atau Eksepsi terhadap hukum dimungkinkan sesuai


dengan pasal 1 KUHAP…dalam terdakwa atau penasehat hukum merasa keberatan
bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkara atau bahkan tidak dapat diterima,
maka surat dakwaan harus dibatalkan maka setelah Penuntut Umum menyatakan
pendapatnya Hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya
mengambil keputusan

Menimbang bahwa dengan demikian Majelis Hakim dapat akan memberikan dahulu
keputusan tentang keberatan eksepsi Penasehat Hukum dari kasus saudara sendiri.

Menimbang bahwa Penasehat Hukum terdakwa dan keberatan kesatunya halaman 2


sampai halaman 7 hanya merupakan penggabungan oleh karena itu tidak perlu
dipertimbangkan sebagai kebenaran saudara karena Majelis telah membaca dan
menyimaknya dalam mengadili perkara ini.

Menimbang bahwa keberatan Penasehat Hukum terdakwa pada tanggal 8 sampai


tanggal 12 adalah merupakan kronologis kejadian perkara artinya telah menakuti materi
perkara ini dan tidak dianggap sebagai eksepsi bagi saudara jadi tidak perlu
dipertimbangkan.

Menimbang bahwa No 13 sampai No 16 Nota keberatan Eksepsi Penasehat Hukum


saudara adalah yaitu bagian kedua kewenangan pada…

PURL: https://www.legal-tools.org/doc/ac4fdc/
Menimbang bahwa perhatian Penasehat Hukum terdakwa bahwa pengalihan ….tidak
berwenang memerintahkan karena merupakan kopetensi pra peradilan.

Menimbang bahwa pengartian peradilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk


memeriksa yang diatur dalam Undang Undang yaitu :
1. Sah tidaknya suatu penangkapan atau penahanan atau permintaan terdakwa.
2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau pengertian penuntutan demi
tegaknya hukum dan keadilan
3. Permintaan yang dipenuhi oleh Pengadilan Negeri yang disaksikan oleh
terdakwa tdak diajukan oleh pengadilan

Menimbang bahwa pengertian yang disebut diatas diatur dalam pasal 1 ayat 7 yang
yang kemudian yang dimuat dalam pasal 77 sampai pasal 43 KUHAP tahun 1981.

Menimbang bahwa dalam fakta-fakta tidak disebutkan dalam hal perkara ….dengan
pengadilan ini. Sedangkan pemeriksaan mdengenai permintaan belum selesai maka
permintaan tersebut gugur.

Menimbang bahwa demikian maka pra peradilan harus diajukan sebelum permohonan
perkara memasuki perkara diperiksa di pengadilan. Sedangkan perkara kejadian
peristiwa Abepura pernah disidangkan oleh Pengadilan HAM Makassar maka Eksepsi
keberatan dari Tim Penasehat Hukum terdakwa ….. dan keberatan Tim Penasehat
Hukum terdakwa harus dinyatakan tidak benar dan tidak terima.

Menimbang bahwa surat-surat pengartian hukum terdakwa melalui ayat 2 huruf b


halaman 17 sampai halaman 18 yaitu kewenangan pengadilan hukum dengan alasan
akan membuktikan UU No 22 tahun 2002 yang menyatakan bahwa anggota kepolisian
Republik Indonesia tunduk pada kekuasaan peradilan hukum.

Menimbang bahwa UU No 26 tahun 2000 yang mengatur dan memberikan perhatian


dalam peristiwa perbuatan adalah pelanggaran Hak Asasi Kemanusiaan dalam hal ini
dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan berdasarkan pasal 18, 19, 20, 21
UU No 26 Tahun 2000. Hak Asasi yang berat adalah Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia dengan Jaksa Agung dimana Komisi Hak Asasi Manusia di dalam
penyidikannya berpendapat bahwa kejadian peristiwa Abepura sebagaimana terungkap
dalam perkara ini adalah merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia berat. Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia menyampaikan hasil temuannya ke Kejaksaan Agung RI.
Dan dari hasil penyidikan telah ditentukan bahwa peristiwa Abepura adalah
pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat sehingga perkara tersebut dikirim untuk
disidangkan oleh Pengadilan Hak Asasi Manusia berat di Makassar dapat dilihat pasal
45 ayat 1 ayat 2 c tahun 2000.

Menimbang bahwa apabila anggota polri melakukan perbuatan tidak berdasarkan


hukum maka diberlakukan azas pasa 29 ayat 1 UU No 11 tahun 2000.

Menimbang bahwa eksepsi Penasehat Hukum bahwa perkara ini adalah merupakan
pelanggaran hukum pidana berat tidak tepat dan tidak beralasan dan berdasarkan

PURL: https://www.legal-tools.org/doc/ac4fdc/
hukum sebab perkara ini telah dinyatakan oleh komisi hak asasi manusia yang
merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang berat maka yang berhak memeriksa
dan mengadili perkara ini adalah pengadilan hak asasi manusia Makassar. Maka
Eksepsi terdakwa satu tidak dapat diterima.

Menimbang tentang pasal 23 yaitu karena surat dakwaan atau cacat hukum ….karena
dibuat berdasarkan proses dan hasil penyidikan yang cacat hukum dan batal demi
hukum karena dibuat berdasarkan proses dan hasil fraksi penyidikan yang cacat
hukum. Apa satu perannya hukum terdakwa adalah tentang surat-surat keputusan
jawab kamu dalam membentuk tim penyidik dalam perkara ini.

Menimbang bahwa benar Jaksa telah mengeluarkan 3 keputusan dalam pembentukan


tim dalam tim perkara ini :
1. Surat Keputusan No: Kep-21/a/ba/04/2001 tanggal 28 Mei tentang pembentukan
tim penyidik pelanggar hak asasi manusia di Abepura Papua Irian Jaya. Dan sebagai
pelaksana adalah Jaksa Agung keputusan pengadilan selaku ketua tim
mengeluarkan surat perintah No sprint-nomor 1/e/ejp/05/2001 tanggal 29 Mei
tahun 2001 atas penelitian semua orang yang dilakukan oleh Komisi pelanggaran
KPP HAM Jayapura Irian Jaya. Menimbang bahwa tim ini hanya bekerja
berdasarkan melakukan penelitian atas semua aparat yang dilakukan oleh Komnas
HAM.
2. Surat Keputusan No : Kep-252/a/06/2001 tanggal 1 Juli 2001 pembentukan tim
penyidik pelanggaran Hak asasi manusia Abepura. Surat keputusan ini tidak jelas
karena Bahkrin Alisis belum pernah dilantik atau sempat menjadi Jaksa untuk
saudara.
3. Surat Keputusan No : Kep-43/ba/a/ca/10/2001 tanggal 25 Oktober 2001 yang
merupakan surat keputusan yang menjadi dasar penyidikan perkara ini.

Menimbang bahwa melanggar hukum hanya berdasarkan surat keputusan No


21/a/ga/05/2001 dan surat keputusan No 252/a/ca/06/2001 sehingga mengatakan
bahwa telah terjadi proses dalam demokrasi yang cacat hukum tapi ternyata dasar dari
surat keputusan penyidik adalah surat keputusan No Kep-43/a/Ja/10/2001 tanggal 25
Oktober 2001.

Menimbang…..sebagaimana yang diatur adalah tidak benar. Atau suatu data yang
terjadi surat keputusan Bab I di dalam surat keputusan ini adalah surat keputusan No
483/a/ja/10/2001 tanggal 25 Oktober 2001. maka tidak benar ada catat hukum di dalam
proses penyidikan di dalam penyidikan ini oleh karena itu maka keberatan Penasehat
Hukum terdakwa harus dinyatakan tidak seperti itu.

Menimbang tetap berada di tempat yaitu batal demi hukum sekarang penyidikan dan
kumpulan fakta-fakta yang dinyatakan tanggal pada Undang-Undang. Bahwa alasan
dipakai hukum dengan pasal 20 ayat 1, 2 dan 3 UU No 26 tahun 2002 hanya buat
keluhan agar saksi dihentikan dalam perkara ini sudah lewat satu atau dua hari
sehingga menarik perhatian umum bahwa perkara ini sudah lewat waktu.

PURL: https://www.legal-tools.org/doc/ac4fdc/
Menimbang Penuntut Umum menyatakan bahwa dalam pasal .. telah ditentukan pasal
22 ayat 1, 2 dan 3 UU No 26 tahun 2000 tengan Pengadilan Hak Asasi Manusia telah
memperoleh bukti yang cukup langsung ke penyelidikan pada pelanggaran HAM berat
atas nama terdakwa Kompuspol Drs Daud Sihombing SH tersebut masih memerlukan
waktu yang cukup untuk menyelesaikan penyertaan beberapa bagian yang diperlukan
di luar daerah hukum Pengadilan HAM Makassar dan juga terdakwa tidak dapat
memenuhi panggilan tim penyidik dan tanggal 31 Maret 2004 perkara dapat
dilimpahkan ke pengadilan HAM negeri Makassar.

Menimbang bahwa Tim Penasehat Hukum menyatakan apabila dalam tempo 240 hari
belum membuat bukti-bukti maka Jaksa hukum mengeluarkan surat perintah
penghentian penyidikan pasal 22 ayat 4 UUNo 26 tahun 2000 pelanggaran Hak Asasi
Manusia.

Menimbang bahwa Penuntut Umum dalam tempo 240 hari penyidik htelah
memperoleh bukti yang cukup sehingga Kejaksaan tidak mengeluarkan surat perintah
penghentian penyidikan atas nama terdakwa dan penuntut umum cdan menurut
Penuntut Umum bahwa pelimpahan berkas perkara terdakwa dilaksanakan sesuai pasal
24 UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Menimbang bahwa Majelis berpendapat alasan-alasan Penuntut Umum tentang


perkara-perkara terdakwa … diatur dalam pasal hukum maka penyidikan ini
memerlukan waktu dan juga terdakwa tidak berada di dalam tahanan sehingga tidak
merugikan terdakwa. Alasan Penuntut Umum tersebut dapat diterima dan karena
dalam pasal 22 ayat 1, 2 dan 3 UU tahun 2000 penyidik telah memperoleh bukti-bukti
yang cukupmaka Majelis Hakim berpendapat dan memberikan bahwa penyidikan atas
perkara tersebut belum melewati waktu dan tidak mengambil Undang Undang.

Menimbang bahwa sifat diatas maka sistem penegak hukum tentang hal tersebut diatas
dinyatakan tidak terbukti. Menimbang kelima yaitu dampak Penuntut Umum P1.
dimana hukum terdakwa yang dinyatakan bahwa dakwaan terhadap
terdakwa……orang-orang yang menjadi terdakwa berada di bawah pengendalian
terdakwa dia tidak dihukum karena melakukan pelanggaran karena telah melakukan
pelanggaran HAM yang berat.

Menindak bahwa Penuntut Umum dalam tanggapan menyalahkan bahwa alasan


kelebihan RUU tetap saudara mengalami otomatis ini pokok perkara.

Menimbang bahwa Majelis Hakim berpendapat tidak satupun fakta hukum perlu dituduh adanya
terdakwa yang mendukung melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat baru
terdakwa bisa dimajukan ke persidangan dengan dakwaan bagaimana …Penuntut umum bebas
untuk mengajukan siapa yang meminta ganti kerugian per penjara ….sesuai dengan hukum
sidang akuntansi yang tidak adab sangkut paut dalam Undang Undang yang mengatakan .

Menimbang bahwa uraian diatas Majelis Hakim berkesimpulan bahwa eksepsi


Penasehat Hukum tentang tanggapan prematur tidak dapat dan tidak sampai masuk
oleh karena itu eksepsi Penasehat Hukum terdakwa yang ternyata tidak terbukti masuk.

PURL: https://www.legal-tools.org/doc/ac4fdc/
Menimbang bahwa keberatan dakwaan Penuntut Umum tidak tepat, tidak jelas tidak
terang batal demi hukum. Menimbang bahwa menurut Penuntut Umum dalam
tanggapan dakwaannya dakwaan pelaksana humas sesuai dengan dakwaan yang
disusun dengan pasal 143 ayat 2 KUHAP

Menimbang bahwa datang pemunculan surat dakwaan terhadap fakta pasal 143 ayat 2
dimana penyusunan surat dakwaan harsu mematuhi dua syarat yaitu
1. yaitu syarat Terong Billong
2. syarat Andrea

Menimbang setelah membaca dan mempelajari surat dakwaan Penuntut Umum dalam
perkara ini dapat terlihat dalam ketiga pasal tersebut yaitu
1. dakwaan satu
2. dakwaan kedua
3. dakwaan ketiga
haruslah memenuhi syarat ….

Menimbang bahwa Penuntut Umum telah merapatkan dalam hal ini telah diberi
tanggal dan di tanda tangani oleh Penuntut Umum dan juga dibuat secara lengkap
sehingga jarak profile lengkap dibuat sempurna. Kemudian secara materil yaitu melihat
uraian secara cermat, jelas dan tepat mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan
menyebutkan waktu dan tempat pidana dilakukan, ternyata dakwaan memuat unsur-
unsur atau UU yang didakwa secara lengkap dan 3 sekaligus. Kemudian didalam surat
dakwaan Penuntut Umum terbentuk syarat-syarat tindak pidana yang dilakukan
demikian juga waktu dan tempat kejadian yang dilakukan. Mengingat surat dakwaan
Penuntut Umum dalam perkara ini telah memenuhi syarat materil karena gtelah
disusun secara cermat, jelas dan tepat sehingga terdakwa mengutip keterangan hukum
dapat mengerti atas pikirannya tersebut sehingga terdakwa dan Penasehat Hukum
terdakwa dapat mengajukan pembelaan dengan mudah.

Menimbang oleh karena dakwaan Penuntut Umum dalam hal ini surat pengisian profile
dan materil dan tampak memiliki sifat-sifat KUHAP maka eksepsi Penasehat hukum
dan tanggapan Penuntut Umum tidak tepat, tidak jelas, dan tidak cermat ada hambatan
hukum adalah tidak terlambat. Maka Majelis Hakim berpendapat berkesimpulan bahwa
keberatan Eksepsi Penasehat Hukum terdakwa diatas harus dinyatakan tidak dapat
diterima.

Menimbang bahwa uraian-uraian ini sebagai eksepsi keberatan sebahagian telah


menyangkut nasib perkara sehingga tidak terulang di dalam keputusan selanjutnya.
Keberatan atau Eksepsi dari terdakwa.

Menimbang bahwa eksepsi dan keberatan terdakwa atas dakwaan Penuntut Umum
telah dibaca dan dipelajari dengan cermat karena hampir seluruh uraian adalah… hasil
tim ahli Abepura dan sebagian telah memenuhi materi perkara akan tetapi upaya susah
dan panjang dan jatuh telah jauh melewati batas dalam pasal 22 ayat 1, 2, 3 maupun 4
dan sulit juga dakwaan Penuntut Umum tidak cermat dan kabur.

PURL: https://www.legal-tools.org/doc/ac4fdc/
Menimbang bahwa eksepsi terdakwa …. Dilakukan oleh penyidik dan Penuntut Umum
dalam penyidikan tetap pelimpahan perkara dan tidak sesuai dengan pasal 22 ayat 1, 2,
3 No 26 tahun 2000 maka eksepsi ini telah dipertimbangkan dan menggunakan surat
eksepsi dari tim pelatihan hukum maka Majelis Hakim mengajukan banding terhadap
perubahan tersebut menjadi pertimbangan rri dari terdakwa apakah duanya sama
sehingga eksepsi terdakwa tersebut terpaksa dinyatakan pidana optimal.

Menimbang bahwa melihat keberatan eksepsi terdakwa tidak cermat dan kabur
ternyata juga sama dengan eksepsi yang juga Tim Penasehat Hukum terdakwa sehingga
pertimbangan-pertimbangan yang telah diuraikan oleh Tim Penasehat Hukum
terdakwa diambil alih menjadi pertimbangan eksepsi terdakwa ini dan dengan
demikian eksepsi keberatan terdakwa terhadap tanggapan Penuntut Umum tidak
cermat, tidak jelas dan harus dinyatakan tidak terbukti juga.

Menimbang bahwa uraian terdakwa dalam beberapa eksepsi tentang kronologi perkara,
peristiwa dan fakta pelatihan peristiwa haruslah diperhatikan karena tidak pernah
eksepsi sudah mematuhi pokok perkara.

Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas maka


keberatan eksepsi Penasehat Hukum dan eksepsi terdakwa telah ternyata terbukti tidak
berguna.

Menimbang oleh perkara Majelis Hakim telah dinyatakan bahwa seluruhnya eksepsi
Penasehat Hukum dan eksepsi terdakwa terbukti masuk maka Majelis Hakim
berkesimpulan bahwa pengadilan HAM Ad Hoc adalah berkenan untuk memerintah
dan menghentikan perkara-perkara Drs Daud Sihombing SH

Menimbang bahwa dikatakan eksepsi Penasehat Hukum dan Eksepsi terdakwa tidak
dapat diterima maka …..bahwa perintahan perkara terdakwa ini haruslah dinyatakan
dilanjutkan. Mohon dilihat No 10 UU No 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM pasal
56 dan pasal 23 ayat 2 UU No 4 tahun 1981 tentang KUHAP dan pasal-pasal yang
berhubungan dengan perkara ini.

MENGADILI

1. Menyatakan bahwa keberatan Tim Penasehat Hukum terdakwa dan keberatan


terdakwa tidak diterima.
2. Menyatakan bahwa pengadilan HAM Makassar berhak mengadili perkara terdakwa
3. Menyatakan bahwa surat dakwaan Penuntut Umum Ad Hoc No
02/HAM/Abepura/02/2004 atau tahun 2004 adalah non-acara maka oleh
karenanya dapat diterima sebagai dasar permintaan perkara itu
4. Menyatakan bahwa permintaan perkara terdakwa Kompuspol Drs Daud Sihombing
SH harus dilanjutkan.

PURL: https://www.legal-tools.org/doc/ac4fdc/
5. Menyatakan bahwa biaya yang timbul dalam perkara ini ditanggungkan sampai
keputusan akhir.
6. Ditutup dalam rapat Permusyawarahan Majelis Hakim pada Pengadilan HAM
Makassar pada Hari Senin tanggal 7 Juni tahun 2004

Oleh kami :
1. Edi Wibisono, SE, SH, MH : Sebagai Ketua Majelis Hakim
2. Jalaluddin, SH : Sebagai Anggota Majelis Hakim
3. Abu Hurairah, SH : Sebagai Anggota Majelis Hakim
4. Heri Susanto, SH, M Hum : Sebagai Anggota Majelis Hakim
5. HM Abu Supriyadi, SH, M Hum : Sebagai Anggota Majelis Hakim

Keputusan ana yang diucapkan dalam persidangan berupa Penuntut Umum pada hari
Senin tanggal 14 Juni 2004 oleh Ketua Majelis dan para Hakim Anggota yang dibantu
oleh Pusa Paheka dan Sauka Pahe, SH masing-masing sebagai Panitera pengganti dari
dibantu oleh Penuntut Umum serta terdakwa dan dibantu oleh Tim Penasehat Hukum
terdakwa

PURL: https://www.legal-tools.org/doc/ac4fdc/
CARA MENULIS BERITA ACARA SIDANG
DENGAN BAHASA YANG BAIK DAN BENAR
(Oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H., Hakim PTA Mataram).

A. Pendahuluan
Berita Acara Sidang (BAS) adalah sebuah potret jalanya proses
pemeriksaan perkara dalam persidangan yang dimulai dari awal dan diakhiri
sampai dibacakannya putusan/ penetapan hakim. Hakim dalam melaksanakan
pemeriksa perkara harus benar-benar menerapkan hukum acara yang berlaku
serta kelaziman beracara, dan apabila hakim melanggar rambu-rambu hukum
acara maka dengan sendirinya putusan atau penetapannya batal demi hukum.
Berita Acara Sidang sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan
sebuah putusan atau penetapan hakim, sebaik apapun putusan atau
penetapan hakim tanpa didukung dengan suatu berita acara sidang yang
memadahi, baik dan benar yang sesuai dengan fakta persidangan maka
hanyalah sebuah karangan mejelis hakim belaka.
Arti penulisan berita acara sidang yang baik dan benar adalah
penulisan yang mengikuti kaedah hukum acara perdata dan sesuai penulisan
Ejaan Bahasa Indonesia yang diperbaruhi (EYD). sebagaimana yang akan
diuraikan di bawah ini.
B. Uraian Pembahasan :
1. Pembuatan Berita Acara Sidang
Berita Acara Sidang dibuat oleh Panitera/Panitera Penganti yang
mengikuti persidangan Majelis Hakim di pengadilan yang merupakan
rekaman peristiwa yang terjadi dalam persidangan yang berhubungan
dengan pokok perkara.
Berita acara sidang harus menyebutkan:
a. Identitas para pihak secara jelas;
b. Jenis pekerjaan yang dibuat;

1
c. Hari dan tanggal terjadinya;
d. Tempat terjadinya;
e. Jenis perkaranya;
f. Siapa pihak-pihaknya;
g. Siapa pejabat yang melaksanakan pekerjaan tersebut;
h. Siapa yang berwenang membuat berita acara sidang;
i. Ditandatangani sesuai dengan Pasal 197 R.Bg./186 H.I.R. ayat (1)
dan (3) dikemukakan bahwa Berita Acara Sidang ditandatangani
oleh Hakim Ketua Majelis dan Panitera Pengganti yang mengikuti
sidang. Berdasarkan Pasal 198 R.Bg./187 H.I.R. ayat (1) dan (2) jika
Hakim Ketua Majelis berhalangan menandatangani putusan atau
berita acara sidang, maka putusan atau berita acara sidang itu dapat
ditandatangani oleh Hakim Anggota I, jika yang berhalangan
menandatangani putusan atau berita acara sidang Panitera
Pengganti, maka dicatat dengan jelas dalam putusan atau dalam
berita acara sidang;
j. Format Berita Acara Sidang mengikuti petunjuk Buku II Badilag;
k. Memuat keterangan /fakta sesuai dengan pernyataan para pihak dan
isi dari berita acara sidang bukan merupakan penilaian terhadap para
pihak;
l. Hasil dari Berta Acara Sidang tergambar tahap-tahap dalam proses
hukum acara sehingga pembuatannya tidak boleh bertentangan
dengan hukum formil.
2. Tehnik membuat Berita Acara Sidang:
a. Bahasa dan penulisannya
 Dalam tanya jawab menggunakan kalimat langsung.
Contoh pertanyaan ::”Apakah saudara (saksi) mengenal Tergugat”?
Jawab: “ya saya kenal dengan Tergugat sejak Tergugat menikah
dengan Penggugat”;
 Menggunakan kalimat tidak langsung;

2
Contoh: “Atas pertanyaan Ketua, Tergugat menyatakan akan
menjawab secara tertulis dan mohon diberikan waktu untuk itu”;
 Menggunakan bahasa Indonesia yang baku, kalau menggunakan
kata dari bahasa asing harus diterjemahkan, contoh Penggugat
menyatakan “Tegugat sudah tidak care (peduli) lagi kepada saya,
jadi terjemahannya diletakkan dalam kurung;
 Menggunakan bahasa hukum, hindari bahasa gaul atau kosa kata
yang mengandung banyak arti;
 Bila terjadi kesalahan dalam penulisan tidak boleh dihapus atau
menggunakan correction fluid seperti tip ex atau sejenisnya, harus
menggunakan metode renvoi SC= sah coret (untuk kata yang tidak
dipakai), atau SCG= sah coret ganti (untuk kata yang diganti),
kemudian kata penggantinya ditulis di atasnya, atau ST=sah tambah
(apabila ada penambahan kata) dan kata yang ditambahkan ditulis di
atasnya. Kata yang dicoret atau diganti diberi garis dua (=====), bila
kalimatnya panjang memakai Z (cros) kemudian dipinggir sebelah kiri
ditulis SC, ST atau SCG dan diparaf oleh Panitera Pengganti dan
Ketua Majelis;
 Berita acara sidang pertama sampai dengan berita acara sidang
terakhir diberi nomor halaman secara bersambung termasuk bukti
surat juga diberi halaman;
 Apabila jawaban, replik, dan duplik tertulis, maka jawaban, replik dan
duplik tersebut menyatu dalam berita acara sidang, bagian
pembukaan dan penutupan dari jawaban, replik dan duplik tersebut
diberi Z Cros serta di sisi kirinya ditulis SC Z dan diparaf.
b. Format Berita Acara Sidang :
 Memakai kertas A4 70 gram;
 Margin atas dan bawah 3 cm;
 Margin kiri 4 cm;
 Margin kanan 2 cm;

3
 Jarak antara baris pertama dan berikutnya 1 ½ spasi;
 Font memakai arial 12 ;
 Kepala BAS memakai huruf kapital dan tanpa garis bawah;
 Setelah kata nomor tidak memakai titik dua (:), penulisan nomor
dengan 4 digit;
 Di bawah nomor BAS untuk sidang pertama ditulis “Sidang Pertama”
untuk sidang berikutnya ditulis “Lanjutan”
 Format pengetikan BAS berbentuk iris balok/iris talas;
 Penulisan identitas para pihak meliputi nama, umur/tanggal lahir,
agama, pendidikan, pekerjaan dan tempat tinggal, dan penulisan
nama dimulai dengan huruf kapital;
 Penulisan identitas para pihak setelah baris pertama dan masuk pada
baris kedua dimulai dari ketukan ke 15 (3 tut tab);
 Bila para pihak menggunakan kuasa hukum, identitas kuasa
diletakkan setelah identitas para pihak;
 Kata melawan ditulis “center tex” dengan menggunakan huuf kecil;
 Kalimat yang digunakan untuk menjelaskan susunan majelis ditulis
dengan “Susunan majelis yang bersidang”
 Susunan majelis pada BAS pertama dan BAS lanjutan yang ada
penggantian majelis, susunan majelis ditulis secara lengkap (nama
dan gelar) dengan menggunakan huruf kapital, sedangkan BAS
lanjutan tanpa pergantian majelis ditulis dengan kalimat “Susunan
majelis yang bersidang sama dengan sidang yang lalu”;
 Alinia pada setiap kalimat harus masuk 5 karakter;
 Tanya jawab antara majelis dengan para pihak dan para saksi dalam
BAS menggunakan kalimat langsung;
 Nomor halaman BAS harus dibuat secara bersambung dari sidang
pertama sampai sidang yang terakhir dan diletakkan disebelah kanan
bawah;

4
 Jawaban termasuk (rekonvensi bila ada), replik, duplik, rereplik,
reduplik, alat bukti dan seluruh dokumen terkait serta kesimpulan,
menjadi kesatuan BAS dan diberi nomor urut halaman;
 BAS harus sudah selesai dan ditandatangani paling lambat sehari
sebelum sidang berikutnya;
 Memakai format balok atau iris talas, tetapi dalam buku II edisi revisi
dianjurkan apabila pertanyaan atau jawaban lebih dari lima baris,
memakai fomat iris talas, karena akan menghemat kertas.
Contoh :

c. Tehnik memilah, memilih dan menyusun Berita Acara Sidang:


Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa Panitera Pengganti bertugas
mencatat semua yang terjadi di persidangan. Sudah barang tentu tidak
semua yang terjadi di persidangan dicatat oleh Panitera Pengganti
diperlukan kemampuan untuk memilah memilih peristiwa yang terjadi di
persidangan yang berhubungan dengan pokok perkara, oleh karena itu
sebelum persidangan Panitera Pengganti harus memastikan hal-hal
sebagai berikut :
 Pokok perkara yang disidangkan;
 Tahapan persidangan, apakah tahap perdamaian, jawab menjawab,
pembuktian atau tahap kesimpulan;

5
 Memahami peraturan perundang-undangan, yang mengatur dalam
tahapan yang sedang diperiksa, seperti dalam persidangan
pemeriksaan saksi yang penting untuk dipahami adalah: hubungan
saksi dengan para pihak, apakah saksi mengetahui atau tidak, jika
saksi mengetahui, apakah pengetahuan saksi tersebut diterima dari
orang lain atau saksi mendengar, melihat sendiri kejadiannya, jadi
yang dicatat oleh Panitera Pengganti hal-hal yang berkenaan di atas;
 Harus bisa menulis cepat dengan singkatan (bila tidak menguasai
steno);
 Konsentrasi penuh pada pertanyaan majelis dan jawaban para pihak
dan keterangan saksi;

d. Isi Berita Acara Sidang:


Berita acara sidang harus minimal memuat hal-hal sebagai berikut :
1) Judul dan nomor perkara:
Judul dan nomor perkara dibuat tanpa garis bawah dan setelah kata
nomor tidak ada titik dua, dan di bawah nomor perkara ditulis sidang
pertama dan untuk berita acara sidang berikutnya ditulis sidang
lanjutan.
Contoh :
1. BERITA ACARA SIDANG
Nomor 0015/Pdt.G/2016/PA.Mtr.
Sidang pertama

2. BERITA ACARA SIDANG


Nomor 0015/Pdt.G/2016/PA.Mtr.
Sidang Lanjutan

2) Pengadilan yang memeriksa, tempat, hari, tanggal dan bulan serta


tahun persidangan dilaksanakan;

6
3) Nama, bin/binti, agama, pekerjaan, pendidikan, tempat tinggal dan
kedudukan para pihak yang berperkara;
4) Kedudukan para pihak, apabila memakai jasa Advokat, maka
penyebutan prinsipal lebih dahulu baru nama Advokat.
Contoh :
FulanbinFulano,umur 35 tahun, agama Islam, pendidikan S1.,
bertempat tinggal di Dusun Jaten, Rt.005, RW 007, Desa/Kelurahan
Ngaran, Kecamatan Ampenan, Kabupaten Kota Mataram, Propinsi
NTB. dalam hal ini telah memberikan kuasa khusus kepada
Muhammad Muslimin, S.H., sebagai Advokat yang berkantor di Jln
Majapahit No.60 Mataram, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 5
Januari 2016 sebagai Pemohon/Penggugat.
5) Susunan Majelis Hakim dan Panitera Pengganti yang menyidangkan
perkara tersebut ditulis lengkap (untuk sidang pertama). Untuk sidang
berikutnya cukup ditulis:”Susunan Majelis Hakim sama dengan
persidangan yang lalu”. Apabila terjadi pergantian majelis, maka
majelis yang baru ditulis lengkap;
6) Pernyataan sidang dibuka dan terbuka untuk umum;
7) Keterangan hadir atau tidaknya para pihak yang berperkara, kalau
hadir apakah dia hadir sendiri atau diwakili oleh kuasanya;
8) Usaha mendamaikan para pihak oleh Majelis Hakim;
9) Pada sidang pertama para pihak hadir semua, harus dicatat bahwa
Majelis Hakim memerintahkan para pihak untuk mengikuti proses
mediasi serta nama mediator yang dipilih para pihak atau ditunjuk
oleh Majelis Hakim;
10) Pernyataan sidang tertutup untuk umum (bagi perkara perceraian);
11) Pembacaan surat gugatan, jawaban, replik, dan duplik tersebut oleh
majelis bukan oleh para pihak;
12) Dalam hal pemeriksaan bukti surat, maka bukti tersebut diberi kode
P1 dan seterusnya untuk Penggugat atau T.1 dan seterusnya untuk

7
Tergugat, jika bukti surat berupa fotokopi harus dicatat bahwa apakah
para pihak memperlihatkan aslinya atau tidak, jika diperlihatkan
aslinya, maka dicatat pada fotokopi tersebut bahwa fotokopi ini
setelah dicocokan, ternyata sesuai dengan asliya, tanggal
pemeriksaan dan diparaf oleh Ketua Majelis Hakim;
Contoh :
Fotokopi ini setelah dicocokan ternyata sesuai dengan aslinya;
Mataram, 5 Mei 2016, Ketua Majelis, ( paraf ).
Untuk memudahkan dibuat dalam bentuk stempel yang disiapkan
pada setiap meja sidang;
13) Dalam hal pemeriksaan saksi yang harus dicatat adalah :
- Nama, bin/binti, umur, agama, pekerjaan, pendidikan dan tempat
tinggal saksi;
- Hubungan saksi dengan pihak yang berperkara;
- Apakah saksi disumpah atau tidak dan jika disumpah menurut
agama apa, lafadz sumpah ditulis lengkap;
- Pertanyaan majelis dan jawaban saksi;
14) Pernyataan sidang terbuka untuk umum (bila diawali sidang dinyatakan
tertutup untuk umum);
15) Pengumuman penundaan sidang dan dicatat hari, tanggal, bulan dan
tahun sidang berikutnya, Untuk pihak yang hadir diberitahukan agar
hadir pada hari tanggal tersebut dan bagi yang tidak hadir diperintahkan
kepada Jurusita Pengganti untuk memanggil yang bersangkutan serta
menyebutkan pula alasan penundaan tersebut;
Contoh :
“Sidang ditunda sampai dengan Hari……….tanggal……..untuk
memberi kesempatan Tergugat mengajukan bukti-bukti”;
16) Penandatanganan berita acara sidang:
Berita acara sidang ditandatangani oleh Ketua Majelis dan Panitera
Pengganti (Pasal 198 R.Bg./187 H.I.R.) Jika Ketua Majelis berhalangan

8
tetap, berita acara ditandatangani oleh Hakim Anggota yang lebih
senior, namun jika Panitera Pengganti yang berhalangan, dicatat dalam
berita acara sidang dan disebutkan dalam putusan;
Istilah Panitera/Panitera Pengganti dipakai dalam Berita Acara Sidang,
namun demikian ada juga yang berpendapat dengan menyebut
“Panitera Pengganti”.
Panitera berkewajiban untuk mendampingi Hakim dalam sidang, namun
hal itu tidak mungkin dilakukan oleh Panitera sendiri, oleh karena itu
diganti oleh “Panitera Pengganti”. Wakil Panitera dan Panitera Muda pun
pada hakekatnya adalah seorang Panitera Pengganti, jabatan sebagai
Wakil Panitera dan Panitera Muda tidak menghapuskan kedudukan
fungsionalnya selaku Panitera Pengganti. Oleh karena itu dalam Berita
Acara Sidang tetap ditulis “Panitera Pengganti” bukan Wakil Panitera
atau Panitera Muda;

e. Penulisan Angka, Tanggal, Waktu, Persentase, simbol mata uang


1) Angka
Penulisan angka menggunakan numeral (arab) dimulai dari angka 1,
2, 3, 4, 5, 6 7, 8, 9, 0.
Simbol angka numeral (arab) tersebut dapat dituliskan dengan abjad
yakni satu,dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan,
nol. Penulisan angka numeral (arab) 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 di awal
kalimat ditulis dengan abjad apabila angka tersebut berdiri sendiri.
Misalnya, “dua orang sedang berjalan”. Penulisan angka yang
besarnya diatas sembilan harus ditulis dengan angka numeral (arab)
(10, 11, 12, 13 dst) kecuali berada di awal kalimat.
Penulisan angka setelah simbol, misalnya Rp1.000,00 (seribu rupiah)
di awal kalimat harus ditambahkan awalan sejumlah.

9
Penulisan angka dengan satuan tertentu harus ditulis dengan abjad
dan tidak boleh disingkat. Misalnya, 4 (empat) meter tidak boleh
disingkat 4 m.
Setiap penulisan angka selalu diikuti dengan penulisan dengan abjad
dan diberi kurung, kecuali pada penulisan tanggal dan tahun.
2) Tanggal
Penulisan angka harus ditulis secara penuh dengan tanggal, nama
bulan dan tahun misalnya tanggal 20 Januari 2016.
3) Persentase
Penulisan persentase harus ditulis persen dan bukan %. Misalnya 10
(sepuluh) persen, kecuali dalam tabel.
4) Waktu
Penulisan penunjuk waktu harus ditulis, misalnya, 08.00 WIB, 23.00
WIT, dengan spasi antara angka dengan WIB, WITA atau WIT.
5) Simbol Mata Uang
Penggunaan simbol mata uang berada di depan angka numeral
(arab) penunjuk nominal besaran mata uang dan tidak menggunakan
tanda spasi, titik atau koma, kecuali dalam tabel. Kemudian,
penulisan angka nominal besaran mata uang diakhiri dengan desimal
dua angka. Dikecualikan mata uang dolar. Misalnya,
Rp50.000,00,US$9,000,000.25. Selain itu harus diikuti huruf diberi
kurung, misalnya (lima puluh ribu rupiah), (sembilan juta dolar dua
puluh lima sen).
6) Penulisan Peraturan Perundang-Undangan
Penulisan peraturan perundang-undangan harus ditulis lengkap
sesuai judul peraturan perundang-undangan tersebut yakni, jenis
peraturan perundang-undangan, nomor, tahun, dan tentang.
Misalnya, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang
Pelaksanaan UU No.1 Tahun 1974.
7) Penulisan Istilah Asing/Latin

10
Penulisan istilah asing/latin harus ditulis dengan awalan huruf kecil
kecuali jika istilah tersebut berada di awal kalimat. Penulisan isitilah
asing harus dicetak miring untuk menandakan bahwa istilah tersebut
diambil dari bahasa asing, kecuali untuk istilah-istilah asing yang
sudah secara resmi diambil menjadi bahasa Indonesia. Misalnya,
dwang som, adviesblad, uitvoerbaar bij voorraad.
8) Penulisan Dokumen Resmi Pengadilan.
Penulisan dokumen resmi harus diawali dengan huruf kecil pada
setiap kata yang akan digunakan dan tidak disingkat, kecuali pada
judul atau awal kalimat. Misalnya, gugatan, jawaban, replik, duplik,
eksepsi, memori banding, memori kasasi dan lain-lain.
9) Singkatan, Akronim dan Penulisan untuk Istilah Umum
Singkatan nama orang, gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diawali
koma dan diikuti dengan tanda titik. Misalnya, Prof. Dr. H. Lilik Mulyadi,
S.H., M.H.
10) Singkatan nama resmi
Lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, badan/organisasi, serta
nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan
huruf kapital tanpa tanda titik. Misalnya, Sertifikat Hak Milik disingkat
SHM.
11) Singkatan umum
yang terdiri dari tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik. Tetapi,
singkatan umum yang terdiri hanya dari dua huruf diberi tanda titik
setelah masing-masing huruf. Misalnya : sebagai berikut disingkat
sbb. atau antara lain a.l., dan kawan kawan dkk.
12) Akronim nama diri
Yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya
dengan huruf kapital, dengan titik di antara huruf kapital tersebut,baik
di awal, tengah maupun akhir. Misalnya, Haji Muhammad Satiman
ditulis H.M. Satiman, Muhammad Abdul Rahman ditulis M.A. Rahman,

11
Zainal Misbah Mustakin ditulis Zainal M.M.
Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan
huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal
kapital. Misalnya, Satuan Polisi ditulis Satpol.
13) Akronim yang bukan nama diri
Yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun huruf dan suku
kata dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kecil. Misalnya,
bandara (bandar udara), buser (buru sergap).
14) Singkatan dan Penulisan Kata Ganti Subjek Hukum
Penulisan kata ganti subjek hukum dalam putusan selalu diawali
dengan huruf besar. Sebagai berikut:
 Penggugat;
 Tergugat;
 Pemohon;
 Termohon;
 Pemohon Keberatan;
 Termohon Keberatan;
 Turut Tergugat;
 Penggugat Rekonvensi;
 Saksi;
 Saksi Ahli;
 Pembanding;
 Terbanding;
 Turut Terbanding;
 Pemohon Kasasi;
 Termohon Kasasi;
 Turut Termohon Kasasi;
 Pemohon Peninjauan Kembali;
 Termohon Peninjauan Kembali;
 Turut Termohon Peninjauan Kembali;

12
 Penulisan nama para pihak di awal (identitas) dan di amar
putusan harus ditulis lengkap dengan huruf kapital, misalnya ANDI
ODANG, AHMAD NASIR, diakhiri tanpa tanda titik kecuali gelar
untuk perseorangan Misalnya, Raden Mas Budi ditulis RM. Budi.
15) Penggunaan Huruf Kapital
Penggunaan huruf kapital harus konsisten dalam satu dokumen
putusan. Apabila di awal terdapat penggunaan kapital pada satu kata
tertentu, maka dalam penggunaan selanjutnya harus selalu
menggunakan huruf kapital. Kecuali diatur lain.
Misalnya:
 Lembaga dan Organisasi
Penulisan nama resmi dari lembaga atau organisasi harus diawali
huruf kapital dan harus konsisten dalam satu dokumen putusan.
Misalnya, Mahkamah Agung, Pengadilan Agama Jakarta Pusat,
Pemerintah Republik Indonesia dan lain-lain.
 Istilah Resmi
Penulisan huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna
yang terdapat pada nama lembaga resmi, lembaga
ketatanegaraan, badan, kegiatan resmi, dokumen resmi, dan judul
karangan menggunakan huruf kapital. Misalnya:Perserikatan
Bangsa-Bangsa, Rapat Paripurna, Rapat Umum Pemegang
Saham, Rancangan Undang-Undang Kepegawaian, Yayasan
Ilmu-Ilmu Sosial, Dasar-Dasar Ilmu Pemerintahan dan lain-lain.
 Isitilah yang Berkaitan Dengan Pengadilan
Penulisan istilah yang berkaitan dengan pengadilan harus
menggunakan huruf besar jika yang dimaksud dalam istilah
tersebut menunjuk suatu subjek tertentu. Misalnya, perkara
disidangkan di Pengadilan tersebut. jika, tidak menunjuk satu
subjek tertentu dan bersifat umum maka ditulis diawali dengan
huruf kecil. Misalnya, “wewenang pengadilan secara umum adalah

13
memeriksa perkara”.
 Istilah yang Berkaitan Dengan Hakim
Penulisan istilah yang berkaitan dengan hakim harus
menggunakan huruf besar jika yang dimaksud dalam istilah
tersebut menunjuk suatu subjek tertentu. Misalnya, Hakim Ketua ,
Majelis Hakim, Hakim Anggota, Hakim Pengawas, Hakim Ad-hoc,
dll. jika tidak menunjuk satu subjek tertentu dan bersifat umum
maka ditulis diawali dengan huruf kecil. Misalnya, “seorang hakim
dari pengadilan ini”.
 Istilah yang Berkaitan Dengan Para Pihak
Penulisan istilah yang berkaitan dengan para pihak harus
menggunakan huruf besar jika yang dimaksud dalam istilah
tersebut menunjuk suatu subjek tertentu Misalnya, para Penasihat
Hukum yang mendampingi (untuk perkara waris) dan para Kuasa
Hukum yang mewakili (untuk perkara perdata)”. Namun, tidak
menunjuk satu subjek tertentu dan bersifat umum maka ditulis
diawali dengan huruf kecil. Misalnya, “tugas seorang kuasa hukum
adalah...”.
 Istilah yang Berkaitan dengan Komputer dan Internet
Penggunaan istilah komputer atau internet harus menggunakan
awalan huruf kapital jika yang dimaksud adalah perangkat lunak,
perangkat keras atau program.
Misalnya: Microsoft Office.
Pengunaan istilah internet seperti situs, internet, dan lain-lain
harus menggunakan huruf kecil dan sebisa mungkin
menggunakan bahasa Indonesia yang resmi menggantikan kata
tersebut.
 Penggunaan Garis Bawah, Huruf Miring, Titik Dua dan Tanda Kutip
 Garis Bawah
Penggunaan garis bawah adalah untuk memberikan penekanan

14
pada suatu kata atau kalimat. Penggunaan garis bawah yang
tidak perlu harus diminimalisir guna mencegah kekaburan kata-
kata akibat keberadaan garis bawah. Selain itu, penggunaan
garis bawah sudah menjadi aturan umum bagi tautan internet
pada kata atau kalimat, penggunaan garis bawah menyebabkan
pembaca putusan akan kebingungan dengan tautan palsu.
 Huruf Miring
Ada beberapa kebiasaan umum soal penggunaan huruf miring,
antara lain:
- Buku, terbitan yang sedang dikutip, contoh: buku Negara
kertagama
- Kata-kata latin, asing atau frasa yang belum diakui atau
diadopsi sebagai bahasa Indonesia secara resmi, contoh:
uitvoerbaar bij voorraad.
-Kata-kata teknis yang bukan bahasa Indonesia, contoh: harta
gono-gini, boedel waris, nyalindung kagelung, manggih
kaya, tanah pertapakan, pipil.
 Tanda Baca
- Penggunaan titik dua, harus selalu rapat dengan kata
sebelumnya tanpa jeda spasi. Aturan ini berlaku untuk tanda
baca seperti titik koma, titik, koma, tanda kurung, tanda
hubung, tanda tanya, tanda seru dan lainnya.
- Penggunaan tanda kutip ganda, digunakan untuk kutipan
langsung terhadap bagian dari kalimat, kalimat dan beberapa
kalimat. Dalam kutipan langsung, harus diawali dengan titik
dua. Misalnya:
Budi mengatakan: “Saya akan segera berangkat.”
- Penggunaan tanda kutip single, digunakan untuk kutipan
dalam kutipan. Misalnya:
“saya katakan ‘kita berangkat sekarang’ kepada mereka.”

15
- Apabila ada titik setelah tanda kutip ganda, maka titik
diletakkan sebelum tanda kutip.
Misalnya:
“kaki saya sakit.”
 Kutipan dan Salinan
 Kutipan dari Peraturan Perundang-Undangan
Kutipan bagian dari peraturan perundang-undangan harus
ditulis dengan secara lengkap sesuai dengan yang tertera
pada dokumen resmi peraturan perundang-undangan yang
dikutip. Penulisan harus menyebutkan nama resmi peraturan
perundang-undangan, nama bagian yang dikutip (Pasal,
ayat, angka atau poin) kemudian redaksi dari bagian yang
dikutip tersebut. Misalnya, Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
 Kutipan atau Salinan dari Dokumen pengadilan
Kutipan atau salinan dari dokumen pengadilan (gugatan atau
surat jawaban, dan lain-lain) harus disalin sesuai aslinya
kecuali apabila terdapat kesalahan redaksional penulisan,
baik penulisan kata-kata ataupun istilah, tanda-tanda baca,
penulisan huruf, penulisan simbol, maka pengetik putusan
dapat merubah dan membetulkan, sesuai dengan ketentuan l
manual ini.

Demikian tulisan ini, dibuat dengan mengacu pada Buku II Pedoman


Pelaksanaan Tugas dan Adminstrasi Peradilan Agama MARI dan Bahan Ajar Diklat
Panitera Pengganti Pusdiklat MARI Tahun 2013 serta contoh-contoh Berita Acara
Sidang dari Badilag MARI semoga bermanfaat utamanya bagi para Panitera
Pengganti di Peradilan Agama.

Mataram, Januari 2016

16
TEKNIK PEMBUATAN BERITA ACARA SIDANG (BAS)1
Oleh : Drs. SUBUKI, M.H.

A. PENDAHULUAN.

Berita Acara Sidang atau juga disebut dengan “proses verbal” merupakan akta
autentik yang berisi tentang proses pemeriksaan suatu perkara dalam
persidangan. Berita acara tersebut dijadikan dasar oleh majelis hakim dalam
membuat putsuan perkara yang diadilinya.

Otentikasi sebuah berita acara terletak pada cara dan bentuk pembuatannya. BAS
dibuat oleh pejabat resmi yang berwenang untuk itu dan kemudian ditandatangani
oleh Panitera/Panitera Pengganti yang bersangkutan dan Ketua Majelis.

Berita acara sebagai akta otentik, memuat segala kejadian dalam persidangan
yang berhubungan dengan perkara yang diproses, di dalam berita acara itu tercata
semua keterangan Penggugat dan Tergugat dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan bukti, oleh karen aitu berita acara merupakan sumber data
dan fakta dalam membuat putusan.

Berita acara sidang itu mempunyai fungsi sebagai akta otentik, dasar hakim dalam
menyusun putusan dan sebagai dokumentasi dan informasi keilmuan.

Dalam pembuatan berita acara diperlukan kejujuran Panitera/Panitera Pengganti


dan Hakim yang membuat berita acara tersebut. Dengan kata lain dibuat secara
obyektif, apa adanya, tidak menambah atau mengurangi segala kejadian yang
terjadi, dan keterangan yang diperlukan dalam persdiangan yang berhubungan
denga n perkara yang diperiksa.

B. DASAR HUKUM BERITA ACARA SIDANG (BAS)

Berita acara dibuat berdasarkan ketentuan-ketentuan dikemukakan berikut ini:

1. Pasal 197 ayat (1) dan (3), Pasal 198 ayat (2) RBg;
2. Pasal 185 dan 186 HIR;
3. Pasal 97 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989;

1
Disampaikan dalam Bimbingan Teknis Panitera Pengganti Wilayah Pengadilan Tinggi Agama Mataram

1
C. PEMBUATAN BERITA ACARA SIDANG (BAS)
Panitera/Panitera Pengganti yang bersidang harus membuat Berita Acara
Sidang (BAS) sebagaimana Standar pedoman format Berita acara Sidang
yang telah diterbitkan oleh Badilag Mahkamah Agung RI yang isinya sebagai
berikut:
1. Judul dan nomor Berita Acara Sidang (BAS)
2. Pengadilan yang memeriksa perkara;
3. Hari, tanggal, bulan, dan tahun pada persidangan;
4. Identitas dan kedudukan para pihak yang berperkara secara jelas;
5. Susunan Majelis Hakim dan Panitera yang ikut sidang;
6. Pernyataan sidang dibuka dan terbuka untuk umum;
7. Keterangan kehadiran dan ketidak hadiran para pihak yang berperkara
dalam persidangan yang ditentukan;
8. Upaya mendamaikan dan proses mediasi;
9. Pernyataan sidang tertutup untuk umum (khusus perceraian);
10. Pembacaan surat gugatan;
11. Pemeriksaan para pihak (untuk memperjelas);
12. Pernyataan sidang terbuka untuk umum pada waktu penundaan sidang
terhadap sidang yang sebelumnya dinyatakan tertutup untuk umum;
13. Pernyataan alasan penundaan sidang;
14. Penundaan sidang pada hari, tanggal, bulan, tahun, jam dengan
penjelasan perintah hadir tanpa dipanggil lagi melalui relas dan atau
dipanggil lagi melalui relas;
15. Penyataan sidang diskors untuk musyawarah Mejelis Hakim;
16. Pernyataan sidang terbuka untuk umum untuk pembacaan putusan;
17. Pernyataan sidang ditutup;
18. Penandatanganan BAS oleh Ketua Majelis dan Panitera/Panitera
Pengganti;

D. BAHASA DAN FORMAT BERITA ACARA SIDANG


1. Bahasa yang dipakai dalam Berita Acara Sidang
Bahasa yang dipakai dalam Berita Acara Sidang adalah bahasa hukum dan
bahasa Indonesia yang baik dan benar dan Majelis Hakim dalam Tanya jawab

2
antara Majelis Hakim dengan para pihak/saksi dalam BAS menggunakan
kalimat langgsung, sebaimana contoh : petanyaan Ketua Majelis Hakim kepada
Saksi “Apakah Saksi mengenal Tergugat ? Saksi menjawab saya mengenal
Tergugat , sejak dia menikah dengan penggugat”

Berita Acara Sidang dibuat dengan menggunakan bahasa Indonesia yang


baku, kalau menggunakan kata dari bahasa asing atau bahasa daerah harus
diterjemahkan , contoh penggugat mengatakan “Tergugat sudah tidak care
(peduli) lagi kepada Penggugat”

Jika terdapat kesalahan penulisan dalam Berita Acara Sidang tidak boleh
dihapus dengan tip ex atau sejenisnya, tetapi harus menggunakan metoda
revoi diantaranya SCG = sah coret ganti (untuk kata yang diganti, kemudian
kata yang penggantinya ditulis di atasnya , SC = sah coret, ST = sah tambah
(apa bila penambahan kata) dan kata yang ditambahkan ditulis di atasnya, kata
yang dicoret atau diganti yaitu dicoret dengan satu garis, kata yang dicoret
tetap terbaca dan paraf diletakan sejajar dengan yang direnvoi sebelah kiri;

Apabila, jawaban, replik, duplik , bukti tertulis dan dekumen sejenisnya, maka
hal tersebut menyatu dalam Berita Acara Sidang (BAS) bagian pembukaan dan
penutupan dari jawaban, replik dan lainnya tersebut diberi Z Cros serta disisi
sebelah kirinya ditulis SC Z dan diparaf

2. Format Berita Acara Sidang (BAS);


Ukuran Kertas dan margin dalam pembuatan Berita Acara sidang sebagai
berikut :
 Kertas yang digunakan : A4 – 70 gram;
 Batas/margin : Kiri 4 Cm, Atas 3 Cm, Kanan 2 Cm dan bawah
3 Cm;
 Jenis Huruf : Arial;
 Ukuran Huruf : 12 (dua belas);
 Spasi : 1 ½ (satu setengah).

3. Format Pengetikan Berita Acara Sidang (BAS);


Format Pengetikan Berita Acara Sidang (BAS) standas format yang digunakan
sebagaimana dalam Pedoman Format Berita Acara Sidang (BAS) dan Buku II

3
Pedoman Pelaksana Tugas dan Administrasi Peradilan Agama revisi Tahun
2013 terdiri dari 2 (dua) format sebagai berikut:
 Contoh Format Balok:

PERTANYAAN JAWABAN

PERTANYAAN JAWABAN

 Contoh Format Iris Talas:

PERTANYAAN JAWABAN

PERTANYAAN JAWABAN

E. TEKNIK MEMILAH, MEMILIH DAN MENYUSUN BAS


Panitera/Panitera Pengganti bertugas mencatat semua yang terjadi di
persidangan, namun tidak semua yang terjadi di persidangan dicatat oleh
Panitera/Panitera Pengganti, yang dicatat hanyalah yang diperlukan saja. Artinya
yang berhubungan dengan perkara yang diproses. Kemampuan Panitera/Panitera
Pengganti untuk memilih dan memilah peristiwa yang terjadi di persidangan yang
berhubungan dengan pokok perkara, oleh karena itu sebelum persidangan
Panitera/Panitear Pengganti harus memastikan hal-hal sebagai berikut:
 Pokok perkara yang sedang disidangkan;
 Tahapan persidangan, apakah tahap perdamaian, jawab menjawab, duplik,
replik, pembuktian, tahap kesimpulan, untuk mempertimbangkan atau
pembacaan putusan;
 Memahami peraturan perundang-undangan yang mengatur dalam tahapan
yang sedang diperiksa, seperti: dalam persidangan pemeriksaan saksi yang
penting untuk dipahami adalah:
a. Hubungan saksi dengan para pihak;

4
b. Pengetahuan saksi tentang peristiwa:
1). Apa yang terjadi?;
2). Siapa pelakunya?;
3). Di mana kejadian itu?;
4). Bila peristiwa itu terjadi?;
5). Bagaimana kejadiannya?;
6). Kenapa saksi sampai mengetahui masalah itu?;
Secara sederhana proses tersebut harus memuat 4 (empat) W, 1 (satu)
H. Atau dengan istilah lain mencakup: siapa, apa, bila, di mana dan
bagaimana (SIABIDIBA).
c. Jika saksi mengetahui, apakah pengetahuan saksi tersebut diterima dari
orang lain atau saksi mendengar, melihat sendiri kejadiannya, maka
seharusnya pertanyaannya, “Kenapa Saksi sampai mengetahui masalah
itu”. Pertanyaan dan jawaban tersebut dicatat oleh Panitera/Panitera
Pengganti hal-hal yang berkenaan dengan hal-hal di atas;

F. KONTRUKSI BERITA ACARA SIDANG;


Tugas Pantera/Penitera Pengganti dalam pembuatan Berita acara sidang dengan
mengetahui dan memahami Standar pedoman format Berita acara Sidang yang
telah diterbitkan oleh Badilag Mahkamah Agung RI serta isinya yang telah
diuraikan di atas, sehingga untuk mengaplikasikannya minimal harus memuat hal-
hal sebagai berikut:
1. Judul dan Nomor Perkara
Judul dan nomor perkara yang dibuat tanpa garis bawah dan setelah kata
nomor tidak ada titik dua. Di bawah nomor perkara ditulis sidang pertama dan
untuk BAS sidang berikutnya ditulis sidang lanjutan, contoh:

BERITA ACARA SIDANG


Nomor 0015/Pdt.G/2014/PA.Mtr
Sidang pertama

5
BERITA ACARA SIDANG
Nomor 0015/Pdt.G/2014/PA.Mtr
Sidang lanjutan

2. Penulisan Identitas: Meliputi nama ( nama para pihak memakai huruf capital
awalnya saja), umur/tanggal lahir, agama, pekerjaan, pendidikan, tempat
kediaman. Pada baris kedua dimulai dari ketukan ke 15 (3 Tut tab), dalam hal
para pihak menggunakan kuasa hukum, identitas kuasa diletakan setelah
identitas para pihak;
3. Kata melawan ditulis (secter text) dengan menggunakan hurup kecil;
4. Susunan Majelis yang bersidang, dalam BAS pertama dan BAS lanjutan yang
ada pergantian majelis, susunan majelis ditulis secara lengkap nama dan
gelar dengan dengan menggunakan hurup capital awalnya saja. Sedangkan
BAS lanjutan yang bukan pergantian majelis ditulis dengan kalimat “Susunan
majelis sama dengan susunan majelis sidang yang lalu”
5. Usaha mendamaikan para pihak oleh majelis hakim;
6. Pada sidang pertama, bila para pihak hadir semua, harus dicatat bahwa
majelis hakim memerintahkan para pihak untuk mengikuti proses mediasi,
dicatat pula nama mediator yang dipilih atau ditunjuk oleh majelis hakim;
7. Pembacaan surat gugatan, jawaban, replik dan duplik. Pembacaan tersebut
oleh majelis bukan oleh para pihak;
8. Jika ada jawaban dalam konvensi dan gugatan dalam rekonvensi maka
agenda berikutnya replik dalam konvensi dan jawaban dalam rekonvensi
selanjutnya duplik dalam konvensi dan replik dalam rekonvensi dan terakhir
atas replik dalam rekonvensi duplik dalam rekonvensi;
9. Apabila jawaban tertulis, maka dentitas dan penandatanganan direnvoi (Z
Cros) dan merupakan bagian dari BAS, sehingga harus diberi halaman seperti
halnya jawaban lisan dalam replik dan duplik;
10. Dalam hal pemeriksaan bukti surat Panitera/Panitera Pengganti mencatat
adanya nazegelen (pameteraian), legalisasi oleh Panitera, kemudian bukti
tersebut diberi kode P.1 dst untuk Penggugat atau T.1 dst untuk tergugat, jika
bukti surat berupa fotocopy harus dicatat bahwa apakah para pihak
memperlihatkan aslinya atau tidak, jika diperlihatkan aslinya, maka dicatat
pada fotocopy tersebut bahwa fotocopy ini setelah dicocokkan, ternyata

6
sesuai dengan aslinya dan diparaf oleh ketua majelis, sehingga dalam bukti
surat ada ;
 Kode bukti (P.1 dst atau T.1 dst);
 Fotocopy ini setelah dicocokkanTernyata sesuai dengan aslinya;
 Paraf ketua Majelis ;
 Nazagelen (pemateraian);
 Legalisasi bukti surat oleh Panitera.
(Untuk tertib dan kerapihan kalimat “Fotocopy ini setelah icocokkanTernyata
sesuai dengan aslinya” dan “Paraf ketua Majelis” ditulis di sebelah kanan
atas bukti surat).
11. Dalam hal pemeriksaan saksi yang harus dicatat oleh Panitera/Panitera
Pengganti adalah;
a. Nama, bin/binti, umur, agama, pekerjaan, pendidikan dan tempat tinggal
saksi;
b. Hubungan saksi dengan pihak yang berperkara;
c. Apakah saksi disumpah atau tidak dan jika disumpah menurut agama
apa;
d. Pertanyaan majelis dan jawaban saksi;
12. Nomor halaman berita acara sidang harus dibuat secara bersambung dari
sidang pertama sampai sidang terakhir, nomor halaman tesebut diletakan
pada bagian kanan bawah ;
13. Jawaban (termasuk rekonvensi), replik, duplik, alat bukti dan seluruh dokumen
terkait serta kesimpulan, menjadi kesatuan berita acara dan diberi nomor urut
halaman;
14. Panitera/Panitera Pengganti mencatat alasan penundaan sidang da
pengumuman penundaan sidang dan dicatat hari, tanggal, bulan dan tahun
sidang berikutnya; untuk pihak yang hadir diberitahukan agar hadir pada hari
tanggal tersebut dan bagi yang tidak hadir diperintahkan kepada Juru Sita
Pengganti untuk memanggil yang bersangkutan;
15. Berita acara sidang harus sudah selesai dan ditandatangani paling lambat
sehari sebelum sidang berikutnya;

7
G. PENUTUP
Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa berita acara
persidangan memegang peranan yang sangat penting dalam menyelesaikan suatu
perkara, khususnya dalam membuat putusan, oleh karena itu sebuah berita acara
sidang harus dibuat dengan cermat, sistematis dan rapi.

8
Daftar Bacaan;

Abdul Manan, Prof., Dr., S.H., S.IP., M.Hum., Penerapan Hukum Acara Perdata di
Lingkungan Peradilan Agama, Tahun 2008;

Ahmad Mujahidin, DR., MH, Pembaharuan Hukum Acara Perdata Peradilan


Agama dan Mahkamah Syar’iyah di Indonesia, Tahun 2008

Direktorat Jendral Badan Peradilaan Mahkamah Agung RI, Himpunan Peraturan


Perundang-undangan Tentang Peradilan Agama , Tahun 2010;

------------------ , Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama


BUKU II edisi revisi, Tahun 2013;

------------------, Pedoman Format Berita Acara Sidang dan Putusan Pengadilan


Agama/Mahkamah Syar’iyah, Tahun 2014;

9
2017
Fakultas
Syariah

UNIDA Gontor

[PEDOMAN SEMENTARA
PERADILAN SEMU]
Perkara Pidana
TAHAPAN PERKARA PIDANA

TAHAPAN PERKARA PIDANA:


1. Penyelidikan: Penyelidikan adalah serangkian tindakan penyelidik untuk mencari
dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai perbuatan pidana, guna
menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan.
2. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan
mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tentang perbuatan
pidana yang terjadi, guna menemukan tersangkanya.
Dimulainya Penyidikan
Dalam hal penyidik telah memulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang
diduga merupakan perbuatan pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada
Penuntut Umum (Vide Pasal 109 ayat (1) KUHAP)
Pemberitahuan dimulainya penyidikan dilakukan dengan SPDP (Surat
Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan), yang dilampiri :
- Laporan polisi
- Resume BAP saksi
- Resume BAP Tersangka
- Berita acara penangkapan
- Berita acara penahanan
- Berita acara penggeledahan
- Berita acara penyitaan.
Kegiatan-kegiatan Pokok dalam Penyidikan :
- Penyelidikan : serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan
suatu peristiwa yang diduga sebagai perbuatan pidana, guna menentukan dapat
tidaknya dilakukan penyidikan.
- Penindakan : setiap tindakan hukum yang dilakukan terhadap orang atau barang
yang ada hubungannya dengan perbuatan pidana yang terjadi.
- Pemeriksaan : kegiatan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan dan
keidentikan Tersangka dan atau saksi atau barang bukti, maupun unsur-unsur
perbuatan pidana yang terjadi, sehingga peranan seseorang atau barang bukti
dalam perbuatan pidana itu menjadi jelas
- Penindakan : setiap yindakan hukum yang dilakukan terhadap orang atau barang
yang ada hubungannya dengan perbuatan pidana yang terjadi, yang dapat
berupa :
a. Pemanggilan
b. Penangkapan
c. Penahanan
d. Penggeledahan
e. Penyitaan
- Pemeriksaan merupakan kegiatan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan
dan keidentikan Tersangka dan atau saksi atau barang bukti, maupun unsur-
unsur perbuatan pidana yang terjadi, sehingga jelas peranan atau kedudukan
seseorang atau barang bukti dalam perbuatan pidana yang terjadi menjadi jelas.
Penyelesaian dan Penyerahan Berkas Perkara
Merupakan kegiatan akhir dari penyidikan perbuatan pidana, meliputi :
1. Pembuatan Resume
2. Penyusunan isi Berkas perkara

1
3. Pemberkasan.
Tahapan Penyerahan Berkas Perkara :
Tahap Pertama : penyidik hanya menyerahkan berkas perkara saja.
Tahap Kedua : dalam hal penyidikan sudah dinyatakan lengkap (P.21), penyidik
menyerahkan tanggung jawab Tersangka dan barang bukti.
3. Penuntutan
Pasal 109 ayat (1) KUHAP : penyidik memberitahukan kejaksaan tentang
dimulainya penyidikan dengan SPDP - SPDP dikelola oleh : Kasi Pidum/Pidsus.
Kasi menunjuk Jaksa peneliti, dengan tugas :
- Mengikuti dan memantau perkembangan penyidikan sesuai SPDP
- Mempersiapkan petunjuk untuk penyidik
- Melakukan penelitian terhadap : berkas perkara, tersangka dan barang bukti
- Meneliti, apakah pelakunya tunggal atau lebih
- Apakah ketentuan pidana yang diterapkan sesuai dengan fakta/kejadian
- Apakah tersangka dapat ditahan
- Apakah barang bukti merupakan barang bukti yang sah
- Apakah setiap unsur perbuatan pidana didukung oleh alat bukti yang cukup
- Apakah harus mengajukan ke persidangan, sesuai dengan ketentuan pidana
yang disangkakan oleh penyidik
- Mengkonstruksikan beberapa perbuatan pidana yang terjadi dan siapa saja
calon tersangkanya.
Kejaksaan :
1. Menerbitkan SP-3 (surat penetapan pemberhentian perkara), karena tidak
cukup alasan untuk diajukan ke pengadilan :
a. tidak terdapat cukup bukti
b. perbuatan yang dilakukan Tsk/Tdw bukan perbuatan pidana
c. perkara ditutup demi hukum
2. Menggabungkan perkara : beberapa perkara digabungkan dalam 1 (satu) surat
dakwaan, apabila dalam waktu yang atau hampir bersamaan dilakukan oleh
orang yang sama, ada hubungannya satu dengan yang lain.
3. Pemecahan perkara (Splitsing), apabila dalam satu berkas perkara terdapat
beberapa orang terdakwa.
4. Melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri – menuntut - mengikuti acara
pemeriksaan :
a. Biasa
b. Singkat
c. Cepat
4. Praperadilan
praperadilan yaitu wewenang pengadilan untuk negeri untuk memeriksa dan
memutus tentang:
a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan/atau penahanan atas
permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa
tersangka
b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan
atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan
c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau
keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan
kepengadilan.

2
5. Pemeriksaan perkara di persidangan
Sikap Pengadilan terhadap Pelimpahan Perkara dari Kejaksaan :
1. Tidak Berwenang Mengadili :
Ketua Pengadilan Negeri membuat Surat Penetapan :
a. Pengadilan Negeri tidak berwenang mengadili
b. Alasan yang menjadi dasar
c. Pengadilan Negeri mana yang berwenang mengadili
Penuntut Umum bisa melakukan Perlawanan (Verzet) ke Pengadilan Tinggi
dalam waktu 7 (tujuh) hari, sejak penerimaan surat penetapan dari Pengadilan
Negeri - Selanjutnya Pengadilan Tinggi dalam waktu 14 hari sudah harus
menjatuhkan putusan dalam bentuk Penetapan yang memuat
a. Membenarkan Pelawan : PN diperintahkan menyidangkan perkara pidana
yang bersangkutan
b. Membenarkan Penetapan Pengadilan Negeri.
2. Pengadilan Negeri Berwenang Mengadili : Ketua pengadilan Negeri menunjuk
majelis hakim yang akan menyidangkan perkara pidana yang bersangkutan, dst. >
pemeriksaan perkara di persidangan
6. Pelaksanaan pidana

LEMBAGA TERKAIT PROSES PERKARA PIDANA:

1. Kepolisian – kpk dll (penyelidikan – penyidikan) - pelaksanaan


2. Kejaksaan – kpk (penuntutan) - pelaksanaan
3. Pengadilan (persidangan – pemeriksaan perkara - putusan)

3
ALUR PERKARA PIDANA

1. Pemeriksaan perkara pidana berawal dari terjadinya tindak pidana (delict) atau
perbuatan pidana atau peristiwa pidana yang berupa kejahatan atau pelanggaran.
2. Peristiwa atau perbuatan tersebut diterima oleh aparat penyelidik (POLRI) melalui:
a. Laporan masyarakat
b. Pengaduan dari pihak yang berkepentingan
c. Diketahui oleh aparat sendiri dari informasi
d. Diketahui oleh aparat sendiri dalam hal tertangkap tangan (heterdaad)
3. Penyelidik menentukan apakah suatu peristiwa atau perbuatan (feit) merupakan
peristiwa atau perbuatan pidana atau bukan.
4. Jika dalam penyelidikan diketahui atau terdapat dugaan bahwa peristiwa atau
perbuatan tersebut merupakan tindak pidana maka dapat dilanjutkan pada proses
selanjutnya yaitu penyidikan.
5. Penyidikan dilakukan untuk mengusut, mencari, dan mengumpulkan bukti-bukti agar
teranmg tindak pidananya dan untuk menemukan tersangkanya.
6. Polri pada dasarnya merupakan penyidik tunggal, namun dalam kasus-kasus tertentu
(tindak pidana bidang perbankan, bea cukai, keimigrasian, dll) dapat dilibatkan
penyidik Pegawai Negeri Sipil, selain itu kewenangan penyidikan ada pada jaksa
apabila menyangkut kasus tindak pidana ekonomi, korupsi atau subversi.
7. Penyidikan merupakan pemeriksaan pendahuluan (vooronderzoek) yang
dititikberatkan pada upaya pencarian atau pengumpulan “bukti factual” atau bukti
konkret.
8. Proses penyidikan sering diikuti dengan tindakan penangkapan dan penggeledahan,
bahkan jika perlu dapat diikuti dengan tindakan penahanan terhadap tersangka dan
penyitaan terhadap barang atau bahan yang diduga erat kaitannya dengan tindak
pidana yang terjadi.
9. Pemeriksaan terhadap saksi pada tingkat penyidikan tidak perlu disumpah, kecuali
jika saksi dengan tegas menyatakan tidak dapat hadir dalam pemeriksaan disidang
pengadilan maka saksi harus disumpah agar keterangannya mempunyai kekuatan
yang sama jika diajukan dipengadilan.
10. Hasil pemeriksaan terhadap tersangka dan saksi dituangkan dalam Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) dan dijadikan satu berkas dengan surat-surat lainnya.
11. Apabila dalam pemeriksaan awal tidak terdapat cukup bukti adanya tindak pidana,
maka penyidik dapat menghentikan penyidikan dengan mengeluarkan SP3 (surat
perintah penghentian penyidikan) namun apabila bukti telah cukup maka penyidik
dapat segera melimpahkan berkas perkara kekejaksaan untuk proses penuntutan.
12. Jika BAP telah diterima Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan dinyatakan telah sempurna
(P21), maka JPU segera melakukan proses Penuntutan, namun apabila BAP
dinyatakan oleh JPU kurang sempurna akan dikembalikan kepada penyidik dengan
disertai catatan atau petunjuk tentang hal yang harus dilakukan penyidik (P18-P19).
13. Hasil konkret dari proses penuntutan adalah surat dakwaan yang didalamnya
memuat:
a. Unsur-unsur perbuatan terdakwa
b. Waktu terjadinya tindak pidana (locus)
c. Tempat terjadinya tindak pidana (tempus delicti)
d. Cara-cara melakukan tindak pidana

4
e. Proses penuntutan merupakan transformasi oleh JPU dari peristiwa dan factual
yang disampaikan penyidik menjadi peristiwa dan bukti yuridis
f. Dalam proses penuntutan, penuntut umum menetapkan bahan-bahan bukti dari
penyidik untuk meyakinkan hakim dan membuktikan dakwaannya dalam
persidangan
g. Terdapat tindak pidana penyertaan (deelneming) atau concursus (samenloop)
penuntut umum dapat menentukan apakah perkara tersebut pemeriksaannya
digabung menjadi satu atau akan dipecah menjadi beberapa perkara
h. Penuntutan umum juga menentukan apakah perkara tersebut akan diajukan
kepengadilan dengan acara singkat (sumir) atau dengan acara biasa, hal ini
biasanya tergantung dari kualitas perkaranya.
i. Pengadilan dengan acara singkat yaitu pada hari yang ditentukan oleh
pengadilan akan langsung menghadapkan terdakwa beserta bukti-bukti kesidang
pengadilan
j. Pengadilan dengan acara biasa, yaitu penuntut umum melimpahkan perkara ke
pengadilan disertai dengan surat dakwaan dan surat pelimpahan perkara yang
isinya permintaan agar perkara tersebut segera diadili
k. Apabila berkas perkara, terdakwa, dan bukti-bukti telah diajukan kepengadilan
berarti proses pemeriksaan perkara telah sampai pada tahap peradilan. Tahap ini
merupakan tahap yang menentukan nasib terdakwa karena dalam tahap ini
semua argumentasi para pihak (penuntut umum dan terdakwa/penasihat hukum)
diadu secara terbuka dan dikuatkan dengan bukti-bukti yang ada.

5
Daftar Kode Istilah Dalam Dokumen Perkara Pidana

Kode-kode Dalam Dokumen Perkara Pidana didasarkan atas Keputusan Jaksa Agung RI
No. 518/A/J.A/11/2001 tanggal 1 Nopember 2001 tentang Perubahan Keputusan Jaksa
Agung RI No. 132/JA/11/1994 tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana. Kode-kode
tersebut adalah “ kode formulir yang digunakan dalam proses penanganan dan
penyelesaian perkara tindak pidana.”
kode-kode Formulir Perkara antara lain:

P-1 Penerimaan Laporan (Tetap)


P-2 Surat Perintah Penyelidikan
P-3 Rencana Penyelidikan
P-4 Permintaan Keterangan
P-5 Laporan Hasil Penyelidikan
P-6 Laporan Terjadinya Tindak Pidana
P-7 Matrik Perkara Tindak Pidana
P-8 Surat Perintah Penyidikan
P-8a Rencana Jadwal Kegiatan Penyidikan
P-9 Surat Panggilan Saksi / Tersangka
P-10 Bantuan Keterangan Ahli
P-11 Bantuan Pemanggilan Saksi / Ahli
P-12 Laporan Pengembangan Penyidikan
P-13 Usul Penghentian Penyidikan / Penuntutan
P-14 Surat Perintah Penghentian Penyidikan
P-15 Surat Perintah Penyerahan Berkas Perkara
P-16 Surat Perintah Penunjukkan Jaksa Penuntut Umum Untuk Mengikuti
Perkembangan Penyidikan Perkara Tindak Pidana
P-16a Surat Perintah Penunjukkan Jaksa Penuntut Umum Untuk Penyelesaian Perkara
Tindak Pidana
P-17 Permintaan Perkembangan Hasil Penyelidikan
P-18 Hasil Penyelidikan Belum Lengkap
P-19 Pengembalian Berkas Perkara Untuk Dilengkapi
P-20 Pemberitahuan Bahwa Waktu Penyidikan Telah Habis
P-21 Pemberitahuan Bahwa Hasil Penyidikan Sudah Lengkap
P-21a Pemberitahuan Susulan Hasil Penyidikan Sudah Lengkap
P-22 Penyerahan Tersangka Dan Barang Bukti
P-23 Surat Susulan Penyerahan Tersangka Dan Barang Bukti
P-24 Berita Acara Pendapat
P-25 Surat Perintah Melengkapi Berkas Perkara
P-26 Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan
P-27 Surat Ketetapan Pencabutan Penghentian Penuntutan
P-28 Riwayat Perkara
P-29 Surat Dakwaan
P-30 Catatan Penuntut Umum
P-31 Surat Pelimpahan Perkara Acara Pemeriksaan Biasa (Apb)
P-32 Surat Pelimpahan Perkara Acara Pemeriksaan Singkat (Aps) Untuk Mengadili
P-33 Tanda Terima Surat Pelimpahan Perkara Apb / Aps
P-34 Tanda Terima Barang Bukti

6
P-35 Laporan Pelimpahan Perkara Pengamanan Persidangan
P-36 Permintaan Bantuan Pengawalan / Pengamanan Persidangan
P-37 Surat Panggilan Saksi Ahli / Terdakwa / Terpidana
P-38 Bantuan Panggilan Saksi / Tersngka / Terdakwa
P-39 Laporan Hasil Persidangan
P-40 Perlawanan Jaksa Penuntut Umum Terhadap Penetapan Ketua Pn / Penetapan
Hakim
P-41 Rencana Tuntutan Pidana
P-42 Surat Tuntutan
P-43 Laporan Tuntuan Pidana
P-44 Laporan Jaksa Penuntut Umum Segera Setelah Putusan
P-45 Laporan Putusan Pengadilan
P-46 Memori Banding
P-47 Memori Kasasi
P-48 Surat Perintah Pelaksanaan Putusan Pengadilan
P-49 Surat Ketetapan Gugurnya / Hapusnya Wewenang Mengeksekusi
P-50 Usul Permohanan Kasasi Demi Kepentingan Hukum
P-51 Pemberitahuan Pemidanaan Bersyarat
P-52 Pemberitahuan Pelaksanaan Pelepasan Bersyarat
P-53 Kartu Perkara Tindak Pidana

7
Jenis Proses pemeriksaan Perkara

jenis-jenis pemeriksaan perkara pidana menurut hukum acara pidana terdiri dari
pemeriksaan biasa, singkat dan cepat :
1. Acara Pemeriksaan Biasa
Pemeriksaan dalam acara pemeriksaan biasa, terkait dengan perbuatan pidana yang sulit
pembuktiannya. Di mana dalam pembuktian dalam pemeriksaan biasa dianggap sah
apabila sesuai dengan isi ketentuan pasal 184 KUHAP yang berisi :
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keterangan terdakwa
Dimana alat bukti pun harus memenuhi syarat yaitu minimal harus dua sehingga bisa
dijatuhkan suatu pidana kepada terdakwa oleh hakim(pasal 183 KUHAP)
Sistem menurut undang-undang tersebut mempunyai maksud:
a. Supaya terdakwa dapat dinyatakan salah diperlukan bukti minimum yang ditetapkan
oleh undang-undang (pasal 183 KUHAP)
b. Namun demikian biarpun alat bukti melebihi minimum yang ditetapkan undang-
undang apabila hakim tidak yakin tentang kesalahn terdakwa ia tidak boleh
menjatukan pidana.
Dalam hal memutuskan perkara di sidang pengadilan peranan hakim besar sekali, sebab
meskipun alat bukti yang diajukan penuntut umum berlebih dari bukti minimum apabila
hakim tidak yakin bahwa terdakwa salah ia harus dibebaskan.
Runtutan Proses Pemeriksaan Perkara Biasa:
1) Pembukaan Sidang
2) Pembacaan Surat Dakwaan
3) Nota Keberatan (Eksepsi) Terdakwa - Putusan Sela
4) Replik – Duplik (Tanggapan-tanggapan)
5) Pembuktian
6) Pembacaan Tuntutan (Requisitoir)
7) Pledoi (Nota Pembelaan)
8) Replik – Duplik (Tanggapan-tanggapan)
9) Musyawarah Hakim – Pembacaan Putusan Hakim

2. Acara Pemeriksaan Singkat


Pada dasarnya pengertian tentang acara pemeriksaan singkat dapat disimpulkan
dari pasal 203 ayat (1) KUHAP, yang berbunyi:
“Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat ialah perkara kejahatan atau
pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan pasal 205 dan menurut penuntut
umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana”
Berdasarkan rumusan di atas maka acara pemeriksaan singkat adalah
pemeriksaan perkara yang oleh penuntut umum pembuktian dan penerapan hukum
mudah dan sifatnya dan sifatnya sederhana serta bukan serta bukan tindak pidana ringan
atau perkara pelanggaran lalu lintas jalan. Dengan rumusan di atas, perlu pengamatan
cermat tentang pembuktian dan penerapan hukum mudah. Kata “mudah” dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia yang dikeluarkan Departemen pendidikan dan kebudayaan

8
tercantum artinya:”tidak memerlukan banyak tenaga atau pikiran dalam mengerjakan;
tidak sukar, tidak berat, gampang.”
Dengan demikian, pembuktian dan penerapan hukum gampang, tidak sukar, tidak
memerlukan banyak pikiran dalam mengerjakannya. Di mana dalam putusan, tidak dibuat
secara khusus melainkan dicatat langsung dalam berita acara sidang (pasal 203(d)), dan
surat tersebut memiliki kekuatan hukum yang sama seperti putusan pengadilan dalam
acara biasa(pasal 203(f))
Pelimpahan perkara dalam acara pemeriksaan singkat tanpa disertai surat
dakwaan hanya dicatat dalam berita acara dan dalam berita acara tindak pidana yang
didakwakan antara lain:
a. Unsur tindak pidana yang didakwakan
b. Menyebut tempat dan waktu tindak pidana dilakukan
c. Perbuatan materiil yang dilakukan terdakwa
Bahwa catatan tentang dakwaan dalam acara pemeriksaan singkat tersebut, diatur dalam
pasal 143 ayat (2) b KUHAP yang berbunyi:
“Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan
dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.”
Setelah hakim menyatakan sidang dibuka untuk umum lalu menanyakan identitas
terdakwa, seterusnya penuntut umum menyampaikan kepada hakim tentang tindak
pidana yang didakwakan yang diucapkan secara lisan dan panitera mencatat dakwaan
yang diucapkan oleh jaksa atau penuntut umum yang fungsinya sebagai pengganti surat
dakwaan seperti dalam acara pemeriksaan biasa. Melimpahkan perkara dengan acara
pemeriksaan singkat mempunyai tujuan agar perkara hari itu juga dapat diselesaikan
dengan cepat dan biaya murah.

3. Acara Pemeriksaan Cepat.


Pemeriksaan acara pemeriksaan cepat diatur dalam bagian keenam Bab XVI terdiri dari:
a. Paragraf I : Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan
b. Paragraf II: Acara Pemeriksaan Perkara Pelangaran Lalu Lintas Jalan

a. Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan


Menurut pasal 205 ayat (1), ialah perkara yang diancam dendan pidana penjara
atau kurungan paling lama 3 bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 7500, dan
penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam paragraph II (pelangaran Lalu Lintas
jalan) Bahwa setiap pengadilan negeri telah menetapkan jadwal dalam memeriksa
perkara tindak pidana ringan pada hari ynag telah ditentukan dalam satu bulan dan
frekuensinya tergantung banyak sedikitnya perkara yang dilimpahkan ke pengadilan
negeri. Dalam pasal 206 KUHAP, berbunyi: “Pengadilan menetapka hari tertentu dalam
tujuh hari untuk mengadili perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan.”
Penyidik memberitahukan secara tertulis kepada terdakwa tentang hari tanggal,
jam dan tempat ia harus menghadap sidang pengadilan dan hal tersebut dicatat dengan
baik oleh penyidik, selanjutnya catatan bersama berkas dikirim ke pengadilan.
Pemberitahuan tersebut dimaksudkan agar terdakwa dapat memenuhi
kewajibannya untuk datang ke sidang pengadilan pada hari, jam, tanggal, dan tempat
yang ditentukan.
Perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan yang di terima harus segera
disidangkan hari itu juga.

9
Pemeriksaan perkara tanpa berita acara pemeriksaan sidang dan dakwaan cukup
dicatat dalam buku register yang sekaligus dianggap dan dijadilkan berita acara
pemeriksaan sidang. Dalam pasal 205 ayat (3) yang berbunyi:
“Dalam Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (10, pengadilan
mengadili dengan hakim tunggal pada tingkat pertama dan terakhir, kecuali dalam hal
dijatuhkan pidana perampasan kemerdekan terdakwa dapat minta banding.”
Dari bunyi pasal 205 ayat (3) KUHAP, maka dapat ditarik suatu kesimpulan yaitu;
1. Sidang perkara dengan acara pemeriksaan ringan dengan hakim tunggal.
2. Keputusan hakim terdiri dari 2 macam:
a. a.Keputusan berupa pidana denda dan atas keputusan tersebut terhukum tidak
dapat naik banding.
b. b.Keputusan yang berupa perampasan kemerdekaan, terhukum diberi hak untuk
naik banding ke pengadilan tinggi.

b. Acara Pemeriksaan Perkara Pelangaran Lalu lintas


Acara pemeriksaan cepat yang kedua ialah acara pemeriksaan perkara lalu lintas
jalan yang diatur dalam pasal 211 KUHAP yang berbunyi:
“Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan pada paragraph ini ialah perkara
pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang-undang lalu lintas jalan.”
Jika dibandingkan dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan maka acara
pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan, lebih mudah. Untuk perkara
pelanggaran lalu lintas jalan tidak diperlukan berita acara pemeriksaan. Hal tersebut
diatur dalam pasal 207 ayat (1) KUHAP, yang berbunyi:
a. Penyidik memberitahukan secara tertulis kepada terdakwa tentang hari, tanggal,
jam dan tempat ia harus menghadap sidang pengadilan dan hal tersebut dicatat
dengan baik oleh penyidik, selanjutnya catatan bersama berkas dikirim ke
pengadilan.
b. Perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan yang diterima harus
segera di sidangkan pada hari itu juga.
Dalam acara pemeriksaan tindak pidana pelangaran lalu lintas tidak perlu dibuat
berita acara pemeriksaan cukup dibuat berita acara pemeriksaan cukup dibuat catatan
dalam catatan pemeriksaan memuat dakwaan dan pemberitahuan yang harus segera
diserahkan kepada pengadilan selambat-lambanya pada kesempatan hari sidang
pertama berikutnya.
Dalam pemeriksaan sidang pengadilan apabila terdakwa tidak hadir karena suatu
halangan, maka terdakwa dapat menunjuk seseorang dengan surat kuasa untuk mewakili
di sidang pengadilan. Hal tersebut diatur dalam pasal 213 KUHAP yang berbunyi:
“Terdakwa dapat menunjuk seorang dengan surat untuk mewakilinya di sidang.”

Tahapan, Proses dan Tata Cara Sidang Perkara Pidana Dengan Pemeriksaan Biasa
di PN

Tahap-tahap dan tata cara persidanganperkara pidana di pengadilan negeri


secara umum di atur dalam KUHAP (UU No. 8 tahun 1981). Dalam garis besarnya dalam

10
proses persidangan pidana pada peradilan tingkat pertama di Pengadilan Negeri untuk
memeriksa perkara biasa terdiri dari empat tahap sebagai berikut:
1. SIDANG PERTAMA :
Pada hari sidang yang telah di tetapkan oleh hakim/majelis hakim, sidang pemeriksaan
perkara pidana di buka, adapun tata caranya adalah sebagai berikut :
A. HAKIM/MAJELIS HAKIM MEMASUKI RUANGAN SIDANG
1) Yang pertama-tama memasuki ruangan adalah panitera pengganti, jaksa penuntut
umum, penasehat hukum dan pengunjung sidang.
2) Pejabat yang bertugas sebagai protocol (karena kurangnya tersedianya personel,
dalam praktek biasanya tugas ini dilakukan oleh panitera pengganti) mengumumkan
bahwa hakim/majlis hakim akan memasuki ruang sidang dengan kata-kata (kurang
lebih) sebagai berikut:”hakim/majelis hakim memasuki ruang sidang , hadirin
dimohon berdiri”
3) Semua yang hadir dalam ruangan sidang tersebut, termasuk jaksa penuntut umum
dan penasehat hukum berdiri.
4) hakim/majelis hakim memasuki ruangan sidang melalui pintu khusus, kemudian
hakim duduk di tempat duduknya masing masing.
5) Ketua majelis Hakim mempersilahkan hadirin duduk kembali.
6) Hakim ketua membuka sidang dengan kata kata kurang lebih sebagai berikut
“sidang pengadilan negeri......(kota tempat pengadilan berada), yang memeriksa
perkara pidana nomor....(no perkara) atas nama........pada
hari.....tanggal.....dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. ketokan palu
sebanyak tiga kali
B. PEMANGGILAN TERDAKWA SUPAYA MASUK KE RUANG SIDANG:
1) Hakim ketua kepada penunut umum apakah terdakwa sudah siap di hadirkan pada
sidang hari ini, jika penuntut umum tidak dapat menghadirkan pada sidang hari ini
maka hakim harus menunda persidangan pada hari yang akan ditetapkan dengan
perintah ke penuntut umum supaya memanggil dan menghadap terdakwa.
2) Jika penuntut umum sudah siap menghadirkan terdakwa maka hakim ketua
memerintahkan supaya terdakwa dipanggil masuk.
3) Petugas membawa terdakwa ke ruang sidang dan mempersilahkan terdakwa duduk
di kursi pemeriksaan.
4) Hakim ketua mengajukan pertanyaan sebagai berikut:
a. Apakah terdakwa dalam keadaan sehat dan siap mengikuti persidangan.
b. Identitas terdakwa (nama,umur,alamat,pekerjaan dll)
c. Selanjutnya hakim mengingatkan pada terdakwa agar memperhatikan segala
sesuatu yang di dengar dan dilihatnya dalam sidang ini.
5) Hakim bertanya apakah terdakwa didampingi oleh penasehat hukum.
a) Jika terdakwa tidak didampingi penasehat hukum, maka hakim menegaskan
hak terdakwa untuk di dampingi penasehat hukum, selanjutnya hakim memberi
kesempatan kepada terdakwa untuk mengambil beberapa sikap sebagai berikut
:
 Menyatakan tidak akan didampingi penasehat hukum (maju sendiri).
 Mengajukan permohonan agar pengadilan menunjuk penasehat hukum
agar mendampinginya secara Cuma-Cuma.
 Meminta waktu kepada majelis hakim agar mencari/menunjuk penasehaat
hukumnya sendiri.

11
b) Jika terdakwa didampingi oleh penasehat hukum,maka proses selanjutnya
adalah:
 Hakim menanyakan kepada penasehat hukum apakah benar dalam sidang
ini ia bertindak sebagai penasehat hukum terdakwa.
 Hakim meminta penasehat hukum untuk menunjukkan surat kuasa khusus
dan kartu ijin praktek pengacara/advokat.
 Setelah hakim ketua mengamati surat kuasa dan karrtu ijin praktek tersebut
lalu hakim ketua menunjukkan kedua dokumen itu kepada para hakim
anggota dan pada penuntut umum.
C. PEMBACAAN SURAT DAKWAAN
1) Hakim ketua sidang meminta pada terdakwa untuk mendengarkan dengan seksama
pembacaan surat dekwaan dan selanjutnya mempersilahkan jaksa penuntut umum
untuk membacakan surat dakwan.
2) Jaksa membacakan surat dakwaan dengan berdiri/duduk boleh bergantian dengan
rekan jpu
3) Selanjutnya hakim ketua menayakan kepada ter dakawa apakah ia sudah paham
tentang apa yang didakwaan padanya. apabila terdakwa ternyata tidak mengerti
maka penuntut umum atas permintaan hakim ketua, wajib memberikan penjelasan
seperlunya.
D. PENGAJUAN EKSEPSI (Nota Keberatan)
1) Hakim ketua menanyakan pada terdakwa atau penasehat hukumnya, apakah
mengajukan keberatan(eksepsi) terhadap dakwaan jaksa penuntut umum
2) Eksepsi (keberatan) terdakwa/penasehat hukum meliputi:
a. Pengadilan tidak berwenang mengadili (berkitan dengan kompetensi absolute
/ relative)
b. Dakwaan tidak dapat diterima ( dakwaan dinilai kabur/obscur libelli)
c. Dakwaan harus di batalkan (karena keliru, kadaluwars/nebis in idem.
3) Tata caranya : pertama tama hakim bertanya kepada terdakwa dan member
kesempatan untuk menanggapi, selanjutnya kesempatan kedua diberrikan kepada
penasehat hukum.
4) Apabila terdakwa/penasehat hukumnya tidak memberi tanggapan atau tidak
mengajukan eksepsi, maka persidangan dilanjutkan ke tahap pembuktian.
5) Apabila tardakwa/penasehat hukumnya mengajukan eksepsi, maka hakim
bertanya apakah telah siap untuk mengajukan eksepsi.
6) Apabila terdakwa/penasehat hukum belum siap, maka hakim ketua menyatakan
sidang ditunda untuk memberi kesempatan pada terdakwa/penasehat hukum
untuk mengajukan eksepsi pada sidang berikutnya
7) Apabila terdakwa/penasehat hukum telah siap mengajukan eksepsi maka hakim
ketua mempersilahkan untuk mengajukan eksepsi.
8) Pengajuan eksepsi bisa diajukan secara lisan maupun tertulis.
9) Apabila eksepsi di ajukan secara tertulis, maka setelah dibacakan eksepsi
tersebut diserahkan pada hakim dan salinannya di serahkan pada penuntut
umum.
10) Tata cara pennuntut umum membacakan surat dakwaan berlaku pula bagi
terdakwa/penasehat hukum dalam mengajukan eksepsi.
11) Eksepsi dapat diajukan oleh penasehat hukum saja atau diajukan oleh terdakwa
sendiri , atau kedua-duanya mengajukan eksepsinya menurut versinya masing-
masing.

12
12) Apabila terdakwa dan penasehat hukum masing – masing akan mengajukan
eksepsi maka kesempatan pertama akan diberikan kepada terdakwa terlebih
dahulu untuk mengajukan eksepsinya setelah itu baru penasehat hukumnya.
13) Setelah pengajuan eksepsi dari terdakwa/penasehat hukum, hakim ketua
memberikan kesempatan pada penuntut umum untuk mengajukan tanggapan atas
eksepsi (replik) tersebut.
14) Atas tanggapan tersebut hakim ketua memberikan kesempatan kepada
terdakwa/penasehat hukum untuk mengajukan tanggapan sekali lagi (duplik)
15) Atas eksepsi dan tanggapan-tanggapan tersebut, selanjutnya hakim ketua
meminta waktu untuk mepertimbangkan dan menyusun putusan sela
16) Apabila hakim/majelis hakim berpendapat bahwa pertimbangan untuk
memutuskan permohonan eksepsi tersebut mudah /sederhana, maka sidang
dapat di skors selama beberapa waktu (menit) untuk menentukan putusan sela.
17) Tata cara skorsing sidang ada dua macam :
I. Majelis hakim meninggalkan ruang sidang untuk membahas
/mempertimbangkan putusan sela di ruang hakim, sedangkan penuntut
umum, terdakwa/penasehat hukum serta pengunjung sidang tetap tinggal di
tempat.
II. Hakim ketua mempersilahkan semua yang hadir di persidangan tersebut
supaya keluar dari ruang sidang, selanjutnya petugas menutup pintu ruang
sidang dan majelis hakim merundingkan dalam ruangan sidang (cara ini
yang paling sering di pakai)
III. Apabila hakim /majelis hakim berpendapat bahwa memerlukan waktu yang
lebih lama dalam mempertimbangan putusan sela tersebut, maka sidang
dapat di tunda untuk mempersiapkan putusan sela yang akan dibacakan
pada sidang berikutnya.
E. PEMBACAAN/PENGUCAPAN PUTUSAN SELA
1) Setelah hakim mencabut skorsing atau membuka sidang kembali, hakim ketua
menjelaskan kepada para pihak yang hadir dipersidangan bahwa acara
selanjutnya pembacaan putusan sela.
2) Model putusan sela ada dua macam:
a. Tidak dibuat secara khusus,biasanya untuk putusan sela pertimbangannya
sederhana, hakim/majelis hakim cukup menjatuhkan putusan sela secara
lisan, selanjutnya putusan tersebut dicatat dalam berita acara persidangan
dan nantinya akan di muat dalam putusan akhir.
b. Dibuat secara khusus dalam suatu naskah putusan.
3) Tata caranya adalah : putusan sela tersebut di bacakan oleh hakim ketua sambil
duduk di kursinya. apabila naskah putusan sela tersebut panjang , boleh dibaca
secara bergantian dengan hakim anggota. pembacaan amar putusan di akhiri
dengan ketokan palu (1 kali)
4) Kemudia hakim ketua menjelaskan seperlunya mengeni garis besar isi putusan
sela sekaligus menyampaikan hak penuntut umum, terdakwa/penasehat hukum
untuk mengambil sikap menerima putusan sela tersebut atau akan mengajukan
perlawanan.

13
2. SIDANG PEMBUKTIAN
Apabila hakim/majellis hakim menetapkan bahwa sidang pemeriksaan perkara
harus diteruskan maka acara persidangan memasuki tahap pembuktian yaitu
pemeriksaan terhadap alat bukti-bukti dan barang bukti yang diajukan.
Sebelum memasuki acara pembuktian, hakim ketua mempersilahkan terdakwa
supaya duduknya berpindah dari kursi pemeriksaan ke kursi terdakwa yang terletak
disamping kanan penasehat hukum. selanjutnya prosedur dan tata cera pembuktian
adalah sebagai berikut:
1. PEMBUKTIAN OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM
1) Pengajuan saksi yang memberatkan (saksi a charge)
a. Hakim ketua bertanya kepada penuntut umum apakah sudah siap
menghadirkan saksi-saksi pada sidang hari ini.
b. Apabila penuntut umum telah siap, maka hakim segera memerintahkan pada
jaksa penuntut umum untuk menghadirkan saksi seorang demi seorang
kedalam ruang sidang.
c. Saksi yang pertama kali diperiksa adalah saksi korban setelah itu baru saksi
yang lain yang di pandang relevan dengan tujuan mengenai tindak piadana
yang di dakwakan.
d. Tata cara pemeriksaan saksi:
1) Penuntut umum menyebutkan nama saksi yang akan di periksa.
2) Petugas membawa saksi ke ruang sidang dan mempersilahkan saksi di
kursi pemeriksaan.
3) Hakim ketua bertanya pada saksi tentang:
i. Identitas saksi (nama, umur, alamat, pekerjaan, agama dll)
ii. Apakah saksi kenal dengan terdakwa, apakah saksi memiliki hubungan
darah (sampai derajat berapa) dengan terdakwa, apakah saksi memiliki
hubungan suami istri dengan terdakwa, apakah saksi memiliki hubungan
kerja dengan terdakwa.
4) Apabila perlu hakim dapat pula bertanya apakah saksi sekarang saksi
dalam keadaan sehat dan siap diperiksa sebagai saksi.
5) Hakim ketua meminta saksi untuk bersedia mengucapkan sumpah atau
janji sesuai dengan agamanya
6) Saksi mengucapkan sumpah menurut agama/keyakinannya, lafal sumpah
dipandu oleh hakim dan pelaksanaan sumpah di bantu oleh peugas juru
sumpah
7) Tatacara pelaksanaan sumpah yang lazim dipergunakan di pengadilan
negeri adalah:
i. Saksi dipersilahkan agak berdiri ke depan
ii. Untuk saksi yang beragama islam, cukup berdiri tegak. pada saat
melafalkan sumpah petugas berdiri di belakang saksi dan mengangkat
Alquran di atas kepala saksi; untuk saksi yang beragama Kristen/katolik
petugas membawakan injil (alkitab) di sebelah kiri saksi pada saat saksi
melapalkan sumpah, tangan kiri saksi diletakkan di atas injil dan tangan
kanan saksi di angkat dan jari tengah dan jari telunjuk membentuk hurup
“V” untuk yang beragama Kristen untuk mengacungkan jari telunjuk, jari
tengah dan jari manis untuk yang beragama katolik. sedangkan agama
lainnya lagi, menyesuaikan dengan tata cara penyumpahan pada
agama yang bersangkutan.

14
iii. Hakim meminta agar saksi mengikuti kata-kata (lafal sumpah) yang di
ucapkan oleh hakim atau saksi mengucapkan sendiri lafal sumpahnya
atau persetujuan hakim.
iv. Lafal sumpah saksi-saksi adalah sebagai berikut: ”saya bersumpah
(berjanji) bahwa saya akan menerangkan dengan sebenarnya dan tiada
lain dari yang sebenarnya.
8) Setelah selesai, hakim ketua mempersilahkan duduk kembali dan
memngingatkan saksi harus memberi keterangan yang sebenarnya sesuai
dengan apa yang di alaminya, apa yang dilihatnya atau apa yang
didengarnya sendiri, jika perlu hakim dapat mengingatkan bahwa apabila
saksi tidak mengatakan yang sebenarnya ia dapat dituntut karena sumpah
palsu. hakim ketua mulai memeriksa saksi dengan mengajukan pertanyaan
yang berkaitan dengan tindak pidana yang di dakwakan pada terdakwa.
kemudian hakim anggota, penuntut umum, terdakawa dan penasehat
hukum juga diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada
saksi.
9) Pertanyaan yang diajukan diarahkan untuk mengungkap fakta yang
sebenarnya sehingga harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
i. Materi pertanyaan diarahkan pada pembuktian unsur-unsur yang
didakwakan.
ii. Pertanyaan harus relevan dan tidak berbelit-belit bahasa dan pehaman
harus dipahami oleh saksi
iii. Pertanyaan tidak boleh bersifat menjerat atau menjebak saksi.
iv. Pertanyaan tidak boleh bersifat pengkualifasi delik.
10) Selama menerima saksi hakim dapat menunjukkan barang bukti pada
saksi guna memastikan kebenaran yang berkaitan dengan barang bukti
tersebut.
11) Setiap kali saksi selesai memberikan keterangan, hakim ketua
menanyakan kepada terdakwa, bagaimana pendapatnya tentang
keterangan tersebut
12) Nilai keterangan saksi :
- Kesesuaian antara keterangan saksi yang satu dengan yang lain
- Kesesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti yang lain
- Alasan-dasar (logika) yang mungkin dipergunakan oleh saksi
- Cara hidup dan kesusilaan saksi yang pada umumnya mempengaruhi
dapat tidaknya memberi keterangan untuk dipercaya
2) Pengajuan alat bukti lainnya guna mendukung argumentasi penuntut umum.
a) Hakim ketua menanyakan apakah penuntut umum masih mengajukan bukti-
bukti lainnya seperti: keterangan ahli dan surat serta tambahan barang bukti
yang ditemukan selama proses persidangan. Untuk pemeriksaan saksi Ahli
dilakukan di atas sumpah (disumpah sebelum memberikan pendapatnya).
b) Apabila terdakwa/penasehat hukum mengatakan masih, maka tata cara
pengajuan bukti-bukti sama dengan yang dikatakan oleh penuntut umum.
c) Apabila terdakwa/penasehat hukum mengatakan bahwa semua bukti-bukti
telah diajukan, maka hakim ketua menyatakan bahwa acara selanjutnya
adalah pemeriksaan terdakwa.
2. PEMERIKSAAN TERDAKWA:
1) Hakim ketua mempersilahkan pada terdakwa agar duduk di kursi pemeriksaan

15
2) Terdakwa berpindah tempat dari kursi terdakwa menuju kursi pemeriksaan.
3) Hakim bertanya kepada terdakwa apakah terdakwa dalam keadaan sehat dan
siap menjalani pemeriksaan.
4) Hakim mengingatkan pada terdakwa agar menjawab semua pertanyaan dengan
jelas dan tidak berbelit-belit sehingga tidak mempersulit jalannya persidangan.
5) Hakim ketua mulai mengajukan pertanyaan-perrtanyaan pada terdakwa diikuti
hakim anggota, penuntut umum dan penasehat hukum, majelis hakim
menunjukkan segala barang bukti dan menanyakan pada terdakwa apakah ia
mengenal benda tersebut. (Pemeriksaan bukti surat, langsung dikaitkan dengan
pemeriksaan saksi atau terdakwa. Pemeriksaan terdakwa, sudah mulai diperiksa
pada pemeriksaan saksi. Pemeriksaan barang bukti, diperlihatkan dan
ditanyakan kepada terdakwa)
6) Selanjutnya tata cara pemeriksaan pada terdakwa sama pada tata cara
pemeriksaan saksi kecuali dalam hal sumpah.
7) Apa bila terdakwa lebih dari satu dan diperiksa secara bersama sama dalam satu
perkara, maka pemeriksaan dilakukan satu persatu secara bergiliran. Apa bila
terdapat ketidaksesuaian jawaban di antara terdakwa maka hakim dapat
melakukan cross-check antara jawaban terdakwa yang satu dengan jawaban
terdakwa lain.
8) Setelah terdakwa telah selesai diperiksa maka hakim ketua menyatakan bahwa
seluruh rangkaian sidang pembuktian telah selesai dan selanjutnya hakim ketua
memberi kesempatan pada penuntut umum untuk mempersiapkan surat tuntutan
pidana untuk diajukan pada hari sidang berikutnya.

3. SIDANG PEMBACAAN TUNTUTAN PIDANA, PEMBELAAN DAN TANGGAPAN


TANGGAPAN
a. Pembacaan Tuntutan Pidana (Requisitor)
Requisitoir merupakan gambaran dari tuntutan Penuntut Umum yang akan
dimintakan kepada hakim, dapat berupa tuntutan pemidanaan, tuntutan pembebasan dari
segala dakwaan (Vrijspraak), pelepasan (Ontslag van Rechtsvervolging). Fungsi
Requisitoir antara lain :
1. Untuk menentukan, apakah Terdakwa terbukti melakukan perbuatan pidana
yang didakwakan, dan apakah Terdakwa bersalah atau tidak
2. Menjadi filter pidana yang akan dijatuhkan hakim
Sistematika Requisitoir :
1. Identitas Terdakwa, minimal memenuhi maksud Pasal 143 ayat (2) a KUHAP
2. Penahanan, apabila ditahan, harus dijelaskan sejak kapan ditahan oleh penyidik
(termasuk perpanjangan penahanan), oleh penuntut umum (termasuk
perpanjangan penahanan)
3. Surat dakwaan
4. Fakta yang terungkap di persidangan :
a) Keterangan saksi
b) Keterangan ahli
c) Surat
d) Petunjuk
e) Keterangan terdakwa
f) Barang bukti

16
5. Uraian secara yuridis : fakta kejadian yang dilakukan oleh Terdakwa harus
memenuhi semua unsur perbuatan pidana yang didakwakan
6. Kesimpulan
7. Tuntutan, apabila dituntut pidana harus dikemukakan hal-hal yang memberatkan
dan yang meringankan.
Pedoman Tuntutan Pidana (Surat Edaran Jaksa Agung No. S.E 009/JA/12/1985,
tanggal 14 Desember 1985)
1. Dalam hal faktor yang memberatkan lebih dominan, maka tuntutan pidananya
adalah ancaman pidana badan maksimal yang diatur dalam Pasal UU yang
bersangkutan
2. Dalam hal faktor yang meringankan lebih dominan dan Pasal UU yang
didakwakan tidak mengatur anvaman pidana mati, dibedakan antara delik umum
dan delik khusus :
a. Untuk delik umum, tuntutan pidananya 2/3 dari ancaman pidana penjara
maksumum dalam Pasal UU yang bersangkutan
b. Untuk delik khusus, tuntutan pidananya ¾ dari ancaman pidana penjara
maksimum dalam Pasal UU yang bersangkutan.
3. Dalam hal ancaman pidana badan yang diatur dalam UU yang bersangkutan
lebih dari satu, seperti Pasal 340 KUHP, tuntutan pidananya :
a. Dalam hal faktor yang memberatkan lebih dominan, tuntutan pidananya
alternatif yang pertama
b. Dalam hal faktor yang meringankan lebih dominan, tuntutan pidananya
alternatif yang kedua atau ketiga, tergantung dominannya faktor yang
meringankan.
4. Apabila dalam UU yang bersangkutan diatur hukuman tambahan supaya
dituntutkan juga
Pembacaan Tuntutan Pidana (Requisitor)
1) Setelah membuka sidang, hakim ketua menjelaskan bahwa acar sidang hari ini
adalah pengajuan tuntutan pidana. selanjutnya hakim ketua bertanya pada
jaksa penuntut umum apakah siap mengajukan tuntutan pidana pada sidang
hari ini.
2) Apabila penuntut umum sudah siap mengajukan tuntutan pidana. maka hakim
ketua mempersilahkannya untuk membacakan Tuntutan Pidana (Requisitor).
tata cara pembacaannya sama dengan pembacaan tata cara pembacaan
dakwaan.
3) Setelah selesai, penuntut umum menyerahkan naskah tuntuta pidana (asli)
pada hakim ketua dan salinannya diserahkan pada terdakwa dan penasehat
hukum.
4) Hakim ketua bertanya kepada terdakwa apakah terdakwa paham dengan isi
tuntutan pidana yang telah dibacakan oleh penuntut umum tadi.
5) Hakim ketua bertanya pada terdakwa/penasehat hukum apakah akan
mengajukan pembelan (pleidooi)
6) Apabila terdakwa/penasehat hukum menyatakan akan mengajukan pembelaan
maka hakim ketua memberikan kesempatan pada terdakwa/penasehat hukum
untuk mempersiapkan pembelaan.
b. Pengajuan/Pembacaan Nota Pembelaan (Pleidooi)
Pleidooi (Nota Pembelaan) adalah tanggapan yang diajukan oleh terdakwa dan/atau
penasehat hukum terdakwa atas requisitoir penuntut umum. Inti pokok dalam membuat

17
pleidooi adalah kecermatan, kejelian dan ketelitian dalam menyusun argument
berdasarkan fakta, ilmu pengetahuan dan dasar hukum yang ada
Cara pembuatan atau penyusunannya tidak diatur oleh KUHAP. Akan tetapi dalam
praktek peradilan sistimatika pleidooi antara lain sebagai berikut :
a. Pendahuluan
b. Surat dakwaan
c. Tuntutan penuntut umum
d. Fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan
e. Uraian dan analis secara yuridis unsur-unsur dari perbuatan pidana yang
didakwakan
f. Kesimpulan
g. Permohonan
Pembacaan Nota Pembelaan (Pleidooi)
1) Hakim ketua bertanya kepada terdakwa apakah mengajukan pembelaan, jika
terdakwa mengajukan pembelaan terhadap dirinya, maka hakim menayakan
apakah terdakwa akan mengajukan sendiri atau telah menyerahkan
sepenuhnya kepada penasehat hukumnya.
2) Terdakwa mengajukan pembelaan:
a) Apabila terdakwa mengajukan pembelaan secara lisan maka pada
umumnya terdakwa mengemukakan pembelaan sambil tetap duduk di kursi
pemeriksaan dan isi pembelaan tersebut selain dicatat oleh panitera
kembali kedalam berita acara pemeriksaan, juga dicatat oleh pihak yang
berkepentingan termasuk hakim.
b) Apabila terdakwa mengajukkannya secara tertulis, maka hakim dapat
meminta agar terdakwa membacakannya sambil berdiri di depan kursi
pemeriksaan dan setelah selesai dibaca nota pembelaan diserahkan pada
hakim.
3) Setelah terdakwa mengajukan pembalaannya atau jika terdakwa telah
menyerahkan sepenuhnya masalah pembelaaan terhadap dirinya kepada
penasehat hukum, hakim ketua bertanya kepada penasehat hukum, apakah
telah siap dengan nota pembelaannya.
4) Apabila telah siap, maka hakim ketua segera mempersilahkan penasehat
hukum untuk membacakan pembelaannya.caranya sama dengan cara
pengajuan eksepsi.
5) Setelah selesai. maka naskah asli diserahkan kepada ketua dan salinannya
diserahkan pada terdakwa dan penuntut umum.
6) Selanjutnya hakim ketua bertanya pada penuntut umum apakah ia akan
mengajukan jawaban (tanggapan) terhadap pembelaan terdakwa/penasehat
hukum (replik)
7) Apabila penuntut umum akan menanggapi pembelaan terdakwa/penasehat
hukum maka hakim ketua memberikan kesempatan kepada penuntut umum
untuk mengajukan replik.
c. Pengajuan/Pembacaan Tanggapan-Tanggapan (Replik dan Duplik)
1) Apabila penuntut umum telah siap dengan tanggapan terhadap pembelaan
maka hakim ketua mempersilahkannya untuk membacakannya. pembacaannya
sama dengan pembacaan requisitoir
2) Setelah selesai ,hakim ketua memberikan kesempatan kepada terdakwa
/penasehat hukum untuk mengajukan tanggapan atas replik tersebut (duplik)

18
3) Apabila terdakwa/penasehat hukum telah siap dengan dupiknya maka hakim
ketua segera mempersilahkan pada terdakwa/penasehat hukum untuk
membacakannya. caranya sama dengan cara membaca pembelaan
4) Selanjutnya hakim ketua dapat memberi kesempatan pada penuntut umum
untuk mengajukan tanggapan sekali lagi (replik III) dan atas tanggapan tersebut
terdakwa dan penasehat hukum juga diberi kesempatan untuk menanggapi
(duplik III).
5) Setelah selesai, hakim ketua bertanya kepada pihak yang hadir dalam
persidangan tersebu, apakah hal-hal yang akan diajukan dalam pemeriksaan.
apabila penuntut umum, terdakwa/penasehat hukum menganggap pemeriksaan
telah cukup, maka hakim hakim ketua menyatakan bahwa “Pemeriksaan
dinyatakan di tutup”.
6) Hakim ketua menjelaskan bahwa acara sidang selanjutnya adalah pembacaan
putusan, oleh sebab itu guna mempersiapkan konsep putusannya hakim
meminta agar sidang di tunda beberapa waktu.

4. SIDANG PEMBACAAN PUTUSAN


Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang
pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala
tuntutan hukum bagi terdakwa.
Sebelum menjatuhkan putusan, pertimbangan hakim didasarkan atas surat
dakwaan, segala hal yang terbukti selama persidangan, tuntutan pidana, pembelaan dan
tanggapan-tanggapan dari kedua pihak. Apabila perkara ditangani oleh majelis hakim.
Maka dasar–dasar pertimbangan tersebut harus dimusyawarahkan oleh majelis hakim.
Pertimbangan formil dan meteril dalam putusan antara lain penilaian tentang :
Formil :
- apakah Pengadilan Negeri terkait berwenang memeriksa perkara
- apakah surat dakwaan memenuhi syarat
- apakah dakwaan dapat diterima
Materiil :
- perbuatan apa yang telah terbukti
- unsur-unsur mana yang telah terbukti
- alat bukti apa yang mendukung
- apakah terdakwa dapat dipertanggungjawabkan
- pidana apa yang patut dan adil
Setelah naskah putusan siap dibacakan, maka langkah selanjutnya antara lain:
a) Hakim ketua menjelaskan bahwa acara sidang hari ini adalah pembacaan
putusan, sebelum putusan dibacakan hakim ketua meminta agar para pihak yang
hadir supaya memperhatikan pembacaan isi putusan dengan seksama.
b) Hakim ketua mulai membaca isi putusan. Tata caranya sama dengan pembacaan
putusan sela. Apabila naskah putusan terlalu pajang maka boleh dibacakan oleh
hakim anggota secara bergantian.
c) Pada saat hakim akan membaca amar putusan (sebelum memulai
membaca/mengucapkan kata ”mengadili” hakim ketua memerintahkan agar
terdakwa berdiri di tempat.
d) Setelah amar putusan dibacakan seluruhnya, hakim ketua mengetuk palu (1x) dan
mempersilahkan terdakwa untuk duduk kembali

19
e) Hakim ketua menjelaskan isi putusan secara singkat terutama yang berkaitan
dengan amar putusan hingga terdakwa paham terhadap putusan yang dijatuhkan
kepadanya.
f) Hakim ketua menjelaskan hak-hak para pihak terhadap putusan tersebut, prosesi
selanjutnya antara lain:
I. Hakim ketua menawarkam kepada terdakwa untuk menentukan sikapnya,
apakah akan menyatakan menerima putusan tersebut dan mengajukan grasi,
menyatakan naik banding atau menyatakan pikir-pikir, dalam hal ini terdakwa
dapat diberi waktu sejenak untuk berkonsultasi dengan penasehat hukumnya
atau terdakwa mempercayakan haknya kepada penasehat hukumnya
II. Hal yang sama juga di tawarkan kepada penuntut umum jika
terdakwa/penasehat hukum menyatakan sikap menerima, maka hakim ketua
meminta terdakwa agar segera menanda tangani berita acara pernyataan
menerima putusan yang telah disiapkan oleh panitra pengganti.
III. Jika terdakwa menyatakan banding maka terdakwa segera diminta untuk
menanda tangani akta permohonan banding
IV. Jika terdakwa/penasehat hukum pikir-pikir dulu,maka hakim ketua
menjelaskan bahwa masa pikir-pikir diberika selama tujuh hari, apabila
setelah tujuh hari terdakwa tidak menyatakan sikap maka terdakwa dianggap
menerima putusan. Hal sama juga dilakukan terhadap penuntut umum.
g) Apabila tidak da hal-hal yang akan di sampaikan lagi maka hakim ketua
menyatakan seluruh rangkaian acara persidangan perkara pidana yang
bersangkutan telah selesai dan menyatakan sidang di tutup. Tata caranya adalah:
setelah mengucapkan kata kata “....sidang dinyatakan di tutup” hakim ketua
mengtuk palu sebanyak tiga kali.
h) Panitera pengganti mengumumkan bahwa majelis hakim akan meninggalkan
ruangan sidang dengan kata-kata (kurang lebih) sebagai berikut ”hakim/majelis
hakim akan meninggalkan ruang sidang, hadirin dimohon untuk berdiri”.
i) Semua yang hadir di ruangan sidang tersebut berdiri termasuk JPU,
terdakwa/penasehat hukum.
j) Hakim/majelis hakim meninggalkan ruang sidang melalui pintu khusus.
k) Para pengunjung sidang, penuntut umum penasehat hukum dan terdakwa
berangsur-angsur meninggalkan ruang sidang. Apabila putusan menyatakan
terdakwa tetap ditahan, maka pertama-tama keluar adalah terdakwa dengan
dikawal oleh petugas.

20
Berita Acara Persidangan Oleh Panitera/Panitera Pengganti

Berita acara adalah surat yang dibuat oleh pegawai umum, yang memuat baik
mengenai cerita sewajarnya, perihal yang telah didapat oleh pegawai umum itu sendiri,
ditulis dengan sebenarnya, teliti dan berturut-turut, mengenai waktu maupun uraian
kembali yang benar dan ringkas perihal yang telah diberitahukan kepadanya oleh orang
lain (G.J. De Boer)
Tugas panitera adalah mencatat berita acara sidang yang menggambarkan
keadaan yang sebenarnya dari apa yang terjadi dalam persidangan, baik mengenai
susunan persidangan maupun jalannya pemeriksaan
Berita acara sidang merupakan akta yang memiliki nilai otentik, yang terletak pada
cara, bentuk dan pembuatannya, antara lain memenuhi persyaratan berikut:
1. Dibuat oleh pegawai resmi yang berwenang untuk itu (Panitera, dst)
2. Ditandatangani oleh panitera yang bersangkutan dan hakim ketua sidang
3. Panitera yang membuat berdasarkan sumpah jabatan
Berita acara ditinjau dari segi fungsi merupakan landasan bagi hakim dalam
mengambil keputusan dimana pertimbangannya harus sesuai dengan data dan fakta
yang tercatat dalam berita acara sidang. Dan tata cara serta ketentuan terkait berita acara
ialah sebagai berikut:
1. Dibuat dalam sidang oleh panitera
a. Panitera membuat catatan khusus dalam sidang, sehubungan dengan
perkara yang sedang diperiksa
b. Keterangan terdakwa, saksi dan keterangan ahli yang dicatat dalam
berita acara sidang merupakan hal yang penting-penting dan relevan
dengan perkara yang diperiksa
c. Panitera harus mencatat :
i. Segala kejadian dalam sidang yang berhubungan dengan
pemeriksaan perkara, termasuk Catatatan tentang :
1. Tanggal, hari dan jam persidangan
2. Susunan pejabat yang bertindak memeriksa perkara
3. Sah tidaknya surat panggilan
4. Perintah menghadapkan terdakwa secara paksa
5. Tingkah laku terdakwa dan saksi
6. Tidak maunya terdakwa menjawab pertanyaan, dst
2. Ditandatangani oleh hakim ketua dan panitera terkait
3. Minutering berita acara tepat waktu.

21
Rentetan Prosesi Persidangan Perkara Pidana
Check
Proses Persidangan
list
Pra prosesi sidang
 Pembacaan tata tertib sidang 
 Majelis Hakim masuk sidang (hadirin berdiri) 
 Ketua majelis mempersilahkan hakim anggota duduk terus duduk 
 Ketua majelis mempersilahkan hadirin duduk 
 Ketua meminta berkas perkara – panitera menyerahkan berkas perkara 
 Hakim menghimbau : sidang akan dimulai – untuk menghormati tata tertib 
jalannya proses – mematikan alat komunikasi – media yang akan mengambil
gambar, meliput dipersilahkan dengan seizin hakim Masyarakat/umum boleh
menghadiri sidang, tetapi jangan sampai mengganggu jalannya persidangan.
 Menanyakan kesiapan hakim anggota – panitera – jaksa penuntut umum – 
penasehat hukum - dll
Hakim membuka persidangan : salam – basmalah “sidang PN …. Yang
mengadili perkara pidana Dengan no perkara ……. Atas nama terdakwa ……
dengan ini resmi dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum” – ketuk palu
 Ketua mempersilahkan penuntut umum menghadirkan terdakwa; Apabila 
Terdakwa tidak hadir, maka hakim ketua sidang meneliti apakah Terdakwa
telah dipanggil secara sah atau tidak
 JPU – petugas PN (Protokol) mempersilahkan terdakwa masuk 
 Petugas PN mendampingi terdakwa “terdakwa hadir yang mulia”- hakim “baik 
silahkan kembali ke tempat (petugas pn)
 Hakim mempersilahkan terdakwa duduk “saudara/i (terdakwa) silahkan duduk” 
 Hakim menanyakan kesehatan dan kesiapan terdakwa – memeriksa identitas 
“saya akan memeriksa identitas terlebih dahulu mohon terdakwa jawab dengan
jujur dan benar” (Pemeriksaan identitas terdakwa : nama, tempat tanggal lahir
(umur), Jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, pekerjaan, pernah
dihukum atau tidak)
 menjelaskan pokok perkara (dakwaan + ancamana sanksi + berhak didampingi 
oleh penasehat hukum)
 Menanyakan kepada terdakwa “apa didampingi oleh penasehat hukum ?” 
 Menanyakan penasehat hukum kepada terdakwa “apa benar penasehat hukum 
terdakwa”
 Menanyai penasehat hukum “apakah benar dalam sidang ini ia bertindak 
sebagai penasehat hukum terdakwa?”
 Hakim memerintahkan penasehat hukum untuk maju membawa surat kuasa - 
berita acara sumpah advokat – hakim memeriksa surat kuasa dan
menanyakan memastikan penerima kuasa - terdakwa, jpu turut maju untuk
memeriksa kebenaran surat-surat – hakim mempersilahkan duduk
 Hakim “Sesuai dengan agenda hari ini yaitu pembacaaan surat dakwaan oleh 
jpu”
 Hakim menanyakan kepada terdakwa –penasehat perihal penerimaan surat 
dakwaan dari jpu
 Jika sudah hakim menghimbau untuk memperhatikan pembacaaan surat 

22
dakwaan oleh jpu
 Hakim menanyakan kesiapan jpu membacakan surat dakwaan 
Pembacaan surat dakwaan oleh JPU
 Surat dibacakan dan hadirin mendengar dengan seksama 
 Hakim menanyakan kepada terdakwa pemahaman mengenai isi surat dakwaan 
– apa yang didakwakan oleh jpu – menyakan keberatan tidaknya dengan surat
dakwaan
Eksepsi Nota Keberatan terdakwa
 Jika keberatan hakim mempersilahkan pembacaaan Nota Keberatan – hakim 
menghimbau JPU untuk menyimak - penasehat (pihak terdakwa) membacakan
nota keberatan
 Penyerahan nota keberatan kepada majelis hakim dan jpu oleh penasehat 
hukum
 Hakim menanyakan kepada jpu apakah akan mengajukan pendapat - jpu 
meminta waktu untuk membuat pendapat
 Hakim mengabulkan dan memberikan waktu yang diminta 
 Hakim memutuskan “ dengan ini sidang diskor” tunda hingga waktu yang 
ditentukan. Ketuk palu
Skorsing – putusan sela
 Pada waktu yang ditentukan hakim membuka kembali sidang “sidang lanjutan 
perkara pidana PN …. yang mengadili perkara pidana dengan no perkara …….
Atas nama terdakwa …… dengan resmi dibuka dan dinyatakan terbuka untuk
umum” – ketuk palu
 Hakim menanyakan jpu tentang kesiapan membacakan pendapat – jpu 
menyatakan kesiapannya – hakim menghimbau terdakwa dan penasehat
hukum untuk menyimak
 Jpu membacakan pendapat menanggapi nota keberatan terdakwa 
 Penyerahan pendapat kepada majelis hakim dan penasehat hukum oleh jpu 
 Hakim menanyakan kepada pihak terdakwa apakah akan mengajukan 
pendapat - jpu meminta waktu untuk membuat pendapat-tanggapan
 Jika tidak hakim akan menganjurkan untuk melanjutkan ke proses selanjutnya 
dan sidang ditunda selama 7 hari – hakim menyatakan tanggal sidang
berikutnya dan agenda berikutnya “putusan sela, dengan ini sidang ditutup”.
Ketuk palu
 Diwaktu yang ditentukan hakim membuka kembali sidang “sidang di PN …. 
Yang mengadili perkara ….. Dengan no perkara ……. Atas nama terdakwa
…… dengan resmi dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum” – ketuk palu -
Hakim menanyakan kesehatan dan kesiapan terdakwa
 Hakim menyampaikan agenda sidang “pembacaan putusan sela” – 
menghimbau para hadirin untuk menyimak
 Hakim membacakan putusan sela hingga akhir dan dapat dibacakan secara 
bergantian dengan hakim anggota lain
 Hakim menyatakan kepada terdakwa “terhadap putusan ini menurut dasar 
hukum pasal 67 KUHAP saudara memiliki hak upaya hukum…. Dst” –
menanyakan kesiapan pihak penasehat hukum untuk bantuan dalam upaya
hukum tsb.
 Hakim menyatakan dan mengisntruksikan untuk tahapan selanjutnya 

23
“pemeriksaan (bukti)”
Pembuktian (Pihak JPU)
 Hakim menanyakan kesiapan para pihak (JPU-Pihak Terdakwa) 
 Hakim menanyakan Pihak JPU perihal berapa orang yang akan dihadirkan 
sebagai saksi atau saksi ahli
 Hakim memerintahkan dan mempersilahkan terdakwa untuk duduk disamping 
penasehat hukum (sebelah kanan)
 Hakim mempersilahkan JPU menghadirkan saksi - Protokol membacakan 
kehadiran saksi ke ruang persidangan - Petugas PN mendampingi saksi masuk
ke ruang “sudah hadir yang mulia”- hakim “baik silahkan kembali ke tempat
(petugas pn)
 Hakim mempersilahkan saksi maju kedepan untuk pemeriksaan KTP dan 
duduk “silahkan duduk”
 Hakim menanyakan kesehatan dan kesiapan Saksi – menanyakan tujuan 
dipanggil ke persidangan (sebagai saksi) – memeriksa identitas “saya akan
memeriksa identitas terlebih dahulu mohon saudara jawab dengan jujur dan
benar” (Pemeriksaan identitas saksi : nama, tempat tanggal lahir (umur), Jenis
kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, pekerjaan, pernah dihukum atau
tidak) – menanyakan hubungan dan kaitan dengan terdakwa (jika ada “menurut
pasal …. KUHAP saudara tidak dapat dimintai keterangan… dst + akan tetapi
menurut pasal …… dst”) - Menanyakan kesiapan JPU dan kesediaan (sikap
keberatan atau tidak) pihak terdakwa - Jika keberatan menyampaikan
argumentasi hukumnya + permohonan terkait saksi vs JPU membantah dan
memberikan argumentasi + permohonan terkait saksi = hakim
mempertimbangkan dan memutuskan (diterima / tidak dengan argumen dan
pertimbangan)
Lanjutan Pembuktian
 Hakim memerintahkan untuk melanjutkan pemeriksaan, menanyakan 
kesediaan menjadi saksi dan jika bersedia menyatakan “menurut pasal 160
KUHAP saudara wajib disumpah terlebih dahulu menurut ….dst” -
mempersilahkan saksi untuk berdiri
 Agamawan dipersilahkan maju untuk menyumpah saksi – hakim “saudara saksi 
silahkan mengikuti …. Dst” – mempersilahkan saksi untuk duduk
 Hakim mempersilahkan saksi maju ke depan untuk menanyakan kebenaran 
keterangan dari saksi di BAP – mempersilahkan saksi untuk duduk
 Hakim mempersilahkan JPU untuk menanyai saksi – JPU memohon 
menghadirkan barang bukti lain (isntrument kejahatan-surat- objek kejahatan
dll)
 Hakim mempersilahkan saksi dan terdakwa maju memeriksa kebenaran barang 
bukti - mempersilahkan duduk kembali
 JPU memberikan pertanyaan (keterkaitan barang bukti dengan pelaku, dll 
dengan pertanyaan dasar 5W-1H) > membuktikan terdakwa bersalah - Jika ada
kegaduhan antara pihak saksi dan terdakwa hakim memerintahkan kedua belah
pihak untuk tenang, tertib dan menghormati persidangan memohon untuk
mempersilahkan saksi menyelesaikan kesaksiannya – JPU menyelesaikan
pertanyaan dan menyatakan cukup kepada saksi kemudian Hakim
 Hakim mempersilahkan pihak terdakwa untuk menanyai saksi – Penasehat 

24
terdakwa memberikan pertanyaan (keterkaitan saksi dengan kejadian,
kesesuaian dengan BAP, dll dengan pertanyaan dasar 5W-1H) > membuktikan
terdakwa tidak bersalah atau meringankan terdakwa - menyelesaikan
pertanyaan dan menyatakan cukup kepada saksi kemudian Hakim
Lanjutan Pembuktian
 Hakim meminta keterangan kepada saksi terkait perkara, dst 
 Jika terdakwa keberatan Hakim dapat memberikan kesempatan kepada 
terdakwa untuk menyangkal (hakim chros check dan menimbang kebenaran
saksi-terdakwa) – hakim menyatakan pemeriksaan saksi terkait telah selesai
dan mempersilahkan saksi untuk maju mengambil kartu identitas dan
mempersilahkan duduk di tempat yang telah disediakan.
 Hakim mempersilahkan kehadiran saksi selanjutnya – protokol menyatakan 
kehadiran saksi lain.... dst, Hakim mempersilahkan saksi maju kedepan untuk
pemeriksaan KTP dan duduk “silahkan duduk” - Hakim menanyakan kesehatan
dan kesiapan Saksi - menanyakan tujuan dipanggil ke persidangan (sebagai
saksi) – memeriksa identitas…dst sebagaimana yang dijelaskan hingga
sumpah dan menanyakan kebenaran BAP saksi terkait
 Hakim mempersilahkan JPU untuk menanyai saksi – JPU memohon 
menghadirkan barang bukti lain… dst
 Hakim mempersilahkan saksi dan terdakwa maju memeriksa kebenaran barang 
bukti – mempersilahkan duduk kembali
 JPU memberikan pertanyaan (keterkaitan barang bukti dengan pelaku, dll 
dengan pertanyaan dasar 5W-1H) > membuktikan terdakwa bersalah… dst –
JPU menyelesaikan pertanyaan dan menyatakan cukup kepada saksi
kemudian Hakim
 Hakim mempersilahkan pihak terdakwa untuk menanyai saksi – Penasehat 
terdakwa memberikan pertanyaan (keterkaitan saksi dengan kejadian,
kesesuaian dengan BAP, dll dengan pertanyaan dasar 5W-1H) > membuktikan
terdakwa tidak bersalah…. dst - menyelesaikan pertanyaan dan menyatakan
cukup kepada saksi kemudian Hakim
Lanjutan Pembuktian
 Hakim meminta keterangan kepada saksi terkait perkara, dst - Jika terdakwa 
keberatan Hakim dapat memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk
menyangkal (hakim chros check dan menimbang kebenaran saksi-terdakwa) –
hakim menyatakan pemeriksaan saksi terkait telah selesai dan mempersilahkan
saksi untuk maju mengambil kartu identitas dan mempersilahkan duduk di
tempat yang telah disediakan.
 Hakim mempersilahkan kehadiran saksi selanjutnya - – protokol menyatakan 
kehadiran saksi ahli.... dst, Hakim mempersilahkan saksi maju kedepan untuk
pemeriksaan KTP, surat tugas dan surat kompetensi keahlian – Hakim
mempersilahkan JPU dan Pihak terdakwa maju memeriksa kebenaran surat-
surat terkait – mempersilahkan duduk kembali
 Hakim menanyakan kesehatan dan kesiapan Saksi - menanyakan tujuan 
dipanggil ke persidangan (sebagai saksi) – memeriksa identitas (setelah
pertanyaan identitas + pertanyaan terkait kompetensi keahlian saksi ahli +
apakah pernah menjadi saksi ahli)…dst sebagaimana yang dijelaskan hingga
sumpah – menanyakan hubungan dan kaitan dengan terdakwa… dst.

25
 Hakim mempersilahkan JPU untuk menanyai saksi ahli - JPU memberikan 
pertanyaan…. dst > membuktikan terdakwa bersalah… dst – JPU
menyelesaikan pertanyaan dan menyatakan cukup kepada saksi kemudian
Hakim
 Hakim mempersilahkan pihak terdakwa untuk menanyai saksi – Penasehat 
terdakwa memberikan pertanyaan… dst > membuktikan terdakwa tidak
bersalah…. dst - menyelesaikan pertanyaan dan menyatakan cukup kepada
saksi kemudian Hakim
Lanjutan Pembuktian
 dalam persaksian saksi ahli, para pihak dapat mengajukan alat bukti lain yang 
relevan dengan kompetensi saksi ahli (visum, surat keterangan, dll) untuk ikut
diperiksa dalam kesaksian saksi ahli – jika ada hakim memerintahkan untuk
dihadirkan dan mempersilahkan para pihak untuk maju kedepan dan
memeriksa alat bukti… dst)
 Hakim dapat meminta keterangan kepada saksi ahli terkait perkara…. dst - 
hakim menyatakan pemeriksaan saksi ahli telah selesai dan mempersilahkan
saksi ahli untuk maju mengambil surat-surat dan mempersilahkan duduk di
tempat yang telah disediakan.
 Hakim menanyakan tambahan pemeriksaan alat bukti dari JPU – jika tidak ada 
berlanjut ke pemeriksaan alat bukti dari pihak terdakwa – hakim menanyakan
kesiapan pihak terdakwa (pihak terdakwa dapat meminta waktu hingga
maksimal 7 hari untuk mempersiapkan bukti-bukti – hakim bermusyawarah
terkait permintaan skorsing – hakim mempertimbangkan – memberikan
kesempatan JPU untuk bertanya)
 hakim menyatakan tanggal sidang berikutnya dan agenda berikutnya 
“pembuktian dari pihak terdakwa, dengan ini sidang ditutup”. Ketuk palu
 Diwaktu yang ditentukan hakim membuka kembali sidang “sidang lanjutan 
perkara pidana PN …. yang mengadili perkara pidana dengan no perkara …….
Atas nama terdakwa …… dengan resmi dibuka dan dinyatakan terbuka untuk
umum” – ketuk palu - Hakim menanyakan kesehatan dan kesiapan terdakwa
 Hakim menyampaikan agenda sidang “pembuktian dari pihak terdakwa” – 
menghimbau para hadirin untuk menyimak
Lanjutan Pembuktian (Pihak Terdakwa)
 Menanyakan kesiapan para pihak (JPU-Pihak Terdakwa) 
 Menanyakan Pihak Terdakwa perihal berapa orang yang akan dihadirkan 
sebagai saksi atau saksi ahli
 Memerintahkan dan mempersilahkan terdakwa untuk duduk disamping 
penasehat hukum (sebelah kanan)
 Penasehat hukum terdakwa memohon izin menghadirkan saksi-saksi di 
persidangan – Hakim mempersilahkan menghadirkan saksi
 Protokol membacakan kehadiran saksi ke ruang persidangan - Petugas PN 
mendampingi saksi masuk ke ruang sidang….. dst hingga selesainya
pemeriksaan/pembuktian dari Pihak Terdakwa (prosesi sama dengan
sebagaimana yang dijelaskan)
 Apabila terdakwa/penasehat hukum mengatakan bahwa semua bukti-bukti 
telah diajukan - Hakim menanyakan tambahan pemeriksaan alat bukti dari
pihak terdakwa – jika tidak ada maka hakim ketua menyatakan bahwa acara

26
selanjutnya adalah pemeriksaan terdakwa.
 hakim menyatakan tanggal sidang berikutnya dan agenda berikutnya 
“pemeriksaan terdakwa, dengan ini sidang ditutup”. Ketuk palu
 Diwaktu yang ditentukan hakim membuka kembali sidang “sidang lanjutan 
perkara pidana PN …. yang mengadili perkara pidana dengan no perkara …….
Atas nama terdakwa …… dengan resmi dibuka dan dinyatakan terbuka untuk
umum” – ketuk palu -
Lanjutan Pembuktian (Pemeriksaan Terdakwa)
 Hakim menyampaikan agenda sidang “pemeriksaan terdakwa” – menghimbau 
para hadirin untuk menyimak
 Hakim ketua mempersilahkan pada terdakwa agar duduk di kursi pemeriksaan 
 Terdakwa berpindah tempat dari kursi terdakwa menuju kursi pemeriksaan. 
 Hakim bertanya kepada terdakwa apakah terdakwa dalam keadaan sehat dan 
siap menjalani pemeriksaan.
 Hakim mengingatkan pada terdakwa agar menjawab semua pertanyaan 
dengan jelas dan tidak berbelit-belit sehingga tidak mempersulit jalannya
persidangan.
 Hakim ketua mulai mengajukan pertanyaan-perrtanyaan pada terdakwa diikuti 
hakim anggota, penuntut umum dan penasehat hukum, majelis hakim
menunjukkan segala barang bukti dan menanyakan pada terdakwa apakah ia
mengenal benda tersebut. (Pemeriksaan bukti surat, langsung dikaitkan dengan
pemeriksaan saksi atau terdakwa. Pemeriksaan terdakwa, sudah mulai
diperiksa pada pemeriksaan saksi. Pemeriksaan barang bukti, diperlihatkan dan
ditanyakan kepada terdakwa)
 Tata cara pemeriksaan pada terdakwa sama pada tata cara pemeriksaan saksi 
kecuali dalam hal sumpah
Lanjutan Pembuktian
 Apa bila terdakwa lebih dari satu dan diperiksa secara bersama sama dalam 
satu perkara, maka pemeriksaan dilakukan satu persatu secara bergiliran
 Apa bila terdapat ketidaksesuaian jawaban di antara terdakwa maka hakim 
dapat melakukan cross-check antara jawaban terdakwa yang satu dengan
jawaban terdakwa lain.
 Sebelum terdakwa selesai diperiksa – hakim memberikan kesempatan terakhir 
kepada JPU dan Penasehat hukum jika ada pertanyaan tambahan – jika tidak
ada maka ketua menyatakan bahwa seluruh rangkaian sidang pembuktian telah
selesai
 Hakim ketua menanyakan kesiapan JPU untuk membacakan surat tuntutan 
(requisitoir) (jika sudah siap sidang berlanjut pada pembacaaan surat tuntutan
oleh JPU) - hakim dapat memberi kesempatan pada JPU mempersiapkan surat
tuntutan pidana untuk dapat dibacakan pada sidang berikutnya
 JPU dapat meminta waktu hingga maksimal 7 hari untuk mempersiapkan surat 
tuntutan – hakim bermusyawarah terkait permintaan skorsing – hakim
mempertimbangkan – memberikan kesempatan pihak terdakwa untuk bertanya
 Hakim menyatakan tanggal sidang berikutnya dan agenda berikutnya 
“Pembacaan surat tuntutan (requisitoir) oleh JPU, dengan ini sidang ditutup”.
Ketuk palu
 

27
Pembacaan tuntutan
 Pada waktu yang ditentukan hakim membuka kembali sidang “sidang lanjutan 
perkara pidana PN …. yang mengadili perkara pidana dengan no perkara …….
Atas nama terdakwa …… dengan resmi dibuka dan dinyatakan terbuka untuk
umum” – ketuk palu -
 Hakim bertanya kepada terdakwa apakah terdakwa dalam keadaan sehat dan 
siap menjalani pemeriksaan
 Hakim menyampaikan agenda sidang “Pembacaan surat tuntutan (requisitoir)” - 
Hakim menanyakan kesiapan para pihak (JPU-Pihak Terdakwa/penasehat
hukum) – Menanyakan kesiapan JPU dalam pembacaan surat tuntutan –
menghimbau para hadirin untuk menyimak – memerintahkan JPU untuk
membacakan surat tuntutan - JPU membacakan surat tuntutan (Inti
pertimbangan-pertimbangan yang berupa kesimpulan sebagai hasil dari proses
persidangan + tuntutan pidana yang diminta)
 Setelah selesai JPU menyerahkan naskah tuntutan pidana (asli) pada hakim 
ketua dan salinannya diserahkan pada terdakwa dan penasehat hukum.
 Hakim bertanya kepada terdakwa apakah terdakwa paham dengan isi tuntutan 
pidana yang telah dibacakan oleh JPU.
 Hakim bertanya pada terdakwa/penasehat hukum apakah akan mengajukan 
pembelan (pleidooi) – jika iya menanyakan kesiapan membacakan Nota
Pembelaan – jika belum siap Pihak terdakwa dapat meminta waktu hingga
maksimal 7 hari untuk mempersiapkan Nota Pembelaan – hakim
bermusyawarah terkait permintaan skorsing – hakim mempertimbangkan –
memberikan kesempatan JPU untuk bertanya
 Hakim menyatakan tanggal sidang berikutnya dan agenda berikutnya 
“Pembacaan Nota Pembelaan oleh Terdakwa, dengan ini sidang ditutup”. Ketuk
palu
Nota pembelaan (Pleidooi)
 Pada waktu yang ditentukan hakim membuka kembali sidang “sidang lanjutan 
perkara pidana PN …. yang mengadili perkara pidana dengan no perkara …….
Atas nama terdakwa …… dengan resmi dibuka dan dinyatakan terbuka untuk
umum” – ketuk palu -
 Hakim bertanya kepada terdakwa apakah terdakwa dalam keadaan sehat dan 
siap menjalani pemeriksaan
 Hakim menyampaikan agenda sidang “Pembacaan Pembacaan Nota 
Pembelaan oleh Terdakwa” - Hakim menanyakan kesiapan para pihak (JPU-
Pihak Terdakwa/penasehat hukum) – Menanyakan kesiapan Pihak
Terdakwa/penasehat hukum dalam pembacaan Nota Pembelaan –
menghimbau para hadirin untuk menyimak – memerintahkan Pihak
Terdakwa/penasehat hukum untuk membacakannya - Pihak
Terdakwa/penasehat hukum membacakan Nota Pembelaan
 Setelah selesai Pihak Terdakwa/penasehat hukum menyerahkan naskah Nota 
Pembelaan(asli) kepada hakim ketua dan salinannya diserahkan kepada JPU
 Hakim dapat menyakan kepada pihak terdakwa perihal pembelaan pribadi yang 
ingin disampaikan secara tertulis atau lisan – jika ada maka hakim
mempersilahkan terdakwa untuk membacakan atau menyampaikan Nota
Pembelaan secara terpisah dengan cara berdiri di tempat

28
 Selanjutnya hakim bertanya kepada JPU apakah ia akan mengajukan jawaban 
(tanggapan) terhadap pembelaan terdakwa/penasehat hukum (replik) - Jika
ada maka hakim memberikan kesempatan kepada penuntut umum untuk
mengajukan replik dan berlanjut pada proses selanjutnya yaitu “ Replik –
Duplik” – jika tidak ada maka hakim bermusyawarah dan menilai cukup dan
menyatakan “setelah mendengar surat tuntutan dan nota pembelaan dari para
pihak maka majelis hakim akan mempertimbangkan putusan akhir dari perkara
ini..... dst” .
 hakim bermusyawarah terkait skorsing waktu musyawarah mempertimbangkan 
putusan dan menanyakan kepada para pihak (JPU – Terdakwa) ada tidaknya
keberatan terkait waktu yang ditentukan –
 Hakim menyatakan tanggal sidang berikutnya dan agenda berikutnya 
“Pembacaan Putusan Akhir oleh Majelis hakim, dengan ini sidang ditutup”.
Ketuk palu
Replik – Duplik
 Proses replik – duplik sama halnya dengan berbagai proses pembacaan surat- 
surat dalam proses sebelumnya
Musyawarah hakim - Pembacaan putusan hakim
 Pada waktu yang ditentukan hakim membuka kembali sidang “sidang lanjutan 
perkara pidana PN …. yang mengadili perkara pidana dengan no perkara …….
Atas nama terdakwa …… dengan resmi dibuka dan dinyatakan terbuka untuk
umum” – ketuk palu -
 Hakim bertanya kepada terdakwa apakah terdakwa dalam keadaan sehat dan 
siap menjalani sidang
 Hakim menyampaikan agenda sidang “Pembacaan Putusan Akhir” - 
menghimbau kepada terdakwa dan para hadirin untuk menyimak (pembacaan
putusan akhir dapat dibacakan bergantian oleh majelis hakim)
 Pada saat hakim akan membaca amar putusan (sebelum memulai 
membaca/mengucapkan kata ”mengadili” hakim ketua memerintahkan agar
terdakwa berdiri di tempat. - Setelah amar putusan dibacakan seluruhnya,
hakim ketua mengetuk palu (1x) dan mempersilahkan terdakwa untuk duduk
kembali
 Hakim ketua menjelaskan isi putusan secara singkat terutama yang berkaitan 
dengan amar putusan hingga terdakwa paham terhadap putusan yang
dijatuhkan kepadanya.
 Hakim ketua menjelaskan hak-hak para pihak terhadap putusan tersebut, (hak 
upaya hukum)
 prosesi selanjutnya antara lain: 
 Hakim ketua menawarkam kepada terdakwa untuk menentukan sikapnya, 
apakah akan menyatakan menerima putusan tersebut dan mengajukan
grasi, menyatakan naik banding atau menyatakan pikir-pikir, dalam hal ini
terdakwa dapat diberi waktu sejenak untuk berkonsultasi dengan
penasehat hukumnya atau terdakwa mempercayakan haknya kepada
penasehat hukumnya
 Hal yang sama juga di tawarkan kepada penuntut umum jika 
terdakwa/penasehat hukum menyatakan sikap menerima, maka hakim
ketua meminta terdakwa agar segera menanda tangani berita acara

29
pernyataan menerima putusan yang telah disiapkan oleh panitra
pengganti.
 Jika terdakwa menyatakan banding maka terdakwa segera diminta untuk 
menanda tangani akta permohonan banding
 Jika terdakwa/penasehat hukum pikir-pikir dulu,maka hakim ketua 
menjelaskan bahwa masa pikir-pikir diberika selama tujuh hari, apabila
setelah tujuh hari terdakwa tidak menyatakan sikap maka terdakwa
dianggap menerima putusan. Hal sama juga dilakukan terhadap penuntut
umum.
 Apabila tidak ada hal-hal yang akan di sampaikan lagi maka hakim ketua 
menyatakan seluruh rangkaian acara persidangan perkara pidana yang
bersangkutan telah selesai dan menyatakan sidang di tutup. Tata caranya
adalah: setelah mengucapkan kata kata “....sidang dinyatakan di tutup” hakim
ketua mengtuk palu sebanyak tiga kali.
 Panitera pengganti mengumumkan bahwa majelis hakim akan meninggalkan 
ruangan sidang ”hakim/majelis hakim akan meninggalkan ruang sidang, hadirin
dimohon untuk berdiri”.
 Semua yang hadir di ruangan sidang tersebut berdiri termasuk JPU, 
terdakwa/penasehat hukum.
 Hakim/majelis hakim meninggalkan ruang sidang melalui pintu khusus. 
 Para pengunjung sidang, penuntut umum penasehat hukum dan terdakwa 
berangsur-angsur meninggalkan ruang sidang. Apabila putusan menyatakan
terdakwa tetap ditahan, maka pertama-tama keluar adalah terdakwa dengan
dikawal oleh petugas

30
Dokumen yang harus disiapkan:

1. SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan), yang dilampiri :


 Laporan polisi – aduan pihak terkait
 Resume BAP saksi
 Resume BAP Tersangka
 Surat Penangkapan - Berita acara penangkapan
 Surat Penahanan - Berita acara penahanan
 Surat penggeledahan - Berita acara penggeledahan
 Surat penyitaan - Berita acara penyitaan.
2. Tata tertib sidang berdasarkan Permenkeh No. M.06.UM.01.06 Tahun 1983 (Petugas
PN-Panitera pengganti)
3. Surat Kuasa
4. Surat dakwaan
5. Nota keberatan (eksepsi)
6. Nota pembelaan (pledoi)
7. Replik
8. Duplik
9. Putusan hakim (Putusan praperadilan, Putusan sela, dan putusan akhir)
10. Berita acara persidangan,
11. dll

31
Peristiwa Penyelidikan Penyidikan Penuntutan
Hukum
Prapenuntutan

Penyelidik Menurut Penyidik Menurut POLRI


KUHAP
POLRI KUHAP PPNS

KPK UU Lain
UU Lain Bea Cukai
1. Ada informasi Kejaksaan Wewenang Penyidik Imigrasi
tersembunyi Bea Cukai 1. Memanggil saksi Bapepam
2. Tertangkap tangan Imigrasi 2. Memeriksa tersangka Penyerahan
Bapedal
3. Ada laporan Bapepam 3. Memeriksa saksi ahli Berkas Perkara
Ditjen HAKI
4. Ada Aduan Bapedal 4. Melakukan upaya paksa Komnas HAM
a. Penangkapan
b. Penahanan
c. Pengeledahan
d. Penyitaan

Penuntutan Pemeriksaan
Sidang Pengadilan
Prapenuntutan
Pengertian pasal
110 jo. 138
KUHAP
Penuntut Menurut Jaksa sebagai
Penyerahan
Umum KUHAP Penuntut Umum
perkara :
Dalam kasus
Tahap 1 : BAP
TIPIRING Polri
Tahap 2 : BAP,
sebagai PU atas
Tanggung Jawab
kuasa dari PU Pasal
atas tersangka an
205 KUHAP
barang bukti

UU Lain UU KPK,
TIPIKOR Kejaksaan,
Polri

Kewenangan PU - Memberikan ijin perpanjangan


penahanan pada penyidik
- Melakukan penahanan Pengertian : Sarat surat dakwaan : Formil, Materil
Cara : 1. Digabung 2. Dipisah
Bentuk Surat Dakwaan : 1. Tunggal 2. Komulatif
3. Alternatif 4. Primair Subsidair
Membuat Surat Dakwaan 5. Kombinasi I
Pemeriksaan Sidang Acara Pembuktian
Pengadilan

Sidang terbuka untuk umum


Sidang tertutup untuk umum

Pembacaan Surat Eksepsi / Tanggapan PU Putusan Sela oleh Isi Putusan Sela :
Dakwaan oleh PU Keberatan terhadap Eksepsi Hakim 1. Eksepsi Diterima
2. Eksepsi tidak
dapat diterima
3. Eksepsi Ditolak

Menurut Alasan Eksepsi


KUHAP 1. Kompetinsi mengadili perkara
pasal 156 - Relatif
- Absolut
2. Surat dakwaan tidak dapat diterima
3. Surat dakwaan Ditolak / dibatalkan

Alasan Eksepsi
Menurut 1. Dakwaan Error in Persona (Formil)
Doktrin atau salah orang
kebiasaan di 2. Dakwaan Obscuur Libels (materil)
persidangan SD kabur
3. Dakwaan adalah delik aduan
(absolute/relative)
4. Tidak tepat penerapan hukum
5. Gugurnya Hak menuntut PU
(Nebis in Idem, terdakwa mati,
Daluwarsa)
6. Bukan perkara Pidana
7. Dakwaan Prematur

II
Acara Pembuktian Tuntutan hukum Pledoi / Vonis Hakim
REQUISTOIR Pembelaan Vonis pasal 191 KUHAP :
Terdakwa atau 1. Menghukum terdakwa
Kuasa Hukum (terbukti bersalah & dpt
dipertanggung jawabkan)
2. Melepas terakwa dari
tuntutan hukum (alasan
dsar pemaaf penghapus
Pembuktian : pidana)
1. Apa yang harus dibuktikan. 3. Membebaskan terdakwa
Mengenai REQUISTOIR Replik
2. Pengakuan tidak melenyapkan kewajiban
1. Dihukum / terbukti dan dapat Hak Penuntut
pembuktian
dipertanggungjawabkan Umum
3. Hal secara umum diketahui tidak perlu
2. Dilepaskan terbukti tetapi tidak mempertahankan
dibuktikan
dapat dipertanggungjawabkan tuntutannya
4. Syarat pembuktian :
3. Dibebaskan karena tidak terbukti
a. Conviction in time (dasar keyakinan hakim)
b. Conviction Raisone (keyakinan hakim harus
di dukung alasan – alasan yang jelas)
c. UU secara Negative
d. UU secara Positive
5. Menurut KUHAP : Pasal 183
6. Prinsip minimum pembuktian (alat bukti) : Duplik
a. Keterangan saksi Hak terdakwa atau
b. Keterangan ahli Kuasa Hukum
c. Bukti surat menjawab /
d. Petunjuk menangkis Replik
e. Keterangan terdakwa dari Penuntut
7. Barang bukti : Umum
a. Korban meninggal
b. Barang / alat yang dipakai melakukan TP
8. Beban tanggung jawab pembuktian
a. Pembuktian biasa
b. Pembuktian terbalik
c. Pembuktian terbatas
d. Pembuktian berimbang

III
Upaya Hukum Eksekusi Pengawasan dan
Pelaksanaan Putusan Pengamatan
Pengadilan

Upaya Hukum terbagi atas :


1. Upaya Hukum Biasa Hakim wasmat UUPKK
a. Perlawanan atau Verzet Putusan yang sudah berkekuatan (Pasal 33 ayat 2)
b. Upaya Hukum Banding (PT) hukum tetap
c. Upaya Hukum Kasasi (MA)
2. Upaya Hukum luar biasa :
a. Peninjauan Kembali (PK)
b. Kasasi Demi Kepentingan
Hukum (KDKH)
Pengawasan : Mengawasi
Peraturan Pelaksanaan menurut KUHAP :
apakah putusan
1. Pelaksanaan putusan pengadilan oleh jaksa
pengadilan telah
(Pasal 271)
dilaksanakan secara benar
2. Pelaksanaan pidana mati (Pasal 271)
atau tidak
3. Pidana sejenis berturut – turut (Pasal 272)
4. Pidana denda (Pasal 273 ayat 1 dan 2)
Pengamatan : Mengamati
5. Pengaturan barang bukti yang dirampas
perkembangan
oleh negara (Pasal 273 ayat 3 dan 4)
kepribadian dari terpidana
6. Ganti rugi pada pihak yang dirugikan (Pasal
selama melaksanakan /
274)
menjalani putusan
7. Biaya perkara (Pasal 275)
8. Pidana bersyarat (Pasal 276)

IV

Anda mungkin juga menyukai