NIM : 55519120027
JAKARTA
2020
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke Hadirat Allah Swt., karena berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik
dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai “STUDI
KASUS PADA PT ASURANSI JIWASRAYA PERSERO”
Makalah ini dibuat dengan maksud untuk memenuhi salah satu syarat guna
melengkapi tugas mata kuliah Pengauditan Lanjutan, Program Studi Magister
Akuntansi, Fakultas Pascasarjana Ekonomi dan Bisnis di Universitas Mercu
Buana.
Dalam pembuatan makalah ini, tak luput dari bantuan, bimbingan dan dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini, diantaranya:
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah
ini. Oleh karena itu, kami secara terbuka menerima saran serta kritik yang bersifat
konstruktif sehingga dapat membangun kami. Akhir kata, kami berharap makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar 2
Pendahuluan 4
Pembahasan 10
Penutup 19
Daftar Pustaka 21
BAB I
3
PENDAHULUAN
Pada tahun 1957 perusahaan asuransi jiwa milik Belanda yang ada di
Indonesia dinasionalisasi sejalan dengan program Indonesianisasi perekonomian
Indonesia. Tanggal 17 Desember 1960 NILLMIJ van 1859 dinasionalisasi
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 1958 dengan merubah
namanya menjadi PT Perusahaan Pertanggungan Djiwa Sedjahtera.
4
Berdasarkan SK Menteri Urusan Perasuransian Nomor 2/SK/66 tanggal 1
Januari 1966, PT Pertanggungan Djiwa Dharma Nasional dikuasai oleh
Pemerintah dan diintegrasikan kedalam Perusahaan Negara Asuransi Djiwasraja.
5
seluruh dedikasi dan keahliannya untuk memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat
akan asuransi jiwa dan perencanaan keuangan yang semakin kompleks dan
kompetitif.
6
PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tengah menjadi sorotan
masyarakat. Asuransi jiwa tertua di Indonesia itu mengalami tekanan likuiditas
sehingga ekuitas perseroan tercatat negatif Rp23,92 triliun pada September 2019.
Selain itu, Jiwasraya membutuhkan uang sebesar Rp32,89 triliun untuk kembali
sehat. Ternyata, kasus Jiwasraya merupakan puncak gunung es yang baru
mencuat. Jika dirunut, permasalahan Jiwasraya sudah terjadi sejak tahun 2000-an.
Berikut kronologi kasus Jiwasraya:
7
Produk ini ikut menambah sakit perseroan lantaran menawarkan bunga
tinggi, yakni 9 persen hingga 13 persen.
- 2017: Kondisi keuangan Jiwasraya tampak membaik. Laporan keuangan
Jiwasraya pada 2017 positif dengan raihan pendapatan premi dari produk
JS Saving Plan mencapai Rp21 triliun. Selain itu, perseroan meraup laba
Rp2,4 triliun naik 37,64 persen dari tahun 2016.
Perlu diketahui, sepanjang 2013-2017, pendapatan premi Jiwasraya
meningkat karena penjualan produk JS Saving Plan dengan periode
pencairan setiap tahun.
- 2018: Direktur Pengawasan Asuransi OJK, Ahmad Nasrullah menerbitkan
surat pengesahan cadangan premi 2016 sebesar Rp10,9 triliun.
Pada bulan yang sama, Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim dan
Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo dicopot. Nasabah mulai
mencairkan JS Saving Plan karena mencium kebobrokan direksi lama
Mei 2018, pemegang saham menunjuk Asmawi Syam sebagai direktur
utama Jiwasraya. Di bawah kepemimpinannya, direksi baru melaporkan
terdapat kejanggalan laporan keuangan kepada Kementerian BUMN.
Indikasi kejanggalan itu betul, karena hasil audit Kantor Akuntan Publik
(KAP) PricewaterhouseCoopers (PwC) atas laporan keuangan 2017
mengoreksi laporan keuangan interim dari laba sebesar Rp2,4 triliun
menjadi hanya Rp428 miliarAgustus 2018, Menteri BUMN Rini
Soemarno mengumpulkan direksi untuk mendalami potensi gagal bayar
perseroan. Ia juga meminta BPK dan BPKP untuk melakukan audit
investigasi terhadap Jiwasraya.
Oktober-November 2018, masalah tekanan likuiditas Jiwasraya mulai
tercium publik. Perseroan mengumumkan tidak dapat membayar klaim
polis jatuh tempo nasabah JS Saving Plan sebesar Rp802 miliar.
Pada November, pemegang saham menunjuk Hexana Tri Sasongko
sebagai Direktur Utama menggantikan Asmawi Syam.
Hexana mengungkap Jiwasraya membutuhkan dana sebesar Rp32,89
triliun untuk memenuhi rasio solvabilitas (RBC) 120 persen. Tak hanya
8
itu, aset perusahaan tercatat hanya sebesar Rp23,26 triliun, sedangkan
kewajibannya mencapai Rp50,5 triliun.
Akibatnya, ekuitas Jiwasraya negatif sebesar Rp27,24 triliun. Sementara
itu, liabilitas dari produk JS Saving Plan yang bermasalah tercatat sebesar
Rp15,75 triliun.
November 2019, Kementerian BUMN di bawah kepemimpinan Erick
Thohir mengaku melaporkan indikasi kecurangan di Jiwasraya ke
Kejaksaan Agung (Kejagung). Hal itu dilakukan setelah pemerintah
melihat secara rinci laporan keuangan perusahaan yang dinilai tidak
transparan. Kementerian BUMN juga mensinyalir investasi Jiwasraya
banyak ditaruh di saham-saham gorengan. Hal ini yang menjadi satu dari
sekian masalah gagal bayar klaim Asuransi Jiwasraya.
Selain Kejagung, Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta juga menaikkan
status pemeriksaan dari penyelidikan menjadi penyidikan pada kasus
dugaan korupsi.
Hasil pemeriksaan BPK akan menjadi dasar bagi Kejagung mengambil
putusan terhadap orang-orang yang bertanggung jawab atas kondisi
Jiwasraya.
9
BAB II
PEMBAHASAN
Bila dijelaskan secara detail tujuan dari audit eksternal adalah untuk
mengetahui apakah laporan keuangan tahunan perusahaan atau organisasi
menyajikan kondisi yang riil tentang keadaan finansial perusahaan atau
organisasi terkait. Selain itu apakah dana milik instansi tersebut telah benar-
benar dimanfaatkan sesuai dengan tujuan yang telah disepakati atau dimuat
dalam konstitusi. Sementara itu kita juga tidak dapat mencampuradukkan
tujuan dari auditing sebagaimana point-point berikut ini:
10
Laporan keuangan yang benar akan membantu menambah kepercayaan
masyarakat terhadap perusahaan atau organisasi terkait, termasuk untuk
meningkatkan kinerja perusahaan. Penyajian laporan keuangan dengan benar
sesuai standar adalah kewajiban di mata hukum, dan sebagai warga negara
yang baik selayaknya kita patuh terhadap hukum dan peraturan yang telah
diatur. Dan terakhir, audit eksternal akan membantu mengidentifikasi bila
sistem yang dijalankan selama ini masih kurang efektif dan efisien.
Auditor tidak memeriksa seluruh laporan keuangan satu demi satu secara
mendetail karena akan membutuhkan waktu yang sangat lama, sementara
mereka hanya memiliki waktu yang terbatas dalam menyelesaikan tugasnya.
Jadi auditor hanya menguji beberapa sample transaksi untuk mengetahui
validitasnya. Setelah proses auditing selesai akan dihasilkan suatu laporan
kepada anggota atau publik yang menggambarkan suatu opini audit tentang
akurasi dan kewajaran laporan keuangan tersebut, termasuk keadaan
perusahaan atau organisasi dan aktifitas-aktifitas selama jangka waktu yang
dimaksud.
Jadi jika auditor mendapatkan bahwa laporan keuangan suatu perusahaan atau
organisasi tidak baik, maka auditor berhak menyatakan hal tersebut dalam
laporan hasil auditing sesuai dengan opini mereka. Setelah itu auditor akan
memberikan konsultasi untuk melakukan perubahan atau penyesuaian pada
rancangan laporan keuangan yang akan disetujui oleh Dewan. Auditor juga
pada umumnya akan membuat Surat Manajemen yang diperuntukkan bagi
divisi manajemen yang memuat kelemahan atau kurang efektifnya sistem
kontrol intern.
Dalam surat tersebut juga tercantum solusi yang merupakan rekomendasi dari
auditor cara memperbaiki kondisi tersebut. Manajer kemudian akan
melakukan feed back dan menjabarkan langkah perbaikan yang kemudian
akan dilakukan. Sangat penting untuk menyatakan secara jelas ruang lingkup
11
pertanggungjawaban auditor setiap saat akan dilakukan proses auditing. Hal
ini meliputi periode waktu dan kesatuan ekonomi yang dimaksud.
12
7. Bentuk pengawasan dari regulator terkait yaitu dalam bentuk kewajiban
penyampaian laporan berkala (off site supervision) serta pemeriksaan
langsung (audit) yang dilakukan secara berkala (on site supervision).
Terdapat berbagai aspek yang diawasi dalam laporan berkala, di
antaranya kesehatan keuangan (modal minimum, tingkat solvabilitas
wajib, pengelolaan investasi, dan lainnya), penyelenggaran manajemen
risiko serta tata kelola perusahaan yang baik.
Menurut Rai (2008) kualitas audit dipengaruhi oleh elemen-elemen yang ada
pada standar audit dan etika professional auditor agar audit yang dilakukan
berkualitas maka auditor harus mematuhi dan memaksimalkan apa yang
diwajibkan dalam standar audit dan etika profesinya. SPKN (2017)
menyebutkan pemeriksaan keuangan negara adalah proses identifikasi
masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif,
dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan. Selain kepatuhan auditor
dalam melaksanakan audit sesuai dengan standard yang telah ditetapkan, IAI
menyebutkan bahwa kualitas audit juga didasari oleh kualitas laporan audit
yang berkualitas. Beberapa unsur kualitas laporan hasil audit, sesuai dengan
kode etik yang berlaku dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
(SKPN,2017), diantaranya:
2) Lengkap Laporan hasil audit haruslah memuat semua unsur yang memadai
untuk memenuhi keinginan pengguna laporan dan memenuhi persyaratan isi
laporan audit.
13
3) Akurat Dalam penyusunan laporan hasil audit harus menyajikan informasi
dari bukti yang benar dan temuan yang tepat, perlunya keakuratan didasarkan
akan kebutuhan untuk memberikan keyakinan pada pengguna laporan audit
bahwa apa yang dilaporkan memiliki kredibilitas yang dapat
dipertanggungjawabkan.
PROFESIONALISME
14
care), ketelitian, dan kecermatan, serta berpedoman kepada standar dan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Prinsip kunci dari profesionalisme
adalah bahwa seorang profesional memiliki pengalaman dan kemampuan
mengenali/memahami bidang tertentu yang lebih tinggi dari auditan
(Rahmadi dkk, 2006, hlm.96). Standard umum audit dalam SPKN(2017)
mengatur sikap yang merupakan ciri auditor dan harus dimiliki auditor,
diantaranya auditor di tuntut untuk kompeten, independen, melaksanakan
tugas sesuai dengan kode etik yang berlaku, dan memiliki sikap skeptis
profesional dalam pelaksanaan audit.
KOMPETENSI
15
(independent in appearance) adalah hasil dari interpretasi lain atas
independensi ini. Agoes juga menyatakan bahwa seorang auditor yang
independen adalah auditor yang dapat mempertahankan integritasnya dan
selalu menaati kode etik. Independen dalam penampilan berarti hasil
interpretasi pihak lain mengenai independensi.
ETIKA AUDITOR
Etika biasa didefinisikan secara luas sebagai seperangkat moral dan nilai.
Masing-masing individu mempunyai seperangkat nilai yang di yakini,
meskipun demikian tidak semua dapat terlaksana seutuhnya Arens dkk (2014,
hlm.125). Perbedaan moral dan nilai yang dipercayai seseorang dengan yang
lainnya adalah wajar. Perbedaan ini mencerminkan pengalaman hidup
seseorang, kesuksesan dan kegagalan dimasa lampau, pengaruh pendidikan
orang tua maupun pendidikan umum, dan pergaulan. Arens dkk (2014,
hlm.125) menyatakan bahwa etika adalah karekter yang baik yang dimiliki
oleh individu didalam komunitas yang membentuk norma-norma dan
peraturan yang menjadi normatif di kehidupan suatu individu. Etika juga
diartikan sebagai suatu sikap dan perilaku yang menunjukkan kesediaan dan
kesanggupan seseorang secara sadar untuk menaati ketentuan dan norma yang
berlaku dalam suatu organisasi (SPKN, 2017).
SKEPTISME PROFESIONAL
Skeptisme profesional menurut Hery (2017, hlm.64) adalah suatu sikap yang
mencangkup suatu pikiran yang selalu mempertanyakan, dan selalu waspada
terhadap kondisi yang dapat mengindikasi adanya kemnungkinan salah saji,
baik yang disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan, serta meliputi
sikap kritis dalam melakukan penilaian atas bukti audit. Noviyanti (2007)
mengatakan bahwa skeptisme profesional auditor dipengaruhi oleh faktor
social (kepercayaan), factor psikologikal (penaksiran resiko kecurangan) dan
factor personal (kepribadian). Sugiarmini dan Datrini (2017), Kusumawati
16
dan Syamsudin (2017) dan Sari dan Ramantha (2015) menyimpulkan dalam
penelitiannya bahwa skeptisme profesional mempengaruhi kualitas audit.
Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang
secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan
tidak baik bagi profesional. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia adalah aturan
perilaku, etika akuntan dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya:
1.Integritas
2.Obyektivitas
Auditor yang obyektif adalah auditor yang tidak memihak sehingga independensi
profesinya dapat dipertahankan. Dalam mengambil keputusan atau tindakan, ia
tidak boleh bertindak atas dasar prasangka atau bias, pertentangan
kepentingan, atau pengaruh dari pihak lain. Obyektivitas ini dipraktikkan
ketika auditor mengambil keputusan-keputusan dalam kegiatan auditnya. Auditor
yang obyektif adalah auditor yang mengambil keputusan berdasarkan seluruh
bukti yang tersedia, dan bukannya karena pengaruh atau berdasarkan pendapat
atau prasangka pribadi maupun tekanan dan pengaruh orang lain.
Agar dapat memberikan layanan audit yang berkualitas, auditor harus memiliki
dan mempertahankan kompetensi dan ketekunan. Untuk itu auditor harus selalu
meningkatkan pengetahuan dan keahlian profesinya pada tingkat yang
17
diperlukan untuk memastikan bahwa instansi tempat ia bekerja atau auditan
dapat menerima manfaat dari layanan profesinya berdasarkan
pengembangan praktik, ketentuan, danteknik-teknik yang terbaru. Berdasarkan
prinsip dasar ini, auditor hanya dapat melakukan suatu audit apabila ia
memiliki kompetensi yang diperlukan atau menggunakan bantuan tenaga ahli
yang kompeten untuk melaksanakan tugas-tugasnya secara memuaskan.
4.Kerahasiaan
a.
18
BAB III
PENUTUP
Kualitas audit yang baik tidak akan tercapai jika dari audit – audit
tahun sebelumnya tidak ditindaklajuti. Padahal BPK memberikan
opini disclaimer (tidak menyatakan pendapat) untuk laporan keuangan
2006-2007 lantaran penyajian informasi cadangan tidak dapat diyakini
kebenarannya. Defisit perseroan semakin lebar, yakni Rp5,7 triliun
pada 2008 dan Rp6,3 triliun pada 2009.
19
pembelian dilakukan dengan negosiasi bersama pihak-pihak tertentu
agar bisa memperoleh harga yang diinginkan. Pada tahun 2016
Jiwasraya telah diwanti-wanti berisiko atas gagal bayar dalam
transaksi investasi ditambah kurang optimal dalam mengawasi
reksadana yang dimiliki. KAP harus menjunjung tinggi integritas
sesuai kode etik. Menurut penulis jika kasus ini difollow up sejak
tahun 2008 tidak akan terjadi gagal bayar sampai sedemikian
banyaknya kerugian negara.
20
Daftar Pustaka
https://www.kursusakuntansi.co.id/artikel.html?
id=Audit_Eksternal_Pada_Perusahaan
https://www.wartaekonomi.co.id/read268090/bikin-geleng-geleng-jiwasraya-
bobol-pengawasan-superketat-di-asuransi-jiwa
Institut Akuntan Publik Indonesia. Kode Etik Profesi Akuntan Publik. IAPI, 2019.
21