Anda di halaman 1dari 21

PENGAUDITAN LANJUTAN

STUDI KASUS PADA PT ASURANSI JIWASRAYA PERSERO

NAMA : Anggun Mita Tri K.

NIM : 55519120027

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI

UNIVERSITAS MERCU BUANA

JAKARTA

2020

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke Hadirat Allah Swt., karena berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik
dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai “STUDI
KASUS PADA PT ASURANSI JIWASRAYA PERSERO”

Makalah ini dibuat dengan maksud untuk memenuhi salah satu syarat guna
melengkapi tugas mata kuliah Pengauditan Lanjutan, Program Studi Magister
Akuntansi, Fakultas Pascasarjana Ekonomi dan Bisnis di Universitas Mercu
Buana.

Dalam pembuatan makalah ini, tak luput dari bantuan, bimbingan dan dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini, diantaranya:

1. Orangtua yang telah memberikan dukungan semangat demi


terselesaikannya makalah ini.

2. Bapak Muhyarsyah, SE, Msi, Dr selaku dosen mata kuliah Pengauditan


Lanjutan yang telah membimbing dalam proses pembuatan makalah ini.

3. Teman-teman yang ikut memberikan bantuan dan dukungan dalam


menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah
ini. Oleh karena itu, kami secara terbuka menerima saran serta kritik yang bersifat
konstruktif sehingga dapat membangun kami. Akhir kata, kami berharap makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Jakarta, 11 April 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar 2
Pendahuluan 4
Pembahasan 10
Penutup 19
Daftar Pustaka 21

BAB I

3
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jiwasraya dibangun dari sejarah teramat panjang. Bermula dari NILLMIJ,


Nederlandsch Indiesche Levensverzekering en Liffrente Maatschappij van 1859,
tanggal 31 Desember 1859. Perusahaan asuransi jiwa yang pertama kali ada di
Indonesia (Hindia Belanda waktu itu) didirikan dengan Akte Notaris William
Hendry Herklots Nomor 185.

Pada tahun 1957  perusahaan asuransi jiwa milik Belanda yang ada di
Indonesia dinasionalisasi sejalan dengan program Indonesianisasi perekonomian
Indonesia. Tanggal 17 Desember 1960 NILLMIJ van 1859 dinasionalisasi
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 1958 dengan merubah
namanya menjadi PT Perusahaan Pertanggungan Djiwa Sedjahtera.

Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 214 tahun 1961,


tanggal  1 Januari 1961, 9 (sembilan) perusahaan asuransi jiwa milik Belanda
dengan inti NILLMIJ van 1859 dilebur  menjadi Perusahaan Negara Asuransi
Djiwa Eka Sedjahtera.

4 (empat) tahun  kemudian tepatnya tanggal 1 Januari 1965 berdasarkan


Keputusan Menteri PPP Nomor BAPN 1-3-24, nama Perusahaan negara Asuransi
Djiwa Eka Sedjahtera diubah menjadi Perusahaan Negara Asuransi Djiwa Djasa
Sedjahtera.

Setahun kemudian tepatnya tanggal 1 Januari 1966, berdasarkan PP No.40


tahun 1965 didirikan Perusahaan Negara yang baru bernama Perusahaan Negara
Asuransi Djiwasraja yang merupakan peleburan dari Perusahaan negara Asuransi
Djiwa Sedjahtera.

4
Berdasarkan SK Menteri Urusan Perasuransian Nomor 2/SK/66  tanggal 1
Januari 1966, PT Pertanggungan Djiwa Dharma Nasional dikuasai oleh
Pemerintah dan diintegrasikan kedalam Perusahaan Negara Asuransi Djiwasraja.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 1972, tanggal 23


Maret 1973 dengan Akta Notaris Mohamad Ali Nomor 12 tahun 1973,
Perusahaan Negara Asuransi Djiwasraya berubah status menajdi Perusahaan
Perseroan (Persero) Asuransi Jiwasraya yang Anggaran Dasarnya kemudian
diubah dan ditambah dengan Akta Notaris Sri Rahayu Nomor 839 tahun 1984
Tambahan Berita Negara Nomor 67 tanggal 21 Agustus 1984 menjadi PT
Asuransi Jiwasraya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995, diubah dan ditambah


terakhir dengan Akta Notaris Imas Fatimah SH, Nomor 10 tanggal 12 Mei 1988
dan Akte Perbaikan Nomor 19 tanggal 8 September 1998 yang telah diumumkan
dalam Tambahan Berita Negara Nomor 1671 tanggal 16 Maret 2000 dan Akte
Perubahan Notaris Sri Rahayu H.Prasetyo,Sh, Nomor 03 tanggal 14 Juli 2003
menjadi PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Anggaran Dasar PT Asuransi Jiwasraya (Persero) telah beberapa kali


diubah dan ditambah, terakhir dengan Akta Notaris Netty Maria Machdar, SH.
Nomor 74 tanggal 18 Nopember 2009 sebagaimana surat Penerimaan
Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar Departemen Hukum dan Hal Azasi
Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-AH.01.10.01078  tanggal 15 Januari
2010, dan Akta Nomor 155 tanggal 29 Agustus 2008 yang telah mendapatkan
persetujuan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia sesuai
Surat Keputusan Nomor AHU-96890.AH.01.02 tahun 2008 tanggal 16 Desember
2008.

Asuransi Jiwasraya terlahir dengan gagasan mulia : mendidik masyarakat


merencanakan masa depan. Sebuah gagasan besar yang telah lebih dari 152 tahun
lalu disadari makna pentingnya oleh para perintis, pendiri dan penentu kebijakan
di Republik ini. Untuk mengemban tugas mulia ini, Jiwasraya mengerahkan

5
seluruh dedikasi dan keahliannya untuk memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat
akan asuransi jiwa dan perencanaan keuangan yang semakin kompleks dan
kompetitif.

 Komitmen dan semangat untuk terus menjadikan gagasan mulia tersebut


sebagai  landasan  pelayanan dan panduan gerak laju  bisnisnya mengantarkan
Jiwasraya pada berbagai penghargaan kinerja tidak hanya diakui di Indonesia saja,
bahkan  dunia.  Pada tahun 2011, Jiwasraya untuk ke-dua kalinya meraih
penghargaan World Finance Award untuk kategori Insurance Company of The
Year. Sebuah  apresiasi  membanggakan yang  akan memacu  lahirnya berbagai
inisiatif  dan terobosan penting bagi  pencapaian  kinerja  yang lebih baik  dimasa
yang akan datang.   

Menjawab ketatnya tantangan kompetisi global, Jiwasraya terus menata


seluruh lini pelayanannya untuk bekerja lebih efisien dan produktif, seraya
mengoptimalkan berbagai potensi yang dimiliki. Pada sisi produk, Jiwasraya tidak
pernah berhenti  melakukan inovasi berdasarkan perhitungan dan benchmack
yang cermat (new product development).  Sumberdaya dan energi Perusahaan
juga difokuskan pada berbagai lini penting agar dapat  meningkatkan level
produktifitas kinerja sehingga  mampu mendorong pencapaian target. Apek
pemasaran sebagai garda depan penjualan  didukung  melalui  kegiatan  promosi
yang dilakukan  sejalan dengan peningkatan kualifikasi, keahlian dan jumlah agen
untuk menguatkan penetrasi ke wilayah dan segmen  yang  belum tergarap
optimal. Jiwasraya juga telah melakukan investasi yang serius untuk
meningkatkan kapasitas  kinerja dari sisi teknologi informasi sehingga mampu
memberikan dampak yang signifikan pada percepatan, kehandalan  dan
keakuratan pelayanan.

Melalui berbagai strategi, inisiatif strategis, sikap, tindakan yang makin


profesional,  yang dilandasi tujuan mulia, Jiwasraya memacu langkah menuju 5
(lima) besar Perusahaan asuransi  jiwa di Indonesia yang membanggakan
Indonesia dan diakui dunia.

6
PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tengah menjadi sorotan
masyarakat. Asuransi jiwa tertua di Indonesia itu mengalami tekanan likuiditas
sehingga ekuitas perseroan tercatat negatif Rp23,92 triliun pada September 2019.
Selain itu, Jiwasraya membutuhkan uang sebesar Rp32,89 triliun untuk kembali
sehat. Ternyata, kasus Jiwasraya merupakan puncak gunung es yang baru
mencuat. Jika dirunut, permasalahan Jiwasraya sudah terjadi sejak tahun 2000-an.
Berikut kronologi kasus Jiwasraya:

- 2006: Kementerian BUMN dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)


menyatakan ekuitas Jiwasraya tercatat negatif Rp3,29 triliun.
- 2008: Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan
opini disclaimer (tidak menyatakan pendapat) untuk laporan keuangan
2006-2007 lantaran penyajian informasi cadangan tidak dapat diyakini
kebenarannya. Defisit perseroan semakin lebar, yakni Rp5,7 triliun pada
2008 dan Rp6,3 triliun pada 2009.

- 2010-2012: Jiwasraya melanjutkan skema reasuransi dan mencatatkan


surplus sebesar Rp1,3 triliun pada akhir 2011. Namun, Kepala Biro
Perasuransian Isa Rachmatawarta menyatakan metode reasuransi
merupakan penyelesaian sementara terhadap seluruh masalah. Sebab,
keuntungan operasi dari reasuransi cuma mencerminkan keuntungan semu
dan tidak memiliki keuntungan ekonomis.

Karenanya, pada Mei 2012, Isa menolak permohonan perpanjangan


reasuransi. Laporan keuangan Jiwasraya 2011 disebut tidak mencerminkan
angka yang wajar

Pada 2012, Bapepam-LK memberikan izin produk JS Proteksi Plan pada


18 Desember 2012. JS Proteksi Plan dipasarkan melalui kerja sama
dengan bank (bancassurance).

7
Produk ini ikut menambah sakit perseroan lantaran menawarkan bunga
tinggi, yakni 9 persen hingga 13 persen.
- 2017: Kondisi keuangan Jiwasraya tampak membaik. Laporan keuangan
Jiwasraya pada 2017 positif dengan raihan pendapatan premi dari produk
JS Saving Plan mencapai Rp21 triliun. Selain itu, perseroan meraup laba
Rp2,4 triliun naik 37,64 persen dari tahun 2016.
Perlu diketahui, sepanjang 2013-2017, pendapatan premi Jiwasraya
meningkat karena penjualan produk JS Saving Plan dengan periode
pencairan setiap tahun.
- 2018: Direktur Pengawasan Asuransi OJK, Ahmad Nasrullah menerbitkan
surat pengesahan cadangan premi 2016 sebesar Rp10,9 triliun.
Pada bulan yang sama, Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim dan
Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo dicopot. Nasabah mulai
mencairkan JS Saving Plan karena mencium kebobrokan direksi lama
Mei 2018, pemegang saham menunjuk Asmawi Syam sebagai direktur
utama Jiwasraya. Di bawah kepemimpinannya, direksi baru melaporkan
terdapat kejanggalan laporan keuangan kepada Kementerian BUMN.
Indikasi kejanggalan itu betul, karena hasil audit Kantor Akuntan Publik
(KAP) PricewaterhouseCoopers (PwC) atas laporan keuangan 2017
mengoreksi laporan keuangan interim dari laba sebesar Rp2,4 triliun
menjadi hanya Rp428 miliarAgustus 2018, Menteri BUMN Rini
Soemarno mengumpulkan direksi untuk mendalami potensi gagal bayar
perseroan. Ia juga meminta BPK dan BPKP untuk melakukan audit
investigasi terhadap Jiwasraya.
Oktober-November 2018, masalah tekanan likuiditas Jiwasraya mulai
tercium publik. Perseroan mengumumkan tidak dapat membayar klaim
polis jatuh tempo nasabah JS Saving Plan sebesar Rp802 miliar.
Pada November, pemegang saham menunjuk Hexana Tri Sasongko
sebagai Direktur Utama menggantikan Asmawi Syam.
Hexana mengungkap Jiwasraya membutuhkan dana sebesar Rp32,89
triliun untuk memenuhi rasio solvabilitas (RBC) 120 persen. Tak hanya

8
itu, aset perusahaan tercatat hanya sebesar Rp23,26 triliun, sedangkan
kewajibannya mencapai Rp50,5 triliun.
Akibatnya, ekuitas Jiwasraya negatif sebesar Rp27,24 triliun. Sementara
itu, liabilitas dari produk JS Saving Plan yang bermasalah tercatat sebesar
Rp15,75 triliun.
November 2019, Kementerian BUMN di bawah kepemimpinan Erick
Thohir mengaku melaporkan indikasi kecurangan di Jiwasraya ke
Kejaksaan Agung (Kejagung). Hal itu dilakukan setelah pemerintah
melihat secara rinci laporan keuangan perusahaan yang dinilai tidak
transparan. Kementerian BUMN juga mensinyalir investasi Jiwasraya
banyak ditaruh di saham-saham gorengan. Hal ini yang menjadi satu dari
sekian masalah gagal bayar klaim Asuransi Jiwasraya.
Selain Kejagung, Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta juga menaikkan
status pemeriksaan dari penyelidikan menjadi penyidikan pada kasus
dugaan korupsi.
Hasil pemeriksaan BPK akan menjadi dasar bagi Kejagung mengambil
putusan terhadap orang-orang yang bertanggung jawab atas kondisi
Jiwasraya.

9
BAB II

PEMBAHASAN

a. Peran auditor dalam memenuhi tuntutan masyarakat akan informasi


keuangan

Bila dijelaskan secara detail tujuan dari audit eksternal adalah untuk
mengetahui apakah laporan keuangan tahunan perusahaan atau organisasi
menyajikan kondisi yang riil tentang keadaan finansial perusahaan atau
organisasi terkait. Selain itu apakah dana milik instansi tersebut telah benar-
benar dimanfaatkan sesuai dengan tujuan yang telah disepakati atau dimuat
dalam konstitusi. Sementara itu kita juga tidak dapat mencampuradukkan
tujuan dari auditing sebagaimana point-point berikut ini:

Hal-hal di bawah ini bukanlah tujuan dari audit eksternal

 Menyiapkan laporan keuangan


 Menyatakan bahwa sistem kontrol keuangan intern yang selama ini
dijalankan merupakan sistem yang efektif
 Memberikan catatan yang menyatakan “tidak terdapat masalah”
 Menyelidiki bawah laporan keuangan 100%  dibuat tanpa ada kesalahan

Alasan mengapa audit eksternal perlu untuk dilakukan adalah, agar


masyarakat dapat mengakses informasi tentang penanganan sumber daya
ekonomi umum karena masyarakat memang memiliki hal untuk itu. Karena
tak semua orang, terutama bagi para awam kesulitan memahami transaksi
keuangan dalam bentuk laporan yang rumit, sehingga dibutuhkan jasa seorang
profesional untuk memeriksa informasi sekaligus melakukan analisis dalam
laporan keuangan tersebut. Untuk memperkecil peluang terjadinya kesalahan
di masa mendatang sehingga manajemen perlu melakukan verifikasi akurasi
laporan keuangan.

10
Laporan keuangan yang benar akan membantu menambah kepercayaan
masyarakat terhadap perusahaan atau organisasi terkait, termasuk untuk
meningkatkan kinerja perusahaan. Penyajian laporan keuangan dengan benar
sesuai standar adalah kewajiban di mata hukum, dan sebagai warga negara
yang baik selayaknya kita patuh terhadap hukum dan peraturan yang telah
diatur. Dan terakhir, audit eksternal akan membantu mengidentifikasi bila
sistem yang dijalankan selama ini masih kurang efektif dan efisien.

Auditor tidak memeriksa seluruh laporan keuangan satu demi satu secara
mendetail karena akan membutuhkan waktu yang sangat lama, sementara
mereka hanya memiliki waktu yang terbatas dalam menyelesaikan tugasnya.
Jadi auditor hanya menguji beberapa sample transaksi untuk mengetahui
validitasnya. Setelah proses auditing selesai akan dihasilkan suatu laporan
kepada anggota atau publik yang menggambarkan suatu opini audit tentang
akurasi dan kewajaran laporan keuangan tersebut, termasuk keadaan
perusahaan atau organisasi dan aktifitas-aktifitas selama jangka waktu yang
dimaksud.

Jadi jika auditor mendapatkan bahwa laporan keuangan suatu perusahaan atau
organisasi tidak baik, maka auditor berhak menyatakan hal tersebut dalam
laporan hasil auditing sesuai dengan opini mereka. Setelah itu auditor akan
memberikan konsultasi untuk melakukan perubahan atau penyesuaian pada
rancangan laporan keuangan yang akan disetujui oleh Dewan. Auditor juga
pada umumnya akan membuat Surat Manajemen yang diperuntukkan bagi
divisi manajemen yang memuat kelemahan atau kurang efektifnya sistem
kontrol intern. 

Dalam surat tersebut juga tercantum solusi yang merupakan rekomendasi dari
auditor cara memperbaiki kondisi tersebut. Manajer kemudian akan
melakukan feed back dan menjabarkan langkah perbaikan yang kemudian
akan dilakukan. Sangat penting untuk menyatakan secara jelas ruang lingkup

11
pertanggungjawaban auditor setiap saat akan dilakukan proses auditing. Hal
ini meliputi periode waktu dan kesatuan ekonomi yang dimaksud.

b. Peran internal auditor

Berikut ini pengawasan berlapis yang terdapat di industri asuransi jiwa,


yakni:

1. Perusahaan asuransi jiwa wajib memiliki komisaris independen sebagai


anggota dari dewan komisaris untuk menjamin perlindungan terhadap
pemegang polis
2. Seluruh direksi dan anggota dewan komisaris perusahaan asuransi jiwa
wajib untuk dinyatakan lulus dalam fit and proper test yang
diselenggarakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelum ditunjuk dan
kompeten dalam pengelolaan risiko yang dibuktikan dengan sertifikasi
manajemen risiko
3. Penerapan syarat keberlanjutan bagi direksi dan dewan komisaris yang
ditujukan untuk menjaga profesionalitas dan meningkatkan kompetensi
direksi dan dewan komisaris
4. Setiap tahun laporan keuangan perusahaan asuransi wajib untuk diaudit
oleh akuntan publik dan secara berkala (paling sedikit satu kali dalam tiga
tahun) laporan aktuaris perusahaan dinilai kewajarannya oleh konsultan
aktuaria independen
5. Fungsi kepatuhan dan manajemen risiko juga merupakan fungsi-funsi
yang wajib terdapat pada perusahaan asuransi jiwa. Pejabat satu tingkat di
bawah direksi wajib memiliki sertifikasi kompetensi manajemen risiko
6. Sebagai bagian dari pelaksanakan prinsip keterbukaan kepada pemangku
kepentingan, laporan keuangan perusahaan asuransi yang telah diaudit
wajib untuk dipublikasikan pada surat kabar harian dan
juga website perusahaan sehingga dapat menjadi acuan masyarakat dalam
memilih perusahaan asuransi

12
7. Bentuk pengawasan dari regulator terkait yaitu dalam bentuk kewajiban
penyampaian laporan berkala (off site supervision) serta pemeriksaan
langsung (audit) yang dilakukan secara berkala (on site supervision).
Terdapat berbagai aspek yang diawasi dalam laporan berkala, di
antaranya kesehatan keuangan (modal minimum, tingkat solvabilitas
wajib, pengelolaan investasi, dan lainnya), penyelenggaran manajemen
risiko serta tata kelola perusahaan yang baik.

c. Profesionalisme auditor dalam pencapaian kualitas audit (termasuk


dalam hal ini independensi dan tanggungjawab auditor dalam
mendeteksi penyimpangan)

Menurut Rai (2008) kualitas audit dipengaruhi oleh elemen-elemen yang ada
pada standar audit dan etika professional auditor agar audit yang dilakukan
berkualitas maka auditor harus mematuhi dan memaksimalkan apa yang
diwajibkan dalam standar audit dan etika profesinya. SPKN (2017)
menyebutkan pemeriksaan keuangan negara adalah proses identifikasi
masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif,
dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan. Selain kepatuhan auditor
dalam melaksanakan audit sesuai dengan standard yang telah ditetapkan, IAI
menyebutkan bahwa kualitas audit juga didasari oleh kualitas laporan audit
yang berkualitas. Beberapa unsur kualitas laporan hasil audit, sesuai dengan
kode etik yang berlaku dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
(SKPN,2017), diantaranya:

1) Tepat waktu Audit laporan keuangan harus terencana dengan baik


sehingga akan menghasilkan manfaat yang maksimal bila disajikan pada
waktu kegunaannya diperlukan.

2) Lengkap Laporan hasil audit haruslah memuat semua unsur yang memadai
untuk memenuhi keinginan pengguna laporan dan memenuhi persyaratan isi
laporan audit.

13
3) Akurat Dalam penyusunan laporan hasil audit harus menyajikan informasi
dari bukti yang benar dan temuan yang tepat, perlunya keakuratan didasarkan
akan kebutuhan untuk memberikan keyakinan pada pengguna laporan audit
bahwa apa yang dilaporkan memiliki kredibilitas yang dapat
dipertanggungjawabkan.

4) Obyektif Kredibilitas suatu laporan ditentukan oleh penyajian bukti yang


tidak memihak, sehingga laporan hasil audit dapat diyakinkan oleh fakta yang
disajikan.

5) Meyakinkan Laporan audit harus dapat menjawab tujuan pemeriksaan,


menyajikan temuan, simpulan dan rekomendasi yang logis. Info yang
disajikan harus dapat meyakinkan pengguna akan validitas temuan tersebut
dan dapat membantu untuk melakukan perbaikan sesuai dengan rekomendasi.
6) Jelas Auditor harus menyajikan audit secara jelas agar mudah dibaca dan
dipahami. Penggunaan bahasa yang mudah dimengerti sesuai maksud yang
akan disampaikan.

PROFESIONALISME

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) profesionalisme adalah


mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau
orang yang profesional. Menurut Arens dkk (2014, hlm.96) profesional
adalah suatu tanggung jawab yang dibebankan kepadanya dan lebih dari
sekedar memenuhi tanggungjawab yang dibebankan kepadanya dan lebih dari
sekedar memenuhi Undang-Undang peraturan masyarakat. Arens dkk (2014,
hlm.96) juga mengatakan bahwa kemahiran professional adalah auditor yang
professional yang bertanggungjawab melaksanakan tugas sebagai individu
dan pemenuhan tanggungjawab hukum dan regulasi dengan tekun dan
saksama. Sebagai professional auditor tidak boleh bertindak ceroboh atau
dengan niat buruk, tetapi mereka tidak juga diharapkan harus sempurna. Di
dalam SPKN (2017) profesionalisme adalah kemampuan, keahlian, dan
komitmen profesi dalam menjalankan tugas disertai prinsip kehati-hatian (due

14
care), ketelitian, dan kecermatan, serta berpedoman kepada standar dan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Prinsip kunci dari profesionalisme
adalah bahwa seorang profesional memiliki pengalaman dan kemampuan
mengenali/memahami bidang tertentu yang lebih tinggi dari auditan
(Rahmadi dkk, 2006, hlm.96). Standard umum audit dalam SPKN(2017)
mengatur sikap yang merupakan ciri auditor dan harus dimiliki auditor,
diantaranya auditor di tuntut untuk kompeten, independen, melaksanakan
tugas sesuai dengan kode etik yang berlaku, dan memiliki sikap skeptis
profesional dalam pelaksanaan audit.

KOMPETENSI

Kompetensi adalah pendidikan, pengetahuan, pengalaman, dan/atau keahlian


yang dimiliki seseorang, baik tentang pemeriksaan maupun tentang hal-hal
atau bidang tertentu, cermat dan seksama SPKN (2017). BPK harus
menentukan kompetensi yang dibutuhkan untuk memastikan auditor memiliki
keahlian yang sesuai untuk melakukan penugasan pemeriksaan. Auditor harus
memelihara kompetensinya melalui pendidikan profesional berkelanjutan
paling singkat 80 (delapan puluh) jam dalam 2 (dua) tahun. Menurut Rai
(2008, hlm.63) kompetensi auditor adalah kualifikasi yang dibutuhkan oleh
auditor untuk melaksanakan audit kinerja dengan benar. Untuk memperoleh
kompetensi tersebut dibutuhkan pendidikan dan pelatihan bagi auditor
kinerja, yang dikenal dengan pendidikan profesional berkelanjutan. 2.4.2
INDEPENDENSI Independensi diartikan sebagai kondisi agar obyektivitas
dapat diterapkan (Rahmadi dkk, 2006, hlm.96). Independensi menurut Arens
dkk. (2014, hlm.134) dapat diartikan mengambil sudut pandang yang tidak
bias. Auditor tidak hanya harus independen dalam fakta, tetapi juga harus
independen dalam penampilan. Independensi dalam fakta atau kenyataan
(independence in fact) ada bila auditor benar-benar mampu mempertahankan
sikap yang tidak bias sepanjang audit. Menurut Agoes (2013, hlm.35)
independen dalam kenyataan terlihat dari auditor merupakan pihak luar
perusahaan atau entitas. Sedangkan independensi dalam penampilan

15
(independent in appearance) adalah hasil dari interpretasi lain atas
independensi ini. Agoes juga menyatakan bahwa seorang auditor yang
independen adalah auditor yang dapat mempertahankan integritasnya dan
selalu menaati kode etik. Independen dalam penampilan berarti hasil
interpretasi pihak lain mengenai independensi.

ETIKA AUDITOR

Etika biasa didefinisikan secara luas sebagai seperangkat moral dan nilai.
Masing-masing individu mempunyai seperangkat nilai yang di yakini,
meskipun demikian tidak semua dapat terlaksana seutuhnya Arens dkk (2014,
hlm.125). Perbedaan moral dan nilai yang dipercayai seseorang dengan yang
lainnya adalah wajar. Perbedaan ini mencerminkan pengalaman hidup
seseorang, kesuksesan dan kegagalan dimasa lampau, pengaruh pendidikan
orang tua maupun pendidikan umum, dan pergaulan. Arens dkk (2014,
hlm.125) menyatakan bahwa etika adalah karekter yang baik yang dimiliki
oleh individu didalam komunitas yang membentuk norma-norma dan
peraturan yang menjadi normatif di kehidupan suatu individu. Etika juga
diartikan sebagai suatu sikap dan perilaku yang menunjukkan kesediaan dan
kesanggupan seseorang secara sadar untuk menaati ketentuan dan norma yang
berlaku dalam suatu organisasi (SPKN, 2017).

SKEPTISME PROFESIONAL

Skeptisme profesional menurut Hery (2017, hlm.64) adalah suatu sikap yang
mencangkup suatu pikiran yang selalu mempertanyakan, dan selalu waspada
terhadap kondisi yang dapat mengindikasi adanya kemnungkinan salah saji,
baik yang disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan, serta meliputi
sikap kritis dalam melakukan penilaian atas bukti audit. Noviyanti (2007)
mengatakan bahwa skeptisme profesional auditor dipengaruhi oleh faktor
social (kepercayaan), factor psikologikal (penaksiran resiko kecurangan) dan
factor personal (kepribadian). Sugiarmini dan Datrini (2017), Kusumawati

16
dan Syamsudin (2017) dan Sari dan Ramantha (2015) menyimpulkan dalam
penelitiannya bahwa skeptisme profesional mempengaruhi kualitas audit.

d. Keterkaitan dengan kode etik

Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang
secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan
tidak baik bagi profesional. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia adalah aturan
perilaku, etika akuntan dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya:

1.Integritas

Integritas berkaitan dengan profesi auditor yang dapat dipercaya karena


menjunjung  tinggi  kebenaran  dan  kejujuran.  Integritas  tidak  hanya  berupa
kejujuran tetapi juga sifat  dapat  dipercaya, bertindak  adil dan berdasarkan
keadaan yang  sebenarnya. Hal ini  ditunjukkan oleh auditor ketika memunculkan
keunggulan personal ketika  memberikan layanan profesional kepada  instansi 
tempat  auditor  bekerja  dan  kepada  auditannya.

2.Obyektivitas

Auditor yang obyektif adalah auditor yang tidak memihak sehingga independensi 
profesinya dapat  dipertahankan. Dalam mengambil keputusan atau  tindakan,  ia 
tidak   boleh  bertindak  atas  dasar  prasangka  atau  bias, pertentangan 
kepentingan,  atau  pengaruh  dari  pihak  lain.  Obyektivitas  ini dipraktikkan
ketika auditor mengambil  keputusan-keputusan dalam kegiatan auditnya. Auditor
yang obyektif adalah auditor yang  mengambil keputusan berdasarkan seluruh
bukti yang tersedia, dan bukannya karena pengaruh atau berdasarkan pendapat
atau prasangka pribadi maupun tekanan dan pengaruh orang lain.

3.Kompetensi dan Kehati-hatian

Agar dapat memberikan layanan audit yang berkualitas, auditor harus memiliki
dan mempertahankan kompetensi dan ketekunan. Untuk itu auditor harus selalu
meningkatkan pengetahuan dan keahlian profesinya pada tingkat yang 

17
diperlukan  untuk  memastikan  bahwa  instansi  tempat  ia  bekerja  atau auditan  
dapat menerima manfaat   dari   layanan   profesinya   berdasarkan
pengembangan   praktik, ketentuan, danteknik-teknik yang    terbaru. Berdasarkan
prinsip  dasar  ini,  auditor  hanya  dapat  melakukan  suatu  audit apabila ia
memiliki kompetensi yang diperlukan atau  menggunakan bantuan tenaga  ahli
yang   kompeten  untuk   melaksanakan  tugas-tugasnya   secara memuaskan.

4.Kerahasiaan

Auditor  harus  mampu  menjaga  kerahasiaan  atas  informasi  yang diperolehnya 


dalam melakukan  audit,  walaupun  keseluruhan  proses  audit mungkin harus
dilakukan  secara terbuka dan transparan. Informasi tersebut merupakan hak milik
auditan, untuk itu auditor harus memperoleh persetujuan khusus    apabila   
akan    mengungkapkannya,    kecuali     adanya    kewajiban pengungkapan
karena  peraturan perundang-undangan. Kerahasiaan ini harus dijaga sampai
kapanpun bahkan  ketika auditor telah berhenti bekerja pada instansinya. Dalam 
prinsip  kerahasiaan  ini   juga,  auditor  dilarang  untuk menggunakan  informasi
yang  dimilikinya  untuk   kepentingan  pribadinya, misalnya untuk memperoleh
keuntungan finansial.

5. Prinsip kerahasiaan tidak berlaku dalam situasi-situasi berikut:

Pengungkapan  yang  diijinkan  oleh  pihak  yang  berwenang,  seperti auditan  


dan instansi tempat  ia bekerja. Dalam  melakukan pengungkapan ini, auditor 
harus mempertimbangkan kepentingan seluruh pihak, tidak hanya dirinya,
auditan, instansinya saja, tetapi juga termasuk   pihak-pihak   lain   yang  
mungkin   terkena   dampak   dari pengungkapan informasi ini.

a.

18
BAB III

PENUTUP

a. Profesionalisme auditor dalam pencapaian kualitas audit

Indikasi negatif dari perusahaan sebenarnya sudah terlihat dari tahun


2006 dimana Kementerian BUMN dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
menyatakan ekuitas Jiwasraya tercatat negatif Rp3,29 triliun. Dari
kronologi yang penulis jelaskan bertahun-tahun sudah gejala
kebangkrutan / gagal bayar sudah terdeteksi karena sudah dilakukan
pemantauan pembinaan maupun pemeriksaan baik oleh akuntan
publik, OJK, BPK maupun BPKP bahkan termasuk DPR dan KPK.
Tapi klaim indikasi kecurangan di Jiwasraya ke Kejaksaan Agung
(Kejagung) baru dilakukan pada tahun 2019. Hal itu dilakukan setelah
pemerintah melihat secara rinci laporan keuangan perusahaan yang
dinilai tidak transparan. Kementerian BUMN juga mensinyalir
investasi Jiwasraya banyak ditaruh di saham-saham gorengan. Hal ini
yang menjadi satu dari sekian masalah gagal bayar klaim Asuransi
Jiwasraya.

Kualitas audit yang baik tidak akan tercapai jika dari audit – audit
tahun sebelumnya tidak ditindaklajuti. Padahal BPK memberikan
opini disclaimer (tidak menyatakan pendapat) untuk laporan keuangan
2006-2007 lantaran penyajian informasi cadangan tidak dapat diyakini
kebenarannya. Defisit perseroan semakin lebar, yakni Rp5,7 triliun
pada 2008 dan Rp6,3 triliun pada 2009.

b. Keterkaitan dengan kode etik


Menurut pendapat saya, seharusnya Kantor Akuntan Publik (KAP)
menilai laporan keuangan PwC tidak wajar. Potensi kecurangan
disebabkan oleh aktivitas jual beli saham dalam waktu yang
berdekatan untuk menghindari pencatatan unrealized loss. Kemudian,

19
pembelian dilakukan dengan negosiasi bersama pihak-pihak tertentu
agar bisa memperoleh harga yang diinginkan. Pada tahun 2016
Jiwasraya telah diwanti-wanti berisiko atas gagal bayar dalam
transaksi investasi ditambah kurang optimal dalam mengawasi
reksadana yang dimiliki. KAP harus menjunjung tinggi integritas
sesuai kode etik. Menurut penulis jika kasus ini difollow up sejak
tahun 2008 tidak akan terjadi gagal bayar sampai sedemikian
banyaknya kerugian negara.

20
Daftar Pustaka

https://www.kursusakuntansi.co.id/artikel.html?
id=Audit_Eksternal_Pada_Perusahaan

https://www.wartaekonomi.co.id/read268090/bikin-geleng-geleng-jiwasraya-
bobol-pengawasan-superketat-di-asuransi-jiwa

Institut Akuntan Publik Indonesia. Kode Etik Profesi Akuntan Publik. IAPI, 2019.

21

Anda mungkin juga menyukai